Peran Al-Jazera dalam transformasi politik tunisia pada peristiwa arab Spring 2010-2011

(1)

PERAN AL-JAZEERA DALAM TRANSFORMASI POLITIK TUNISIA PADA PERISTIWA ARAB SPRING 2010-2011

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:

Indi Nisauf Fikry Sakila (1111022000011)

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

ii UCAPAN TERIMA KASIH

Menulis suatu karya adalah perjuangan yang melelahkan, sekaligus suatu kebanggaan tersendiri yang tak dapat diungkapkan. Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah yang telah memberikan kemudahan serta kemampuan untuk dapat menyusun kata demi kata dalam karya yang penulis sebut “Skripsi” ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada beliau yang telah memberikan kontribusinya dalam membuat skripsi ini menjadi lebih baik. Dengan kesabaran dan ketelatenannya, penulis diarahkan dan dibimbingnya untuk dapat menyempurnakan skripsi ini. Adalah Ibu Awalia Rahma, MA, yang telah menyisihkan waktu dan tenaganya demi membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. Saidun Derani, MA. dan Dra.Tati Hartimah, MA. selaku pembimbing akademik yang tanpa bosan selalu memberikan semangat serta nasehatnya kepada penulis. Sehingga tanpa jasa mereka, penulis tidak akan sampai pada titik ini.

Adapun skripsi ini sendiri tidak akan ada tanpa dukungan dan dorongan dari orang-orang terdekat penulis, khususnya Nimas dan Imas, adik tersayang yang selalu memberi semangat, teman-teman SKI 2011 yang tak hanya sebagai tempat berbagi suka duka namun juga sebagai partner bertukar ilmu – khususnya Mulki Mulyadi yang telah membantu penulis dalam hal transliterasi sumber Arab, para senior SKI khususnya Kak Endi yang telah banyak membantu penulis dalam hal diskusi masalah skripsi dan pencarian sumber, teman-teman BJ Community dan para sahabat tercinta (Timmy, Nurul, Maya, Yeni) yang tak henti-hentinya memberi semangat serta dorongan kepada penulis, serta Ekky – teman, sahabat, sekaligus saudara yang selalu menjadi rival dan motivator penulis selama mengerjakan skripsi ini.


(6)

iii

Terakhir, tak lupa pula rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua penulis yang selalu sabar dan tak henti-hentinya memberikan doa serta dukungannya. Penulis pun mendedikasikan skripsi ini untuk ayah dan ibu, yang tanpa ridho mereka penulis sadar tidak akan mampu melewati perjuangan yang melelahkan ini.


(7)

iv ABSTRAK

Indi Nisauf Fikry Sakila

Peran Al-Jazeera dalam Transformasi Politik Tunisia pada Peristiwa Arab Spring 2010-2011

Al-Jazeera merupakan salah satu media internasional yang berbasis di Doha, Qatar. Didirikan pertama kali pada tahun 1996 atas inisiatif Emir Qatar, sejak saat itu Al-Jazeera secara aktif meliput peristiwa-peristiwa yang terjadi di kawasan Arab. Al-Jazeera mulai banyak mendapatkan pujian serta pengakuan dari banyak kalangan, khususnya dunia internasional saat meliput peristiwa besar seperti perang Amerika yang terjadi di Irak dan Afghanistan, menjadikan Al-Jazeera sebagai media yang mempunyai peran dan pengaruh yang besar bagi dunia Arab dan Internasional. Al-Jazeera kembali membuktikan perannya yang penting sebagai media yang terdepan saat terjadi peristiwa Arab Spring di Tunisia tahun 2010-2011.

Melalui pendekatan media studies, serta metode historis, penulis mengetahui seberapa penting peran Al-Jazeera dalam peristiwa Arab Spring yang terjadi di Tunisia tahun 2010-2011. Al-Jazeera menjadi salah satu faktor terpenting munculnya revolusi yang terjadi di Tunisia sehingga dapat menyebar secara luas sampai akhirnya terjadi secara besar-besaran dan berhasil menumbangkan pemerintahan Ben Ali yang telah berkuasa selama 23 tahun.

Penulis menemukan bahwa peran Al-Jazeera dalam transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring sangatlah penting, yaitu telah menginspirasi dan menggerakkan masyarakat Tunisia melalui berita-berita yang disiarkannya sehingga mampu mempengaruhi masyarakat untuk melakukan aksi tersebut. Perannya yang lain yaitu Al-Jazeera telah menghasilkan sesuatu yang disebut diseminasi berita. Dimana dengan adanya diseminasi berita yang dibawa oleh Al-Jazeera tersebut mampu melahirkan peristiwa Arab Spring di Tunisia. Selain itu, keberadaan Al-Jazeera juga telah menginspirasi masyarakat di negara-negara MENA (Middle East and North Africa) untuk melakukan revolusi yang sama di negaranya masing-masing.


(8)

v

KATA PENGANTAR

Dalam era modern seperti saat ini, keberadaan media tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dengan kata lain, media memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Media memainkan perannya dalam memberikan informasi kepada masyarakat sehingga mampu mempengaruhi cara berpikir dan bagaimana mereka bertindak, khususnya dalam menanggapi masalah-masalah terkait politik, ekonomi, sosial, pemerintahan, dan masalah lainnya. Dalam dunia Arab sendiri, keberadaan media tak ubahnya hanya sebagai „boneka‟ pemerintah, dimana media harus tunduk dan patuh kepada penguasa. Media selalu berada di bawah pengawasan dan harus melalui sensor yang ketat sebelum informasi yang mereka sajikan sampai kepada masyarakat. Sehingga tidak hanya media di Arab yang merasa terkekang, masyarakat Arab pun merasakan hal yang sama karena terbatasnya informasi yang mereka peroleh.

Tak jarang media juga menjadi faktor penting dalam setiap konflik yang terjadi di dunia Arab. Adapun kemunculan Al-Jazeera sebagai media yang independen dan bebas dari pengaruh pemerintah, telah memberikan perubahan penting dalam sejarah Arab. Media Al-Jazeera yang telah menghasilkan berita serta menyebarkan informasi tentang apa yang sedang terjadi ketika konflik, telah menempatkannya sebagai salah satu aktor penting yang tidak hanya mampu mempengaruhi kondisi masyarakat, tapi juga suatu pemerintahan. Hal tersebut selaras dengan perkataan mantan sekretaris jenderal PBB – Kofi Annan,

“Knowledge is power, information is liberating” yang artinya pengetahuan adalah sebuah kekuatan, informasi adalah sebuah kebebasan. Berkat informasi yang dibawa oleh media, masyarakat memperoleh pengetahuan tentang apa yang


(9)

vi

sedang terjadi, sehingga dengan kesadaran tersebut masyarakat memiliki kekuatan untuk bertindak dan memutuskan bagaimana nasib mereka di masa depan.

Terlepas dari hal diatas, studi kali ini mengambil salah satu media di Arab, yaitu Al-Jazeera yang berbasis di Doha – Qatar, terkait dengan revolusi yang dilakukan oleh masyarakat Tunisia terhadap pemerintahan mereka, dengan judul Peran Al-Jazeera dalam Transformasi Politik Tunisia pada Peristiwa Arab Spring 2010-2011.


(10)

vii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... Iv KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 10

1. Identifikasi Masalah ... 10

2. Pembatasan Masalah ... 11

3. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Tinjauan Pustaka ... 13

F. Landasan Teori ... 17

G. Metode Penelitian ... 18

H. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II JARINGAN MEDIA AL-JAZEERA ... 21

A. Sekilas Tentang Al-Jazeera ... 22

B. Saluran dan Program Al-Jazeera ... 29

1. Al-Jazeera English Television/AJE TV ... 30

2. Situs Al-Jazeera Arab dan Inggris ... 38

a. Al-Jazeera.net berbahasa Arab ... 39

b. Al-Jazeera.com berbahasa Inggris ... 40


(11)

viii

BAB III ZINE EL ABIDIN BEN ALI DAN TUNISIA DI BAWAH

PEMERINTAHANNYA (1957-2011) ... 47

A. Latar Belakang Sejarah Tunisia ... 47

B. Tunisia di bawah Pemerintahan Zine El Abidin Ben Ali ... 55

BAB IV PERAN AL-JAZEERA DALAM PERISTIWA ARAB SPRING DI TUNISIA ... 67

A. Laporan Peristiwa Arab Spring di Tunisia akhir tahun 2010 sd 2012 oleh Al-Jazeera ... 67

B. Peran Media Al-Jazeera ... 80

C. Arab Spring = Revolusi Al-Jazeera? ... 91

BAB V PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, media mempunyai peranan yang sangat penting. Dengan adanya media kita dapat saling berkomunikasi dengan mudah antara satu dengan lainnya. Melalui beberapa bukunya, seorang ilmuwan Kanada yang bernama McLuhan juga mengatakan bahwa media merupakan „wujud perluasan‟ dari manusia, sama seperti mobil, pakaian, arloji, dan berbagai benda lainnya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia1. Dengan adanya hubungan yang tak terpisahkan tersebut maka tak heran jika kemudian media menjadi salah satu alat penunjang untuk memenuhi salah satu kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan akan informasi serta hiburan. Adapun jenis-jenis media seperti koran atau surat kabar, dan majalah yang termasuk dalam media cetak telah dibuat dan terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu sampai munculnya media elektronik seperti radio, televisi, dan juga internet.

Selain sebagai sarana komunikasi, informasi dan hiburan, media juga berfungsi sebagai sarana pendidikan, serta alat pembentuk opini atau pendapat di kalangan masyarakat. Dari berbagai fungsi tersebut, media mampu membantu proses pembentukan masyarakat yang lebih dewasa dan modern. Dalam cakupan yang lebih luas, misalnya dalam sebuah pemerintahan di suatu negara, media sering dimanfaatkan sebagai wahana untuk melancarkan kegiatan propaganda2.

1

William L.Rivers, dll, Mass Media and Modern Society, edisi kedua. Diterjemahkan oleh Haris Munandar (Jakarta: Kencana, 2003), h. 37

2

Secara etimologis, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) – cetakan ketiga, propaganda berarti penerangan (paham, pendapat,dan sebagainya) yang benar atau salah, yang


(13)

2

Media menjadi wahana yang efektif untuk melakukan propaganda karena memiliki kemampuan untuk mempengaruhi masyarakat atau massa. Fungsi media lainnya dalam propaganda adalah dapat mempengaruhi hubungan sosial dalam masyarakat. Melalui media, khalayak mempelajari apa apa yang terjadi dalam masyarakat dan akan mempengaruhi opini yang berkembang dalam masyarakat, sehingga tak heran jika hal tersebut terkadang dapat menimbulkan perubahan dalam sebuah masyarakat3.

