1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dalam banyak hal telah membantu manusia untuk meningkatkan kapasitas hidupnya. Dalam
artian keberadaan ragam teknologi komunikasi tersebut telah banyak membantu perkembangan hidup manusia. Manusia dapat bersosialisasi dengan banyak orang
dalam waktu yang bersamaan, menjalin komunikasi secara intens dengan orang yang berjauhan jaraknya, serta dapat mempermudah penyebaran informasi.
Dengan kata lain, teknologi memungkinkan tidak adanya lagi hambatan jarak dan waktu dalam interaksi manusia. Menurut Jim Foust, internet bahkan “telah
menjadi kekuatan sosial yang mempengaruhi bagaimana, kapan, dan kenapa manusia berkomunikasi. Lebih jauh, internet malah telah menjadi kekuatan
ekonomi, merubah bagaimana perusahaan beroperasi serta cara berinteraksi” Grant, 2004: 187.
Teknologi komunikasi, dalam hal ini internet menjadi kebutuhan yang primer pada masyarakat maju. Ragam aktivitas masyarakat khususnya pada
masyarakat perkotaan dimudahkan oleh keberadaan internet. Tidak hanya untuk mencari informasi, namun juga untuk menjalin interaksi dengan anggota
masyarakat lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan internet yang terus berkembang pesat sejak era 90-an kini menimbulkan perdebatan mengenai konsekuensi potensial dari media baru
initerhadap perkembangan proses politik. Hal ini dikarenakan banyak aktivitas diskusi publik termasuk didalamnya pembahasan politik yang kini beralih ke
ranah dunia maya. Media massa tidak lagi menjadi primadona untuk diskusi- diskusi publik mengenai persoalan politik. Diskusi tersebut telah berpindah ke
forum yang lebih atraktif dan interaktif. Dunia maya, khususnya lewat media sosial telah memungkinkan
terjadinya percakapan yang sifatnya many to many. Dengan percakapan seperti
itu, setiap orang bisa melibatkan diri dalam percakapan bersama. Hal ini yang tidak dapat diakomodir sepenuhnya oleh media massa.
Media massa, yang selama ini mendominasi ruang publik, bersifat one to
many, dimana arah pembicaraan dalam ruang publiknya hanya berasal dari media massa. Publik tidak sepenuhnya terlibat dalam pembicaraan yang interaktif.
Dengan kata lain, publik mendapatkan wacana sesuai dengan kepentingan media. Persoalannya, apa yang penting bagi media belum tentu penting bagi publik.
Situasi yang terjadi kini, nilai penting tidaknya suatu wacana dilihat dari kepentingan media.
Persoalan semakin besar ketika para pemilik media massa kini mulai memanfaatkan medianya untuk kepentingan politis pribadinya. Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Rahmat Saleh Saleh, 2004 menemukan bahwa kepentingan media sebenarnya menerjemahkan ideologi dari pemilik media. Pada akhirnya,
terjemahan atas ideologi pemilik media ini justru mengaburkan peran media dalam ruang publik. Media tidak lagi mengedepankan kepentingan publik, namun
Universitas Sumatera Utara
kepentingan politis pemilik media. Menurut Nicholas Garnham, “kepemilikan media oleh kapitalis mendorong terjadinya propaganda kapitalis” Garnham,
2007: 206. Kondisi terkini, malah menunjukkan bahwa beberapa pemilik media kini ikut dalam bursa capres untuk Pemilu 2014. Hal ini kemudian berpengaruh
pada isi media yang turut ‘mengarahkan’ agenda publik agar menganggap penting pemilik media bersangkutan sebagai calon presiden dalam pemilihan umum
berikutnya.Perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan pers kemudian ternodai oleh kepentingan pengusaha media yang ingin duduk di puncak kekuasaan.
