pembelajaran RTE berbantuan magic box menghasilkan rataan hasil belajar
terbaik. Hipotesis 5 dipenuhi
4.2 Pembahasan
Selama pembelajaran pada kelas kontrol, awalnya situasi terlihat terkontrol karena siswa hanya mendengarkan penjelasan guru secara individu.
Sehingga tidak terjadi kekacauan karena tidak ada proses pembentukan kelompok. Namun, situasi tersebut hanya berlangsung beberapa saat di awal pembelajaran,
selanjutnya siswa hanya pasif mendengarkan sehingga guru tidak dapat mengetahui dengan pasti pemahaman siswa terhadap materi. Selain itu,
permasalahan lain yang muncul yaitu siswa tidak dapat berbagi tentang kesulitan yang dihadapinya ketika mengerjakan soal kepada teman-temannya. Hal ini
karena siswa mengerjakan soal tidak secara berkelompok. Berbeda dengan kelas kontrol, kelas eksperimen cenderung lebih
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Dengan dibentuknya kelompok, siswa dapat saling berbagi kesulitan pada materi yang sedang disampaikan maupun soal
yang sedang diselesaikan kepada siswa lainnya. Hal tersebut sejalan dengan teori Vygotsky bahwa interaksi sosial dalam pembelajaran, yaitu interaksi antarsiswa
merupakan faktor penting yang dapat mendorong atau memicu perkembangan kognitif siswa. Selain itu, penggunaan alat peraga danatau LKS mandiri dalam
kelompok juga dapat meningkatkan daya imajinasi siswa pada benda-benda tiga dimensi, hal ini karena siswa pada kelas eksperimen dapat memanipulasi benda-
benda tiga dimensi secara langsung, ini sesuai dengan toeri Bruner. Selain itu, guru juga lebih dapat mengetahui pemahaman siswa melalui pengamatan gerak-
gerik yang dilakukan oleh siswa terhadap alat peraga maupun melalui jawaban LKS mandiri yang ada di kelompoknya. Artinya, pembentukan kelompok dan
penggunaan alat peraga memiliki pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa, khususnya pada sub materi jarak.
Berdasarkan analisis deskriptif tes hasil belajar pada ketiga kelas, dapat diketahui bahwa urutan nilai tes dari tertinggi hingga terendah adalah sebagai
berikut; kelas eksperimen-1, kelas eksperimen-2, dan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan RTE berbantuan magic box
memiliki pengaruh positif tertinggi pada rata-rata nilai hasil belajar dibanding pembelajaran menggunakan RTE berbantuan LKS mandiri dan DI berbantuan
LKS sekolah. Pada uji ketuntasan hasil belajar, siswa yang dikenai model pembelajaran
RTE telah mencapai ketuntasan belajar yang didasarkan pada KKM yaitu sebesar 75 dan persentase siswa yang mencapai ketuntasan minimal 75. Hal ini
menunjukkan bahwa model RTE dapat menjadikan siswa mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan uji kesamaan rata-rata pada ketiga kelas dapat diketahui bahwa rataan hasil belajar kelas eksperimen-1 lebih baik daripada rataan hasil
belajar kelas eksperimen-3, rataan hasil belajar kelas eksperimen-1 lebih baik daripada rataan hasil belajar kelas eksperimen-2, dan rataan hasil belajar kelas
eksperimen-2 lebih baik daripada rataan hasil belajar kelas kontrol. Selain itu, dengan uji banding one way anova dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan rata-
rata nilai hasil belajar yang signifikan antara kelas eksperimen-1, eksperimen-2, dan kontrol dengan urutan dari rataan hasil belajar yang tertinggi hingga terendah
sebagai berikut; eksperimen-1, eksperimen-2, dan kontrol dengan nilai 86,08; 80,70; dan 75,09. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai tes hasil belajar pada
kelas yang dikenai model RTE berbantuan magic box terbaik di antara kelas lainnya.
Perbedaan rata-rata hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen dimungkinkan karena adanya beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut. 1.