Lebih lanjut, untuk memenuhi kebutuhan informasi dengan cara yang cepat dan mudah, media elektronik seperti televisi dan media online seperti internet menjadi salah satu pilihan yang diminati oleh masyarakat. Berbeda dengan media cetak seperti koran dan majalah yang membutuhkan waktu yang lama sebelum akhirnya sampai kepada masyarakat, media elektronik dan khususnya online dapat akses secara praktis dan dapat dijangkau dengan mudah. Selain itu masyarakat juga dapat mengakses selama 24 jam tanpa henti berita-berita hiburan ataupun informasi terkini secara cepat4. Terlebih di era teknologi yang serba canggih seperti saat ini, media online juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena seperti ini melahirkan istilah yang sering disebut dengan Aktivitas online. Aktivitas online sendiri merupakan kegiatan yang mengandalkan internet atau berbasiskan Internet, terutama dalam melakukan gerakan-gerakan politik. Aktivitas tersebut juga bertujuan untuk

dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang banyak agar menganut suatu aliran paham, sikap, atau arah tindakan tertentu; biasanya disertai dengan janji yang muluk-muluk. (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005), h.898

3

Mohammad Shoelhi, Propaganda dalam Komunikasi Internasional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), h. 117-118

4

Winona Amanda, Beberapa Judul Berita dalam Situs Al-Jazeera.net Berbahasa Arab, Sebuah Analisis Sintaksis, Skripsi, UI Depok, 2014, h.1


(14)

3

mendokumentasikan serta menyebarkan peristiwa-peristiwa tertentu ke berbagai wilayah di dunia5.

Adapun baru-baru ini di akhir tahun 2010, di kawasan Timur Tengah6 telah terjadi sebuah fenomena yang menjadi topik hangat di seluruh dunia. Fenomena tersebut erat kaitannya dengan adanya aktivitas online. Memanfaatkan media online, masyarakat di negara Timur Tengah telah melakukan perubahan menuntut pemerintahan yang lebih demokratis. Hal ini tidak heran karena di kawasan tersebut seperti yang telah kita ketahui banyak negara yang masih menganut sistem otoriter dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh raja.

Peristiwa menuntut perubahan demokrasi tersebut, secara teoritis dibedakan dalam dua fase, yaitu fase pembebasan dari pemerintahan yang otoriter dan pembentukan konstitusi yang demokratis7. Adapun fenomena perubahan terhadap demokratisasi yang diawali oleh gelombang protes pada beberapa negara Arab Timur Tengah tersebut lebih dikenal dengan nama Arab Spring atau disebut

5 Mc Caughey M dan Ayers MD, Cyberactivism: Online Activism in Theory and Practice,

(London: Routledge), h.71

6 Istilah Timur Tengah sebenarnya merupakan nama yang relatif baru. Nama ini mulai diperkenalkan oleh para sarjana Eropa semisal Mohan yang mencoba mengidentifikasi suatu wilayah yang menghubungkan antara benua Eropa dengan Asia. Benua Eropa seringkali dirujukkan dengan istilah Barat sedangkan Asia sering diistilahkan dengan Timur. Karenanya untuk menyebut wilayah tersebut Mohan menyebutnya dengan Timur Tengah (Middle East Alfred Thayer Mahan dalam Encarta Encyclopedia 2004). Lebih lanjut Definisi / Istilah Timur Tengah sesungguhnya merupakan sesuatu yang sampai sekarang masih bersifat „debatable‟ dikalangan para sejarawan sendiri. Menurut Nikki R. Keddie dalam tulisannya yang berjudul Is There a Middle East?,menjelaskan bahwa awalnya Istilah Timur Tengah adalah istilah geografi yang secara umum menggambarkan daerah yang membentang antara Maroko sampai Afghanistan, dan merupakan daerah awal taklukan kaum Mulimin ditambah daerah Anatolia/Turki. Istilah tersebut sendiri merupakan istilah yang diciptakan oleh kaum orientalis di abad ke-19 dan 20. Lebih lanjut pada perkembangannya secara historis daerah Timur Tengah ini merupakan daerah hasil taklukan 3 dinasti besar Islam, yaitu Umayyah, Abasiyyah dan Usmani. Sedangkan menurut Marshall G.S.

Hodgson sendiri dalam bukunya menyebut istilah Timur Tengah sebagai istilah “Negeri atau

daratan – daratan dari Nil ke Oksus”. Dikutip dari The Venture of Islam, Volume I, (Chicago Press Books, 1974), h.161

7Humphrey Wangke, “Masyarakat Sipil dan Transisi Demokrasi di Timur Tengah”, Info

Singkat Hubungan Internasional, Vol. 1, No.3, 2014, h. 6. Tersedia di

http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-VI-3-I-P3DI-Februari-2014-4.pdf, akses 28 Maret 2015, 11:24.


(15)

4

juga sebagai Musim Semi Arab, dimana awal mula munculnya peristiwa tersebut berasal dari Tunisia pada Desember 2010 sampai akhir 2011 sebelum akhirnya merambat ke Negara-negara lainnya seperti Mesir, Libya, Yaman, Syiria, Bahrain, dll (selanjutnya disebut dengan negara-negara MENA / Middle East and North Africa)8. Selain istilah Arab Spring, gelombang protes tersebut banyak juga yang menyebutnya dengan Al-Tsawrat al-Arabiyyah dalam bahasa Arab, Kebangkitan Arab atau The Arab Uprising/Arab Awakening, dan Revolusi Melati/Jasmine Revolution9.

Istilah The Arab Spring sendiri dari berbagai sumber tertulis yang penulis temukan, banyak pendapat yang mengemukakan mengenai arti dari istilah tersebut. Menurut Massad, Arab Spring merupakan istilah yang terinspirasi dari The Spring of Nations, yaitu Revolusi Eropa yang terjadi pada tahun 1848, dimana istilah Spring tersebut digunakan untuk menggambarkan perjuangan rezim liberal yang menentang pemerintahan diktator untuk membentuk negara demokrasi10. Lebih lanjut, peneliti lain mengatakan bahwa istilah tersebut merupakan label yang diberikan oleh para pengamat politik dan media massa. Adapun istilah „perlawanan sipil‟ atau „aksi protes‟ yang terjadi secara besar-besaran kemudian berevolusi menjadi istilah „aksi pro-demokrasi‟ yang kemudian berevolusi lagi menjadi The Arab Spring11.

8

Cosima Ungaro dan Paul Vale, “The Huffington Post: Arab Spring Timeline: 17 December 2010 to 17 December 2011” dalam http://www.huffingtonpost..co.uk/2011/12/16/arab-spring-timeline-_n_1153909.html, akses 28 Maret 2015, 10:25

9 Apriadi Tamburaka, Revolusi Timur Tengah, (Yogyakarta:Narasi, 2011), h.9

10

Massed Joseph, “The Arab Spring and Other American Seasons” dalam

http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2012/08/201282972539153865.html, akses 24 Maret 2015, 10:14

11 Black, Bahrain‟s Arab Spring chapter is still being Written Two Years On, dalam

http://www.guardian.co.uk/world/on-the-middleeast/2013/feb/13/middleeast-bahrain-saudi-gulf, akses 24 Maret 2015, 10:17


(16)

5

Kata „Spring‟ dalam bahasa Inggris berarti musim semi. Kata tersebut biasa digunakan di negara-negara yang mempunyai 4 musim, yang diawali oleh musim panas (summer), musim gugur (fall/autumn), musim dingin (winter), dan musim semi (spring). Setelah musim dingin, tanaman-tanaman mulai tumbuh dan segar kembali. Sehingga sering disebut bahwa musim semi merupakan musim yang penuh dengan harapan baru. Sehingga tidak heran jika istilah Spring tersebut menyimbolkan aksi perlawanan yang terjadi di kawasan Arab sebagai sebuah musim baru bagi perpolitikan di Negara-negara Arab, yang mana diharapkan akan muncul harapan baru seiring dengan tumbuhnya harapan baru saat musim semi tiba.

Peristiwa Arab Spring juga mempunyai beberapa julukan lain, yaitu the

Revolution of the „street‟ atau revolusi jalanan karena sebagian besar aksi protes terjadi di jalan-jalan, dan the revolution of sabab al-feisbuk (the youth of facebook) atau revolusi facebook muda12

. Besarnya peran media, baik itu seperti facebook dan twitter, serta media seperti Al-Jazeera, telah menjadi elemen utama dalam setiap revolusi yang terjadi. facebook dan twitter, begitupun juga dengan Al-Jazeera telah menjadi alat komunikasi penting bagi demonstran dalam menyampaikan pesan serta apa-apa yang akan dan telah mereka lakukan. Untuk itu, istilah-istilah seperti Facebook Revolution, Twitter Revolution, atau

Al-Jazeera‟s Revolution, telah menjadi slogan terkenal pada masa-masa awal terjadinya revolusi.

Terlepas dari hal di atas, peristiwa revolusi yang terjadi di Tunisia disebut juga sebagai revolusi melati. Melati sebagai simbol revolusi, disematkan pada

12

Armando Salvatore, Before (and After) the „Arab Spring‟: from Connectedness to Mobilization in the Public Sphere, 2011, tersedia di http://www.jstor.org/stable/23253702, akses 13 Maret 2015, 09:58


(17)

6

peristiwa yang terjadi di Tunisia sebagai suatu refleksi nasionalisme masyarakat Tunisia. Spesies dari bunga melati itu sendiri mulai masuk ke Tunisia pada abad ke-18, yang dibawa untuk pertama kalinya dari Andalusia (Spanyol) menuju Tunisia dan kemudian berkembang. Sejak saat itu bunga melati dianggap sebagai bunga nasional Tunisia. Tempat terjadinya peristiwa revolusi di Tunisia pada tahun 2011 sendiri berawal dari sebuah kota kecil yang juga mempunyai nilai sejarah tersendiri bagi masyarakat Tunisia, yaitu kota Sidi Bouzid. Sidi Bouzid berasal dari kata Bou Said, yang mana Bou merupakan panggilan hormat yang disematkan terhadap orang yang dituakan. Bou Said yang dikenal sebagai seorang wali yang dihormati, dulunya hidup di tempat yang sekarang dikenal sebagai kota Sidi Bouzid tersebut. Sampai sekarang, masyarakat Tunisia masih banyak yang mengunjungi makam Bou Said di Sidi Bouzid yang merupakan tujuan wisata ziarah di Tunisia. Selain sebagai tempat yang pernah ditinggali seorang wali sekaligus tempat bermulanya revolusi, Sidi Bouzid juga merupakan tempat asal Muhammad Bouazizi (lahir 29 Maret 1984, wafat 4 Januari 2011) yang dianggap sebagai martir / syuhada dalam peristiwa revolusi tersebut. Sehingga nilai sejarah dari Sidi Bouzid telah memberi warna tersendiri pada revolusi melati di Tunisia tahun 201113.