Di Indonesia, media telah mengalami jatuh bangun untuk mencapai kemerdekaan pers. Selama Soeharto berkuasa banyak media dibredel jika
memberitakan persoalan yang sensitif bagi penguasa meskipun persoalan tersebut penting bagi kepentingan publik. Pasca jatuhnya Soeharto mediakemudian
memiliki kemerdekaan untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Akan tetapi dalam perkembangannya media kemudian menjadi industri besar
yang berkiblat pada pilar bisnis.Hal ini ditegaskan oleh Hague, bahwasanya “jika kita menilik kembali kepemilikan media massa, dan pengaruh dari perusahaan
periklanan, tidaklah mengherankan jika kemudian isi media massa – tidak hanya berita namun juga hiburan –secara umum bersahabat dengan kepentingan
perusahaan”Hague,1999:43. Pengaruh kepentingan bisnis ini kemudian membuat perusahaan media
berusaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya Akibatnya, pemberitaan media cenderung mengedepankan unsur kontroversi dibandingkan
unsur informasi dan pemenuhan kebutuhan publik akan informasi.
Universitas Sumatera Utara
Di tengah situasi ini, keberadaan media sosial membawa angin segar untuk keberadaan ruang publik yang lebih baik. Media baru telah melahirkan
komunikasi yang lebih interaktif dalam masyarakat demokrasi. Dalam kajian ilmiah, situasi ini disebut sebagai demokrasi digital
digital democracy. Menurut Bryan, Tsagarousianou dan Tambini Van Dijk,2006, demokrasi digital dapat
meningkatkan kapasitas dalam beberapa hal, yaitu: 1. Demokrasi digitalmeningkatkan pencarian dan pertukaran informasi antara
pemerintah, administrasi publik, perwakilan masyarakat, organisasi politik dan komunitas, maupun individu warga negara.
2. Demokrasi digital mendukung terjadinya debat publik, proses pertimbangan keputusan, dan pembentukan formasi komunitas.
3. Demokrasi digital meningkatkan partisipasi warga negara dalam proses pembuatan keputusan.
Komunikasi interaktif merupakan hal yang vital dalam masyarakat demokratis tersebut. Perbincangan yang terjadi secara aktif dan timbal balik
dianggap sebagai bagian dari partisipasi politik dalam konteks publik
sphere.Public spheredidefenisikan sebagai “model interaksi dimana individu yang setara dan saling bergantung satu sama lain dapat membangun interpretasi yang
memungkinkan bagi setiap orang tersebut untuk menyerukan respon umum untuk segala kebutuhan kolektifnya ataupun menunjukkan ketidakpuasan” Johnson,
2006: 1 Dunia maya pada akhirnya telah membantu memperluas ruang publik
alternatif yang menawarkan cita rasa baru dan lebih memberdayakan masyarakat.Keberadaan ruang publik alternatif ini pun kemudian dimanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
untuk berbagai aktivitas politik. Kampanye politik kini telah berkembang kepada media baru, yaitu media sosial. Kalangan masyarakat menengah perkotaan kini
secara aktif menggunakan media sosial sepeti facebook, youtube, twitter,
thumbler, Linkedin dan sebagainya sebagai bagian dari proses interaksi. Tidak mengherankan kalau kemudian para politisi pun menggiatkan penggunaan
medium ini untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Semakin aktif masyarakat bermedia sosial, semakin agresif pula para politisi untuk menyuarakan
programnya di media tersebut. Para politisi telah mengembangkan media kampanyenya dari media konvensional seperti penyebaran brosur, spanduk,
baliho, ataupun media massa ke media sosial. Masing-masing kandidat memiliki akun grup pendukung di
facebook maupun twitter. Melalui facebook, grup pendukung ini menuangkan segala bentuk dukungan terhadap para kandidat.
