PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL STAD DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN TUGUREJO 01 SEMARANG

(1)

i

SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Skripsi

Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Tia Risdiana Agustina 1301411050

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

iv

Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” (Qs. Al-Insyirah: 6-8)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

1. Bapakku Fatkhurohman, S.Pd dan Ibuku Sri Waeni yang tak pernah lelah membimbingku, mendukungku (moril dan materiil), memberikan

kasih sayang dan do’a demi keberhasilan putri -putrinya

2. Adik-adikku Amel dan Devia yang menjadi motivasiku untuk segera menyelesaikan studi 3. Mas Septian Hendra Harismono, S.Kom yang

selalu membantu, memberikan dukungan, doa dan semangat yang luar biasa dalam penyusunan skripsi ini

4. Keluarga Besar Bimbingan dan Konseling FIP 5. Almamaterku UNNES


(5)

v

Kepribadian Konselor dengan Sikap Siswa Terhadap Pelayanan Bimbingan dan

Konseling Tahun Pelajaran 2014/2015”. Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian

Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015, gambaran mengenai sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015, dan mengetahui hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015.

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015 memiliki gambaran persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor berada pada kriteria baik, gambaran mengenai sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling pada kriteria positif, terdapat pula hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling yang kuat. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor UNNES yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh studi di Jurusan Bimbingan dan Konseling sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan FIP UNNES yang telah memberikan ijin penelitian untuk penyelesaian skripsi.


(6)

vi

5. Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd, Kons., Dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik 6. Dr. Supriyo, M.Pd., Dosen penguji kedua yang telah memberikan kritik dan

saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik

7. Dr. Awalya, M.Pd, Kons., Sekretaris ujian skripsi yang telah membantu kelancaran proses sidang skripsi

8. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bekal pengetahuan, bimbingan, dan motivasinya selama mengikuti perkuliahan sampai dengan selesai

9. Drs. Purwanto, M.Pd., Kepala Sekolah SMP Negeri 24 Semarang yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian dan bersedia membantu serta bekerjasama dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Dra. Yuniarti, Koordinator guru Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 24 Semarang yang telah memberikan ijin, bersedia membantu dan bekerjasama dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Keluarga tim petugas perpustakaan BK FIP UNNES (mba Hani, Siti, Nirma, Lulu) yang telah memberikan semangat dan pengalaman selama peneliti menjadi voulentir petugas perpustakaan

12.Teman-teman BK angkatan 2011

13.Serta berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta dapat memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan khususnya terkait dengan perkembangan ilmu bimbingan dan konseling.

Semarang, Agustus 2015


(7)

vii

Semarang. Dosen Pembimbing Kusnarto Kurniawan, M.Pd, Kons

Kata Kunci: kompetensi kepribadian konselor, sikap siswa, pelayanan bimbingan dan konseling

Pelayanan Bimbingan Konseling merupakan kegiatan yang integral dari keseluruhan kegiatan pendidikan yang ada di sekolah. Pelayanan BK akan berjalan optimal apabila adanya sikap positif yang ditampilkan siswa pada pelaksanaan pelayananan bimbingan konseling di sekolah. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan data awal dilapangan bahwa siswa di SMP Negeri 24 Semarang memiliki sikap yang kurang positif terhadap pelayanan BK di sekolah. Hasil wawancara juga menunjukkan adanya persepsi yang kurang baik terhadap kepribadian konselor di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor di SMP Negeri 24 Semarang, gambaran mengenai sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang, dan mengetahui hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa di SMP Negeri 24 Semarang yang berjumlah 756 siswa. Teknik sampling yang digunakan adalah Proporsional Stratified

Random Sampling, sampel yang diambil sejumlah 75 siswa. Alat pengumpulan data

menggunakan skala psikologis yaitu skala persepsi dan skala sikap. Teknik analisis menggunakan statistik deskriptif dan analisis korelasi product moment.

Hasil analisis deskriptif diperoleh rata-rata gambaran persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dalam kriteria baik dengan persentase sebesar 81%, dan rata-rata gambaran sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling dalam kriteria positif dengan persentase sebesar 75,25%. Hasil analisis korelasi product moment menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling yang ditunjukkan dengan nilai rhitung= 0,633 dengan nilai rtabel= 0,227 pada taraf signifikasi 5%. Dengan demikian harga rhitung> rtabel sehingga hipotesis kerja (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak.

Simpulan dari penelitian ini bahwa di SMP Negeri 24 Semarang (1) persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dalam kriteria baik, (2) sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling dalam kriteria positif, dan (3) ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu disarankan kepada konselor sekolah untuk meningkatkan kompetensi kepribadiannya dengan cara memperhatikan stabilitas kepribadiannya dengan berperilaku terpuji, menjaga kestabilan emosi, empati, serta peka terhadap siswa dengan harapan nantinya siswa mempunyai persepsi yang baik tentang kompetensi kepribadian konselor sehingga sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan konseling semakin positif.


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Sistematika Skripsi ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 12

2.2 Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ... 15

2.2.1 Persepsi ... 15

2.2.1.1 Pengertian Persepsi ... 15

2.2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 17

2.2.1.3 Proses Terjadinya Persepsi ... 20

2.2.2 Kompetensi Kepribadian Konselor ... 23

2.2.2.1 Pengertian Kompetensi Konselor ... 23

2.2.2.2 Jenis-jenis Kompetensi Konselor ... 24

2.2.2.3 Kompetensi Kepribadian Konselor ... 27

2.2.3 Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ... 36

2.3 Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 38

2.3.1 Sikap ... 38

2.3.1.1 Pengertian Sikap ... 38


(9)

ix

2.3.1.3 Fungsi Sikap ... 42

2.3.1.4 Komponen Sikap ... 44

2.3.1.5 Proses Pembentukan Sikap ... 45

2.3.1.6 Pengukuran Sikap ... 47

2.3.1.7 Hubungan Sikap dan Perilaku ... 49

2.3.2 Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah ... 51

2.3.2.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling ... 51

2.3.2.2 Fungsi Bimbingan dan Konseling ... 54

2.3.2.3 Tujuan Bimbingan dan Konseling ... 56

2.3.2.4 Asas-Asas Bimbingan dan Konseling ... 58

2.3.2.5 Layanan Bimbingan dan Konseling ... 62

2.3.2.6 Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling ... 65

2.3.3 Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 67

2.4 Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor dan Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 69

2.5 Hipotesis Penelitian ... 73

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 75

3.2 Variabel Penelitian ... 77

3.2.1 Identifikasi Variabel ... 77

3.2.2 Hubungan Antar Variabel ... 77

3.2.3 Definisi Operasional Variabel ... 78

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 80

3.3.1 Populasi Penelitian ... 80

3.2.2 Sampel Penelitian ... 81

3.4 Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 85

3.4.1 Metode Pengumpulan Data ... 85

3.4.2 Alat Pengumpulan Data ... 85

3.5 Penyusunan Instrumen ... 86

3.5.1 Menyusun Kisi-kisi Instrumen ... 87

3.6 Validitas dan Reliabilitas Penelitian ... 97

3.6.1 Uji Validitas ... 97

3.6.2 Uji Reliabilitas ... 98

3.7 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 100

3.7.1 Hasil Uji Validitas Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ... 100

3.7.2 Hasil Uji Validitas Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 101


(10)

x

3.7.3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi siswa tentang Kompetensi

Kepribadian Konselor ... 102

3.7.4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 103

3.8 Teknik Analisis Data ... 103

3.8.1 Analisis Deskriptif ... 103

3.8.2 Analisis Statistik ... 106

3.8.2.1 Uji Normalitas ... 106

3.8.2.2 Uji Hipotesis ... 106

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 110

4.1.1 Hasil Analisis Deskriptif ... 110

4.1.1.1 Gambaran Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ... 110

4.1.1.2 Gambaran Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 123

4.1.2 Hasil Analisis Statistik ... 134

4.1.2.1 Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor dan Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 134

4.1.2.1.1 Hasil Uji Normalitas ... 134

4.1.2.1.2 Hasil Uji Hipotesis ... 135

4.2 Pembahasan ... 137

4.2.1 Gambaran Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ... 137

4.2.2 Gambaran Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 144

4.2.3 Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor dan Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 147

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 149

BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 152

5.2 Saran ... 152

DAFTAR PUSTAKA ... 154 LAMPIRAN


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kompetensi Kepribadian Konselor ... 28

3.1 Jumlah Populasi Penelitian ... 80

3.2 Perhitungan Sampel Penelitian ... 82

3.3 Rekapitulasi Responden Penelitian ... 83

3.4 Bentuk Penskalaan ... 86

3.5 Kisi-kisi Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ... 88

3.6 Kisi-kisi Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 92

3.7 Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 99

3.8 Distribusi Butir Item Valid dan Gugur Skala Persepsi ... 100

3.9 Distribusi Butir Item Valid dan Gugur Skala Sikap ... 101

3.10 Kriteria Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor.. 105

3.11 Kriteria Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling 106 3.12 Interpretasi Besarnya “r” product moment ... 109