Adapun maksud dari Revolusi Melati disini adalah sebuah aksi protes besar-besaran masyarakat kepada pemerintah Tunisia yang bermula sejak peristiwa pembakaran diri Muhammad Bouazizi di sebuah kota kecil Sidi Bouzid, yang kemudian mampu menyebar ke kota-kota di seluruh Tunisia. Aksi protes

13

Subkhan, Revolusi Melati di Tunisia Januari 2011, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2011), h. 62-63. (Mengutip tulisan artikel Georgina Cruz dalam Cruise Travek Magazine USA yang berjudul Only a Day in Tunisia, terbitan Oktober 2007, h.32)


(18)

7

sosial tersebut akhirnya mampu menggulingkan kekuasaan Ben Ali sebagai presiden dan membuatnya angkat kaki dari Tunisia, negara yang telah dipimpinnya selama kurang lebih 23 tahun lamanya. Melihat keberhasilan aksi revolusi yang terjadi di Tunisia tersebut, banyak masyarakat dari negara-negara Arab yang akhirnya melakukan aksi serupa. Peristiwa tergulingnya kekuasaan para pemimpin secara paksa yang terjadi di beberapa negara seperti MENA tersebut kemudian dikenal sebagai peristiwa Arab Spring atau the Arab Awakening. Sehingga dapat dikatakan baik itu Revolusi Melati, ataupun Arab Spring telah menjadi peristiwa yang mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat Tunisia.

Awal munculnya gelombang Arab Spring itu sendiri berawal dari aksi bakar diri salah seorang penjual buah di Tunisia yang bernama Mohammad Bouazizi (selanjutnya disingkat dengan Bouazizi) kepada pemerintah pada tanggal 17 Desember 2010 di kota Sidi Bauzizi. Aksi protes tersebut dilakukan karena Ia merasa marah dan dizholimi oleh seorang polisi wanita yang telah menyita gerobak serta buah dagangannya dengan alasan tak ada izin berdagang14. Aksi tersebut sontak dengan cepat menyebar ke seluruh negeri melalui berbagai media. Gelombang protes mulai dilakukan oleh berbagai masyarakat di Tunisia kepada pemerintah. Informasi tersebut bahkan sampai menyebar ke berbagai Negara di Timur Tengah yang pada akhirnya membuat masyarakat untuk melakukan aksi protes menuntut perubahan di negaranya masing-masing.

Menurut situs the guardian, faktor penyebab terjadinya Arab Spring jauh telah ada sebelum peristiwa bakar diri Bouazizi. Memasuki abad ke-21 banyak

14

Al-Jazeera, “Man Sets Himself Ablaze in Tunisia” dalam

http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2013/03/20133127575275965, akses 9 Maret 2015, 09:15


(19)

8

negara MENA yang mengalami krisis air akut, dimana persedian air tidak sebanding dengan pertumbuhan masyarakat yang semakin meningkat. Kebanyakan negara MENA yang kaya akan minyak, mengandalkan proses desalinasi (proses yang menghilangkan kadar garam berlebih dalam air untuk mendapatkan air yang dikonsumsi binatang, tanaman, dan manusia) untuk mendapatkan pasokan air bersih. Akibatnya air menjadi sesuatu yang mahal untuk diperoleh. Ketika harga minyak dan makanan semakin mahal, masyarakat menjadi semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga kemiskinan, kelaparan, pengangguran, serta penindasan untuk saling bertahan hidup menjadi dampak yang tidak terelakkan. Kondisi tersebut kemudian menjadi salah satu faktor pemicu adanya Arab Spring di negara-negara MENA15.

Menurut Primoz Manfreda sendiri, salah seorang ahli masalah Timur Tengah, mengatakan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan munculnya peristiwa Arab Spring adalah adanya internet, dalam hal ini adalah media sosial seperti twitter dan facebook16. Melalui media sosial tersebut, masyarakat mampu berkomunikasi dengan lainnya dan mampu menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan dan aksi kepada pemerintah. Namun kenyataannya tidak hanya twitter dan facebook, media massa lainnya seperti koran, radio dan juga televisi juga berperan dalam memberikan informasi mengenai perkembangan terbaru seputar aksi protes tersebut.

15

Damian Carrington, “The Middle East is running dry –and into the perfect storm?”,

(19 Mei 2011), dalam http://www.theguardian.com/environment/damian-carrington-blog/2011/may/19/water-climate-change, akses 23 Oktober 2015, 11:21

16

Primoz Manfreda, “The Reasons for the Arab Spring ( The Root Causes of the Arab

Awakening in 2011)” dalam http://middleeast.about.com/od/humanrightsdemocracy/tp/The-Reason-for-The-Arab-Spring.htm, akses 9 Maret 2015, 09:11


(20)

9

Adalah Al-Jazeera, sebuah media massa yang berbasis di Doha – Qatar, merupakan salah satu media massa internasional pertama yang memberikan liputan mengenai peristiwa protes yang terjadi di Tunisia tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam mendapatkan informasi aktual secara cepat dan mudah, media adalah pilihan yang efektif. Selama 24 jam Al-Jazeera telah menyiarkan berita kepada masyarakat mengenai perkembangan terbaru seputar terjadinya protes. Baik itu melalui stasiun televisinya, maupun melalui situs website Al-Jazeera. Hal tersebut tentu menjadikan Al-Jazeera sebagai alternatif pilihan bagi masyarakat untuk dapat memperoleh informasi tersebut, khususnya bagi masyarakat yang tidak mempunyai akun twitter ataupun facebook. Adanya peristiwa black out atau pemutusan internet oleh pemerintah yang terjadi selama beberapa hari setelah aksi protes terjadi juga turut menjadi faktor utama dipilihnya Al-Jazeera oleh masyarakat dalam memperoleh berita secara cepat dan mudah.

Berdasarkan pemaparan tersebut, tulisan ini sendiri akan membahas bagaimana terjadinya peristiwa Arab Spring di Tunisia pada bulan Desember 2010 sampai Januari 2011 lalu sebagai sebuah peristiwa sejarah, serta peran media dalam melakukan perubahan masyarakat di Tunisia, dimana peran media yang akan dibahas serta ditekankan dalam tulisan ini adalah satelit televisi Al-Jazeera, dan situs Al-Jazeera.com yang merupakan situs resmi Al-Jazeera Media Network sebagai penguat informasi yang ada.

Lebih lanjut alasan penulis memilik topik ini karena seperti yang telah penulis temukan dalam berbagai buku ataupun artikel yang membahas tentang peristiwa Arab Spring, peran media-media sosial seperti twitter dan facebook


(21)

10

lebih banyak ditekankan sebagai faktor utama dalam terjadinya peristiwa tersebut. Namun kenyataannya kehadiran media seperti Al-Jazeera juga turut memberi andil dalam peristiwa Arab Spring melalui berita-berita yang disampaikannya. Melalui beritanya tersebut Al-Jazeera secara tidak langsung telah mendorong masyarakat Tunisia untuk ikut berpartisipasi dan berperan aktif turun ke jalan-jalan untuk melakukan aksi protes. Sehingga dari uraian tersebut penulis memiliki ketertarikan untuk membahas lebih lanjut tentang seberapa penting peran media Al-Jazeera dalam peristiwa Arab Spring yang terjadi di Tunisia tahun 2010-2011.

B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang pemikiran di atas, peneliti menemukan bahwa tidak hanya media sosial seperti twitter atau facebook, media lainnya seperti televisi Al-Jazeera dan media online seperti situs Al-Al-Jazeera.com juga mempunyai perannya tersendiri dalam melakukan transformasi politik pada peristiwa Arab Spring di Tunisia. Adanya transformasi politik tersebut tidak lepas dari peran media Al-Jazeera yang mampu menggerakkan masyarakat untuk bersama-sama melakukan perubahan. Banyaknya pemirsa yang dimiliki Al-Jazeera (khususnya dari kalangan remaja hingga dewasa umur 15-29 tahun17) telah menjadikan informasi yang disampaikan Al-Jazeera dapat menyebar secara luas. Selain itu, adanya dukungan dari berbagai kalangan dan profesi termasuk serikat buruh; konfederasi industri, kerajinan dan perdagangan; pengacara; serta kelompok hak asasi, yang masing-masing diwakili oleh Houcine Abbasi, Ouided Bouchamaoui, Mohammed

17

Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, (Singapore: INSEAD, 2010), h. 12. Tersedia di

http://www.insead.edu/facultyresearch/faculty/documents/Al-Jazeera-w.pdf, akses 28 Maret 2015, 11:38


(22)

11

Fadhel Mahfoudh, dan Abdessattar Ben Moussa, telah berhasil mensukseskan transisi demokrasi di Tunisia secara damai. Bahkan keempat orang tersebut sampai sekarang masih aktif dalam perpolitikan di Tunisia dan baru-baru ini berhasil menerima nobel perdamaian atas kontribusi dan kiprah mereka18.

Terlepas dari hal tersebut, Al-Jazeera yang selama 24 jam terus menayangkan berita terkait Arab Spring di Tunisia secara aktual telah mempengaruhi serta mendorong masyarakat yang menontonnya untuk ikut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Melalui sumber-sumber yang diperoleh dari media sosial seperti facebook dan twitter berupa video-video, Al-Jazeera kembali menyampaikan kepada masyarakat tentang apa yang sedang terjadi, dan membuat berita yang ada menjadi lebih nyata dengan video-video yang langsung diambil dari tempat kejadian. Hal tersebut kemudian mampu membangkitkan rasa simpati dan solidaritas masyarakat yang melihatnya untuk ikut berkontribusi dalam peristiwa Arab Spring di Tunisia. Sehingga dari uraian di atas timbul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan, antara lain peran Al-Jazeera dalam transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring 2010-2011.

2. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan tema penelitian yang dipilih, penulis merasa perlu untuk memberikan batasan kajian dan merumuskan terlebih dahulu masalah yang akan dibahas agar arah, tujuan dan sasaran yang akan disampaikan penulis menjadi lebih jelas dan terarah. Dengan demikian penelitian ini difokuskan pada peristiwa Arab Spring yang terjadi di Tunisia, mulai terjadinya gelombang protes pada bulan Desember 2010, sampai bulan Januari 2011 setelah Ben Ali dilengserkan

18

Kompas, Sosok: Kuartet Dialog Nasional – Pembawa Transisi Demokrasi Tunisia, (15 Oktober 2015), h.16


(23)

12

dari kursi kepemimpinannya. Penulis juga akan membahas tentang kondisi Tunisia pasca revolusi arab spring sampai awal tahun 2012. Adapun objek pada studi ini mencakup pembahasan mengenai proses terjadinya peristiwa Arab Spring di Tunisia serta peran televisi Al-Jazeera dan situs Al-Jazeera.com dalam peristiwa tersebut.

3. Rumusan Masalah

Masalah pokok dalam studi ini adalah bagaimana peran Al-Jazeera dalam transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring tahun 2010-2011?