Di sisi lain, media baru ini juga meningkatkan partisipasi publik terhadap berbagai persoalan politik yang berkembang. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh Aelst and Walgrave yang meyakini bahwa partisipasi politik dapat difasilitasi melalui teknologi. Aksi-aksi politik semakin dimudahkan, dipercepat dan lebih
universal dengan mengembangkan teknologi Donk, 2004. Dengan kata lain, keberadaan internet cukup mumpuni untuk meningkatkan kepedulian masyarakat
terhadap persoalan politik, walaupun tidak ada hubungan pasti antara keberadaan internet terhadap partisipasi langsung masyarakat dalam pemungutan suara.
Keberadaan media sosial telah menjadi alternatif saluran informasi tanpa perlu mengkhawatirkan persoalan kepentingan bisnis maupun politis media.
Dengan konsep many to many, setiap orang dapat menjadi ”jurnalis” yang dapat
menyebarluaskan informasi dengan versinya masing-masing. Dengan kata lain,
Universitas Sumatera Utara
kepentingan masing-masing individu ataupun kelompok yang terlibat dapat terakomodir lewat media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial mampu
menunjukkan konsep ruang publik yang sebenarnya yaitu ruang publik yang berasal dari warga dan untuk warga.
Akan tetapi, keberadaan internet dalam ruang publik juga bukannya tanpa perdebatan. Media sosial telah memunculkan berbagai perdebatan bebas di
masyarakat maupun forum diskusi yang melibatkan komentar maupun wacana baru yang tak jarang justru menyesatkan masyarakat. Kebebasan berkomentar di
dunia maya seringkali digunakan tidak pada tempatnya. Partisipan yang terlibat dalam proses tersebut seringkali tidak memiliki kompetensi komunikasi sehingga
justru menimbulkan persoalan baru. Dalam media sosial, terjadi percakapan seperti layaknya di dunia nyata. Setiap partisipan yang terlibat dapat melempar
sebuah isu yang kemudian akan ditanggapi oleh partisipan lainnya. Percakapan terjadi lewat status, komentar,
tweet, ataupun foto yang diunggah ke akun media sosial tersebut.
Beragam persoalan pun kemudian digulirkan di media sosial. Mulai dari hal yang sederhana seperti peristiwa yang dialami sehari-hari, hingga persoalan
yang berkaitan dengan pemerintahan, ekonomi, maupun politik. Setiap orang bebas menyampaikan isi pikiran maupun perasaannya di media sosial. Bebas,
tanpa ada sensor dari pemerintah. Percakapan dalam media ini tak jarang kemudian menimbulkan polemik
tersendiri di masyarakat. Hal ini dikarenakan percakapan tersebut justru memunculkan perdebatan sebagai akibat dari kurangnya akurasi data, penggunaan
Universitas Sumatera Utara
kata-kata yang tidak senonoh, hingga tindakan yang disengaja untuk merusak reputasi orang lain
cyberharassment. Cyberharassment sendiri memang belum menjadi kajian yang umum di
Indonesia. Dari beberapa literatur yang peneliti baca, tidak banyak yang membahas persoalan
cyberharassment ini. Akan tetapi di Amerika Serikat, persoalan
cyberharassment sudah menjadi perhatian. Di negara ini, tindakan yang dikategorikan sebagai
cyberharassment adalah perilaku yang dimaksudkan untuk mengganggu orang ataupun kelompok lain yang dilakukan melalui perangkat
teknologi komunikasi. Perangkat ini dapat berupa pesan singkat sms, pesan di blackberry BBM, ataupun media sosial. Cyberharassment hanya dilakukan oleh
orang dewasa. Apabila pelaku adalah anak-anak dan remaja, diistilahkan sebagai
cyberbully sumber: uslegal.comccyberbully.
