Gambar 3. Mekanisme kortikosteroid dan antiinflamasi nonsteroid sebagai antiinflamasi Tjay dan Rahardja, 2002.
H. Metode Pengujian Antiinflamasi
Aktivitas antiinflamasi dari suatu senyawa dapat diukur dengan beberapa metode. Metode pengujian aktivitas antiinflamasi yaitu :
1. Metode pembentukan edema buatan
Metode ini berdasarkan pengukuran volume dari edema buatan. Volume edema diukur sebelum dan sesudah pemberian zat yang di uji. Beberapa iritan
yang dipakai sebagai penginduksi edema antara lain formalin, kaolin, ragi, dan dekstran. Iritan yang umum digunakan dan memiliki kepekaan yang tinggi adalah
karagen Vogel, 2002.
2. Metode eritema ultraviolet
Metode uji aktivitas antiinflamasi yang menggunakan sinar ultraviolet untuk membentuk eritema yang dilakukan pada kulit hewan uji. Hewan uji yang
digunakan dicukur bulunya pada bagian kedua sisi dan di bagian belakang. Kemudian, diberi krim penghilang bulu atau dapat menggunakan suspensi dari
barium sulfida. Dua puluh menit kemudian, krim penghilang bulu yang diaplikasikan dibersihkan dengan air hangat yang mengalir. Keesokan harinya,
dilakukan pemaparan sinar ultraviolet selama 2 menit. Pengukuran eritema dilakukan 2 dan 4 jam setelah pemaparan. Penilaian setelah 2 dan 4 jam
memberikan beberapa indikasi durasi efek. Senyawa uji dapat diberikan setengah jam sebelum pemaparan dan setengahnya lagi setelah pemaparan sinar ultraviolet
Vogel, 2002. 3.
Metode pembentukan kantong granuloma Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk di
dalam kantong granuloma. Mula-mula benda terbentuk pelet yang terbuat dari kapas yang ditanam di bawah kulit abdomen tikus menembus lapisan linia alba.
Respon yang terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit, dan makrofag ke tempat radang yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan terbentuklah
granuloma Vogel, 2002. 4.
Metode edema telinga pada tikus dan mencit Peradangan pada telinga kanan hewan uji dibuat dari pemberian croton-
oil sebanyak 0,01 mL pada mencit dan 0,02 mL pada tikus yang diberikan di telinga kanan masing-masing hewan uji. Telinga kiri hewan uji digunakan sebagai
kontrol normal. Senyawa yang akan diujikan dilarutkan dalam cairan iritan yang digunakan dengan konsentrasi 0,03 mgmL sampai 1 mgmL pada mencit dan
pada tikus lebih tinggi 3 sampai 10 kalinya. Empat jam setelah diaplikasikan, hewan uji dikorbankan dengan anastesi. Kedua telinganya diambil dan kemudian
langsung ditimbang. Derajat edema diindikasikan dari selisih berat dari telinga kanan dan telinga kiri Vogel, 2002.
5. Metode iritasi dengan panas
Metode ini berdasarkan pengukuran luas radang dan berat edema yang terbentuk setelah diiritasi dengan panas. Mula-mula hewan diberi zat warna tripan
biru yang disuntik secara IV, dimana zat ini akan berikatan dengan albumin plasma. Kemudian pada daerah penyuntikan tersebut dirangsang dengan panas
yang cukup tinggi. Panas menyebabkan pembelahan histamin endogen sehingga timbul inflamasi. Zat warna akan keluar dari pembuluh darah yang mengalami
dilatasi bersama-sama dengan albumin plasma sehingga jaringan yang meradang kelihatan berwarna. Penilaian derajat inflamasi diketahui dengan mengukur luas
radang akibat perembesan zat ke jaringan yang meradang. Pengukuran juga dapat dilakukan dengan menimbang edema yang terbentuk, dimana jaringan yang
meradang dipotong kemudian ditimbang Vogel, 2002. 6.
Permeabilitas vaskuler Senyawa induksi yang digunakan merupakan senyawa radang yang dapat
memicu mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin, dan leukotrien. Hal tersebut mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah dan peningkatan
permeabilitas vaskuler, sehingga terbentuk edema dari cairan dan protein plasma yang dikeluarkan Vogel, 2002.
Pengujian dilakukan dengan menginjeksikan senyawa radang secara intrakutan atau subkutan pada kulit. Sembilan puluh menit kemudian, hewan uji
dikorbankan dan bagian yang diinjeksikan diambil dan diwarnai dengan Eva n’s
blue yang dapat meresap untuk mengetahui peningkatan permeabilitas vaskuler. Diameter resapan pewarna
Evan’s blue diukur dan dibandingkan antara kelompok kontrol dan kelompok uji dan dinyatakan sebagai persen penghambatan.
Kelompok uji yang menunjukkan nilai kurang dari 50 dari kontrol dinyatakan positif memiliki aktivitas penghambatan inflamasi Vogel, 2002.
7. Metode edema kaki
Uji antiinflamasi dengan menggunakan edema pada kaki tikus atau mencit ini merupakan metode yang umum digunakan. Banyak senyawa radang
yang telah digunakan dalam metode ini seperti formaldehida, ragi, dekstran, albumin
telur, kaolin,
polisakarida sulfat
seperti karagenin
atau naphthoylheparamine. Edema dibuat dengan menginjeksikan senyawa radang
secara intraplantar pada kaki hewan uji kemudian dilakukan pengukuran Vogel, 2002.