4.1 Hasil Perhitungan Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ... 111

4.2 Distribusi Frekuensi Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ... 113

4.3 Deskripsi Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor 114 4.4 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Beriman dan Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ... 116

4.5 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menghargai dan Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan, Individualitas, dan Kebebasan Memilih ... 118

4.6 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menjunjung Integritas Stabilitas Kepribadian yang Kuat ... 119

4.7 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menampilkan Kinerja Berkualitas Tinggi ... 121

4.8 Hasil Perhitungan Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 123

4.9 Distribusi Frekuensi Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 125

4.10 Deskripsi Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 126 4.11 Hasil Analisis Deskriptif persentase Sikap Siswa Pada Indikator


(12)

xii

Pelaksanaan layanan-layanan Bimbingan dan Konseling ... 128 4.12 Hasil Analisis Deskriptif persentase Sikap Siswa Pada Indikator

Pelaksanaan Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling ... 130 4.13 Deskripsi Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan Konseling

dilihat dari Komponen Sikap ... 132 4.14 Deskripsi Komponen Sikap Berdasarkan Indikator Pelayanan

Bimbingan dan Konseling ... 134 4.15 Hasil Uji Normalitas Data Menggunakan Kolmogorov-Smornov ... 135 4.16 Hasil Uji Hipotesis Menggunakan Korelasi Product Moment ... 136


(13)

xiii

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

4.1 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor ... 114 4.2 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Beriman dan

Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ... 116 4.3 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menghargai dan

Menjunjung Tinggi Nilai-nilai Kemanusiaan, Individualitas, dan Kebebasan Memilih ... 118 4.4 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menjunjung

Integritas Stabilitas Kepribadian yang Kuat ... 120 4.5 Hasil Analisis Deskriptif persentase Pada Indikator Menampilkan

Kinerja Berkualitas Tinggi ... 122 4.6 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Sikap Siswa terhadap

Pelayanan Bimbingan dan Konseling ... 127 4.7 Hasil Analisis Deskriptif persentase Sikap Siswa Pada Indikator

Pelaksanaan layanan-layanan Bimbingan dan Konseling ... 129 4.8 Hasil Analisis Deskriptif Persentase Pada Indikator Pelaksanaan

Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling ... 131 4.9 Hasil Analisis Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan

Konseling dilihat dari Komponen Sikap ... 133 4.10 Hasil Analisis Komponen Sikap Berdasarkan Indikator Pelayanan


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Berpikir ... 73 3.1 Hubungan Antar Variabel ... 78 3.2 Prosedur Penyusunan Instrumen Peneltian ... 87


(15)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

2.1 Proses Terjadinya Persepsi ... 22

2.2 Pembentukan Sikap ... 46

2.3 Persepsi ... 47


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

LAMPIRAN I: UJI COBA INSTRUMEN ... 158 1. Kisi-kisi Uji Coba (Try Out) Instrumen Skala Persepsi Siswa

tentang Kompetensi Kepribadian Konselor

2. Instrumen Uji Coba (Try Out) Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor

3. Kisi-kisi Uji Coba (Try Out) Instrumen Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling

4. Instrumen Uji Coba (Try Out) Instrumen Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling

LAMPIRAN II: HASIL ANALISIS DATA TRY OUT ... 179 1. Hasil Uji Coba (Try Out) Skala Persepsi Siswa tentang

Kompetensi Kepribadian Konselor

2. Perhitungan Validitas Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor

3. Perhitungan Reliabilitas Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor

4. Hasil Uji Coba (Try Out) Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling

5. Perhitungan Validitas Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling

6. Perhitungan Reliabilitas Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling

LAMPIRAN III: INSTRUMEN PENELITIAN ... 200 1. Kisi-kisi Instrumen Skala Persepsi Siswa tentang Kompetensi

Kepribadian Konselor


(17)

xvii Konselor

3. Kisi-kisi Instrumen Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling

4. Instrumen Instrumen Skala Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling

BAB IV: HASIL ANALISIS DESKRIPTIF ... 220 1. Hasil Tabulasi Data Persepsi Siswa Tentang Kompetensi

Kepribadian Konselor secara Keseluruhan

2. Hasil Tabulasi Data Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Kepribadian Konselor Perindikator

3. Hasil Tabulasi Data Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling secara Keseluruhan

4. Hasil Tabulasi Data Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling Perindikator

BAB V: HASIL ANALISIS STATISTIK ... 257 1. Hasil Uji Normalitas Data Skala Persepsi dan Skala Sikap

2. Hasil Analisis Korelasional

BAB VI: LAIN-LAIN ... 260 1. Panduan Wawancara Pra Penelitian Skripsi

2. Hasil Wawancara Pra Penelitian Skripsi

3. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Ilmu Pendidikan

4. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Semarang

5. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian dari SMP Negeri 24 Semarang


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan kegiatan yang integral dari keseluruhan kegiatan pendidikan yang ada di sekolah. Pada pelaksanaannya ada tiga hal yang berkaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan yaitu: layanan pendidikan, layanan administrasi, dan layanan bimbingan. Pelayanan Bimbingan dan konseling di sekolah dilaksanakan secara terprogram, teratur dan berkelanjutan. Pelaksanaan program inilah yang menjadi wujud nyata dari diselenggarakannya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Bentuk pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa dalam mencapai tujuan belajar serta membantu proses pendidikan di sekolah adalah berupa layanan-layanan yang berfungsi dan berperan untuk mengembangkan diri siswa. Dalam BK Pola 17 plus ada sembilan layanan dan lima kegiatan pendukung yang harus konselor selenggarakan di sekolah antara lain: layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, layanan mediasi dan layanan konsultasi. Adapun kegiatan pendukung bimbingan konseling atara lain: aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus. Layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling tersebut sangatlah


(19)

penting sehingga konselor harus bisa menyelenggarakan pelayanan tersebut dengan baik agar siswa dapat mencapai tugas perkembangannya secara optimal.

Pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan optimal apabila adanya sikap positif yang ditampilkan siswa pada pelaksanaan layanan-layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Sikap itu merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya (Walgito, 2003:110-111). Sehingga sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah integrasi antara aspek pemikiran (kognisi), perasaan (afeksi), dan kecenderungan untuk bertindak (konasi) baik yang bersifat positif maupun negatif yang menimbulkan perilaku tertentu yang berkaitan dengan layanan-layanan bimbingan dan konseling yang diberikan oleh konselor.

Sikap yang ditampilkan siswa sangat dipengaruhi oleh persepsi siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling tersebut. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Astri Dinartiwi. 2010. “Persepsi siswa tentang layanan bimbingan

dan konseling di SMK Grafika yayasan Lektur Jakarta Selatan”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa secara keseluruhan persepsi siswa tentang layanan bimbingan dan konseling diperoleh hasil 58,3% dengan kategori cukup baik. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa kurangnya tingkat kepedulian guru BK dengan siswa-siswanya.

Dari penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa salah satu cara untuk dapat melaksanakan layanan-layanan bimbingan dan konseling di sekolah dengan baik


(20)

maka guru BK harus bisa membangun hubungan baik, dan harus lebih peduli dengan siswa-siswanya. Seorang guru BK atau konselor sebagai pribadi harus mampu menampilkan jati dirinya secara utuh, tepat, serta mampu membangun hubungan antarpribadi (interpersonal) yang unik dan harmonis, dinamis, persuasif, dan kreatif, sehingga menjadi motor penggerak keberhasilan layanan bimbingan dan konseling. Alat yang paling penting untuk dipakai dalam pekerjaan seorang konselor adalah dirinya sendiri sebagai pribadi (your self as a person).

Dalam Permendiknas No 27 Tahun 2008, tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor, dijelaskan bahwa: “sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan kompetensi professional sebagai salah satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari pelaksanaan pelayanan professional BK, kompetensi akademik dan professional konselor secara integrasi membangun keutuhan kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, dan professional“.

Sesuai dengan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang konselor harus memiliki keempat kompetensi yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional dalam melaksanakan berbagai layanan bimbingan dan konseling. Salah satu dari empat kompetensi tersebut adalah kompetensi kepribadian yang tidak kalah pentingnya dari kompetensi lainnya dan perlu diperhatikan serta pemahaman yang baik dalam proses pemberian layanan bimbingan dan konseling oleh konselor. Bentuk nyata dari kompetensi tersebut adalah sikap penerimaan yang baik terhadap siswa, mampu berpandangan yang positif, berpegang teguh dan berpedoman pada nilai-nilai agama dalam menangani siswa, dan membantu untuk mengentaskan masalah


(21)

dan menciptakan kondisi siswa yang mampu mengembangkan dirinya secara optimal.