Peristiwa cyberharassment dapat terjadi di media sosial, mengingat
banyaknya isu dan percapan yang tidak terkontrol dan memiliki filter. Partisipan yang terlibat di dalamnya secara sadar maupun tidak sadar sering melakukan
tindakan yang merusak reputasi orang lain lewat informasi yang disebarluaskan, ataupun pemilihan kata-kata yang tidak pada tempatnya. Sebuah lembaga non
profit Amerika, yaitu National Crime Prevention Council NCPC kemudian
membuat beberapa klasifikasi tindakan yang dikategorikan sebagai cyberharassment. Tindakan ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu, berpura-
pura sebagai orang lain untuk mengelabui orang lain, menyebarluaskan kebohongan dan rumor, mengelabui orang lain agar mau mengungkapkan data-
data personal, mengirimkan atau meneruskan pesan-pesan yang tidak baik ataupun kasar ncpc.org.
Universitas Sumatera Utara
Situasi ini mengakibatkan terjadinya perang komentar di media sosial yang bersangkutan. Perang komentar terjadi ketika masing-masing pihak yang
terlibat mempertahankan pendapatnya sebagai hal yang paling benar dibandingkan dengan pendapat orang lain. Pada akhirnya, debat yang terjadi
didalamnya hanyalah sebuah debat kusir tanpa penyelesaian apapun. Seringnya bahkan informasi yang disampaikan sama sekali tidak memiliki dasarbukti.
“Perang” ini pun tak jarang berpindah ke dunia nyata, sehingga banyak relasi sosial yang rusak karena perang komentar tadi.
Hal inilah yang kemudian dilihat sebagai nilai negatif dari media sosial. Ketiadaan sensor membuat setiap partisipan dapat mengeluarkan pernyataan yang
tidak berdasar dan tidak mempertimbangkan hak-hak sosial orang lain. Dengan semakin terbukanya percakapan di media sosial maka lebih besar pula peluang
terjadinya persoalan hukum berkaitan dengan pernyataan yang disampaikan melalui media sosial tersebut. Indonesia sendiri mengatur persoalan yang
berkaitan dengan dunia maya melalui UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekroktronik. Disini disebutkan bahwa perkembangan dan
kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat menyebabkan perubahan kegiatan manusia yang pada akhirnya melahirkan bentuk-bentuk perbuatan hukum
baru. Percakapan yang berlangsung dapat mengalami kegagalan karena siapa
saja, dengan latar belakang apa saja, dapat memberikan komentar apa saja. Dengan kata lain, tidak setiap partisipan memiliki kompetensi untuk memberikan
komentar terhadap berbagai persoalan yang dilempar dalam forum media sosial. Wacana di media sosial akhirnya kehilangan nilai legitimasi karena kurangnya
Universitas Sumatera Utara
kompetensi partisipan. Padahal, wacana membutuhkan legitimasi tersebut. Dalam paparan Van Leeuwen Leeuwen, 2007 wacana dilihat sebagai wacana legitimasi
dapat memperluas dimensi wacana itu sendiri. Di satu sisi dapat menjelaskan praktek sosial, dan di sisi lain menjelaskan nilai wacana yang berlangsung.