Adapun sub masalahnya sebagai berikut:

1. Apa fungsi serta pengaruh Al-Jazeera sebagai salah satu media massa di Timur Tengah?

2. Bagaimana kondisi Tunisia sebelum terjadinya peristiwa Arab Spring 2010-2011?

3. Bagaimana peran Al-Jazeera pada peristiwa Arab Spring di Tunisia tahun 2010-2011?

C. Tujuan Penelitian

Dengan sejumlah permasalahn di atas, maka tujuan studi ini ingin menjelaskan seberapa penting peran Al-Jazeera dalam perubahan masyarakat pada peristiwa Arab Spring di Tunisia. Adapun tujuan secara spesifik dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui fungsi serta pengaruh Al-Jazeera sebagai salah satu media massa di Timur Tengah


(24)

13

2. Untuk mengetahui kondisi Tunisia sebelum terjadinya peristiwa Arab Spring tahun 2010-2011

3. Untuk mengetahui peran media Al-Jazeera pada peristiwa Arab Spring di Tunisia tahun 2010-2011

D. Manfaat Penelitian

Studi ini pun diharapkan memiliki manfaat untuk:

1. Secara edukatif dapat menambah wawasan para pembaca, khususnya wawasan kesejarahan, terkait media Al-Jazeera dan peristiwa Arab Spring di Tunisia

2. Secara inspiratif dapat menjadi bahan studi dan referensi bagi mahasiswa atau masyarakat yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai media Al-Jazeera atau peristiwa Arab Spring di Tunisia.

E. Tinjauan Pustaka

Studi yang berkaitan dengan media Al-Jazeera dan peristiwa Arab Spring sudah banyak dilakukan, beberapa diantaranya yang dijadikan tinjauan pustaka ialah;

Skripsi karya Subkhan dalam repository Universitas Indonesia yang berjudul Revolusi Melati di Tunisia Januari 2011. Meskipun sama-sama membahas mengenai peristiwa Arab Spring atau yang disebut juga Revolusi Melati, fokus kajian dalam tulisan ini berbeda dengan penelitian tersebut. Jika tulisan milik Subkhan lebih fokus kepada peran situs jejaring sosial facebook dalam peristiwa tersebut, dalam tulisan ini lebih fokus terhadap peran Al-Jazeera dalam transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring.


(25)

14

Penulis juga menemukan tulisan lain berbentuk thesis yang berjudul

Al-Jazeera‟s Democratizing Role and the Rise of Arab Public Sphere karya Ezzeddine Abdelmoula. Secara garis besar thesis tersebut menjelaskan tentang peran Al-Jazeera dalam proses demokrasi serta dampak politiknya di kawasan Arab. Dalam salah satu bab pada thesis tersebut, yaitu di Bab 8 terdapat pembahasan mengenai pemberitaan melalui media televisi tentang peristiwa Arab Spring di kawasan Arab yang dilakukan oleh Al-Jazeera. Sedangkan kajian studi ini lebih fokus ke peran serta pemberitaan Al-Jazeera terhadap peristiwa Arab Spring di Tunisia, bukan di kawasan Arab secara umum.

Untuk masalah sumber yang berupa buku, penulis sedikit kesulitan dalam menemukan sumber buku yang membahas secara detail mengenai peristiwa tersebut dikarenakan peristiwa Arab Spring di Tunisia masih tergolong peristiwa kontemporer. Penulis sendiri banyak menemukan tulisan-tulisan berupa jurnal dan artikel, ataupun buku-buku yang berisi kumpulan dari artikel ataupun jurnal yang membahas mengenai peristiwa Arab Spring. Adapun Toby Manhire dengan karyanya yang berjudul The Arab Spring: Rebellion, revolution and a new world order (2013) merupakan salah satu karya dari sederet karya yang membahas tentang Arab Spring. Buku ini merupakan kumpulan tulisan para penulis dari situs Guardian yang berbasis di London, Cairo, dan New York. Secara umum peristiwa Arab Spring di berbagai Negara seperti di Tunisia, Mesir, Libya, Suriah, serta negara lainnya di Timur Tengah diceritakan dalam buku ini. Lebih lanjut dalam buku ini juga terdapat tulisan mengenai Al-Jazeera yang disebutkan sebagai sebuah revolusi dalam dunia berita.


(26)

15

Foreign Affairs Journal (USA) juga menertbitkan sebuah karya yang berisi kumpulan artikel terkait dengan kondisi wilayah Timur Tengah saat peristiwa Arab Spring terjadi. Karya tersebut diberi judul The New Arab Revolt: What Happened, What It Means and What Comes Next (2011). Dalam karya tersebut, penulis mengambil beberapa artikel yang berkaitan dengan pembahasan penulis, seperti Morning in Tunisia: The Frustations of the Arab World Boil Over oleh Michele Penner Angrist, Demystifying the Arab Spring: Parsing the Differences Between Tunisia, Egypt, and Libya oleh Lisa Anderson, Understanding the Revolutions of 2011: Weakness and Resilience in Middle Eastern Autocracies oleh Jack A. Goldstone, yang mana ketiga artikel tersebut sama-sama membahas masalah aksi protes di Tunisia khususnya, dan di kawasan Timur Tengah itu sendiri secara umum.

Muhammad Zayani dalam bukunya yang berjudul The Al-Jazeera Phenomenon: Critical Perspectives on New Arab Media (2005) berisi tentang kumpulan artikel serta jurnal-jurnal yang ditulis oleh para pakar Timur Tengah seputar Al-Jazeera sebagai sebuah media baru yang ada di dunia Arab. Dalam buku ini kebanyakan artikel membahas tentang latar belakang serta sejarah munculnya Al-Jazeera, peran dan posisi Al-Jazeera dalam setiap peristiwa yang terjadi di kawasan Arab, serta dampak kemunculan Al-Jazeera di wilayah Arab. Penulis sendiri mengambil beberapa artikel yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain The Politics of Al-Jazeera or the Diplomacy of Doha oleh Olivier Da Lage, Influence without Power: Al-Jazeera and the Arab Public Sphere oleh Mohammad El-Oifi, dan Al-Jazeera.net:Identity Choices and the Logic of the


(27)

16

Media oleh Gloria Awad, dimana semua artikel tersebut terangkum dalam satu bab yang berjudul Al-Jazeera, Regional Politics and the Public Sphere.

Selain buku dan karya tulis lainnya, penulis juga menggunakan rujukan jurnal-jurnal sebagai sumber utama yang penulis ambil dari situs berita Al-Jazeera.com. Dalam situs-situs tersebut, tidak hanya menyediakan berita-berita serta video footage seputar peristiwa Arab Spring secara langsung, namun juga terdapat banyak tulisan serta hasil wawancara yang dilakukan oleh para jurnalis kepada tokoh-tokoh yang bersangkutan dalam peristiwa Arab Spring tersebut. Selain melalui situs Al-Jazeera, penulis juga menggunakan rujukan situs-situs lain seperti The Guardian, BBC serta CNN dalam pengambilan sumber-sumber yang terkait dengan penulisan ini.

Penulis juga memakai rujukan dari situs YouTube.com milik Al-Jazeera English sebagai sumber utama yang tak kalah penting, dimana di situs tersebut telah memuat program-program unggulan dari saluran TV Al-Jazeera. Adapun beberapa program yang dijadikan rujukan penulis antara lain Inside Story: Are Politicians Hijacking the Tunisian Revolution?, The Café: Tunisia – The Arab

Spring‟s Success Story, Empire: Tunisia – A Revolutionary Model, serta program Talk to Al-Jazeera, episode Moncef Marzouki tentang the Price of Revolution dan Tunisia at the Crossroads.

Kesimpulan dari pemaparan di atas yang penulis lakukan dalam buku ataupun jurnal-jurnal lainnya tidak penulis temukan pembahasan atau penjelasan secara spesifik mengenai peran Al-Jazeera dalam peristiwa Arab Spring yang terjadi di Tunisia seperti dalam skripsi yang berjudul “Peran Al-Jazeera dalam Transformasi Politik Tunisia pada Peristiwa Arab Spring 2010-2011” ini.


(28)

17 F. Landasan Teori

Studi ini menggunakan teori Jarum Suntik atau Hypodermic Needle Theory yang menyebutkan bahwa media massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang. Media massa dianggap lebih pintar dan lebih segalanya dibanding dengan audiens, sehingga mempunyai pengaruh yang kuat dalam pesan-pesan atau berita yang disampaikannya19. Dengan kata lain media massa mempunyai peran penting dalam mempengaruhi atau mengubah cara berpikir, bertindak, dan berperilaku manusia.

Adapun dinamakan teori jarum suntik karena media dianggap seperti jarum suntik yang langsung “menyuntikkan” pesan dan berita yang dibawanya kepada para audiensnya. Selain itu teori ini juga disebut sebagai teori peluru atau bullet theory karena apa yang disampaikan oleh media langsung sampai terhadap audiens yang dianggap pasif dalam menerima berondongan pesan dan berita dari media tersebut20.

Jadi dari uraian dimuka, penulis menggunakan teori tersebut untuk mengetahui seberapa penting peran media massa, dalam hal ini adalah media massa Al-Jazeera dalam tranformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring 2010-2011.

19

Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa. (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2007), h. 65

20

Teori ini sendiri pertama kali muncul dan berkembang sekitar tahun 1930 hingga 1940an, tepatnya selama dan setelah Perang Dunia I dalam bentuk eksperimen, yang digunakan dalam penelitian Hovland dkk. untuk meneliti pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap. Teori ini pun kemudian dianggap sebagai teori media massa pertama yang ada. Lebih lanjut lihat: Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remadja Karya CV, 1989), h. 83-87. Dan Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 52-54.


(29)

18 G. Metode Penelitian

Skripsi ini menggunakan pendekatan media studies, dan metode historis. Metode ini sendiri merupakan seperangkat aturan dan tata cara untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukannya secara sistematis hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan21. Sebagaimana tujuan dari penelitian ini sendiri yaitu untuk mencapai penulisan sejarah, oleh karena itu upaya merekonstruksi masa lampau dari obyek yang diteliti ditempuh melalui metode sejarah dan menggunakan penelitian deskriptif analisis, yaitu mencoba untuk menjelaskan peran Al-Jazeera terhadap peristiwa Arab Spring di Tunisia.

Adapun Deddy Mulyana menyatakan bahwa media massa secara pasti mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pikiran dan tindakan khalayak tentang dampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi, sikap dan perilaku masyarakat22. Sehingga dalam studi ini penulis berusaha melihat masalah yang ada melalui pendekatan media untuk mengetahui seberapa penting peran media Al-Jazeera dalam mempengaruhi masyarakat Tunisia.

