Tunisia di bawah Pemerintahan Zine El Abidine Ben Ali
58
sampai 200.000, Tunisia sebagai negara kecil bahkan telah mengalahkan kebanyakan negara-negara Eropa yang juga mengandalkan polisi dalam urusan
negaranya, yaitu dengan jumlah rasio 3 sampai 4 kali lebih banyak. Sebagai pilar utama dalam pemerintahan Ben Ali, Polisi dianggap sebagai institusi yang
disegani dan ditakuti di Tunisia. Keistimewaan yang diberikan kepada polisi tak jarang menjadikan mereka berbuat sewenang-wenang kepada masyarakat sipil.
Ironisnya polisi sebagai suatu kekuatan yang banyak diandalkan oleh Ben Ali untuk menjaga kestabilan negara, buktinya malah menjadi salah satu faktor utama
pemicu terjadinya revolusi besar-besaran di Tunisia. Mengingat bahwa penyebab utama munculnya Revolusi MelatiArab Spring di Tunisia karena adanya tindakan
sewenang-wenang seorang pegawai kepolisian terhadap masyarakat sipil
101
. Meskipun Ben Ali menjanjikan adanya reformasi dan perubahan yang
dapat dilihat pada tahun-tahun pertama, tidak lama kemudian pemerintahan menjadi kacau dan kebanyakan kegian politik hanya memberi manfaat bagi
pemerintahan Ben Ali itu sendiri. Di bidang ekonomi, mayoritas sumber pendapatan dikuasai oleh keluarga Ben Ali Keluarga Trabelsi, dalam hal ini
termasuk Leila Ben Ali lahir 24 Oktober 1956 – Istri Ben Ali dan keluarganya.
Lebih dari 50 perusahaan dimiliki oleh mereka. Adanya kebijakan penghapusan subsidi yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan fiskal, berdampak
banyaknya protes karena naiknya harga bahan pangan. Tingginya tingkat pengangguran, korupsi serta nepotisme juga mewarnai pemerintahan Ben Ali.
Masyarakat tidak akan mempunyai kesempatan untuk berkecimpung di bidang politik kecuali mereka mempunyai hubungan dengan keluarga Ben Ali. Sehingga
101
Derek Lutterbeck, Tunisia after Ben Ali: Retooling the Tools of Oppression?, Policy Brief, 2013, h.2-3, tersedia di
http:www.ciaonet.orgattachments24200uploads , akses 20
September 2015, 08:45
59
banyak yang menganggap bahwa keluarga Ben Ali-lah yang menguasai Tunisia, bahkan tidak sedikit yang menyebut mereka sebagai keluarga kerajaan
102
. Adanya sentralisasi kekuasaan dari keluarga Ben Ali inilah yang nantinya berdampak pada
tingginya tingkat korupsi dan nepotisme. Hal tersebut sesuai dengan istilah yang mengatakan bahwa “kekuasaan mutlak selalu diiringi dengan korupsi secara
mutlak” absolute power corrupts absolutely
103
. Bank Dunia sendiri melaporkan bahwa selama 23 tahun masa
pemerintahannya, terdapat 220 perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Ben Ali. Dengan jumlah perusahaan sebanyak itu kenyataannya mereka hanya
menyumbang 3 dari hasil ekonomi negara, padahal mereka menguasai 21 dari keuntungan bersih di sektor swasta. Dengan menyesuaikan peraturan hanya untuk
memenuhi keuntungan perusahaan mereka, Ben Ali dan keluarganya memonopoli ekonomi Tunisia agar semua keuntungan jatuh pada mereka dan sekutunya. Ben
Ali sendiri sering menggunakan kekuasaannya dalam mengatur jalannya perekonomian negara dengan hukum dan peraturan yang dibuatnya. Jika ada
sektor-sektor baru yang sekiranya akan menjadi saingan perusahaan keluarganya, Ben Ali akan melarangnya dengan hukum yang dibuatnya. Sehingga sektor-sektor
perusahaan keluarga Ben Ali tetap tidak tersaingi dan keuntungan hanya akan menjadi milik mereka. Dengan kata lain, hukum dan peraturan pun dibuat hanya
untuk mereka sendiri. Hal ini sesuai dengan laporan Al-Jazeera dalam wawancaranya dengan Mohamed Bouebdelli, salah satu korban dari peraturan
Ben Ali. Ia terpaksa menutup sekolah swasta nirlaba yang didirikannya karena dianggap tidak memenuhi peraturan yang ada. Hal ini diduga karena sekolah yang
102
Catherine Petersson, Freedom of Expression and the Downfall of a Regime: The Tunisian revolution and the transition to democracy, h.14
103
Terrence Hopmann, William Zartman, Tunisia: Understanding Conflict 2012, h. 11
60
didirikannya telah menjadi saingan sekolah internasional yang didirikan oleh istri Ben Ali, yaitu Leila Trabelsi.