Dalam Permendiknas No 27 Tahun 2008 menyebutkan bahwa konselor yang mempunyai kompetensi kepribadian yang baik harus memiliki aspek-aspek sebagai berikut :

a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, meliputi (1) menampilkan kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain, (3) berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur,

b. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih, meliputi (1) mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, social, individual, dan berpotensi, (2) menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya, (3) peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya, (4) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya, (5) toleran terhadap permasalahan konseli, (6) bersikap demokratis,

c. Menunjukkan integritas stabilitas kepribadian yang kuat, meliputi (1) menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten), (2) menampilkan emosi yang stabil, (3) peka, bersikap empati, serta menghormati karagaman dan perubahan, (4) menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stress dan frustasi.

d. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi, meliputi (1) menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif. (2) bersemangat, berdisiplin, dan mandiri, (3) berpenampilan menarik dan menyenangkan, (4) berkomunikasi secara efektif.

Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang konselor harus mempunyai kompetensi kepribadian yang baik dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada konseli yaitu konselor harus beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; mengahargai dan menjunjung tinggi


(22)

nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih; menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat; serta menampilkan kinerja berkualitas tinggi. Konselor yang mempunyai kompetensi kepribadian yang tinggi harus dapat memenuhi aspek-aspek tersebut, apabila konselor tidak mempunyai aspek-aspek tersebut dapat dikatakan konselor tersebut mempunyai kompetensi kepribadian yang rendah.

Seorang konselor yang mempunyai profil kompetensi kepribadian yang baik harus menjadi tauladan bagi siswa, maka konselor harus menampilkan pribadi yang baik, bukan hanya baik dari luar tetapi baik pula dari dalam. Kepribadian bukanlah hal yang dapat dinilai dari luar tetapi merupakan sebuah hasil pencitraan dari dalam diri masing-masing individu. Semakin baik kepribadian konselor dalam menangani masalah siswa maka akan baik pula pandangan atau persepsi siswa terhadap konselornya.

Berdasarkan data awal mengenai pelaksanaan layanan-layanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang memang sudah berjalan, tetapi belum maksimal karena siswa-siswa secara keseluruhan bersikap kurang positif dalam pelayanan BK yang ada di sekolah. Berdasarkan data evaluasi proses pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yaitu layanan informasi dikelas VII (8 kelas), hanya 13% partisipasi siswa dalam mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan dan memberikan ide dalam kegiatan layanan atau dari 33 orang dari 252 siswa (8 kelas) yang yang aktif dalam kegiatan layanan, selebihnya siswa bersikap pasif. Sedangkan data evaluasi proses layanan penguasaan konten pada siswa kelas VIII (8 kelas), hanya 15% partisipasi siswa yang mau terlibat aktif dalam kegiatan


(23)

layanan atau sekitar 39 orang dari 258 siswa (8 kelas) yang bersedia aktif untuk maju mempraktekan konten yang diajarkan guru BK. Sedangkan pada pelaksanaan layanan konseling individual secara keseluruhan, siswa yang mau untuk mendatangi konselor secara sukarela untuk menceritakan masalahanya hanya sekitar 2% saja atau dari 753 siswa (24 kelas) di SMP Negeri 24 Semarang, hanya 15 yang bersedia mendatangi konselor untuk menceritakan permasalahannya sedangkan sisanya karena dipanggil. Sebagaimana penelitian

yang dilakukan Yennisa Yuni Asih. 2010. “korelasi antara persepsi siswa tentang

kompetensi kepribadian konselor dan sikap proaktif siswa terhadap pemanfaatan layanan konseling perorangan pada siswa kelas VIII SMP N 37 Semarang”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada korelasi yang signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap proaktif siswa terhadap pemanfaatan layanan konseling perorangan pada siswa kelas VIII SMP N 37 Semarang. Pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan optimal apabila adanya sikap positif yang ditampilkan siswa pada pelaksanaan layanan-layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Sedangkan pada penelitian awal, dari hasil wawancara dengan enam siswa SMP N 24 Semarang mengenai persepsi mereka tentang kepribadian guru BK di sekolahnya, hasil dari wawancara tersebut diketahui bahwa empat siswa (dapat di sebut dengan siswa 2, siswa 4, siswa 5, dan siswa 6) menyatakan bahwa kepribadian guru BK yang ada di sekolah mereka galak, tegas, kurang sabar, dan suka membentak. Dua siswa diantaranya pernah melihat guru BK membentak-bentak siswanya pada saat di ruang BK. Hal ini yang membuat siswa menjadi


(24)

takut dengan guru BK sehingga siswa enggan untuk masuk ke ruang BK dan siswa juga merasa takut apabila ingin mengajukan pertanyaan dan ikut berperan aktif di kelas pada saat guru BK memberikan pelayanan. Enam siswa juga menganggap bahwa BK adalah suatu bagian yang ada di sekolah yang khusus menangani masalah siswa yang melanggar peraturan sekolah, seperti terlambat, membolos, berkelahi, merokok, dan sebagainya. Sehingga siswa enggan untuk berurusan dengan BK karena takut dianggap siswa yang bermasalah.

Berdasarkan fenomena tersebut menunjukkan bahwa sikap siswa kurang positif terhadap pelayanan BK di sekolah, seperti takut, malas dan enggan untuk mengikuti dan berperan aktif pada layanan-layanan bimbingan dan konseling di sekolah, salah satu faktor yang mempengaruhi sikap siswa tersebut adalah berdasarkan persepsi siswa terhadap kepribadian guru BK di sekolah. Dengan demikian peneliti perlu mengkaji lebih dalam melalui sebuah penelitian yang berjudul Hubungan antara Persepsi Siswa tentang Kompetensi Kepribadian Konselor dan Sikap Siswa terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 24 Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah gambaran persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015?

b. Bagaimanakah gambaran sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015?


(25)

c. Apakah ada hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015?

1.3 Tujuan Penelitian

Memperhatikan dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

a. Mengetahui gambaran mengenai persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015 b. Mengetahui gambaran tentang sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan

konselingdi SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015

c. Mengetahui hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dengan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015?

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat penelitian ini yaitu

1) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan sumbangan pemikiran ilmiah mengenai persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling disekolah.


(26)

2) Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya pada kajian yang sama tetapi dalam ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam.

1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1Bagi konselor

Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan instropeksi dan motivasi untuk meningkatkan kompetensi kepribadiannya sehingga menjadi konselor yang lebih berkepribadian baik dan dapat meningkatkan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling.

1.4.2.2Bagi Kepala Sekolah

Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pembinaan Kepala Sekolah kepada konselor sehingga konselor dapat memiliki kepribadian yang baik sesuai dengan kompetensi kepribadian konselor

1.4.2.3Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan masukan sehingga ketika kelak menjadi seorang konselor harus menampilkan pribadi yang baik sesuai dengan kompetensi kepribadian konselor agar sikap siswa akan baik pula terhadap pelayanan BK yang konselor berikan.

1.5

Sistematika Skripsi

Untuk memberi gambaran yang menyeluruh dalam skripsi ini, maka disusun sistematika skripsi. Skripsi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian pokok dan bagian akhir. Berikut adalah penjelasan mengenai garis besar sistematika skripsi tersebut:


(27)

1.5.1 Bagian Awal Skripsi

Bagian ini terdiri atas sampul, lembar berlogo, lembar judul, lembar pengesahan, lembar pernyataan keaslian tulisan, lembar motto dan persembahan, kata pengantar, lembar abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.

1.5.2 Bagian Isi Skripsi

Bagian ini terdiri lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari sub bab agar pembahasannya lebih teratur dan sistematis. Adapun penulisannya sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuanpenelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab 2 Tinjauan Pustaka, berisi uraian teoritis atau teori-teori yang mendasari pemecahan tentangmasalah-masalah yang berhubungan dengan judul skripsi yaitu tentang persepsi, kompetensi kepribadian konselor, sikap, pelayanan bimbingan konseling dan rumusan hipotesisnya.

Bab 3Metode Penelitian, berisi tentang jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, metode dan instrumen pengumpulan data, validitas dan realibilitas instrumen serta metode analisis data.

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi semua hasil penelitian dan pembahasan penelitian.

Bab 5 Penutup, berisi simpulan dan saran-saran yang berkaitan dengan hasil penelitian.


(28)

1.5.3 Bagian Akhir Skripsi

Bagian akhir skripsi, berisi daftar pustaka untuk memberikan informasi tentang semua buku sumber dan literatur lainnya yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dan lampiran-lampiran dari hasil perhitungan-perhitungan statistik, instrumen penelitian, ijin penelitian, dan dokumentasi penelitian.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, akan diuraikan teori tentang persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor, sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling, dan hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselordan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling.

