Tinjauan Pustaka KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna Sumber: Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71 Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa gabungan dari dua makna asali berkombinasi untuk membentuk polisemi. Kombinasi dari makna asali membentuk kalimat berupa parafrasa untuk mengetahui makna.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap verba, khususnya verba ujaran sudah pernah dilakukan oleh beberapa ahli. Berikut dijelaskan beberapa penelitian yang relevan dan kontribusinya penelitian ini. Beratha 2000 dalam artikelnya yang berjudul “Struktur dan Peran Semantis Verba Ujaran dalam Bahasa Bali ” menguraikan semantik verba ujaran dengan menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami MSA. Metode yang digunakan dalam analisis datanya adalah metode padan dan metode agih, sedangkan penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal dan formal. Hasil kajian Beratha menunjukkan bahwa ada sejumlah verba tindakan yang bertipe ujaran dalam bahasa Bali seperti ngidih, nunas ‘meminta’, nunden, nikain ‘memerintah’, nombang ‘ melarang’, majanji ‘berjanji’, ngajum ‘menyanjung’, nyadad ‘mengkritik’, nesek ‘mendesak’, ngancam ‘mengancam’, nuduh ‘menuduh’, dan matakon ‘bertanya’. Sintaksis makna Makna li Polisemi Makna asali Makna Universitas Sumatera Utara Struktur semantis verba tindakan tipe ujaran ini diformulasikan dalam komponen ‘X mengatakan sesuatu kepada Y’. Penelitian Beratha memberi banyak masukan dari segi teori yang digunakan dan juga cara menganalisis verba ujaran. Dari segi teori dapat diketahui pola sintaksis yang digunakan dalam penelitian tersebut dan dari segi cara menganalisis verba ujaran tampak pada penggunaan parafrase yang bersumber dari perangkat makna asali. Penelitian Beratha memberi kontribusi dalam penelitian verba ujaran bahasa Simalungun. Selanjutnya, Thohri 2011 menguraikan struktur semantis verba komisif ujaran dalam bahasa Sasak, dengan menggunakan teori MSA. Data verba ujaran bahasa Sasak dianalisis dengan metode padan dan metode agih, dan penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal dan formal. Menurut Thohri, struktur verba ujaran komisif dalam bahasa Sasak terbagi dua, yaitu berjanji dan nawaran. Struktur semantis verba komisif ujaran sasak bejanji adalah: Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X mengatakan ini karena X ingin Y berpikir bahwa X harus melakukan Z. X tahu jika X tidak melakukan Z, Y akan berpikir bahwa X orang yang buruk. X mengatakan seperti ini. Struktur semantis ujaran nawaran adalah: pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X mengatakan ini karena X ingin Y berpikir bahwa X mau melakukan Z. X berpikir bahwa ada alasan tertentu jika X melakukan Z, Y akan berpikir bahwa X orang yang baik. X mengatakan sesuatu seperti ini. Penelitian Thohri memberi kontribusi dari segi model analisis, yaitu cara-cara memparafrase makna verba komisif ujaran dalam bahasa Sasak. Model analisis Thohri dapat juga diterapkan untuk menerapkan makna verba ujaran dalam bahasa Simalungun. Universitas Sumatera Utara Selain dari model analisis, teori yang digunakan dalam penelitan ini dapat menambah pemahaman terhadap penggunaan teori MSA. Di luar verba ujaran, Mulyadi 2000a memformulasikan struktur semantis verba penglihatan. Teori yang diterapkan adalah teori Metabahasa Semantik Alami MSA. Data verba penglihatan dianalisis dengan metode padan dan metode agih, sedangkan analisis data disajikan dengan metode informal dan formal. Hasil kajian ini menyatakan bahwa struktur semantis verba penglihatan dalam bahasa Indonesia dibentuk oleh empat jenis polisemi, yakni melihat merasakan, melihat mengetahui, melihat memikirkan, melihat mengatakan. Kontribusi penelitian Mulyadi adalah pada model analisis yang digunakan. Mulyadi menguji perilaku semantis verba penglihatan dengan menggunakan berbagai teknik analisis, seperti teknik ganti, teknik lesap, dan teknik ubah wujud. Selain itu, ia menggunakan beberapa kata yang kemungkinan dapat berkolokasi dengan verba penglihatan untuk mengungkapkan perbedaan makna di antara anggota verba penglihatan. Lebih lanjut, Subiyanto 2008 meneliti makna verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa. Seperti penelitian sebelumnya, Subiyanto menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami MSA. Dalam analisis data, metode padan digunakan untuk menentukan klasifikasi verba gerakan bukan agentif. Kemudian, metode agih diterapkan untuk mengungkapkan makna asali yang terdapat pada verba gerakan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa komponen semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa memiliki ciri [+- dinamis], [-kesengajaan], [+- kepungtualan], [+- telis]. Struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa ada dua, yaitu 1 berdasarkan arah gerakan, struktur semantisnya ialah BERGERAK dan Universitas Sumatera Utara MELAKUKAN dan 2 berdasarkan kualitas gerakan struktur semantisnya MELAKUKAN dan TERJADI. Penelitian Subiyanto memberi kontribusi dalam mengkaji struktur semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun. Penerapan metode padan dan metoge agih, dan penerapan teori MSA memberi pemahaman tentang analisis makna terhadap verba pada sebuah bahasa. Selanjutnya, Mulyadi 2009 menguraikan semantik verba bahasa Indonesia VBI, yakni kategori semantis dan peran semantis verba, berdasarkan teori MSA. Ia mengusulkan tiga kategori semantis verba, yakni keadaan, proses, dan tindakan, yang diuji berdasarkan skala kestabilan waktu. Di samping itu, dijelaskan bahwa ciri utama perbedaan antara aktor dan penderita ialah aktor memiliki gagasan kendali atas situasi yang dinyatakan oleh verba, sedangkan penderita tidak mengandung gagasan kendali. Dalam bahasa Indonesia verba keadaan, memiliki relasi aktor sebagai pengalam dan relasi penderita sebagai lokatif, stimulus dan tema, verba proses memiliki satu partisipan karena partisipan tunggalnya mengalami perubahan keadaan dan pengendali tindakan, peran semantisnya dipetakan sebagai penderita, dan verba tindakan, ada dua kemungkinan peran derivasi dari aktor, yaitu pemengaruh dan agen. Penelitian Mulyadi bermanfaat dari segi metode dan teori. Teori MSA yang bermanfaat untuk memetakan tipe-tipe semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun, sedangkan metode yang digunakan bermanfaat untuk penentuan makna dan struktur semantis verba ujaran dalam bahasa Simalungun. Mulyadi 2000b dalam artikelnya yang berjudul “Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia” menguraikan 1 klasifikasi semantis verba bahasa Indonesia, 2 struktur semantis verba bahasa Indonesia, dan 3 persamaan dan perbedaan struktur Universitas Sumatera Utara semantis kelas verba bahasa Indonesia. Metode dalam pengumpulan data adalah metode simak dan metode cakap. Dalam pengkajian data digunakan metode padan dan metode agih dengan menerapkan teknik ganti, ubah wujud, sisip, perluas, dan lesap. Teori MSA diterapkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian Mulyadi adalah bahwa klasifikasi semantis VBI terdiri atas verba kognisi, persepsi, gerakan. Ujaran dan perpindahan yang lebih kompleks daripada struktur semantis verba pengetahuan, emosi, kejadian, dan badaniah. Beberapa struktur semantis VBI memperlihatkan persamaan dan perbedaan. Penelitian di atas memberi banyak masukan dari segi teori dan model analisis. Dari segi teori diketahui pembagian verba menjadi tiga bagian, yaitu verba keadaan, proses, dan tindakan. Melalui verba tindakan dapat diketahui verba ujaran dalam bahasa Indonesia dan verba ujaran itu dihubungkan dengan verba ujaran dalam bahasa Simalungun. Berdasarkan properti temporal memberi inspirasi dalam penentuan verba ujaran dalam bahasa Simalungun. Kemudian, masukan dari segi model analisis tampak pada penggunaan parafrase yang bersumber dari perangkat makna asali. Selain teori dan model analisis, data verba ujaran pada penelitian ini juga sangat bermanfaat bagi peneliti. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Tigaraja, Kecamatan Pematang Silima Huta, Kabupaten Simalungun. Desa Tigaraja adalah salah satu desa dari delapan desa di Kecamatan Pematang Silima Huta. Desa lain adalah Desa Mardinding, Desa Naga Mariah, Desa Naga Saribu, Desa Saribu Jandi, Siboras, Desa Silimakuta Barat, Desa Ujung Mariah, dan Desa Ujung Saribu. Desa Tigaraja dipilih sebagai lokasi penelitian karena masyarakatnya sangat homogen, yaitu umumnya penutur jati bahasa Simalungun sehingga interferensi dari bahasa-bahasa lain kecil kemungkinan terjadi. Alasan lain ialah suku-suku lain seperti Jawa, Karo, Toba yang tinggal di desa tersebut menggunakan bahasa Simalungun sebagai sarana berkomunikasi sehari-hari. Lebih jauh, Desa Tigaraja memiliki luas 860 ha termasuk persawahan, peertanian, pemukiman, dan pekuburan. Jarak Desa Tigaraja ke ibukota kabupaten adalah 45 km. Perjalanan dari ibukota kabupaten dapat ditempuh dengan transportasi darat, seperti angkutan umum, mobil, sepeda motor, dan kendaraan roda tiga. Waktu tempuh dari ibukota kabupaten ke Desa Tigaraja adalah 100 menit Badan Pusat Statistik, 2012. Universitas Sumatera Utara