“Ben Ali adjusted laws to serve the interests of his family and those close to him to the detriment of the rest of Tunisia,” he said. “Ben Ali‟s laws
were never fair,” Bouebdelli added. “It was obvious and people were aware
104
” “Ben Ali menyesuaikan hukum untuk melayani kepentingan keluarganya
dan mereka yang dekat dengannya untuk merugikan yang lainnya di Tunisia” ucapnya. “Hukum Ben Ali tidak pernah adil” Bouebdelli
menambahkan. “Hal tersebut sudah jelas dan semua orang menyadarnya” Karena adanya kondisi ekonomi yang tidak seimbang tersebut, tingkat
pengangguran dan kemelaratan tumbuh menjadi salah satu faktor utama pemicu adanya revolusi. Pada tahun 2010, jumlah pengangguan yang kebanyakan
melanda generasai muda Tunisia mencapai 800.000 dari total populasi 10 juta jiwa. Dengan kondisi masyarakat yang berpendidikan tinggi, kebanyakan dari
para pengangguran tersebut adalah lulusan perguruan tinggi dengan jumlah mencapai 200.000 jiwa
105
. Hal tersebut tidak lepas dari dampak kebijakan Ben Ali di bidang pendidikan. Mengikuti kebijakan Bourguiba yang memberikan banyak
investasi di bidang pendidikan, Ben Ali pun melakukan hal yang sama. Mantan presiden Bouguiba melihat bahwa pendidikan adalah solusi terbaik untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat Tunisia. Ben Ali pun lantas mengadopsi hal tersebut untuk diterapkan. Ia mengeluarkan kebijakan bebas biaya pendidikan
bagi seluruh masyarakat Tunisia. Alhasil, jumlah lulusan perguruan tinggi semakin membludak. Belum lagi kebijakan tentang pengurangan waktu yang di
104
Tristan Dreisbach dan Robert Joyce, “Revealing Tunisia‟s corruption under Ben Ali:
New World Bank report shows how Tunisia‟s ousted Ben Ali regime tailored laws to enrich cronies
at the
public‟s expense”,
dalam http:www.aljazeera.comindepthfeatures201403revealing-tunisia-corruption-under-ben-ali-
201432785825560542.html , akses 9 Maret 2015, 08:35
105
Terrence Hopmann, William Zartman, Tunisia: Understanding Conflict 2012, h. 9-10
61
tempuh di universitas dari yang sebelumnya 4 tahun hanya menjadi 3 tahun. Hal tersebut mengakibatkan banyak lulusan universitas yang tidak dianggap oleh
banyak sekolah internasional karena tidak memenuhi standar yang dipakai, membuat banyak kesempatan menjadi terbuang dan sia
– sia untuk peluang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Tak heran jika kebanyakan dari mereka
akhirnya menjadi pengangguran. Negara Bourguiba pun menjadi Negara Ben Ali, dimana Ben Ali dianggap gagal dalam memimpin dan menepati janjinya dalam
membawa Tunisia kedalam kondisi yang lebih baik. Di bidang politik pemerintahan, Ben Ali mengumumkan bahwa akan
menghapus sistem partai tunggal dan akan melaksanakan pemilihan presiden secara rutin. Namun prakteknya Ben Ali memastikan bahwa partai-partai oposisi
yang dianggap mengancam kedudukannya dilarang dan membuatnya illegal sehingga mereka tidak bisa mengikuti pemilihan umum. Adapun jika mereka tetap
bersikeras ingin mengikuti pemilihan umum, maka mereka harus mendaftar sebagai calon tunggal tanpa ada embel-embel partai yang mendampinginya.