2.1 Penelitian Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselordan sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling di SMP Negeri 24 Semarang tahun pelajaran 2014/2015, terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Penelitian terdahulu adalah penelitian yang telah dilakukan sebelum penelitian ini, dengan variabel yang sama.

2.1.1 Asih, Yennisa Yuni. 2010. Korelasi antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap proaktif siswa terhadap pemanfaatan layanan konseling perorangan pada siswa kelas VIII SMP N 37 Semarang

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yennisa Yuni Asih menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dan sikap proaktif siswa terhadap pemanfaatan layanan konseling perorangan di SMP N 37 Semarang tahun 2009/2010. Hal ini dibuktikan dengan r hitungsebesar 0,770 dengan r tabelsebesar 0,301 pada taraf


(30)

signifikasi 5% dengan N = 43. Persepsi siswa terhadap kompetensi kepribadian konselor berada dalam kriteria tinggi yaitu sebesar 74,42% dan sikap proaktif siswa berada dalam kriteria tinggi yaitu sebesar 81,40%. Dengan adanya persepsi yang baik tentang konselor, maka akan timbul kesadaran akan pentingnya bimbingan bimbingan dan konseling di sekolah.

2.1.2 Oktaviani, Santi Nur. 2014. Hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi konselor dengan self disclosure siswa terhadap konselor di SMA Negeri 14 Semarang

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santi Nur Oktaviani menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) pada hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi paedagogik konselor dengan self disclosure siswa terhadap konselor adalah sebesar 9,6%. Nilai koefisien determinasi (R2) pada hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor dengan self

disclosure siswa terhadap konselor adalah sebesar 37,8%. Nilai koefisien

determinasi (R2) pada hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi sosial konselor dengan self disclosure siswa terhadap konselor adalah sebesar 15,9%. Dan nilai koefisien determinasi (R2) pada hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi profesional konselor dengan self disclosure siswa terhadap konselor adalah sebesar 23,6%. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan baik kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional dengan self disclosure siswa di SMA Negeri 14 Semarang. 2.1.3 Sisrianti, dkk. 2013. Persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian

guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor di SMP N 5 Pariaman

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Sisrianti, dkk., diperoleh gambaran persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian guru BK/ Konselor


(31)

secara rata-rata siswa menyatakan bahwa 46,83% guru BK selalu menampilkan kompetensi kompetensi kepribadiannya, 30,99% siswa menyatakan guru BK sering menampilkan kompetensi kepribadiannya, 20,77% siswa menyatakan kadang-kadang dan 1,41% siswa menyatakan guru BK tidk pernah menampilkan kompetensi kepribadiannya.

Dengan melihat hasil penelitian tersebut, sebagian siswa berpandangan bahwa konselor memilki kompetensi kepribadian yang baik, namun sebagian siswa belum memiliki persepsi yang demikian. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu dari empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang konselor yaitu kompetensi kepribadian sudah dimiliki konselor cukup baik. Hal ini bertolak belakang dengan fakta yang ditemukan peneliti dilapangan. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor disekolah.

2.1.4 Siswanti, Dewi Septin Tri. 2013. Profil Kompetensi Kepribadian Konselor Menurut Persepsi Siswa di SMA Negeri Se- Kabupaten Pemalang Tahun Ajaran 2012/2013

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi Septin Tri Siswanti, diperoleh hasil penelitian bahwa rata-rata profil kompetensi kepribadian konselor termasuk kriteria baik pada berimhan YME (83,23%), pada menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan memilih (77,07%), pada menjunjung integritas stabilitas kepribadian yang kuat (79,97%), dan menampilkan kinerja yang berkualitas tinggi (77,40%). Kemampuan kompetensi kepribadian konselor yang paling unggul yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME (83,23%), sedangkan yang paling rendah yaitu menghargai


(32)

dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan memilih (77,07%). Sehingga simpulan dari penelitian ini adalah profil kompetensi kepribadian konselor menurut persepsi siswa termasuk dalam kriteria baik.

Dari empat penelitian terdahulu diatas memberikan gambaran kepada peneliti bahwa dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling disekolah perlu mendapat perhatian dari konselor atau guru BK. Adapun perhatian tersebut sangat erat kaitannya terhadap aspek sikap siswa dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling. Sesuai pemaparan hasil terdahuludiatas juga diperoleh pemahaman bahwa sikap siswa dalam mengikuti pelayanan bimbingan dan konseling dipengaruhi oleh variabel guru pembimbing atau konselor dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.Oleh karena hal itu, sikap siswa dalam proseslayanan bimbingan dan konseling di sekolah ada kaitannya juga mempertimbangkan dari sisi guru BK yang ditampilkan melalui kepribadian yang dimilikinya seperti halnya penelitian terdahulu diatas mendukung penelitian yang hendak dilakukan peneliti bahwa sikap siswa terhadap pelayanan bimbingan dan konseling ada kaitannya dengan persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian konselor.

2.2

Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Kepribadian Konselor

2.2.1 Persepsi

2.2.1.1 Pengertian Persepsi

Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda atau suatu kejadian yang dialami. Persepsi


(33)

penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu”. Sebagai aktivitas yang integrated, maka seluruh pribadi, seluruh apa yang ada dalam diri individu ikut aktif berperan dalam persepsi itu. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Proses penginderaan terjadi setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya.

Persepsi juga dapat diartikan sebagai “proses menyimpulkan informasi dan

menafsirkan kesan yang diperoleh melalui alat inderawi kita” (Sugiyo 2005:34). Alat indera tersebut akan menerima stimulus, kemudian diteruskan ke pusat susunan syaraf (otak) dan terjadilah proses psikologis sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar, diraba dan sebagainya. Persepsi dapat menjadi mediasi antara kita dengan lingkungan.

Penerimaan rangsang atau stimulus oleh alat indera disebut juga penginderaan atau sensasi. Penginderaan belum dapat menangkap pengertian terhadap dunia sekitar sebelum terjadi interpretasi atau pemaknaan terhadap stimulus tersebut. Tiap-tiap individu menggunakan indera yang sama atau sejenis dalam menerima stimulus yang sama. Namun, dalam hal persepsi masing-masing individu bisa berbeda tergantung pengalaman masa lalu individu. Apa yang dipersepsi pada waktu tertentu tidak tergantung stimulus itu sendiri, melainkan pengalaman terdahulu yang akan ikut mewarnai pemaknaan pada waktu


(34)

melakukan persepsi. Pengalaman masa lalu termasuk kondisi perasaan pada waktu itu, prasangka, keinginan, sikap, dan lain-lain.

Sedangkan Rakhmat (2005:51) mendefinisikan persepsi sebagai

“pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh

dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan”. Persepsi ialah proses

pemberian makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Tahap paling awal dalam penerimaan informasi adalah sensasi. Sensasi merupakan bagian dari persepsi. Meskipun begitu, dalam menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekpektasi, motivasi dan memori.Hasil persepsi seseorang mengenai suatu objek selain dipengaruhi oleh penampilan objek itu sendiri juga pengetahuan seseorang mengenai objek itu. Dengan demikian, suatu objek dapat dipersepsi berbeda oleh dua orang akibat perbedaan pengetahuan yang dimiliki masing-masing orang mengenai objek tersebut.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses penginterpretasian seseorang atau kelompok terhadap objek, peristiwa, atau stimulus dengan melibatkan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan objek tersebut untuk mneyimpulkan informasi dan penafsiran pesan yang akan membentuk konsep tentang objek tersebut.

2.2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Proses terbentuknya persepsi sangat kompleks dan ditentukan oleh dinamika yang terjadi dalam diri seseorang dengan melibatkan aspek psikologis dan panca inderanya. Persepsi melibatkan proses yang saling melengkapi, bukan berjalan sendiri-sendiri. Menurut Siagian (2004: 98-105) yang mengemukakan


(35)

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain “faktor dalam diri

orang yang bersangkutan, faktor sasaran persepsi, dan faktor situasi”. Faktor dari

diri orang yang bersangkutan berarti apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi terhadap apa yang dilihatnya, orang tersebut dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya, seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapan. Faktor sasaran persepsi merupakan fokus persepsi terhadap benda, orang, maupun peristiwa.

Sedangkan menurut Krech & Cruthfield S dalam Rakhmat (2005: 55) bahwa persepsi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor fungsional dan faktor struktural.

(1) Faktor fungsional

Merupakan faktor yang berasal dari kebutuhan pengalaman masa lalu. Faktor ini juga dikenal dengan faktor personal dimana persepsi tidak ditentukan oleh jenis atau bentuk stimulus melainkan didominasi oleh karakteristik individu yang akan memberikan respon pada suatu objek. Objek yang mndapat tekanan dalam persepsi biasanya objek yang memenuhi tujuan individu melakukan persepsi yang tergantung pada pemenuhan kebutuhan, kesiapan mental, emosi, minat, dan keadaan biologis serta latar belakang budaya.