Munculnya debat kusir yang disertai dengan komentar negatif, kata-kata kasar, mendiskreditkan, dan merusak reputasi orang lain adalah gambaran
bagaimana tidak komunikatifnya partisipan yang terlibat dalam percakapan di media sosial, yang pada akhirnya menjadi
cyberharasment. Perilaku seperti ini menunjukkan bahwa percakapan dalam media sosial akhirnya kehilangan nilai
moral wicara. Akan tetapi, di sisi lain media sosial tak pelak lagi diakui sebagai bagian
kebebasan berekspresi alternatif selain media yang sudah ada sebelumnya seperti televisi, media penyiaran, ataupun media cetak. Media sosial menjadi bagian yang
tidak dapat diabaikan begitu saja dalam perkembangan publik sphere di
masyarakat. Bahkan dalam pandangan peneliti dapat dikatakan bahwa media sosial lebih menggambarkan konsep
publik sphere itu sendiri dibandingkan dengan media massa.Dengan sifatnya yang
many to many, media sosial memberi kesempatan yang sama bagi setiap pemilik akun untuk mengambil manfaat
sebesar-besarnya. Setiap pemilik akun bebas menyebarkan informasi maupun memberikan komentar terhadap berbagai wacana yang muncul dalam media
sosial. Berbeda dengan media massa yang bersifat one to many, dimana informasi
yang disebarluaskan bersifat satu arah. Secara ideal, dalam
publik sphere seharusnya berlangsung komunikasi yang komunikatif. Dikatakan komunikatif ketika pihak-pihak yang terlibat dalam
Universitas Sumatera Utara
percakapan memiliki kompetensi dalam berkomentar. Tidak hanya sekedar memberikan komentar, namun dapat memberikan komentar yang
bermakna.Ruang publik yang ideal juga tercapai ketika setiap orang yang terlibat dalam percakapan bersedia untuk menerima berbagai perbedaan pendapat yang
muncul, dan tidak merasa bahwa pendapatnya yang paling benar. Setiap orang yang terlibat harus bersedia untuk “sepakat untuk tidak sepakat”. Ketika hal ini
terjadi, maka dapat dikatakan bahwa proses komunikasi yang berlangsung menuju pada
publik sphere yang cerdas. Format media sosial yang paling populer di Indonesia saat ini adalah
twitter dan facebook. Kedua akun ini menjadi salah satu akun favorit dan tidak jarang dikoneksikan dengan akun media sosial lainnya seperti
path, instagram, foursquare, dan sebagainya. Facebook sebagai salah satu media sosial yang
populer tercatat memiliki jumlah pengguna yang besar. Hingga Mei 2013, tercatat terdapat 1,1 milyar pengguna akun ini
www.expandedramblings.com .
Popularitasnya memang berkurang ketika twitter mulai ramai digunakan. Akan
tetapi, facebook juga tidak sepenuhnya ditinggalkan oleh pengguna.
Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang mahasiswa Program Ilmu Komputer di Universitas Harvard. Zuckerberg yang ketika itu berusia 19
tahun mengembangkan facebook sebagai “direktori yang reliabel dapat
diandalkan berdasarkan informasi yang nyata mengenai mahasiswa” Kirpatrick, 2010 di Universitas Harvard.
Pada 4 February 2004, domain facebook yang pada waktu itu masih
menggunakan nama thefacebook dapat diakses melalui internet. Mahasiswa yang
ikut bergabung membagi pengalaman ataupun kegiatan mereka selama di Harvard
Universitas Sumatera Utara
dengan mahasiswa lainnya, dimana setiap orang punya akses terhadap orang lainnya. Dengan
thefacebook, orang yang memiliki kecendrungan introvert tetap dapat bersosialisasi dengan orang lain meskipun harus melalui perangkat
teknologi. Lebih jauh, thefacebook telah menjadi jaringan sosial.
Pergerakan thefacebook pada waktu itu sudah cukup progresif. Baru empat
hari dirilis saja sudah tercatat 650 orang mahasiswa yang ikut bergabung. Pada hari kelima, tercatat tiga ribu orang bergabung disini Kirkpatrick, 2010: 31.
Facebook menjadi pembicaraan di ruang-ruang publik Harvard. Sebagai jaringan sosial Harvard, Zuckerberg membuat beberapa batasan untuk memastikan privasi
pengguna. Diantaranya adalah keharusan untuk menggunakan nama asli dan memiliki
email harvard.edu yang tentu saja hanya dimiliki oleh mahasiswa Harvard.