I. Radikal Bebas dan Antioksidan
Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang
tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di
sekitarnya. Sebagai dampak kerja radikal bebas tersebut akan terbentuk radikal bebas baru yang berasal dari atom atau molekul yang elektronnya diambil untuk
berpasangan dengan radikal sebelumnya Winarsi, 2007. Salah satu contoh akibat dari radikal bebas adalah timbulnya peradangan. Peradangan merupakan salah
satu kelainan tubuh yang paling sering terjadi, berkaitan dengan produksi radikal bebas, tetapi radikal bebasnya lebih bersifat sebagai penyebab dan bukan efek dari
peradangan. Meskipun demikian, sebenarnya tubuh menggunakan radikal bebas untuk membunuh bakteri di dalam sel-sel pemakan dari sistem imun yaitu fagosit
dan apabila radikal bebas ada di daerah peradangan dalam jumlah yang sangat besar maka radikal bebas dapat menambah kerusakan jaringan Youngson, 2005.
Proses perusakan organ tubuh oleh radikal bebas dapat dihambat dengan memberikan antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron
electron donor atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil tapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah
terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang
sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat Winarsi, 2007. Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim
meliputi superoksida dismutase SOD, katalase, dan glutation peroksidase GSH.Prx. Antioksidan vitamin lebih popular sebagai antioksidan dibandingkan
enzim. Antioksidan vitamin meliputi alfa tokoferol vitamin E, beta karoten dan asam askorbat vitamin C. Mekanisme kerja dari antioksidan berdasarkan
sifatnya yang mudah dioksidasi menyerahan elektron sehingga menetralkan sebagian besar radikal bebas yang berlebihan Sofia, 2005.
Ketika terjadi inflamasi, fosfolipid akan dipecah menjadi asam arakidonat dimana asam arakidonat dibantu oleh enzim siklooksigenase dan
lipoksigenase untuk memetabolisme prostaglandin dan leukotrien yang merupakan mediator penting dalam inflamasi Baratawidjaja, 2010. Selama
inflamasi berlangsung, radikal bebas yang berasal dari oksigen akan dikeluarkan ke ruang ekstrasel dari leukosit setelah sel ini terpajan oleh mikroba, kemokin,
dan kompleks imun, atau setelah rangsangan fagositik. Rangsangan ini akan melepaskan anion superoksida O
2 -
, hidrogen peroksida H
2
O
2
, dan radikal hidroksil OH yang mana metabolit-metabolit ini dapat berikatan dengan nitrat
oksida NO, suatu mediator pleiotropik inflamasi. Radikal reaktif ini dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan secara langsung melalui degradasi
oksidatif dari komponen sel. Sebenarnya tubuh juga memiliki antioksdan alamiah yang berfungsi mengendalikan reaksi radikal agar tidak merusak organ-organ di
dalam tubuh, akan tetapi jumlahnya terbatas. Jika pengendalian tersebut gagal maka terjadi kelebihan radikal bebas di dalam tubuh karena antioksidan alamiah
tidak mampu menetralkannya. Hal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan memicu terjadinya
proses inflamasi Kumar, 2005. Oleh karena itu tubuh kita memerlukan antioksidan dari luar untuk mengatasi dampak buruk yang ditimbulkan dari
radikal bebas.
Peran spesies oksigen reaktif dalam cedera sel adalah dimulai dengan O
2
diubah menjadi superoksida O
2 -
oleh enzim-enzim oksidatif di retikulum endoplasma RE, mitokondria, membran plasma, dan sitosol. O
2 -
diubah menjadi H
2
O
2
melalui proses dismutasi dan kemudian menjadi OH oleh reaksi Fenton yang dikatalisis oleh Cu
2+
Fe
2+
. H
2
O
2
juga diperoleh secara langsung dari oksidase di peroksisom. Kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas pada lemak
peroksidasi, protein, dan DNA menyebabkan berbagai bentuk cedera sel Kumar, 2005.
Radikal-radikal bebas, dengan keberadaan oksigen dapat menyebabkan peroksidase lemak di dalam membran plasma dan organel. Kerusakan oksidatif
terjadi jika ikatan-ikatan ganda di asam-asam lemak tidak jenuh pada lemak membran diserang oleh radikal bebas yang berasal dari oksigen, terutama OH.
Interaksi radikal bebas dengan lemak menghasilkan peroksida, yang merupakan zat tidak stabil dan bersifat reaktif sehingga memicu reaksi berantai autokatalis.
Hal ini dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada membran, organel, dan sel. Selain itu, radikal bebas juga dapat meningkatkan oksidasi residu asam amino
rantai samping, pembentukan ikatan silang antar protein misalnya ikatan disulfida dan oksidasi kerangka protein yang menyebabkan fragmentasi protein.
Modifikasi oksidatif meningkatkan penguraian protein-protein penting oleh kompleks proteasom multikatalitik sehingga terjadi kerusakan di seluruh sel.
Spesies reaktif apabila bereaksi dengan timin di DNA nukleus dan mitokondria dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan di salah satu untai DNA. Kerusakan
DNA ini diperkirakan berperan pada penuaan sel dan dalam transformasi
keganasan sel. Ketika terjadi kerusakan sel, sel-sel mengembangkan berbagai mekanisme untuk menyingkirkan radikal bebas dan memperkecil cedera,
misalnya serangkaian enzim yang bekerja sebagai penyapu radikal bebas dan menguraikan hidrogen peroksida serta anion superoksida. Enzim-enzim
antioksidan utama adalah superoksida dismutase SOD, katalase, dan glutation peroksidase Kumar, 2005. Pengaruh ROS pada sel dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Patologi radical oxidative stress ROS menyebabkan kerusakan sel Kumar, 2005.
J. Karagenin