(2) Faktor struktural

Merupakan faktor yang semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf tertentu. Faktor struktural ini akan lebih mudah dipahami jika


(36)

memiliki fakta-fakta yang tidak terpisah sehingga dipandang secara keseluruhan yaitu konteks, lingkungan, dan situasi objek yang dipersepsi.

Pendapat lain juga dikemukakan Sugiyo (2005:38-41), secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecermatan persepsi antar pribadi, yaitu

“faktor situasional dan faktor personal”. Faktor situasional berhubungan dengan deskripsi verbal, petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, dan petunjuk paralinguistik. Deskripsi verbal berhubungan dengan rangkaian kata sifat yang dapat menentukan persepsi seseorang. Petunjuk proksemik berhubungan dengan penggunaan jarak/ruang dan waktu dalam menyampaikan pesan. Jarak ini terbagi menjadi jarak publik, jarak sosial, jarak personal, dan jarak akrab. Petunjuk kinesik berkaitan dengan gerakan, sedangkan petunjuk paralinguistik merupakan cara seseorang mengucapkan lambang-lambang verbal.

Faktor personal terbagi menjadi pengalaman, motivasi, kepribadian, intelegensi, kemampuan menarik kesimpulan, dan objektivitas. Faktor personal ini berhubungan dengan orang yang melakukan persepsi. Pengalaman yang banyak akan mendorong persepsi semakin cermat. Motivasi yang tinggi terhadap objek persepsi akan menyebabkan persepsi menjadi bias atau kurang objektif. Kepribadian mengandung arti bahwa orang yang memiliki penilaian baik terhadap diri sendiri cenderung memberikan penilaian yang positif pula bagi orang lain. Sementara itu, intelegensi, kemampuan menarik kesimpulan dan objektivitas yang baik akan memicu persepsi yang baik pula.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berhubungan dengan segi


(37)

kejasmaniahan dan psikologi sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir, kerangka acuan, dan motivasi.

2.2.1.3 Proses Terjadinya Persepsi

De Vito dalam Sugiyo (2005:34) mengemukakan bahwa proses persepsi

melalui tiga tahap yaitu “stimulasi sensori terjadi, stimulasi organisasi

terorganisasi, dan stimulasi sensori diinterpretasikan”. Stimulasi sensori misalnya mendengarkan lagu,mencium bau parfum, dan lain-lain. Stimulasi sensori tersebut akan berlanjut dengan proses pemahaman, kemudian apa yang telah diterima akan ditafsirkan oleh individu yang melakukan persepsi. Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya. Sobur (2003:447) menjabarkan komponen utama dalam proses persepsi antara

lain “seleksi, interpretasi, dan reaksi”. Seleksi adalah proses penyaringan oleh

indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. Setelah diseleksi kemudian diorganisasikan atau diinterpretasi, proses ini melibatkan pengalaman masa lalu, nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, kecerdasan, dan sebagainya. Selanjutnya, interpretasi dan persepsi tersebut diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.

Proses pertama dalam persepsi adalah menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber melalui panca indera. Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi untuk diproses lebih lanjut. Rangsangan yang diterima selanjutnya


(38)

diorganisasikan dalam suatu bentuk. Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, penerima menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Proses penafsiran inilah yang dinamakan persepsi. Persepsi pada intinya adalah memberikan arti pada berbagai data dan informasi yang diterima. Setelah melakukan penafsiran atau persepsi maka akan diwujudkan dalam reaksi atau tindakan tertentu terhadap objek yang dipersepsi.

Walgito (dalam Sugiyo, 2005: 35) mengemukakan proses persepsi terbagi menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut:

(1)Proses kealaman, dimana objek objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor.

(2)Proses fisiologis, merupakan proses dimana stimulus yang diterima alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. (3)Proses psikologis, merupakan proses yang terjadi di otak

sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang ia terima melalui alat indera sebagai akibat dari stimulus yang diterimanya.

Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan dalam persepsi itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenai oleh satu stimulus saja, tetapi berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya. Namun, tidak semua stimulus mendapatkan respon individu untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respon tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Penafsiran terhadap stimulus bersifat subjektif sehingga pemaknaan stimulus yang sama belum tentu menghasilkan interpretasi yang sama pula. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman, kebutuhan, nilai dan harapan yang ada pada diri individu.


(39)

Berdasarkan keterangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses persepsi berlangsung dalam beberapa tahap. Proses tersebut dimulai dengan adanya stimulus yang mengenai alat indera. Stimulus ini berasal dari objek atau kejadian yang menjadi pengalaman individu. Stimulus yang diterima akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke pusat susunan syaraf (otak). Setelah informasi sampai ke otak terjadi proses kesadaran, yaitu individu mampu menyadari apa yang dilihat, dirasa dan sebagainya. Setelah menyimpulkan dan menafsirkan informasi yang diterimanya, individu memunculkan respon sebagai reaksi terhadap stimulus yang diterimanya.

Dalam penelitian ini, objek yang akan dipersepsi oleh siswa adalah kompetensi kepribadian konselor. Objek tersebut akan menjadi stimulus yang akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak kemudian ditafsirkan. Proses penafsiran ini dapat berbeda antara siswa satu dengan lainnya, hal ini tergantung pengalaman masing-masing siswa khususnya yang berkaitan dengan kompetensi kepribadian konselor.

Bagan 2.1

Proses Terjadinya Persepsi

St St

St St

Respon

Fi Fi

Fi Fi


(40)

Keterangan: St = Stimulus Fi = Faktor internal

SP = Struktur Pribadi individu

Adanya suatu objek dapat menimbulkan stimulus, stimulus tersebut mengenai alat indera atau resptor, proses stimulus mengenai alat indera sebagai proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima diteruskan oleh syaraf sensorik menuju otak, proses ini merupakan proses fisiologis. Pada saat sampai keotak terjadi proses kesadaran. Individu mampu menyadari apa yang dilihat, apa yang didengar dan apa yang dirasa. Proses ini merupakan merupakan bagian akhir dari persepsi.

2.2.2 Kompetensi Kepribadian Konselor 2.2.2.1 Pengertian Kompetensi Konselor

Permendiknas No 27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor bahwa sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan kompetensi profesional. Kompetensi merupakan kemampuan yang seharusnya/ dapat dilakukan oleh guru sesuai dengan kualifikasi, fungsi, dan tanggung jawab mereka sebagai pengajar dan pendidik. Kemampuan melakukan sesuatu sesuai dengan kualifikasi, fungsi, dan tanggung jawab tersebut lebih sekedar mengetahui dan memahami.

Dalam UU RI No 14 Tahun 2005, tentang guru dan dosen bahwa kompetensi pendidik/ guru meliputi :


(41)

1. Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan dalam mengelola pembelajaran peserta didik,

2. Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peser didik memenuhi standar kompetensi yang diterapkan dalam standar nasional,

3. Kompetensi sosial adalah kemampuan berkomuniksi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali, serta masyarakat sekitar,

4. Kompetensi kepribadian adalah kepribadian yang harus melekat pada pendidik yang merupakan pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia, serta dapat dijadikan teladan bagi peserta didik.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi konselor merupakan kemampuan yang dimiliki oleh konselor yang mencakup kepribadian, sikap dan tingkah laku konselor yang ditunjukkan dalam setiap gerak-gerik sesuai dengan tuntutan profesi sebagai konselor, dan kompetensi profesional konselor meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang kompetensi kepribadian konselor.

2.2.2.2 Jenis-Jenis Kompetensi Konselor

Depiknas (2007: 261-266) sosok utuh kompetensi konselor terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis sehingga tidak dapat dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional.

1. Kompetensi Akademik Konselor

Kompetensi akademik konselor yang utuh diperoleh melalui Program S-1 Pendidikan Profesi Konselor. Untuk menjadi pengampu pelayanan di bidang bimbingan dan konseling, tidak dikenal adanya pendidikan profesional konsekutif


(42)

sebagaimana yang berlaku di bidang pendidikan profesi guru. Kompetensi akademik konselor profesional terdiri atas kemampuan:

a. Mengenal secara mendalam konseli yang hendak dilayani.