Akan tetapi pada minggu kedua setelah rilis muncul banyak permintaan dari kampus-kampus lain untuk bergabung dengan
thefacebook. Pada akhirnya thefacebook telah berkembang tidak hanya sebagai jejaring sosial antar
mahasiswa, namun antar kampus. Dengan pergerakan yang demikian cepat akhirnya Zuckerberg memutuskan
bahwa ia tidak sanggup menangani thefacebook sendirian. Akhirnya ia meminta
bantuan Dustin Moskovitz yang juga merupakan teman sekamarnya. Peran Moskovitz menurut Zuckerberg adalah salah satu peran vital yang membuat
thefacebook sukses besar hingga kini. Moskovitz telah membantu
menyempurnakan fitur-fitur dalam thefacebook yang kemudian terus menarik
minat orang untuk bergabung. Hingga 25 Februari 2004 beberapa universitas
Universitas Sumatera Utara
seperti Columbia, Stanford dan Yale telah bergabung dengan thefacebook. Setelah
itu, MIT, Universitas Boston, dan beberapa universitas lain turut bergabung. Pada pertengahan April 2004,
thefacebook resmi menjadi perusahaan yang berbasis profit. Nama Zuckerberg, Moskovitz, dan Saverin tercatat sebagai pendiri
perusahaan. Thefacebook resmi menerima investor sebagai penyandang dana.
Akan tetapi jangkauannya masih terbatas pada lingkup universitas. Beberapa waktu kemudian, seiring semakin banyaknya investor dan
universitas yang bergabung, thefacebook merubah konsep perusahaan skala kecil
menjadi perusahaan skala besar. Pada periode ini pula tepatnya 20 September 2005
thefacebook berubah nama menjadi Facebook. Pergantian nama ini dibuat dengan pertimbangan efisiensi nama, dan logo, dengan harapan bahwa pergantian
nama ini akan semakin memudahkan interaksi antara facebook dan pengguna.
Facebook kini telah menjadi perusahaan skala dunia. Hampir seluruh dunia menggunakan akses ini untuk menjalin interaksi sosial melampau batas geografis.
Bahkan kini facebook telah ikut ke bursa saham dunia. Hal ini menunjukkan
bahwa facebook, yang awalnya hanya dirancang dari sebuah kamar asrama di
Harvard telah berhasil merubah konsep interaksi manusia yang awalnya mengedepankan komunikasi tatap muka menjadi komunikasi dengan perantaraan
teknologi. Facebook memang tidak akan bisa benar-benar menggantikan fungsi
komunikasi tatap muka, namun keberadaannya namun dapat menjadi “alat untuk meningkatkan hubungan dengan orang lain” Kirkpatrick, 2010: 12.
Dengan penggunaan akun yang progresif, dapat dikatakan bahwa keberadaan media sosial dalam hal ini
facebook di ruang publik akan semakin penting. Media sosial ini mampu memberikan akses informasi yang lebih luas,
Universitas Sumatera Utara
lebih cepat dan lebih bebas. Pemilik akun juga memiliki kendali berkaitan dengan persoalan apa yang menurutnya penting untuk dibicarakan atau disebarluaskan.
p
1
Pemilukada yang telah berlangsung pada 7 Maret 2013 lalu diikuti oleh 5 pasang kandidat yang mengajukan beragam program pembangunan demi
Sumatera Utara yang lebih baik.Kelima kandidat tersebut adalah Gus Irawan Pasaribu-Soekirman GUSMAN yang mendapatkan nomor urut 1, Effendi MS
Simbolon-Jumiran Abdi ESJA pada nomor urut 2, Chairuman Harahap-Fadly Nurzal CHARLY mendapatkan nomor urut 3, Amri Tambunan-R.E Nainggolan
pada nomor urut 4, dan Gatot Pujo Nugroho-T. Erry Nuradi GANTENG yang menempati nomor urut 5. Proses demokrasi ini sendiri akhirnya dimenangkan
oleh pasangan No. 5 yaitu Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi GANTENG dengan perolehan suara sebanyak 33 persen. Posisi kedua diduduki
oleh pasangan Effendy Simbolon dan Jumiran Abdi ESJA yang mampu mencapai 24 persen dari total perolehan suara.