Adapun tahap-tahap penulisan ini terdiri atas empat tahapan, yaitu:

1. Heuristik atau teknik mencari, yaitu mengumpulkan data atau sumber (dokumen)23. Dalam hal ini, penulis mengumpulkan data-data sebagai bahan penulisan dan melakukan kepustakaan (Library Research) dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema dalam skripsi ini. Penulis mencari sumber-sumber tersebut dari beberapa perpustakaan seperti

21 Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Yogyakarta; Ar Ruzz Media),

h.43-44

22

Deddy Mulyana, Nuansa – nuansa Komunikasi: Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h.121


(30)

19

Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, serta Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selain itu, penulis juga mengunjungi repository atau situs-situs perpustakaan kampus di Indonesia seperti lontar.ui.ac.id, tulis.uinjkt.ac.id, lib.uin-suka.ac.id, library.usu.ac.id dan repository kampus dari luar negeri seperti journals.cambridge.org, ijoc.org, jis.oxfordjournals.org, dll. Tak lupa pula situs berbayar yang dilanggan UIN Jakarta seperti Jstor juga penulis kunjungi untuk mendapatkan sumber-sumber berupa jurnal, e-book, dll. Selain itu, penulis juga mengambil sumber-sumber melalui situs berita seperti Al-Jazeera.com, guardian.com, bbc.co.uk, serta cnn.com. Adapun hasil dari proses ini penulis telah mengumpulkan sumber sebanyak 28 buku, 36 artikel dari situs internet, dan 25 sumber yang terdiri dari skripsi, thesis, koran, dan jurnal.

2. Tahap selanjutnya penulis melakukan kritik dan uji (verifikasi) terhadap sumber-sumber yang telah terkumpul, baik dengan kritik internal maupun eksternal dengan maksud untuk mengidentifikasi keabsahan sumber yang dipakai.

3. Tahap interpretasi, yaitu pada tahap ini penulis mengkritik dan menganalisis berbagai sumber yang telah didapat. Adapun berbagai sumber tersebut biasanya masih memiliki perbedaan dalam hal isi, untuk itu dalam tahap interpretasi ini penulis akan menguraikan sebab akibat peristiwa yang terjadi, menafsirkan serta menganalisanya.

4. Tahapan terakhir adalah historiografi. Pada tahap ini penulis memaparkan dan melaporkan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan, yang hasil akhirnya


(31)

20

disajikan sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta24.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi ke dalam lima bab penulisan. Berikut dituliskan secara singkat bab I sampai bab V beserta sub-babnya masing-masing.

Bab I, Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang masalah, permasalahan (identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah), tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, menjelaskan mengenai Jazera, meliputi sejarah munculnya Al-Jazeera, saluran dan program-program Al-Al-Jazeera, serta pengaruh yang dibawa oleh Al-Jazeera.

Bab III, deskripsi Tunisia sebelum terjadinya Arab Spring (keadaan sosial, ekonomi, serta politik pemerintahan), dalam bab ini mencakup pembahasan mengenai Tunisia berada di bawah pemerintahan Ben Ali.

Bab IV, Al-Jazeera dan Arab Spring di Tunisia, meliputi laporan Al-Jazeera terhadap peristiwa Arab Spring di Tunisia, peran Al-Jazeera dalam perubahan masyarakat Tunisia, serta pembahasan mengenai revolusi Al-Jazeera.

Bab V, penutup yang berisi kesimpulan, saran serta rekomendasi penulis mengenai penelitian ini.

24 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Jakarta:


(32)

21 BAB II

JARINGAN MEDIA AL-JAZEERA

Dalam tulisannya yang berjudul The Rise of Al-Jazeera, Nicholas Eliades mengatakan bahwa kemunculan Al-Jazeera merupakan salah satu fenomena media yang paling kontroversial dalam kurun waktu dekade terakhir. Terkait dengan plus minusnya, efek yang dibawanya tidak terelakkan lagi. Al-Jazeera telah melakukan apa yang sebelumnya belum mampu dilakukan oleh media lain, yaitu membawa semua Arab bersatu, di bawah satu payung, bersama-sama mengemukakan pikiran mereka25. Sejarah media di dunia Arab sendiri pada dekade-dekade sebelumnya cukup tertinggal jika dibanding dengan dunia Barat. Adanya media di Arab cenderung selalu di bawah kontrol negara yang menaunginya, dan harus melewati sensor yang cukup ketat sebelum akhirnya sampai kepada masyarakat Arab. Akibatnya berita-berita yang tersaji tidak jarang kurang akurat karena telah mendapat campur tangan dari pemerintah.

Pembatasan serta sensor juga berlaku terhadap berita yang datang dari media luar Arab. Hal ini tentu mengakibatkan kurang leluasanya masyarakat Arab dalam mengakses dan memperoleh informasi tentang dunia di dalam dan luar Arab, dan begitu pun sebaliknya. Selain itu ketatnya kontrol pemerintah terhadap media Arab mengakibatkan kurang dihargainya profesi seorang jurnalis oleh masyarakat. Masyarakat menganggap kebanyakan jurnalis hanyalah boneka milik para diktator yang berada dalam skenario politik mereka.

25

Nicolas Eliades, “The Rise of Al- Jazeera”, University for peace: Peace & Conflict Monitor, h.1, tersedia di http://www.monitor.upeace.org/images/Jazeera.pdf, akses 28 Maret 2016, 11:26


(33)

22

Kemunculan Al-Jazeera tentunya seperti angin segar yang akhirnya muncul dalam kering dan terbatasnya informasi di dunia Arab. Dengan membawa slogan “Bebas dari belenggu sensor dan kontrol pemerintahan” atau Free from the Shackles of Cencorship and Government Control26, Al-Jazeera secara independen berusaha untuk keluar dari stereotip media Arab yang sangat tunduk oleh pemerintahan. Al-Jazeera pun menawarkan kepada masyarakat Arab ruang untuk bebas berpikir, berdebat serta tentunya media penyalur informasi yang lebih luas. Sehingga dengan perspektif baru inilah tentu menjadikan Al-Jazeera berbeda dengan media lainnya.

A. Sekilas tentang Al-Jazeera

Al-Jazeera adalah salah satu stasiun televisi berbahasa Arab dan Inggris yang berbasis di Doha, Qatar. Kata Al-Jazeera sendiri dalam bahasa Arab bermakna Semenanjung (Jazirah) atau pulau. Munculnya Al-Jazeera ini berawal dari gagasan seorang Putra Mahkota Qatar – Syekh Hamad bin Khalifa Al-Thani (lahir 1 Januari 1952) ketika Ia baru saja menduduki posisi Emir setelah menggantikan ayahnya pada tahun 199527. Dengan modal awal sebesar $137 juta yang sepenuhnya dari Emir Qatar, Al-Jazeera pun memulai siaran pertamanya

26

Kelly Kinner, Al-Jazeera.net and BBC.CO.UK: Media Framing of the Darfur Humanitarian Crisis, (University of Colorado at Boulder, 2005), h.15

27

Setelah menduduki posisi Qatar, Ia langsung berinisiatif untuk mereformasi media Negara dan pemerintahan. Sehingga dengan dimunculkannya media Emirat sebagai sarana publisitas yang baik, diharapkan akan banyak membantu mencapai keinginannya tersebut (Pierre Tristam, “Revolutionizing Middle Eastern Media and Perception – Profile: Al Jazeera” dalam

http://middleeast.about.com/od/mediacultureandthearts/a/meme0080313.html, akses 1 Juni 2015, 09:11). Lebih lanjut Keinginan Syekh Hamad tersebut tidak lain dipengaruhi oleh ketertarikannya akan mudahnya memperoleh informasi secara bebas ketika Ia belajar di U.K dan lulus dari Akademi Elit Militer di Sandhurst pada tahun 1971. Syekh Hamad pun lalu mengenalkan serta menerapkan ide demokrasi dan kebebasan informasi saat masa pemerintahannya (Kelly Kinner, Al-Jazeera.net and BBC.CO.UK: Media Framing of the Darfur Humanitarian Crisis, h.15-16)


(34)

23

pada akhir 1996. Sebelumnya pada tahun yang sama di bulan April, BBC World28 berbahasa Arab yang juga berbasis di Doha-Qatar harus menutup operasinya karena mengalami masalah dengan Arab Saudi terkait penolakan sensor29. Akibatnya 250 wartawan ahli BBC menjadi pengangguran. Melihat hal tersebut Emir Qatar pun merekrut 120 orang wartawan dari mereka untuk bekerja di Al-Jazeera, dan akhirnya pada tanggal 1 November 1996 Al-Jazeera untuk pertama kalinya resmi mengudara30.

Adapun sumber lain menjelaskan bahwa dengan dana sebesar $150 juta milik Emir, diharapkan setelah 5 tahun Al-Jazeera dapat berdiri sendiri pada tahun 2001. Namun ketika hal tersebut belum bisa tercapai, Emir Qatar tetap melanjutkan subsidinya. Dilihat dari kemampuan Emir Qatar dalam memback-up Al-Jazeera, dapat dikatakan bahwa Al-Jazeera secara finansial dan politikal dikuasai oleh Emir, atau bisa juga dikatakan milik pemerintah. Namun kenyataannya, Al-Jazeera sama sekali bebas dari kontrol pemerintah. Emir Qatar justru menghapus sensor media dengan cara membubarkan Menteri Informasi,

28 Singkatan dari The British Broadcaster yang pertama kali diluncurkan pada tahun 1931

di Inggris. Konflik antara BBC dengan Arab Saudi saat itu terkait dengan penarikan dukungan financialnya dikarenakan terjadi argumen mengenai penolakan BBC untuk mensensor siaran dokumenter tentang eksekusi di Arab Saudi.

29

Adapun ketatnya kontol atas suatu media oleh pemerintah pada tahun-tahun 1990an tersebut tidak hanya terjadi di Saudi Arabia atau di negara-negara Arab lainnya. Di Indonesia sendiri media juga tak kalah mendapat kontrol yang cukup ketat. Memasuki orde baru di bawah pemerintahan Soeharto, banyak media yang berupa surat kabar atau majalah yang dibredel dan dilarang terbit karena dianggap terlalu ikut campur dengan permasalahan pemerintah. Akibatnya surat kabar dan majalah besar seperti Tempo, Detik, Sinar Harapan terpaksa harus berhenti beredar karena telah dicabut SIUP / Surat Izin Usaha Penerbitannya oleh Kementrian Penerangan yang saat itu dipimpin oleh Harmoko

( http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/surat-kabar-di-indonesia_550061a2813311a219fa776 dan

http://www.tempo.co.id/read/news/2015/06/21/078676972/21-tahun-pembredelan-tempo-pemberangusan-kebebasan-pers, akses 20 Desember 2015, 06:38)

30Al-Jazeera Satellite Channel Company Profile, Information, Business Description,

History, Background Information on Al-Jazeera Satellite Channel” dalam

http://www.referenceforbusiness.com/history2/15/Aljazeera-Satellite-Channel.html, akses 1 Juni 2015, 09:12


(35)

24

sehingga Al-Jazeera menikmati kebebasan dalam hal pengeditan yang belum pernah terjadi sebelumnya31. Hal tersebut juga berbanding terbalik jika dilihat dari Negara Qatar dan kebanyakan Negara Arab yang bersifat otokrasi, Al-Jazeera dapat menikmati pengalaman media yang bebas dibanding dengan media lainnya di dunia Arab. Keuntungan yang dimiliki Al-Jazeera tersebut tentu menjadi salah satu fakor pendukung tingginya popularitas Al-Jazeera di kalangan pemirsa Arab.