Sosok kepribadian serta dunia konseli perlu didalami oleh konselor yaitu menghormati kerangka pikir konseli yang memperhadapakan karakteristik konseli yang telah bertumbuh dalam latar belakang keluarga dan lingkungan budaya tertentu sebagai rujukan normatif beserta berbagai permasalahan serta solusi yang harus dipilihnya dalam rangka memetakan lintasan perkembangan kepribadian konseli dari keadaan sekarang ke arah yang dikehendaki. Sebagai konselor dalam upaya mengenal secara mendalam konseli yang dilayani, konselor harus mempunyai sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan konseli dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.

b. Menguasai khasanah teoritik dan prosedural termasuk teknologi dalam bimbingan dan konseling. Penguasaan khasanah teoretik dan prosedural serta teknologi dalam bimbingan dan konseling mencakup kemampuan: 1) Menguasai secara akademik teori, prinsip, teknik dan prosedur, dan

sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.

2) Mengemas teori, prinsip dan prosedur serta sarana bimbingan dan konseling sebagai pendekatan, prinsip, teknik dan prosedur dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan.


(43)

3) Menyelenggarakan layanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan.

2. Kompetensi Profesional Konselor

Penguasaan Kompetensi Profesional Konselor terbentuk melalui latihan dalam menerapkan kompetensi akademik dalam bidang bimbingan dan konseling yang telah dikuasai itu dalam otentik di sekolah atau arena terapan layanan ahli lain yang relevan melalui melalui Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguh-sungguh. Untuk menumbuhkan kemampuan profesional konselor, maka kriteria keberhasilan dalam keterlibatan konselor dalam Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan itu adalah pertumbuhan kemampuan konselor dalam menggunakan rentetan panjang keputusan- keputusan kecil yang dibingkai kearifan dalam mengorkestrasikan optimasi pemanfaatan dampak layanannya demi tercapainya kemandirian konseli dalam konteks tujuan utuh pendidikan. Kompetensi profesional konselor meliputi: kompetensi pedagogik, komptensi profesional, komptensi sosial, dan komptensi kepribadian.

Dalam UU RI No 14 Tahun 2005, tentang guru dan dosen bahwa kompetensi pendidik/ guru meliputi :

1. Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan dalam mengelola pembelajaran peserta didik,

2. Kompetensi professional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang diterapkan dalam standar nasional,

3. Kompetensi sosial adalah kemampuan berkomuniksi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali, serta masyarakat sekitar,


(44)

4. Kompetensi kepribadian adalah kepribadian yang harus melekat pada pendidik yang merupakan pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia, serta dapat dijadikan teladan bagi peserta didik.

Pada keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi konselor yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional konselor yang meliputi empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Dalam penelitian ini dari keempat kompetensi konselor tersebut akan dibahas salah satu kompetensi konselor yaitu kompetensi kepribadian konselor.

2.2.2.3 Kompetensi Kepribadian Konselor

Standar kompetensi konselor telah dikembangkan dan dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor, maka rumusan kompetensi akademik dan professional konselor dirumuskan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan professional.

Kompetensi kepribadian adalah kepribadian yang harus melekat pada pendidik yang merupakan pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia serta dapat dijadikan teladan bagi peserta didik. Kompetensi ini mencakup penampilan/ sikap yang positip terhadap keseluruhan tugas sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidik beserta unsur-unsurnya. Di samping itu pemahaman dan penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang segogyanya dianut oleh seorang guru dan penampilan diri sebagai panutan anak didiknya. Secara rinci kompetensi kepribadian mencakup: a) menampilkan diri


(45)

sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, b) menampilkan diri sebagai yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat, c) mengevaluasi kinerja sendiri, d) mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Dalam Permendiknas No 27 Tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor menyebutkan bahwa kompetensi kepribadian konselor mencakup aspek-aspek, yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.1

Kompetensi Kepribadian Konselor

Kompetensi Inti Sub Kompetensi

Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

1. menampilkan kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2. Konsisten dalam menjalankan kehidupan

beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain,

3. Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur Menghargai dan menjunjung

tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan dalam memilih

1. Mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, social, individual, dan berpotensi,

2. Menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya,

3. Peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya, 4. Menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia sesuai dengan hak asasinya, 5. Toleran terhadap permasalahan konseli, 6. Bersikap demokratis

Menunjukkan integritas stabilitas kepribadian yang kuat

1. Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten),

2. Menampilkan emosi yang stabil,

3. Peka, bersikap empati, serta menghormati karagaman dan perubahan,

4. Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stress dan frustasi.

Menampilkan kinerja berkualitas tinggi

1. Menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif.

2. Bersemangat, berdisiplin, dan mandiri, 3. Berpenampilan menarik dan menyenangkan, 4. Berkomunikasi secara efektif.


(46)

Dari bagan diatas dapat dirangkum bahwa kompetensi kepribadian konselor meliputi:

1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, meliputi (a) menampilkan kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain, (c) berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, 2. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas

dan kebebasan memilih, meliputi (a) mengaplikasikan pandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk spiritual, bermoral, social, individual, dan berpotensi, (b) menghargai dan mengembangkan potensi positif individu pada umumnya dan konseli pada khususnya, (c) peduli terhadap kemaslahatan manusia pada umumnya dan konseli pada khususnya, (d) menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan hak asasinya, (e) toleran terhadap permasalahan konseli, (f) bersikap demokratis, 3. Menunjukkan integritas stabilitas kepribadian yang kuat, meliputi (a)

menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten), (b) menampilkan emosi yang stabil, (c) peka, bersikap empati, serta menghormati karagaman dan perubahan, (d) menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stress dan frustasi.

4. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi, meliputi (a) menampilkan tindakan yang cerdas, kreatif, inovatif, dan produktif. (b) bersemangat, berdisiplin, dan


(47)

mandiri, (c) berpenampilan menarik dan menyenangkan, (d) berkomunikasi secara efektif.

Menurut Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat 3 butir b dalam Mulyasa (2008: 117) bahwa kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi ini mencakup penampilan/sikap yang positif terhadap keseluruhan tugas sebagai konselor dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya. Di samping itu, pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang dianut oleh konselor dan penampilan diri sebagai panutan peserta didiknya.

Kompetensi kepribadian sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan dalam membentuk kepribadian siswa, dan berpengaruh besar terhadap keberhasilan pendidikan. Konselor dituntut untuk memiliki kompetensi kepribadian yang memadai, kompetensi kepribadian konselor merupakan kompetensi konselor yang melandasi kompetensi- kompetensi lainnya. Dimick dalam Latipun (2006: 57) mengemukakan bahwa

kesadaran konselor terhadap persoalan akan menguntungkan klien. Dimensi persoalan yang harus disadari konselor dan perlu dimiliki secara singkat sebagai berikut : (1) Spontanitas, (2) Fleksibilitas, (3) Konsentrasi, (4) Keterbukaan, (5) Stabilitas emosi, (6) Berkeyakinan akan kemampuan untuk berubah, (7) Komitmen pada rasa kemanusiaan, (8) Kemampuan membantu klien, (9) Pengatahuan konselor, dan (10) Totalitas.

1. Spontanitas

Sikap spontanitas (spontanity) konselor merupakan aspek yang sangat penting dalam hubungan konseling. Spontanitas menyangkut


(48)

kemampuan konselor untuk merespon peristiwa yang sebagaimana yang dilihatnya dalam hubungan konseling. Pengalaman dan pengetahuan diri yang mendalam akan sangat membantu konselor untuk mengantisipasi respon dengan lebih teliti. Makin banyak pengetahuan dan pengalaman konselor dalam menangani klien akan semakin memiliki spontanitas yang lebih baik.

2. Fleksibilitas

Fleksibilitas (flexibility) adalah kemampuan konselor untuk mengubah, memodifikasi, dan menetapkan cara-cara yang digunakan jika keadaan mengharuskan. Fleksibilitas mencakup spontanitas dan kreativitas yang keduanya tidak dapat dipisahkan dari fleksibilitas. Sikap fleksibilitas ini klien akan mampu untuk merealisasikan potensinya. Fleksibilitas merupakan tidak ada cara yang tetep dan pasti bagi konselor dan klien untuk mengatasi masalahnya. Fleksibilitas terjadi tidak hanya dalam hubungan konseling saja, tetapi juga dalam sehari-hari konselor.

3. Konsentrasi

Kepedulian konselor kepada kliennya ditunjukkan dengan kemampuan berkonsentrasi dalam hubungan konseling. Konsentrasi

menunjuk kepada keadaan konselor untuk berada “di sini” dan “saat ini”.

Konselor bebas dari berbagai hambatan dan secara total memfokuskan pada perhatiannya kepada klien. Konsentrasi mencakup dua dimensi, yaitu verbal dan non verbal. Konsentrasi secara verbal yaitu konselor mendengarkan verbalisasi klien, cara verbalisasi itu diungkapkan dan makna bagi klien


(49)

(personal meaning) yang ada dibalik kata-kata yang diungkapkan. Sedangkan konsentrasi secara non verbal merupakan konselor memperhatikan seluruh gerekan, ekspresi, intonasi, dan perilaku lainnya yang ditunjukkan oleh klien dan semua yang berhubungan dengan pribadi klien.