Penyampaian materi dengan melibatkan siswa aktif menggali kemampuan pada kelas eksperimen dapat meningkatkan daya ingat dan pemahaman
siswa sehingga ketika diberikan soal dapat mengerjakannya dengan baik tidak hanya sekadar menghafal. Hal ini berbeda dengan pembelajaran di
kelas kontrol yang materinya cenderung disampaikan dari guru saja tanpa melibatkan siswa untuk memperoleh informasi sendiri.
2. Pembentukan kelompok secara heterogen pada kelas eksperimen dapat
memudahkan siswa untuk dapat saling bertukar pemahaman dan bantuan pada permasalah yang dihadapi mengenai materi yang disampaikan
maupun soal yang diselesaikan, sehingga kesulitan siswa dapat dengan mudah diatasi. Lain halnya dengan kelas kontrol yang tidak dibentuk
kelompok, sehingga kesulitan siswa tidak mudah terdeteksi. 3.
Penggunaan alat bantu berupa alat peraga dan LKS mandiri pada kelas eksperimen dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam belajar
matematika. Hal ini berbeda dengan pembelajaran pada kelas kontrol yang hanya menggunakan bantuan berupa LKS sekolah yang tampilannya
cenderung monoton dan kurang menarik sehingga minat belajar siswa menjadi rendah.
4. Gambar-gambar abstrak pada ruang dimensi tiga dapat divisualisasikan
dengan mudah melalui alat peraga yang dibagikan pada masing-masing kelompok pada kelas eksperimen. Hal ini dapat meningkatkan pemahaman
siswa pada materi dan soal yang diberikan. Tentu berbeda dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan alat peraga. Pembelajaran di kelas
kontrol yang hanya berbantuan LKS sekolah tidak cukup untuk mengembangkan daya imajinasi siswa terhadap bangun-bangun ruang
pada materi jarak yang sebenarnya sangat membutuhkan visualisasi yang konkret.
Pada dasarnya, secara umum pembelajaran pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran RTE sudah berjalan dengan baik sesuai
dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP yang telah dibuat. Setelah melakukan penelitian, peneliti dapat menyampaikan beberapa hal yang perlu
dilakukan seorang guru ketika menggunakan RTE dalam pembelajaran matematika, di antaranya sebagai berikut.
1. Kreatifitas guru sangat diperlukan dalam rangka memotivasi siswa untuk
mengajukan pertanyaan, mengemukakan jawaban atas pertanyaan, dan menanggapi jawaban teman lainnya dengan cara memberi pujian danatau
hadiah kepada siswa yang aktif serta memberi semangat kepada siswa yang keliru dalam menjawab.
2. Perlu adanya persiapan yang matang, seperti mempersiapkan alat peraga di
kelas sebelum pembelajaran dimulai. Hal ini karena alat peraga yang digunakan pada model RTE cukup banyak.
3. Pemberian instruksi tentang sintaks model RTE kepada siswa harus benar-
benar jelas sehingga tidak terjadi kekacauan saat model dijalankan. 4.
Pendampingan guru saat kegiatan kooperatif sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan konsep.
5. Penentuan batas waktu pengerjaan soal secara tegas sehingga tidak terlalu
lama terpatok pada satu soal.
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai keefektifan model RTE berbantuan magic box
pada sub pokok materi jarak terhadap hasil belajar siswa kelas-X diperoleh simpulan sebagai berikut.
1 Rata-rata hasil belajar pada sub materi pokok jarak dalam ruang dimensi tiga siswa kelas X yang diajar menggunakan model pembelajaran Rotating
Trio Exchange RTE dapat mencapai ketuntasan belajar yaitu minimal
75 siswa telah memenuhi KKM sebesar ≥
75
. 2 Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran Rotating Trio Exchange RTE berbantuan alat peraga magic box
lebih baik bila dibandingkan dengan rata-rata hasil tes belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Direct Instruction DI
berbantuan LKS sekolah. 3 Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran Rotating Trio Exchange RTE berbantuan LKS mandiri lebih baik bila dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar siswa yang
diajar menggunakan model pembelajaran Direct Instruction DI berbantuan LKS sekolah.
4 Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Rotating Trio Exchange RTE berbantuan alat peraga magic
85