1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menerangkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sisdiknas, 2011: 3.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami
alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam tentang alam sekitar. Standar isi, 2007: 484. Oleh karena itu, pembelajaran IPA menuntut siswa untuk aktif dan membangun sendiri
pengetahuannya sehingga mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Pembelajaran yang bermakna tersebut dapat menunjang dalam pencapaian tujuan
mata pelajaran IPA yang telah ditentukan. Tujuan mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar SD yang tercantum dalam
standar isi antara lain agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1 memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2 mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3 mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi
antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat; 4 mengembangkan kemampuan dan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan; 5 meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan
alam; 6 meningkatkan kesedaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; 7 memperoleh bekal
pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMPMTs. Lampiran Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006.
Berdasarkan tujuan mata pelajaran IPA, pembelajaran IPA merupakan wahana siswa untuk mengembangkan pengetahuan, rasa ingin tahu, berpikir rasional, dan
ilmiah. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA diupayakan agar
memberikan pengalaman bermakna bagi siswa untuk belajar mengembangkan kompetensi untuk menjelajahi dan memahami alam sekitar. Mata pelajaran IPA
merupakan mata pelajaran yang memiliki cakupan materi yang cukup luas, sehingga dalam pelaksanaan pembelajarannya seorang guru dituntut untuk
memiliki berbagai macam strategi, metode, model pembelajaran, pendekatan, media mengajar, sumber belajar serta alat peraga agar kualitas pembelajarannya
dapat menjadi lebih baik dan mempermudah guru dalam mencapai target ketuntasan belajar siswa.
Sesuai dengan standar isi, pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah scientific inquiry untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SDMI
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Namun
kenyataannya, pembelajaran IPA belum menggunakan pendekatan pembelajaran inovatif yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap
ilmiah sehingga siswa belum mendapat pengalaman belajar yang menantang dan bermakna. Di sekolah belum ditemukan adanya pembelajaran IPA yang
menekankan pada pembelajaran yang bermakna, sehingga perlu dilakukan peningkatan kualitas pembelajaran IPA.
Masalah yang terjadi di pembelajaran IPA juga dijabarkan oleh Pusat Kurikulum dan Pengembangan tentang kebijakan kajian kurikulum IPA
Departemen Pendidikan Nasional 2007: 16 yang menerangkan bahwa ditemukan
permasalahan pada siswa kelas 1-6 masih minim sekali diperkenalkan kerja ilmiah, padahal hal ini merupakan ciri penting dari pembelajaran IPA. Dengan
minimnya pembelajaran IPA dengan kerja ilmiah tersebut berarti sikap ilmiah juga menjadi minim. Proses pembelajaran yang selama ini dilakukan di sekolah
dasar masih terlalu berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan. Metode pembelajaran yang terlalu berorientasi kepada guru teacher centered bukan
fokus kepada siswa, sehingga proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan mencerdaskan kurang optimal. Padahal dalam pembelajaran
IPA sebaiknya secara inkuiri ilmiah, umtuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah. Selain itu pembelajaran yang dilakukan akan
memberikan pengalaman bermakna dan tantangan belajar bagi siswa. Permasalahan di atas juga ditemukan di SDN Tugurejo 03 Semarang.
Hasil observasi dan wawancara di sekolah ditemukan data bahwa dalam pembelajaran IPA yang dilakukan masih kurang optimal. Hal ini disebabkan guru
masih menggunakan pendekatan yang kurang inovatif dalam menyampaikan
materi pembelajaran. Guru juga kurang menggunakan variasi dalam pembelajaran dan belum menggunakan pendekatan inkuiri. Guru mendominasi kegiatan belajar
mengajar sehingga kurang mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran khususnya untuk penemuan dan pemahaman suatu konsep IPA. Siswa jarang
bertanya mengenai hal-hal yang belum mereka pahami dan jika guru melakukan tanya jawab, siswa tidak berani dalam menyampaikan pendapat mereka. Selain
itu, guru kurang memaksimalkan penggunaan media pembelajaran yang dapat memudahkan siswa dalam menerima dan memahami materi yang disampaikan.