4. Keterbukaan

Keterbukaan (openness) adalah kemampuan konselor untuk mendengarkan dan menerima nilai-nilai orang lain, tanpa melakukan distorsi dalam menemukan kebutuhannya sendiri. Keterbukaan bukan berarti konselor itu bebas nilai, konselor tidak perlu melakukan pembelaan diri dan tidak perlu berbasa-basi jika mendengar dan menerima nilai orang lain. Nilai yang dianut konselor berbeda dengan nilai yang dianut oleh klien. Konselor yang efektif dan toleran terhadap adanya perbedan-perbedaan nilai itu. Keterbukaan tidak bermakna konselor menyetujui dan tidak menyetujui apa yang dipikirkan, dirasakan atau dikatakan klien. Keterbukaan mengandung arti kemauan konselor bekerja keras untuk menerima pandangan klien sesuai dengan yang dirasakan dan/atau yang dikomunikasikan. Keterbukaan juga merupakan kemauan konselor untuk secara terus menerus menguji kembali dan menetapkan nilai-nilainya sendiri dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

5. Stabilitas Emosi

Konselor yang efektif memiliki stabilitas emosional (emotional stability). Stabilitas emosional berarti jauh dari kecenderungan keadaan


(50)

psikopstologis. Dengan kata lain, secara emosional konselor dalam keadaan sehat, tidak mengalami gangguan mental yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Stabilitas emosional tidak berarti konselor harus selalu tampak senang dan gembira, tetapi keadaan konselor yang menunjukkan sebagai peson yang dapat menyesuaikan diri dan terintegratif. Penngalaman emosional yang tidak stabil dapat saja dialami setiap orang termasuk konselor itu sendiri. Pengalaman ini dapat dijadikan sebagai kerangka untuk lebih dapat memahami klien dan sikap empatik, dan jangan sampai pengalaman ini dapat berefek negative dalam hubungan konseling.

6. Berkeyakinan akan Kemampuan untuk Berubah

Keyakinan akan kemampuan untuk berubah selalu ada dalam bidang psikologi, pendidikan dan konseling. Apa perlunya bidang itu dikembangkan jika bukan sebagai proses untuk mengubah perilaku, sikap, keyakinan dan perasaan individu. Konselor selalu berkeyakinan bahwa setiap orang pada dasarnya berkemampuan untuk mengubah keadaanya yang mungkin belum sepenuhnya optimal dan tugas konselor adalah membantu sepenuhnya proses perubahan menjadi lebih efektif.

7. Komitmen Pada Rasa Kemanusiaan

Komitmen perlu dimiliki konselor dan menjadi dasar dalam usahanya membantu klien mencapai keinginan, perhatiannya, dan kemauannya.


(51)

Konselor yang efektif bersedia untuk selalu membantu klien mencapai pertumbuhan, keistimewaan, berkebebasab, dan keotentikan.Erhatian konselor bukan membantu klien tunduk atau menyesuaikan dengan lingkungannya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dengan demikian, klien menjadi subyek yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungannya bukan orang yang selalu mengikuti apa kata lingkungannya.

9. Pengetahuan Konselor

Tugas konselor membantu kliennya untuk meningkatkan dirinya secara keseluruhan.Konselor perlu menjadi pribadi yang utuh. Untuk dapat mencapai pribadi yang utuh, konselor harus mengetahui ilmu perilaku, mengetahui filsafat, mengetahui lingkungannya. Konselor harus bijak dalam memahami dirinya sendiri, orang lain, kondisi dan pengalamannya dalam hal peningkatan aktualisasi dirinya sebagai pribadi yang utuh. Usaha untuk terus belajar mengenai diri dan orang lain menjadi tuntutan seorang konselor. Konselor harus siap untuk melakukan koreksi terhadap dirinya sendiri dan terbuka dari kritik orang lain.

10.Totalitas

Konselor sebagai pribadi yang total, berbeda dan terpisah dengan orang lain. Dalam konteks ini konselor perlu memiliki kualitas pribadi yang baik, yang mencapai kondisi kesehatan mentalnya secara positif. Konselor memiliki otonomi, mandiri, dan tidak menggantungkan pribadinya secara emosional kepada orang lain. Kualitas pribadi konselor perlu memperoleh


(52)

perhatian dari konselor itu sendiri. Kegagalan konselor dalam menumbuhkan pribadinya akan sangat berpengaruh terhadap hubungan dan efektivitasnya dalam konseling.

Mulyasa (2008:121) juga mengemukakan kompetensi kepribadian, yang meliputi :

1. Kepribadian yang matap, stabil, dan dewasa

Hal ini penting karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh faktor kepribadian yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa. Kondisi seperti ini yang nantinya akan mengakibatkan konselor bersifat kurang profesional. Kepribadian yang mantap akan membuat siswanya menjadi percaya kepada konselor pada saat proses penanganan masalah ataupun proses pengembangan diri siswa. Emosi yang stabilpun akan berpengaruh pada pengambilan keputusan untuk solusi masalah yang dialami siswa. Pribadi yang dewasa akan membentuk perasaan nyaman pada konselornya dan percaya bahwa konselornya mampu membantu memecahkan masalahnya.

2. Disiplin, arif, dan berwibawa

Dalam mendisiplinkan siswa, sangatlah penting jika seorang konselor berusaha untuk mendisiplinkan dirinya terlebih dahulu. Pembentukkan pribadi yang disiplin pada siswa, nantinya akan membantu menemukan dirinya; mengatasi masalah, memecahkan timbulnya masalah. Seorang konselor perlu mempunyai pribadi yang disiplin, arif, serta berwibawa. Wibawa akan menjadikan siswa menghormati konselornya, namun tidak mengurangi perasaan percaya


(53)

bahwa konselornya mampu menjadi pribadi yang fleksibel, yaitu mampu menjadi teman curhat sekaligus pendidik yang profesional.

3. Menjadi teladan bagi peserta didik

Untuk menjadi teladan tentunya harus mempunyai sesuatu yang baik, yang nantinya dapat diturunkan pada peserta didik. Seorang konselor dengan perilaku serta kepribadian baik, sudah tentu pantas untuk ditiru oleh siswanya. Selalu menjaga sikap dihadapan siswa menjadi kunci untuk dijadikan teladan yang baik.

4. Berakhlak mulia

Semua aspek tidak ada artinya jika aspek yang satu ini tidak terpenuhi. Akhlak mulia merupakan hal utama karena dengan berakhlak mulia, dengan mudah aspek yang disebutkan di atas dapat dimiliki oleh setiap konselor.

Seorang konselor harus mempunyai andil yang besar terhadap keberhasilan pendidikan, juga berperan dalam pembentukan pribadi siswa. Jadi dapat disimpulkan bahwa seoranng konselor dituntut untuk mempunyai kompetensi kepribadian yang memadai karena kompetensi inilah yang menjadi landasan dari kompetensi konselor yang lainnya.

2.2.3 Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Kepribadian Konselor

Persepsi adalah suatu pendapat yang merupakan hasil pemaknaan dari obyek yang diamati seseorang. Dalam proses persepsi individu (siswa) akan mengadakan penyeleksian apakah stimulus itu berguna atau tidak baginya, serta menentukan apa yang terbaik untuk dilakukan. Berdasarkan atas pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka persepsi berkaitan dengan tingkah laku. Oleh sebab itu, individu (siswa) yang persepsinya secara tepat tentang


(54)

obyek, ia akan bertingkah laku positif tentang obyek itu. Sedangkan kompetensi kepribadian konselor adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

Berkaitan dengan penelitian ini, objek dalam penelitian ini adalah kompetensi kepribadian konselor menurut persepsi siswa. Objek tersebut akan menimbulkan rangsang atau stimulus terhadap alat indera. Alat indera akan menangkap kompetensi kepribadian konselor untuk kemudian dimaknai dan dinilai oleh siswa sehingga menimbulkan persepsi tentang kompetensi kepribadian konselor. Siswa dapat mempersepsi konselor melalui hal-hal yang tampak dari konselor, seperti sikap, tingkah laku, pengetahuan, dan kemampuan atau kepribadian yang tercermin dalam diri konselor dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, siswa akan mempersepsi konselor berdasarkan pengalaman dan pengetahuan siswa mengenai konselor, khususnya yang berkaitan dengan kompetensi kepribadian konselor.

Persepsi siswa terhadap konselor tersebut bisa berbeda satu sama lain, hal ini dapat dipengaruhi oleh penampilan dan sikap konselor itu sendiri serta pengetahuan dan pemahaman siswa tentang kompetensi kepribadian konselor. Hal ini dapat mempengaruhi respon atau sikap yang ditunjukkan siswa terhadap konselor. Misalnya, siswa yang memiliki persepsi baik menjadi rajin datang untuk konseling karena menurut siswa konselor dapat membantunya mengatasi masalah. Sebaliknya, siswa yang memiliki persepsi kurang baik menjadi malas melakukan konseling meskipun sebenarnya mereka mengalami masalah.


