Polisemi Nonkomposisi Sintaksis Makna Universal

2.2.2 Polisemi Nonkomposisi

Polisemi merupakan bentuk leksikon tunggal yang dapat mengekspresikan dua makna asali yang berbeda Mulyadi, 2000: 43. Ini terjadi karena adanya hubungan komposisi antara satu eksponen dengan eksponen lainnya karena eksponen tersebut memiliki kerangka gramatikal yang berbeda. Pada tingkatan yang sederhana, eksponen dari makna asali yang sama mungkin akan menjadi polisemi dengan cara yang berbeda pada bahasa yang berbeda pula. Menurut Goddard 1998: 31 dalam Mulyadi, 2000b: 43 ada dua hubungan komposisi yang paling kuat : hubungan pengartian dan hubungan implikasi. Hubungan pengartian tampak pada MELAKUKAN TERJADI dan hubungan implikasi tampak pada MERASAKAN TERJADI. Perhatikan contoh berikut. 6 X MELAKUKAN sesuatu pada Y sesuatu TERJADI pada Y 7 Jika X MERASAKAN sesuatu tentang Y sesuatu TERJADI pada X Perbedaan sintaksis yang dapat diketahui dari verba MELAKUKAN dan TERJADI pada contoh 6 di atas ialah bahwa MELAKUKAN memerlukan dua argumen, sedangkan TERJADI hanya membutuhkan satu argumen. Hal yang sama terjadi pada verba TERJADI dan MERASAKAN, tetapi pada verba MERASAKAN tipe argumen yang muncul berbeda, yaitu tentang ‘Y’.

2.2.3 Sintaksis Makna Universal

Sintaksis makna universal yang dikembangkan Wierzbicka pada akhir tahun 1980 merupakan perluasan dari sistem makna asali. Wierzbicka 1996: 19 menyatakan bahwa makna memiliki struktur yang sangat kompleks, dan tidak hanya dibentuk dari elemen sederhana, seperti seseorang, ingin, tahu, tetapi dari komponen berstruktur Universitas Sumatera Utara kompleks, seperti ‘aku menginginkan sesuatu’, ‘ini baik’, atau ‘kau melakukan sesuatu yang buruk’. Kalimat seperti ini disebut sintaksis makna universal. Jadi , sintaksis makna universal adalah kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71. Dalam teori MSA, untuk merumuskan struktur semantis digunakan teknik parafrase, yang menurut Wierzbicka 1996: 35 harus mengikuti kaidah-kaidah berikut: 1 Parafrase harus menggunakan kombinasi sejumlah makna asali Wierzbicka. Kombinasi sejumlah makna asali diperlakukan terkait dengan klaim teori MSA, yaitu suatu bentuk tidak dapat diuraikan hanya dengan memakai satu makna asali. 2 Parafrase dapat pula dilakukan dengan memakai unsur yang merupakan kekhasan suatu bahasa. Hal ini dapat dilakukan dengan menggabungkan unsur- unsur yang merupakan keunikan bahasa itu sendiri untuk menguraikan makna. 3 Kalimat parafrase harus mengikuti kaidah sintaksis bahasa. 4 Parafrase selalu menggunakan bahasa yang sederhana. 5 Kalimat parafrase kadang-kadang memerlukan indensasi dan spasi khusus. Dalam menjelaskan struktur semantis verba ujaran bahasa Simalungun, model parafrase MSA yang digunakan mengikuti Wierzbicka dengan formulasi berikut ini: a Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y b X mengatakan ini karena X ingin sesuatu terjadi c X berpikir bahwa ada alasan yang baik mengapa Y harus melakukan Z d X mengatakan sesuatu seperti ini Tujuan ilokusi mempresentasikan maksud penutur. Verba ujaran memiliki makna ilokusi dan makna verba ujaran dibentuk oleh sejumlah komponen. Tiap verba mempunyai komponen semantis tertentu yang membentuk maknanya dan sekaligus menjadi ciri semantisnya yang khas. Ketiga konsep teoretis di atas, yaitu makna asali, polisemi takkomposisi dan sintaksis makna universal merupakan komponen utama dalam merumuskan struktur Universitas Sumatera Utara semantis. Unit dasar sintaksis makna universal dapat disamakan dengan “klausa”, dibentuk oleh substantif dan predikat, serta beberapa elemen tambahan sesuai dengan ciri predikatnya. Contoh pola sintaksis makna universal ditunjukkan di bawah ini : 8 Aku melihat sesuatu di tempat ini. 9 Sesuatu yang buruk terjadi padaku. 10 Jika aku melakukan ini, orang akan mengatakan sesuatu yang buruk tentang aku . 11 Aku tahu bahwa kau orang yang baik. 12 Aku melihat sesuatu terjadi di sana. 13 Aku mendengar sesuatu yang baik. Pola kombinasi yang berbeda dalam sintaksis makna universal mengimplikasikan gagasan pilihan valensi. Contohnya, elemen MELAKUKAN, selain memerlukan “subjek” dan “komplemen” wajib seperti ‘seseorang melakukan sesuatu’, juga memerlukan objek ” seperti ‘seseorang melakukan sesuatu kepada seseorang’. Begitu pula, MENGATAKAN, di samping memerlukan “subjek” dan “komplemen” wajib seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu’, juga memerlukan “pesapa” seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang’, atau “topik” seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu tentang sesuatu’, atau “pesapa” dan topik” seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang tentang sesuatu’ Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71. Hubungan ketiga konsep tersebut dalam kajian makna diringkas dalam gambar di bawah ini : Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Hubungan Makna Asali, Polisemi, Sintaksis Makna Universal, dan Makna Sumber: Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71 Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa gabungan dari dua makna asali berkombinasi untuk membentuk polisemi. Kombinasi dari makna asali membentuk kalimat berupa parafrasa untuk mengetahui makna.

2.3 Tinjauan Pustaka