Pembahasan Efisiensi Teknis Biaya

F. Pembahasan Analisis DEA

1. Pembahasan Efisiensi Teknis Biaya

Gambar 22. Grafik Efisiensi Teknis Biaya DIY 2013-2015 Gambar 22 menunjukkan kondisi efisiensi teknis biaya seluruh DMU yang diukur. Hasilnya menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta telah berhasil menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan mampu mempertahankan prestasinya selama tiga periode. Sedangkan daerah lain masih mengalami kondisi yang relatif inefisien di berbagai jenjang pendidikan. Pada penelitian tahun 2011 Arinto Haryadi menemukan bahwa Sleman, dan Yogyakarta efisien secara teknis biaya pada jenjang SD. Sedangkan pada jenjang SMP terdapat kabupaten Kulonprogo , serta pada jenjang SMA terdapat Kabupaten Sleman, Kulonprogo, dan Kota Yogyakarta yang mendapat skor sempurna. Maka, meskipun terdapat gap waktu penelitian, SD SMP SMA SD SMP SMA SD SMP SMA 2013 2014 2015 Bantul 1 1 1 0.58 1 0.62 0.66 0.82 1 Sleman 1 1 0.69 1 1 0.78 1 1 1 Gunungkidul 1 1 1 1 1 0.93 0.94 0.89 0.79 Kulon Progo 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Yogyakarta 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 S k or E fi s ien s i Kulonprogo dan Yogyakarta terlihat mampu mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya secara konsisten. Sedangkan hal yang sama tidak dialami oleh Kabupaten Sleman. Pada gambar 22 juga dapat terlihat Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul adalah dua kabupaten yang paling sering mengalami kondisi inefisien. Meskipun sama, rerata skor efisiensi Kabupaten Gunungkidul masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan rerata skor efisiensi di Kabupaten Bantul. Temuan lainnya dari pengukuran efisiensi teknis biaya ini adalah, skor terendah terlihat pada Kabupaten Bantul di tahun 2014 pada jenjang SD dengan skor 0.62. Kemudian pada gambar 23 dapat terlihat bahwa sebagian daerah-daerah yang mengalami inefisiensi justru merupakan daerah yang dialokasikan biaya pendidikan yang tinggi atau meningkat. Hal demikian ditunjukkan oleh Kabupaten Bantul serta Gunungkidul. Temuan pada penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arinto Haryadi dalam Tesisnya yang berjudul “Analisis Efisiensi Teknis Bidang Pendidikan: Penerapan Data Envelopment Analysis ” bahwa peningkatan pendanaan tidak menjamin peningkatan kinerja di bidang pendidikan. Selain itu, hal serupa juga ditemukan pada penelitian Ejtibar Jafarov dan Anna Ilyina untuk IMF pada tahun 2008 yang berjudul Republic Croatia: Selected Issues. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa negara dengan pengeluaran untuk pendidikan yang tertinggi belum tentu mencapai hasil yang terbaik. Gambar 23. Grafik Efisiensi Teknis Biaya dan Alokasi Pendidikan Perkapita Menurut Wilayah di DIY 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 0.2 0.4 0.6 0.8 1 2013 2014 2015 S kor E fisi ensi BANTUL BIAYA SD BIAYA SMP BIAYA SMA SD SMP SMA 2000 4000 6000 8000 10000 12000 0.2 0.4 0.6 0.8 1 2013 2014 2015 Sk or Efi s ie ns i SLEMAN BIAYA SD BIAYA SMP BIAYA SMA SD SMP SMA 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 0.2 0.4 0.6 0.8 1 2013 2014 2015 S kor E fisi ensi GUNUNGKIDUL BIAYA SD BIAYA SMP BIAYA SMA SD SMP SMA 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 0.2 0.4 0.6 0.8 1 2013 2014 2015 Sk or Efi s ie ns i KULON PROGO BIAYA SD BIAYA SMP BIAYA SMA SD SMP SMA 20000 40000 60000 80000 100000 0.2 0.4 0.6 0.8 1 2013 2014 2015 Sk or Efi s ie ns i YOGYAKARTA BIAYA SD BIAYA SMP BIAYA SMA SD SMP SMA Berdasarkan hasil penelitian, bila dicermati dengan seksama permasalahan yang mecolok penyebab inefisiensi teknis biaya terletak pada indikator alokasi pendidikan perkapita dan rasio guru murid. Tentunya sejalan dengan pendapat Suswandi 2007: 5, terdapat tiga kondisi yang dapat disebut sebagai efisiensi, yaitu, ketika menggunakan input sejumlah sama, menghasilkan output lebih banyak, menggunakan input lebih sedikit, menghasilkan output sejumlah sama atau menggunakan input lebih banyak, menghasilkan output lebih banyak lagi. Maka dengan menggunakan orientasi minimasi input, dengan biaya yang tersedia, sebenarnya setiap kabupaten yang belum efisien perlu meningkatkan berbagai fasilitas atau layanan pendidikan yang dicerminkan oleh variabel output dalam pengukuran efisiensi teknis biaya ini. Hal ini dikarenakan, secara umum daerah yang beluim efisien menunjukkan bahwa memerlukan peningkatan tertinggi pada rasio guru murid. Semakin tinggi angka rasio guru murid berarti memerlukan semakin besarnya jumlah guru yang dibutuhkan, namun dalam hal ini dengan biaya yang tersedia sebenarnya dapat mencapai jumlah guru lebih banyak dari nilai aktual.

2. Pembahasan Efisiensi Teknis Sistem

Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Konvensional dan Bank Syariah dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Periode 2008-2012)

0 4 168

Efisiensi Teknis Usahatani Padi Di Kabupaten Karawang Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis.

0 6 86

ANALISIS EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

0 2 100

EFISIENSI TEKNIS PENDIDIKAN DI KOTA SURAKARTA: APLIKASI DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

0 3 9

USULAN PERBAIKAN EFISIENSI PADA USAHA BAKERY DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) USULAN PERBAIKAN EFISIENSI PADA USAHA BAKERY DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA).

0 2 13

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN ALOKATIF HOTEL DI KAWASAN WISATA TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE DEA (DATA ENVELOPMENT ANALYSIS)

4 27 160

ANALISIS EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DENGANMENGGUNAKAN METODE NONPARAMETRIK DATA ENVELOPMENT Analisis Efisiensi Perbankan Syariah Di Indonesia Dengan Menggunakan Metode Nonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA).

0 3 11

ANALISIS EFISIENSI TEHNIK PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Analisis Efisiensi Tehnik Perbankan Syariah Di Indonesia Dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi Pada 6 Bank Syariah Tahun 2011).

0 2 14

EFISIENSI RUMAH SAKIT DI SUKOHARJO DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA).

0 0 6

ANALISIS EFISIENSI DISTRIBUSI PEMASARAN PRODUK DENGAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA).

0 0 9