(55)

2.3

Sikap Siswa Terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling

2.3.1 Sikap

2.3.1.1 Pengertian Sikap

Secord dan Backman (1964) dalam Azwar (2005:5) berpendapat bahwa

“sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal ini perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya”. Thurstone dalam Dayaksini (2009: 89) berpandangan bahwa “sikap merupakan suatu tinngkatan afek, baik positif maupun negatif dalam hubungannya dalam obyek-obyek psikologis”.

Untuk dapat memahami pengertian sikap, perlu dijelaskan secara lengkap. Pada dasarnya sikap adalah derajat atau tingkat kesesuaian seseorang terhadap

obyek tertentu yang dinyatakan dalam skala (Mar’at, 1982:21).Menurut Kendler

dalam Yusuf, LN dan Nurihsan (2005:169-170), sikap adalah kondisi mental yang relatif menetap untuk merespon suatu obyek atau perangsang tertentu yang mempunyai arti, baik bersifat positif, netral, atau negatif, menyangkut aspek-aspek kognisi, afeksi, dan kecenderungan untuk bertindak.Thurstone (dalam Walgito, 2003: 109) mengemukakan pendapat bahwa:

An attitude as the degree of positive or negative affect associated with some psychological object. By psychological object Thurstone means any symbol, phrase, slogan, person, institution, ideal, or idea, toward which people can differ with respect to positive or negative affect

Dari pendapat tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa Thurstone memandang sikap sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang bersikap positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang


(56)

positif yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan. Menurut Sherif & Sherif (1956) dalam Dayaksini(2009: 89)

mengemukakan bahwa “sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku

seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu”. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.

Dari beberapa pendapat tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap merupakan integrasi antara pemikiran, perasaan, dan keinginan untuk merespon terhadap suatu objek sikap. Dalam melihat suatu objek seseorang dapat merespon positif atau negatif tergantung apa yang ada pada feeling seseorang, kemudian tergantung pada anggapan seseorang apakah objek tersebut perlu atau tidak untuk direspon dalam bentuk tindakan.

2.3.1.2 Ciri-Ciri Sikap

Sikap dapat dilihat dari cara seseorang itu bertingkah laku dan bertindak, maka sikap dapat pula diketahui ciri-cirinya. Gerungan (2004:163) mengemukakan ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:

1) Sikap itu tidak dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya.

2) Attitude dapat berubah-ubah, karena itu attitude dapat

dipelajari orang; atau sebaliknya attitude-atittude dapat dipelajari sehingga attitude-attitude dapat berubah ada seseorang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada orang itu.

3) Objek attitude dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi attitude dapat berkaitan dengan suatu objek saja tetapi juga berkaitan dengan sederetan objek yang serupa.


(57)

4) Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membeda-bedakan attitude dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Ciri-ciri sikap menurut Walgito (2003:113) yang menyatakan bahwa ciri-ciri sikap antara lain:

1) Sikap itu tidak dibawa sejak lahir.

Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap-sikap tertentu terhadap suatu objek. Karena sikap tidak dibawa sejak individu dilahirkan, ini berarti bahwa sikap itu terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan. Oleh karena itu sikap terbentuk atau dibentuk, maka sikap itu dapat dipelajari, dan karenanya sikap itu dapat diubah.

2) Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap.

Oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang positif atau negatif antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu pula dari individu terhadap objek tersebut.

3) Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi dapat tertuju pada sekumpulan objek-objek.

Bila seseorang mempunyai sikap yang negatif pada seseorang, orang tersebut akan mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang negatif pula kepada kelompok dimana seseorang tersebut bergabung didalamnya. Disini terlihat adanya kecenderungan untuk menggeneralisasikan objek sikap.

4) Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar.

Kalau sesuatu sikap telah terbentuk dan telah merupakan nilai dalam kehidupan seseorang, secara relatif sikap itu akan lama bertahan pada diri orang yang bersangkutan. Sikap tersebut akan sulit berubah, dan kalupun dapat berubah akan memakan waktu yang relatif lama. Tetapi sebaliknya tidak bertahan lama, dan sikap tersebut akan mudah berubah.

5) Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi

Ini berarti bahwa sikap terhadap suatu objek tertentu akan selalu diikuti oleh perasaan tertentu yang bersifat positif (yang menyenangkan) tetapi juga dapat bersifat negatif (yang tidak menyenangkan) terhadap objek tersebut.


(58)

Disamping itu sikap juga merupakan motivasi, ini berarti bahwa sikap itu mempunyai daya dorong bagi individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap objek yang dihadapinya.

Dari berbagai pendapat diatas mengenai ciri-ciri sikap, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri sikap antara lain:

1) Sikap tidak dibawa sejak lahir, bahwa sejak individu dilahirkan belum membawa sikap-sikap tertentu terhadap objek, melainkan sikap itu diperolah sejalan dengan proses perkembangan individu dalam berinteraksi dengan individu lainnya. Oleh karena itu sikap dapat dibentuk atau terbentuk dengan sendirinya, maka sikap itu dapat dipelajari

2) Sikap selalu berhubungan dengan objek sikap, bahwa melalui proses persepsi sikap dapat terbentuk, dalam mempersepsi selalu membutuhkan adanya objek tertentu.

3) Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi dapat tertuju pada sekumpulan objek-objek, seseorang akan mempunyai sikap yang negatif terhadap suatu kelompok atau kumpulan orang-orang, jika seseorang tersebut telah mempunyai sikap yang negatif terhadap satu orang yang berada dalam kumpulan atau kelompok tersebut. Pada ciri ini terlihat bahwa seseorang akan mempunyai sikap yang sama terhadap kumpulan orang yang dianggap sama. 4) Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar, bahwa jika sikap telah

terbentuk dan merupakan nilai dalam kehidupan seseorang, maka sikap tersebut akan bertanah lam dalam diri seseorang dan hal itu akan sulit


(1)

UJI NORMALITAS DATA

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Persepsi siswa tentang

kompetensi kepribadian konselor

75 252,11 20,694 196

Sikap siswa terhadap pelayanan BK

75 388,53 35,775 295

Descriptive Statistics

Maximum Persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian Konselor 293

Sikap siswa terhadap pelayanan BK

464

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Persepsi siswa tentang kompetensi kepribadian Konselor Sikap siswa terhadap pelayanan BK


(2)

N 75 75

Normal Parametersa,b

Mean 252,11 388,53

Std.

Deviation 20,694 35,775

Most Extreme Differences

Absolute ,073 ,076

Positive ,043 ,048

Negative -,073 -,076 Kolmogorov-Smirnov Z ,629 ,661

Asymp. Sig. (2-tailed) ,824 ,774

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(3)

HASIL PERHITUNGAN KORELASI

MENGGUNAKAN SPSS

Correlations

Correlations

Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Kepribadian Konselor Sikap Siswa Terhadap Pelayanan BK Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Kepribadian Konselor Pearson

Correlation 1 ,633

**

Sig. (2-tailed) ,000

N 75 75

Sikap Siswa Terhadap Pelayanan BK

Pearson Correlation

,633** 1

Sig. (2-tailed) ,000

N 75 75

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) BERBANTUAN MEDIA GRAFIS PADA SISWA KELAS IV SDN TUGUREJO 01 KOTA SEMARANG

4 24 305

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL QUANTUM TEACHING DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS V SDN KARANGANYAR 01 SEMARANG

0 20 251

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL NHT DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS IV SDN SALAMAN MLOYO SEMARANG

0 5 427

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL COOPERATIVE SCRIPT DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS V SDN MANGKANGKULON 01 KOTA SEMARANG

1 11 323

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL ROLE PLAYING DENGAN MEDIA VIDEO SISWA KELAS V SDN KANDRI 01 KOTA SEMARANG

1 7 270

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL STAD DENGAN MEDIA MICROSOFT POWERPOINT PADA SISWA KELAS V SDN SALAMAN MLOYO SEMARANG

0 17 258

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKn MELALUI MODEL ROLE PLAYING BERBANTUAN MEDIA BONEKA TANGAN PADA SISWA KELAS V SDN TUGUREJO 01 KOTA SEMARANG

1 24 287

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL TWO STAY TWO STRAY BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS V SDN TUGUREJO 01 KOTA SEMARANG

0 24 337

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN AUDIOVISUAL SISWA KELAS V SDN PURWOYOSO 01 KOTA SEMARANG

1 17 287

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL STAD DENGAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS V SDN TUGUREJO 01 SEMARANG.

0 0 410