Setelah berhasil mengudara, secara bebas Al-Jazeera banyak mengkritik pemerintahan resmi di wilayah Arab, termasuk wilayah yang mensponsorinya yaitu Qatar. Tak jarang Al-Jazeera berselisih dengan pemerintahan di suatu wilayah, yang sempat berhasil membuat dunia Arab kebingungan. Sifat Al-Jazeera yang independen serta bebas dalam mengemukakan pemikirannya ini sedikit banyak dipengaruhi oleh BBC. Adanya perekrutan sebagian besar mantan staff BBC oleh Al-Jazeera secara tidak langsung membuat Al-Jazeera mewarisi sifat BBC, yaitu “Editorial spirit, freedom and style” atau jiwa semangat yang bebas dalam pengeditan. Terlepas dari tekanan-tekanan politik yang didapat, serta penghasilan dari pajak iklan yang juga dirasa kurang mencukupi, Al-Jazeera terus berkembang dan fokus menjalankan tugasnya dalam peliputan berita, dimana kebanyakan sumber berita menggunakan sumber-sumber lokal32.

Dalam perkembangannya Al-Jazeera mulai mendirikan markas-markas di beberapa kota di Arab, termasuk juga di Israel. Hal tersebut sangat membantu Al-Jazeera dalam memperoleh berita-berita eklusif secara langsung, dimana hal

31

Joseph Oliver Boyd-Barret and Shuang Xie, “Al-Jazeera, Phoenix Satellite Television and the Return of the State: Case studies in market liberalization, public sphre and media

imperialism”, International Journal of Communication, (2008), h. 211. Tersedia di

http://ijoc.org/index.php/ijoc/article/viewFile/200/134, akses 28 Maret 2015, 11:33

32

Philip Fiske de Gouveia, An African Al-Jazeera? Mass Media and the African Renaissance, (UK: The Foreign Policy Centre, 2005), h.12


(36)

25

tersebut merupakan kelebihan tersendiri dibanding dengan media lain seperti CNN (Cable News Network). Al-Jazeera akhirnya dapat mengakses berita-berita panas terkait apa yang terjadi di Irak saat itu, tentang usaha Saddam Husein dalam melawan raja-raja Arab, atau tentang Taliban yang berhasil menghancurkan patung-patung Budha di Bamiyan, Afghanistan. Al-Jazeera bahkan berhasil meliput berita tentang pemilihan yang terjadi di Israel serta wawancaranya dengan penguasa setempat33.

Hal tersebut tentu memberikan informasi baru tentang Israel terlepas dari fokus masyarakat terhadap konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina. Pada tahun 2000, Al-Jazeera berhasil meliput Intifada yang terjadi di Palestina. Liputan tersebut banyak menarik perhatian masyarakat karena dalam berita ditampilkan video seorang anak umur 12 tahun yang meninggal dalam pelukan ayahnya dengan diiringi musik Palestina “Jerussalem will return to us”34.

Kejadian tersebut tentu berhasil melambungkan nama Al-Jazeera. Masyarakat Arab akhirnya merasa mendapatkan berita yang disampaikan melalui sudut pandang Arab, bukan dari sudut pandang Barat melalui medianya. Dari Arab, oleh Arab. Al-Jazeera menjadi wakil masyarakat Arab dalam membuka wawasan tentang apa yang sebenarnya terjadi di dunia Arab kepada masyarakat luar, khususnya kepada dunia Barat35. Mengingat sebelumnya berita-berita yang

33 Megan E Zingarelli, The CNN Effect and The Al-Jazeera Effect in Global Politics and

Society. Thesis. Georgetown University, Washington D.C, 2010. h. 32

34 William Rugh, Arab Mass Media: Newspaper, Radio, and Television in Arab Politics,

(Westport, Conn: Praeger, 2004), h. 230

35

Mohamed Zayani, The Al-Jazeera Phenomenon: Critical Perspectives on New Arab Media, (UK: Pluto Press, 2005), 173.


(37)

26

dibawa oleh Media Barat selalu disampaikan melalui sudut pandang mereka, dan demi memenuhi kepuasan orang Barat36.

Akibatnya masyarakat merasa jenuh dengan berita-berita tersebut. Kebanyakan berita yang ada selalu menjelek-jelekkan Arab dan Islam secara khusus. Kesan negatif yang melekat kepada Arab dan Islam tentu tidak terelakkan lagi. Media Barat terus mencekoki masyarakat dengan berita-berita yang tidak jauh dari konflik, terorisme, serta liputan tentang negara Arab yang hanya unggul dalam sumber daya minyaknya yang melimpah, dibanding dengan menyajikan berita tentang sejarah serta kebudayaannya yang khas dan beragam.

Dengan kemunculan Al-Jazeera sebagai representasi media Arab, tentu sangat disambut baik oleh masyarakat. Namun lain halnya dengan para pemimpin Arab, mereka merasa tidak nyaman dengan gaya Al-Jazeera yang berbicara soal politik secara terang-terangan. Sebagai Negara yang kebanyakan bersifat monarki, sifat Al-Jazeera yang cenderung demokrasi dianggap sebagai ancaman tersediri bagi pemerintahan mereka. Hasilnya beberapa negara Arab akhirnya melarang akses saluran Al-Jazeera dan bahkan menutup markas mereka. Namun hal tersebut tidak banyak mempengaruhi keberadaan Al-Jazeera dan bahkan Al-Jazeera semakin banyak mendapat respon positif dari dunia Barat37.

Nama Al-Jazeera kembali melambung dimata internasional ketika terjadi peristiwa pemboman gedung WTC 11 September 2001 (peristiwa 9/11). Pro kontra kembali muncul ketika Al-Jazeera menyiarkan secara langsung peristiwa konflik yang terjadi di Afghanistan terkait aktivitas kelompok Taliban, yang mana

36

Nicolas Eliades, “The Rise of Al- Jazeera”, h.7

37


(38)

27

kelompok tersebut dituduh sebagai dalang dibalik peristiwa 9/1138. Dengan adanya markas di Kabul-Afghanistan, secara otomatis Al-Jazeera dapat meliput peristiwa secara langsung, seperti ketika terjadinya ledakan bom, jatuhnya para korban yang kebanyakan warga sipil, bahkan hasil wawancara dengan pemimpin kelompok Taliban – Osama bin Laden. Hal tersebut tentunya menimbulkan banyak reaksi negatif dimata Barat karena Al-Jazeera dianggap telah bekerja sama dengan kelompok teroris. Ditambah saat itu media Barat seperti BBC dan CNN dan yang lainnya tidak bisa mendapatkan berita seperti Al-Jazeera karena tidak mempunyai akses langsung di wilayah tersebut.

Hal yang sama juga terjadi saat perang Irak-Amerika, dimana Al-Jazeera menampilkan berita secara langsung dari tempat kejadian. Ketika kebanyakan media Barat menyajikan berita yang sudah diedit dan dikemas seperti sebuh presentasi, Al-Jazeera menampilkan apa adanya tanpa ada pengeditan. Ketika liputan berita tersebut sampai di wilayah Barat, baik itu melalui internet atau media lain, kebanyakan dari mereka merasa kaget karena selama ini mereka melihat perang dari satu sudut pandang saja39. Meskipun akhirnya tetap menimbulkan pro kontra, Al-Jazeera tak sedikit telah menarik banyak simpati masyarakat Barat atas usahanya dalam hal peliputan berita yang sangat berbeda dari media lain, khususnya media Barat. Lebih lanjut Pintak menjelaskan perbedaan liputan antara Al-Jazeera dan media barat:

38

Jika sebelumnya Al-Jazeera telah dikenal dan dipuji akan kemampuannya yang berani dalam mengkritik pemerintahan Arab dan mengangkat topik-topik yang dianggap tabu seperti seks, agama dan politik, maka setelah terjadinya peristiwa 9/11 tersebut orang Barat menganggap bahwa Al-Jazeera terlibat dalam aksi terorisme dan mendukung adanya Israel dan anti-Amerika. Lihat: Kai Hafez, The Role of Media in the Arab World‟s Transformation Process,

h.330. Tersedia di

https://www.uni-erfurt.de/fileadmin/user-docs/philfak/kommunikationswissenschaft/files_publikationen/hafez/inhalt899_bound_hafez.pdf, akses 29 Oktober 2015, 16.45

39 Megan E Zingarelli, The CNN Effect and The Al-Jazeera Effect in Global Politics and


(39)

28

“Al-Jazeera specialized in an up-close, in-your-face approach to

covering the Muslim world‟s first television wars. Dead babies, wounded

children, screaming mothers dominated the channel‟s coverage of Iraq,

Afghanistan and Palestine. Almost nothing was too gruesome to show: close-ups of open wounds, limbs torn asunder, people collapsing in agony. But those pictures were largely ignored by the U.S. networks. Where audiences watching Al-Jazeera and the other broadcasters saw bleeding children and destroyed homes, Americans experienced the war as a Hollywood extravaganza on the small screen, billed in advance by the

White House as certain to evoke „shock and awe”40

(Al-Jazeera secara khusus melakukan pendekatan langsung di depan muka dalam meliput siaran perang dalam dunia islam untuk pertama kalinya. Bayi-bayi yang meninggal, anak kecil yang terluka, teriakan-terian para ibu mendominasi peliputan saluran tersebut pada perang Irak, Afghanistan dan Palestina. Hampir tidak ada yang tidak mengerikan untuk diperlihatkan: luka dalam jarak dekat, anggota badan yang robek dan terbelah, orang-orang yang tak tergeletak kesakitan. Tetapi gambaran seperti itu kebanyakan diabaikan oleh jaringan Amerika Serikat. Ketika para penonton melihat Al-Jazeera dan saluran lain melihat anak-anak yang berdarah dan rumah-rumah yang hancur, Orang-orang Amerika melihat perang sebagai pertunjukan Holliwod di layar kecil, yang telah dirancang sebelumnya oleh Gedung Putih untuk menimbulkan kekejutan dan kekaguman)

Terlepas dari pemaparan di atas, seiring berkembangnya waktu Al-Jazeera terus berkembang dan semakin maju. Dengan diluncurkannya situs internet berbahasa Arab dan Inggris, serta Al-Jazeera English membuat nama Al-Jazeera semakin diakui sebagai salah satu media terbaik di Timur Tengah bahkan di dunia. Tidak hanya itu, dalam “The Top 40 Arab Brands in 2006” Forbes Arabia juga menetapkan Al-Jazeera sebagai brand nomer satu di Arab41. Adapun beberapa faktor yang menjadikan Al-Jazeera sebagai salah satu merek yang berpengaruh antara lain karena Al-Jazeera dianggap sebagai The Voice of Voiceless (wakil suara bagi mereka yang tak memiliki hak suara), keterkaitannya

40

Lawrence Pintak, Reflections in a Bloodshot Lens: America, Islam and the War of Ideas,(Ann Arbor: Pluto, 2006), h.208-209

41

Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, h. 4


(40)

29

dengan masalah-masalah tabu, ulasannya tentang Perang di Irak dan Afghanistan, terlepas dari kesan misterius pada merek / brand42

Pada perkembangannya, Al-Jazeera mulai melebarkan jaringannya dengan berbagai inovasinya seperti meluncurkan Al-Jazeera English, meluncurkan situs website Al-Jazeera dalam bahasa Arab dan Inggris, serta saluran dan program-program unggulan lainnya (program-program-program-program unggulan tersebut akan dibahas dalam sub bab berikutnya). Saat ini, untuk mengakses berita-berita serta perkembangan terbaru Al-Jazeera dapat dilakukan dengan mudah. Terus meningkatnya kecanggihan di bidang teknologi yang dibarengi dengan berkembangnya sosial media, memudahkan masyarakat untuk terhubung langsung degan Al-Jazeera, antara lain melalui Facebook, Twitter, Youtube, Dailymotion, dan Aplikasi iPhone43. Bahkan pada saluran youtube sendiri, baik itu yang berbahasa Arab dan Inggris telah mempunyai lebih dari 50.000 video dengan lebih dari 700.000 pelanggan44. Hal tersebut tentu membuktikan bahwa minat masyarakat terhadap jaringan media Al-Jazeera sangatlah tinggi.