Hal ini menyebabkan siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Aktivitas belajar yang terjadi belum menunjukkan bahwa siswa senang, antusias,
dan tertantang untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu hasil belajar siswa dalam pembelajaran masih banyak terdapat ada siswa yang memperleh nilai
di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal KKM. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran IPA masih rendah. Oleh karena itu, harus menggunakan
pembelajaran yang inovatif yaitu pembelajaran yang peran guru sebagai fasilitator, motivator, evaluator, transformator. Selain itu adanya interaksi yang
multiarah antara guru dengan siswa. Sehingga siswa dapat belajar secara mengalami sendiri yaitu dengan membangun sendiri pengetahuan yang diperoleh
melalui kelompoknya melalui pembelajaran. Hal tersebut didukung dengan data dokumen nilai mata pelajaran IPA di
kelas V SDN Tugurejo 03 Semarang menunjukkan bahwa dalam mata pelajaran IPA, 20 dari 38 siswa kelas V 52,6 nilai yang diperoleh masih di bawah
Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang ditetapkan di sekolah yaitu 66. Dari rata-rata data dokumen ditunjukkan nilai terendah 48 dan nilai tertinggi 87 dengan
rata-rata kelas 66,39. Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran IPA di kelas V
SDN Tugurejo 03 Semarang perlu diperbaiki guna meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Peneliti bersama tim kolaborasi berinisiatif menetapkan
alternatif tindakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran IPA. Dalam hal ini diperlukan pendekatan pembelajaran inovatif dan kreatif, sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan inkuiri dengan media komik sains yang diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan sehingga dapat meningkatkan kualitas belajar siswa. Hamdani 2011: 182 memaparkan bahwa pendekatan inkuiri adalah
salah satu cara belajar atau penelaahan yang bersifat mencari pemecahan masalah dengan cara kritis, analitis, dan ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah
tertentu menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan karena didukung oleh data atau kenyataan. Menurut Hamdani 2011: 183 keuntungan pendekatan inkuiri
yaitu: 1 siswa memiliki kesempatan untuk mengemukakan ide atau gagasan yang dimilikinya sehingga hal itu dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menulis karya ilmiah; 2 siswa mulai diajarkan untuk menganalisis dan mencari kebenaran suatu masalah yang sedang dibahas, mampu berpikir sistematis,
terarah, dan mempunyai tujuan yang jelas; 3 siswa mampu berpikir induktif, deduktif, dan empiris rasional sehingga hal ini akan menyebabkan siswa memiliki
kemampuan dalam penalaran formal yang baik. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan media komik sains karena
komik dapat menarik minat siswa belajar, menambah keterampilan siswa untuk menerapkan pengetahuan ilmiah dalam kehidupan nyata mereka. Selain itu, komik
dapat merangsang rasa ingin tahu dan kreatifitas siswa serta mengekspresikan dirinya berbekal ide yang digambarkan dalam bentuk gambar yang menarik dan
cerita komik. Komik dapat digunakan sebagai media pembelajaran dalam dunia pendidikan karena komik dapat dirancang sesuai dengan materi yang akan
disampaikan. Dalam hal ini komik berfungsi sebagai penyampai pesan
pembelajaran dengan media visual yang dikemas semenarik mungkin agar siswa atau peserta didik lebih tertarik untuk belajar. Kadang peserta didik merasa kurang
termotivasi dalam belajar atau dalam memperhatikan pendidik menyampaikan materi pelajaran karena pesan atau materi pelajaran tidak dikemas semenarik
mungkin bahkan hanya melalui ceramah, tulisan-tulisan di papan tulis dan dengan cara yang tidak efisien lainnya. Oleh karena itu, peran komik dalam penyampaian
pesan pembelajaran sangat diperlukan. Hal tersebut juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Yulianti, dkk.
dengan judul “Bahan Ajar Komik Sains Berbasis Inkuiri untuk Mengembangkan Karakter Siswa Sekolah Dasar”. Penelitian tersebut dilakukan pada siswa kelas IV
dan V SD N Sekaran. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa hasil belajar kognitif meningkat seiring dengan peningkatan pengembangan
karakter. Hasil belajar kognitif dan pengembangan karakter tersebut memiliki kaitan. Hasil belajar kognitif anak setelah posttest meningkat dengan
pengembangan karakter yang meningkat juga. Berdasarkan hasil analisis, peningkatan karakter rata-rata peduli sosial dan lingkungan tergolong sedang.
Pengembangan karakter peduli sosial dan lingkungan yang sedang dikarenakan pemberian perlakuan pada penelitian ini hanya dilakukan sekali dengan waktu
yang singkat. Selain itu, sesuai dengan penelitian oleh Singgih Winarso, dkk. dengan
judul “Peningkatan Hasil Belajar Sifat Cahaya dengan Metode Inkuiri”. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dalam dua siklus yang tiap
siklusnya terdiri dari dua pertemuan, ternyata hipotesis yang dirumuskan telah
terbukti kebenarannya. Pembelajaran dengan metode Inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar materi sifat cahaya pada siswa kelas V SD Negeri Sooka 1
Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan Tahun 2012. Hal ini terbukti pada kondisi awal sebelum dilaksanakan tindakan atau pada pratindakan nilai rata-rata siwa
sebesar 62 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 46,7, siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 71 dengan persentase ketuntasan klasikal
sebesar 73,3, siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 76 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 80. http:www.jurnal.fkip.uns.ac.id
Oleh karena itu, peneliti perlu melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul
“Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA melalui Pendekatan Inkuiri
dengan Media Komik Sains
pada Siswa Kelas V SDN Tugurejo 03 Semarang”
1.2 RUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH