J. Hasil Penelitian Terdahulu
Susiyana 2005 melakukan analisis rantai persediaan komoditas jeruk medan dengan melakukan studi kasus di Pasar Induk Kramat jati dan
Carrefour Cempaka Mas Jakarta. Data primer pada penelitian tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan 4 pedagang grosir Kramat jati, 3
pedagang pengecer grosir Cililitan, 7 pedagang pengecer serta pihak marketing Carrefour. Data sekunder diperoleh dari BPS, Pasar Induk Kramat
Jati, Dirjen Perkebunan, Departemen Pertanian, Dinas Pertanian, Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, dan instansi-instansi lain. Penelitian
tersebut membahas struktur jaringan, aktivitas dan marjin pemasaran rantai pasokan serta elastisitas transmisinya. Elastisitas transmisi yaitu
perbandingan perubahan nisbi dari harga di tingkat pengecer dengan perubahan harga di tingkat petani.
Anggota primer SC jeruk medan adalah pedagang antar pulau PAP, pedagang grosir, pedagang eceran, perusahaan pemasok dan swalayan.
Anggota sekunder SC ini yaitu distributor dan supermarket collector. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan ketiga saluran pemasaran yang terjadi, yaitu :
1. Petani – PAP – Grosir Pasar Induk Kramat Jati – Pengecer
2. Petani – PAP – Grosir Cililitan – Perusahaan Pemasok – Pengecer
3. Petani – PAP – Grosir Cililitan – Perusahaan Pemasok – Swalayan
Pola saluran 3 memiliki marjin pemasaran yang paling besar. Saluran pemasaran 1 memperoleh total keuntungan yang terbesar. Pola saluran
pemasaran 1 juga yang paling efisien karena memiliki total biaya, keuntungan dan marjin pemasaran yang terendah serta rasio keuntungan dan biaya
tertinggi. Pola saluran pemasaran 1 dapat memberikan nilai lebih bagi petani karena menghasilkan farmer’s share bagian petani yang tinggi. Korelasi
harga antara pedagang pengecer dan hipermarket dengan agennya adalah positif dan nyata berdasarkan perhitungan koefisien korelasi harga dan uji
statistik. Nilai elastisitas transmisi harga yang tidak sama dengan satu menunjukkan sistem pemasaran komoditas jeruk medan belum efisien.
Ritonga 2005 melakukan analisis pemasaran komoditas kentang dengan pendekatan konsep SCM di Semarang, dimana analisis difokuskan
28
pada pola rantai pasokan serta analisis marjin pemasaran dan farmer’s share. Penelitian tersebut menggunakan data primer yang diperoleh melalui
pengamatan dan wawancara langsung dengan anggota mata rantai pasokan komoditas kentang baik melalui hipermarket maupun pasar tradisional. Data
sekunder yang digunakan berasal dari BPS, Deptan, Internet dan literatur lain. Anggota rantai pasokan yang terlibat dalam rantai pasokan kentang di
Semarang yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, pemasok, pedagang pengecer termasuk hipermarket serta konsumen.
Pada penelitian tersebut, terdapat tiga rantai pasokan komoditas kentang yang bersumber dari Desa Pesurenan, Kecamatan Dieng, Kabupaten
Banjarnegara. Tiga pola rantai pasokan komoditas kentang dari desa Pesurenan, yaitu :
1. Pola rantai pasokan 1 : Petani
→ Pedagang pengumpul → Pedagang besar Pasar Johar Semarang
→ Pedagang Pengecer Pasar Tradisional
→ Konsumen rumah tangga. 2.
Pola rantai pasokan 2 : Petani → Pedagang pengumpul → Pedagang Besar
Pasar Bandungan Semarang → Pedagang Pengecer
Pasar Tradisional → Konsumen rumah tangga.
3. Pola rantai pasokan 3 : Petani
→ Pedagang pengumpul → Pedagang besar Pasar Johar Semarang
→ Supplier pemasok → Makro Cash and Carry
→ Konsumen rumah tangga.
Perhitungan marjin, sebaran marjin dan farmer’s share dilakukan berdasarkan tiga kelas mutu komoditas kentang yaitu AB Super, AB dan
ABC. Pola rantai pasokan 3 memiliki total marjin pemasaran yang lebih besar dibandingkan pola 1 dan pola 2. Dari segi rasio keuntungan, rantai pasokan 3
lebih menguntungkan dibandingkan pola lainnya. Penyebaran marjin belum merata di antara ketiga rantai pasokan. Pedagang grosir memperoleh marjin
pemasaran terendah diantara anggota rantai pasokan lain karena sedikitnya aktivitas pedagang grosir yang membutuhkan biaya dan sedikitnya
keuntungan yang diambil. Bagian petani farmer’s share terbesar diperoleh
29
pada pola rantai 1 karena pada pola ini harga jual komoditas di tingkat konsumen lebih rendah.
Perolehan marjin tertinggi rantai pasokan kentang mutu kelas AB super pada pola 1 dan pola 2 terdapat pada tingkat pengecer, sedangkan marjin
tertinggi pada rantai pasokan 3 terdapat pada tingkat pemasok. Keuntungan lebih besar kontribusinya dalam marjin-marjin tersebut daripada biaya yang
dikeluarkan. Marjin total untuk komoditas kentang mutu kelas AB dan ABC pada pola 1 dan 2 cenderung rendah. Kedua komoditas tersebut dijual dengan
harga murah dan terkadang pedagang tidak mengambil keuntungan karena hanya mengharapkan keuntungan yang besar dari kentang untuk mutu AB
super. Persentase biaya terbesar yang dikeluarkan masing-masing anggota
rantai pasokan adalah biaya penyusutan. Pada pola rantai 1, biaya pemasaran terbesar untuk setiap kelas mutu ditanggung oleh pengecer karena banyaknya
aktivitas yang memerlukan biaya. Untuk pola rantai 1 biaya pemasaran terbesar untuk kentang kelas AB super ditanggung oleh pedagang pengumpul
karena besarnya biaya angkut ke pasar grosir. Untuk kelas mutu lainnya, biaya pemasaran terbesar untuk setiap kelas mutu ditanggung oleh pengecer
seperti pada pola pertama. Pada rantai pasokan ke 3, biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh pemasok ke pasar modern karena tingginya biaya seperti
biaya pengemasan, pengangkutan dan resiko kerusakan komoditas di supermarket.
30
III. METODOLOGI