B. Saluran dan Program Al-Jazeera

Sejak pertama kali diluncurkan tahun 1996 sampai awal tahun 2000-an, Al-Jazeera merupakan saluran TV yang hanya fokus menyajikan berita Arab dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Setelah itu Al-Jazeera mulai memperluas jaringannya sebagai saluran TV dalam berbagai bahasa di beberapa wilayah di dunia. Pada tahun 2009 Al-Jazeera mulai menawarkan berbagai program seperti

42

Penjelasan lebih lanjut lihat Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, h. 5-6.

43

Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, h.16

44

http://www.youtube.com/AlJazeeraEnglish dan


(41)

30

bincang-bincang / talk show, analisis berita dan dokumentasi45

. Sebagai tambahan dari saluran asli – Al-Jazeera Arabic, jaringan lain juga ditambah seperti saluran Al-Jazeera Amerika (AJ America), Al-Jazeera Plus (AJ +), Al-Jazeera Arab (AJ Arabic), Al-Jazeera Balkans (AJ Balkans), Al-Jazeera Turki (AJ Turk), Al-Jazeera Mubasher46, dan Al-Jazeera Dokumenter (AJ Documentary)47.

1. Al-Jazeera English Television / AJE TV

Al-Jazeera English yang masih saudara dengan Al-Jazeera berbahasa Arab, adalah saluran berita internasional berbahasa Inggris 24 jam yang berbasis di Doha - Qatar. Saluran ini tidak hanya bertujuan untuk mengemukakan suara rakyat di suatu wilayah namun juga perspektif global kepada pemirsa Internasional yang satu juta lebih dari mereka berbahasa Inggris. Al-Jazeera English sendiri pertama kali diluncurkan pada tanggal 15 November 2006 dan mempunyai stasiun pusat di Doha, London, dan Washington DC. Sejak pertama kali diluncurkan, Al-Jazeera English terus berkembang dan melampaui target awal dengan mencapai 80 juta pemirsa. Pada tahun 2009 Al-Jazeera English sudah dapat akses di sebagian besar Eropa, serta dapat dinikmati oleh 130 juta pemirsa di lebih dari 100 negara48.

Sebagai saluran berita global pertama berbahasa Inggris di dunia yang berbasis di Timur Tengah, fokus konsumennya adalah mereka yang tidak

45

Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, h. 2

46

Siaran langsung politik dan minat publik yang disiarkan di waktu yang tepat tanpa editan atau penjelasan. Dengan kata lain, jaringan ini didedikasikan untuk menyiarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi tanpa adanya campur tangan bagian pengeditan / editorial interference. Jaringan yang mempunyai tugas unik tersebut pertama kali diluncurkan pada tahun 2005 dan beroperasi selama 24 jam perhari.

47

http://www.aljazeera.com/aboutus/, akses 1 Mei 2015, 20:15

48


(42)

31

berbahasa Arab, khususnya kepada mereka yang berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa utama mereka, dalam hal ini adalah Barat. Al-Jazeera English ingin menjadi saluran berita berbasis Internasional yang dapat bersaing dengan media-media Barat seperti CNN dan BBC, dan memberikan liputan berita yang berbeda dari perspektif kebanyakan media Barat. Tidak hanya itu, demi mencapai tujuannya dalam meliput perkembangan dunia, yang kebanyakan sering diabaikan oleh saluran global lainnya, Al-Jazeera English menyewa beberapa penyiar berita dan orang-orang yang ahli di bidang media, yang sebelumnya bekerja di saluran besar seperti BBC dan CNN49.

Dengan anggaran dana awal sebesar satu milyar dolar Amerika yang kebanyakan dari Emir Qatar, Al-Jazeera English telah mendirikan markas utamanya di beberapa negara dan membuka 21 cabang stasiun di Afrika, Amerika Latin dan juga Asia, dimana ketiga wilayah tersebut merupakan daerah yang sering dipinggirkan dan diabaikan oleh kebanyakan media barat. Karena kepopulerannya yang semakin berkembang, Al-Jazeera English yang memiliki keuntungan penghasilan yang cukup besar, menjadikan Al-Jazeera English tidak terkena dampak dari tekanan ekonomi yang mengakibatkan menurunnya kualitas seperti kebanyakan media Barat50.

Sejak pertama kali diluncurkan sampai sekarang, Al-Jazeera English tidak hanya berhasil menarik simpati serta kesan yang baik bagi pemirsanya, namun juga telah membawa kesan tersendiri bagi para pegawai Al-Jazeera English.

49

Muhammad M. Abdul Mageed, dan Susan C. Herring, “Arabic and English News

Coverage on Al-Jazeera.net”, Proceedings of Cultural Attitudes Towards Technology and Communication 2008, h.3. Tersedia di http://info.ils.indiana.edu/~herring/catac08.aljazeera.pdf, akses 29 Oktober 2015, 16.40

50 Mohammed el-Nawawy & Shawn Powers, Mediating Conflict: Al-Jazeera English and


(43)

32

Ketika ditanya tentang apa arti Al-Jazeera English bagi mereka, Scott Furgeson – direktur acara Al-Jazeera English (AJE) mengungkapkan bahwa Al-Jazeera English berarti kebebasan, salah satu pilihan, dan suara bagi mereka yang tak memiliki hak suara / voice of the voiceless. Jika ada seorang jurnalis, penyiar, atau mereka yang tertarik akan suatu persoalan, maka Al-Jazeera English adalah tempat yang tepat51.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Veronica Pedrosa, seorang presenter Jazeera English di Kuala Lumpur yang mengatakan bahwa Al-Jazeera English adalah saluran yang secara bebas melaporkan suatu berita tanpa peduli siapa yang melihatnya. Al-Jazeera English tidak khawatir dengan rating dan seberapa banyak yang akan melihat beritanya seperti yang dilakukan BBC dan CNN52.

Keunikan lain yang ada pada Al-Jazeera English adalah banyaknya pegawai yang berasal dari berbagai etnik dan negara. Al-Jazeera English melantik beberapa orang dan membawa lebih dari 40 etnik dengan latar belakang dan kebangsaan yang berbeda sebagai wakil. Dengan mengusung slogan voice of the voiceless sebagai konsep yang berbeda dan asing dimata banyak media Barat, Al-Jazeera English mencoba untuk mengungkapkan suatu peristiwa yang terjadi dengan lebih dalam agar dapat dipahami. Dibanding hanya sekedar menyajikan suatu berita kepada pemirsanya, Al-Jazeera English mencoba untuk lebih

51

Mohammed el-Nawawy & Shawn Powers, Mediating Conflict: Al-Jazeera English and the Possibility of a Conciliatory Media h. 31

52

Lebih lanjut ia menceritakan pengalaman wawancaranya ketika bertanya kepada

pimpinannya, “jika anda tidak khawatir dengan penonton dan uang, maka apa yang menjadi

ukuran kesuksesan anda?” maka pemimpinannya menjawab, “jurnalistik dengan kualitas yang

tinggi”. Lihat: Shawn Powers, Mohammed el-Nawawy, “Al-Jazeera English and Global News Network: clash of civilizations or cross-cultural dialogue?”, Media, War and Conflict Journal,

2009, h. 270-271. Tersedia di

https://www.academia.edu/556089/Al-Jazeera_English_and_global_news_networks_clash_of_civilizations_or_cross-cultural_dialogue, akses 29 Oktober 2015, 19:05


(44)

33

meganalisa dan terjun langsung terhadap peristiwa-peristiwa yang sebelumnya belum diungkap atau belum pernah terpikirkan. Dengan adanya berbagai macam orang dari etnik dan nasionalitas yang berbeda sebagai pegawai, maka tugas yang diemban AlJazeera English tersebut semakin mudah53.

Hal-hal seperti itu tentu tidak hanya sebagai sesuatu yang unik yang hanya ada pada Al-Jazeera English, namun juga sesuatu yang membedakannya dari media lainnya khususnya media Barat. Tingginya dedikasi Al-Jazeera English dalam menjalankan tugasnya sebagai media yang menjunjung tinggi kualitas berita yang disajikannya tersebut, tentu telah mengantarkannya sebagai salah satu media global papan atas yang mampu disandingkan dengan media-media Barat.

Dalam persaingannya dengan media global lainnya, tak jarang Al-Jazeera English selangkah lebih maju dibanding media lain. Dalam peliputan berita sendiri Al-Jazeera selalu berusaha terjun langsung demi mendapat sumber yang diinginkan, berbeda dengan kebanyakan media yang meliput dari jauh sehingga kurang mendapatkan berita yang memuaskan. Hal ini membuat Al-Jazeera English dapat memberikan berita kepada para pemirsanya di pasar Barat secara langsung54.

Lebih lanjut, beberapa hal yang membedakan Al-Jazeera English dengan media Barat lainnya seperti BBC atau CNN antara lain adalah dalam cakupan wilayah peliputannya. Sebagian besar wilayah peliputan yang dilakukan media-media tersebut hanya terpusat dalam jangkauan dimana markas utama mereka berada. Seperti BBC yang markas utamanya berada di London maka cakupan

53

Shawn Powers, Mohammed el-Nawawy, “Al-Jazeera English and Global News Network: clash of civilizations or cross-cultural dialogue?”, h. 271-272

54

Shawn Powers, The Origins of Al Jazeera English, h.7. Tersedia di

https://www.academia.edu/5781863/The_Origins_of_Al_Jazeera_English, akses 29 Oktober 2015, 18:10


(1)

118

country comparison to the world: 92

Labor force - by occupation: agriculture: 14.8%

industry: 33.2%

services: 51.7% (2014 est.) Unemployment rate: 15.3% (2014 est.) 15.8% (2013 est.)

country comparison to the world: 146 Population below poverty line: 3.8% (2005 est.)