Pemilihan Umum Kepala Daerah PEMILUKADA Sumatera Utara menjadi salah satu peristiwa politik yang ramai dibicarakan oleh masyarakat
Sumatera Utara. Dalam PEMILUKADA ini, masyarakat Sumatera Utara menggantungkan harapan akan masa depannya pada tangan kandidat yang
mengajukan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.
www.waspadaonline.com .
Keberadaan pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi pada posisi puncak pemilihan kepala daerah Sumatera Utara sebenarnya sudah dapat
diprediksi oleh beberapa lembaga survey. Hasil survey dari Polmark Research
Centre PRC menunjukkan bahwa pasangan ini selalu berada pada level top of
11
Universitas Sumatera Utara
mind calon pemilih Sumatera Utara. Fenomena menarik justru terjadi pada pasangan ESJA. PRC mencatat bahwa pada
survey-survey yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pasangan ini selalu berada pada posisi 3, dibawah pasangan
kandidat Gus Irawan Pasaribu dan Sukirman GUSMAN. Akan tetapi pergerakan politik justru menunjukkan pasangan ESJA mampu menggeser posisi pasangan
GUSMAN, dengan perolehan suara mencapai 24 persen. Kedua kandidat ini dapat dikatakan mewakili dua perwakilan masyarakat
dengan latar belakang psikologis budaya yang berbeda. Pasangan GANTENG mewakili masyarakat dengan latar belakang Islam dan merupakan kombinasi suku
Jawa dan Melayu. Pasangan ESJA sendiri merupakan kandidat dengan latar belakang kombinasi Kristen dan Islam, serta berasal dari suku Batak dan Jawa.
Keberadaan Effendy Simbolon dalam pemilihan kepala daerah ini pun bukannya tanpa perdebatan. Latar belakang Effendy Simbolon yang tidak lahir dan
dibesarkan di tanah Sumatera Utara tampaknya menjadi perdebatan tersendiri di masyarakat mengenai kadar ‘kebatakan’ dari Effendy Simbolon.Dikutip dari
situs www.sumutlebihberwarna.com
. Effendy Simbolon memang lahir di Banjarmasin, dan menghabiskan masa sekolahnya di Banjarmasin dan Jakarta.
Dengan hasil pencapaian sebagai dua kandidat terkuat dalam pemilihan kepala daerah Sumatera Utara, ditambah dengan latar belakang psikologi yang
beragam tentunya menimbulkan banyak perbincangan dan perdebatan di masyarakat. Perbincangan terjadi di ruang-ruang publik, mulai dari warung kopi,
kampus, kendaraan umum, media massa, hingga media sosial. Media sosial sendiri kini menjadi alternatif baru dalam penyampaian
aspirasi publik. Kemudahan untuk membuka akses di media sosial telah
Universitas Sumatera Utara
menjadikannya sebagai satu primadona dalam interaksi dan komunikasi dimasyarakat, khususnya masyarakat menengah perkotaan. Melalui media sosial,
setiap partisipan yang terlibat di dalamnya bebas untuk menyuarakan pendapat mengenai berbagai isu yang berkembang di masyarakat. Mulai dari persoalan
ekonomi, sosial, maupun politiktermasuk pemilihan kepada daerah Sumatera Utara 2013.
Setelah KPU merilis secara resmi nama-nama calon peserta Pemilukada Sumatera Utara 2013, muncul beragam tanggapan baik positif maupun negatif di
media sosial. Ragam komentar dari masyarakat mewarnai keseluruhan proses pemilihan kepala daerah ini. Tak jarang pula komentar ini saling sahut menyahut,
bahkan sering mengarah pada debat kusir diantara para pendukung tersebut. Situasi ini tentu menunjukkan bagaimana media sosial kian menjadi alternatif
untuk berpendapat, baik untuk menyuarakan dukungan maupun menjatuhkan lawan politik dalam konteks pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara. Salah
satu forum yang digunakan dalam media sosial adalah akun-akun grup pendukung seperti
facebook.
1.2. Rumusan Masalah