Household income or consumption by percentage share: lowest 10%: 2.3%

highest 10%: 31.5% (2000)

Distribution of family income - Gini index: 40 (2005 est.)

41.7 (1995 est.) country comparison to the world: 59 Budget:

revenues: $12.43 billion

expenditures: $15.53 billion (2014 est.) Taxes and other revenues:

25.3% of GDP (2014 est.)

country comparison to the world: 117 Budget surplus (+) or deficit (-): -6.4% of GDP (2014 est.)

country comparison to the world: 186 Public debt:

49.9% of GDP (2014 est.) 46.2% of GDP (2013 est.)

country comparison to the world: 70 Fiscal year:

calendar year

Inflation rate (consumer prices): 4.9% (2014 est.)

6.1% (2013 est.)

country comparison to the world: 168 Central bank discount rate:

5.75% (31 December 2010 est.)

Country comparison to the world: 63 Commercial bank prime lending rate: 7.31% (31 December 2014 est.)

6.76% (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 120 Stock of narrow money:

$13.22 billion (31 December 2014 est.) $13.21 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 73 Stock of broad money:

$31.32 billion (31 December 2014 est.) $30.9 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 76 Stock of domestic credit:

$38 billion (31 December 2014 est.) $36.94 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 69 Market value of publicly traded shares: $8.887 billion (31 December 2012 est.) $9.662 billion (31 December 2011)


(2)

119

$10.68 billion (31 December 2010 est.)

country comparison to the world: 78 Current account balance:

-$4.332 billion (2014 est.) -$3.861 billion (2013 est.)

country comparison to the world: 166 Exports:

$16.61 billion (2014 est.) $17.03 billion (2013 est.)

country comparison to the world: 78 Exports - commodities:

clothing, semi-finished goods and textiles, agricultural products, mechanical goods, phosphates and chemicals, hydrocarbons, electrical equipment

Exports - partners:

France 29.7%, Italy 17.1%, Germany 11.5%, Libya 5.4% (2014) Imports:

$23.4 billion (2014 est.) $22.87 billion (2013 est.)

country comparison to the world: 74 Imports - commodities:

textiles, machinery and equipment, hydrocarbons, chemicals, foodstuffs Imports - partners:

France 19.9%, Italy 19.5%, Germany 7.6%, China 5.5%, Spain 5.4%, Turkey 4.1% (2014) Reserves of foreign exchange and gold:

$7.198 billion (31 December 2014 est.) $7.447 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 85 Debt - external:

$27.66 billion (31 December 2014 est.) $26.83 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 74

Stock of direct foreign investment - at home: $35.47 billion (31 December 2014 est.) $34.49 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 62 Stock of direct foreign investment - abroad: $310 million (31 December 2014 est.)

$295 million (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 87 Exchange rates:

Tunisian dinars (TND) per US dollar - 1.704 (2014 est.)

1.624 (2013 est.) 1.56 (2012 est.) 1.4078 (2011 est.) 1.4314 (2010 est.)

Energy :: Tunisia

Electricity - production: 16.09 billion kWh (2012 est.)

country comparison to the world: 82 Electricity - consumption:

13.31 billion kWh (2012 est.)

country comparison to the world: 82 Electricity - exports:

426 million kWh (2012 est.)

country comparison to the world: 79 Electricity - imports:


(3)

120

384 million kWh (2012 est.)

country comparison to the world: 90 Electricity - installed generating capacity: 4.203 million kW (2012 est.)

country comparison to the world: 81 Electricity - from fossil fuels:

95.9% of total installed capacity (2012 est.) country comparison to the world: 62 Electricity - from nuclear fuels: 0% of total installed capacity (2012 est.) country comparison to the world: 191 Electricity - from hydroelectric plants: 1.6% of total installed capacity (2012 est.) country comparison to the world: 140 Electricity - from other renewable sources: 2.6% of total installed capacity (2012 est.) country comparison to the world: 86 Crude oil - production:

55,060 bbl/day (2012 est.)

country comparison to the world: 54 Crude oil - exports:

56,060 bbl/day (2012 est.)

country comparison to the world: 41 Crude oil - imports:

22,120 bbl/day (2012 est.)

country comparison to the world: 79 Crude oil - proved reserves:

425 million bbl (1 January 2015 es) country comparison to the world: 52 Refined petroleum products - production: 35,860 bbl/day (2012 est.)

country comparison to the world: 104 Refined petroleum products - consumption: 86,000 bbl/day (2013 est.)

country comparison to the world: 82 Refined petroleum products - exports: 18,740 bbl/day (2012 est.)

country comparison to the world: 96 Refined petroleum products - imports: 65,450 bbl/day (2012 est.)

country comparison to the world: 56 Natural gas - production:

1.879 billion cu m (2013 est.)

country comparison to the world: 58 Natural gas - consumption:

4.079 billion cu m (2013 est.)

country comparison to the world: 67 Natural gas - exports:

0 cu m (2013 est.)

country comparison to the world: 193 Natural gas - imports:

2.2 billion cu m (2013 est.)

country comparison to the world: 52 Natural gas - proved reserves: 65.13 billion cu m (1 January 2014 es) country comparison to the world: 58

Carbon dioxide emissions from consumption of energy: 20.27 million Mt (2012 est.)


(4)

121

country comparison to the world: 83

Communications :: Tunisia

Telephones – fixed lines:

Total subscriptions: 950.000

Subscriptions pepr 100 inhabitants: 9 (2014 est.) country comparison to the world: 78

Telephones - mobile cellular:

Total: 14.3 million

Subscriptions per 100 inhabitants: 131 (2014 est.) country comparison to the world: 68

Telephone system:

general assessment: above the African average and continuing to be upgraded; key centers are Sfax, Sousse, Bizerte, and Tunis; telephone network is completely digitized; Internet access available throughout the country

domestic: in an effort to jumpstart expansion of the fixed-line network, the government has awarded a concession to build and operate a VSAT network with international connectivity; rural areas are served by wireless local loops; competition between the two mobile-cellular service providers has resulted in lower activation and usage charges and a strong surge in subscribership; a third mobile, fixed, and ISP operator was licensed in 2009 and began offering services in 2010; expansion of mobile-cellular services to include multimedia messaging and e-mail and Internet to mobile phone services also leading to a surge in subscribership; overall fixed-line and mobile-cellular teledensity has reached about 125 telephones per 100 persons

international: country code - 216; a landing point for the SEA-ME-WE-4 submarine cable system that

provides links to Europe, Middle East, and Asia; satellite earth stations - 1 Intelsat (Atlantic Ocean) and 1 Arabsat; coaxial cable and microwave radio relay to Algeria and Libya; participant in Medarabtel; 2 international gateway digital switches (2011)

Broadcast media:

broadcast media is mainly government-controlled; the state-run Tunisian Radio and Television Establishment (ERTT) operates 2 national TV networks, several national radio networks, and a number of regional radio stations; 1 TV and 3 radio stations are privately owned and report domestic news stories directly from the official Tunisian news agency; the state retains control of broadcast facilities and transmitters through L'Office National de la Telediffusion; Tunisians also have access to Egyptian, pan-Arab, and European satellite TV channels (2007)

Radio broadcast stations:

AM 7, FM 38, shortwave 2 (2007)

Television broadcast stations:

26 (plus 76 repeaters) (1995) Internet country code: . t n

Internet users:

Total: 5 million

Percent of population: 45.5% (2014 est.) country comparison to the world: 65

Transportation :: Tunisia

Airports:

29 (2013)

country comparison to the world: 118 Airports - with paved runways: total: 15

over 3,047 m: 4 2,438 to 3,047 m: 6 1,524 to 2,437 m: 2 914 to 1,523 m: 3 (2013)

Airports - with unpaved runways: total: 14


(5)

122

914 to 1,523 m: 5

under 914 m: 8 (2013) Pipelines:

condensate 68 km; gas 3,111 km; oil 1,381 km; refined products 453 km (2013) Railways:

total: 2,165 km (1,991 in use)

standard gauge: 471 km 1.435-m gauge

dual gauge: 8 km 1.435-1.000-m gauge

narrow gauge: 1,694 km 1.000-m gauge (65 km electrified) (2014) country comparison to the world: 69

Roadways: total: 19,418 km

country comparison to the world: 112

paved: 14,756 km (includes 357 km of expressways) unpaved: 4,662 km (2010)

country comparison to the world: 112 Merchant marine:

total: 9

by type: bulk carrier 1, cargo 2, passenger/cargo 4, roll on/roll off 2 (2010) country comparison to the world: 116

Ports and terminals:

major seaport(s): Bizerte, Gabes, Rades, Sfax, Skhira

Military :: Tunisia

Military branches:

Tunisian Armed Forces (Forces Armees Tunisiens, FAT): Tunisian Army (includes Tunisian Air Defense Force), Tunisian Navy, Republic of Tunisia Air Force (Al-Quwwat Jawwiya al-Jamahiriyah At'Tunisia) (2012)

Military service age and obligation:

20-23 years of age for compulsory service, one year service obligation; 18-23 years of age for voluntary service; Tunisian nationality required (2012)

Manpower available for military service: males age 16-49: 2,846,572

females age 16-49: 2,952,180 (2010 est.) Manpower fit for military service: males age 16-49: 2,397,716

females age 16-49: 2,484,097 (2010 est.)

Manpower reaching militarily significant age annually: male: 90,436

female: 87,346 (2010 est.) Military expenditures: 1.55% of GDP (2012) 1.34% of GDP (2011) 1.55% of GDP (2010)

country comparison to the world: 57

Transnational Issues :: Tunisia

Disputes - international:

none

Trafficking in persons:

current situation: Tunisia is a source, destination, and possible transit country for men, women, and children subjected to forced labor and sex trafficking; Tunisia's increased number of street children, children working to support their families, and migrants who have fled unrest in neighboring countries are vulnerable to human trafficking; Tunisian women have been forced into prostitution domestically and elsewhere in the region under false promises of legitimate work; East and West African women may be subjected to forced labor as domestic servants


(6)

123

tier rating: Tier 2 Watch List - Tunisia does not fully comply with the minimum standards for the elimination of trafficking; however, it is making significant efforts to do so; prior commitments to enact draft anti-trafficking legislation have not been fulfilled, but a slightly increased number of trafficking offenders were prosecuted and convicted in 2013 under existing trafficking-related laws; the government instituted victim identification procedures and developed a victim referral mechanism, although it was not utilized during the reporting period; anti-trafficking awareness campaigns continued to be implemented, and the government worked with an international organization to produce a baseline study on human trafficking in Tunisia (2014)