Akhirnya ketika pemilihan akan berlangsung, Ben Ali dan partai RCD
106
lah menjadi satu-satunya partai dan kandidat untuk dipilih sebagai presiden. Secara
tidak langsung, Ben Ali mempunyai kuasa untuk menentukan partai mana yang boleh berpartisipasi. Jika ada partai yang berlawanan dan menentang maka akan
106
RCD adalah kepanjangan dari Rassemblement Constitutionel Democratic, yang diterjemahkan sebagai Constitutional Democratic Rally Partai Demokrasi Konstitusional, yang
sebelumnya merupakan partai konstitusi baru the neo-destour party milik Bourguiba yang telah diambil alih oleh Ben Ali dan dirubah namanya. Lihat: Freedom of Expression and the Downfall
of a Regime: The Tunisian revolution and the transition to democracy, h.13
62
langsung dilarang dan dibubarkan. Hal tersebut tentu membuat Ben Ali dan RCD mempunyai kontrol yang kuat terhadap politik dan ekonomi negara
107
. Jika sebelumnya Tunisia dipimpin dengan gaya yang sangat otoriter, maka
ketika berada di bawah kepemimpinan Ben Ali semua perubahan yang dilakukannya tidak banyak memberikan keuntungan bagi negara, bahkan memberi
dampak negatif bagi masyarakat. Semua yang dilakukan pada akhirnya selalu berbeda dengan apa yang telah dijanjikannya. Sebagai contoh, Ben Ali selalu
dikenal sebagai sosok yang selalu berkampanye tentang pentingnya hak-hak manusia seperti kebebasan berbicara dan berpendapat diatas segalanya. Di luar
negeri, ia selalu berbicara tentang pentingnya hal tersebut, namun kenyataannya di negerinya sendiri ia melakukan hal yang bertentangan dengan apa yang telah
dikatakannya. Contoh lain ketika ia menganjurkan tentang adanya kebebasan serta toleransi dalam beragama, di waktu yang sama ia banyak membatasi serta
melarang segala hal yang berhubungan dengan politik islam karena dianggap sebagai ancaman besar bagi sistem demokrasi negara. Ben Ali yang sebelumnya
mengeluarkan kebijakan pembatasan masa jabatan kepresidenan dan menghapus kebijakan presiden seumur hidup, pada akhirnya merubah kebijakan tersebut
dengan merubah umur maksimal untuk kepresidenan dari 70 menjadi 75 tahun. Hal tersebut dilakukan agar ia bisa kembali mencalonkan diri kembali pada
pemilihan terakhir. Itulah mengapa dikatakan segala hal yang telah dilakukannya pada akhirnya selalu berbeda dengan apa yang dikatakan dan dijanjikannya,
107
Salah satu contoh partai yang sangat menderita karena kebijakan tersebut adalah partai persatuan buruh UGTT Tunisian General Labour Union. Sebagai satu
– satunya partai buruh yang menentang pemerintahan, Ben Ali pun kemudian mengganti pemimpin partai tersebut. Kasus
lain adalah Ennahda, yang merupakan kelompok oposisi yang paling banyak mendapat dukungan dari masyarakat juga harus berakhir karena dilarang di awal tahun 1990an. Lihat: Freedom of
Expression and the Downfall of a Regime: The Tunisian revolution and the transition to democracy, h.15
63
menciptakan topeng demokrasi palsu dan kesewenang-wenangan terhadap pemerintahan yang dijalankannya
108
. Dalam urusan hubungan politik dan kerja sama dengan luar negeri, Ben
Ali kembali mengikuti jejak yang sama seperti Bourguiba. Dengan ketidak pastian masa depan dan ketidakstabilan negara-negara wilayah Maghrib, Tunisia fokus
meningkatkan usahanya dalam hubungan ekonomi timbal balik dengan negara- negara Arab lainnya. Perjanjian dengan Uni Eropa juga dilakukan yang kemudian
menguatkan posisi Tunisia dalam bidang ekonomi dan perdagangan di kawasan Mediterania. Usahanya untuk mengembangkan perdagangan telah membawa
ikatan yang kuat dengan Asia Timur dan Tenggara, dan dengan Amerika serikat
109
. Terlepas dari berbagai dampak negatif atas tindakan dan berbagai kebijakan Ben Ali di masa awal pemerintahannya, Ben Ali mampu mempererat
hubungan kerjasama antara Tunisia dengan Amerika Serikat. Hubungan kerjasama tersebut khususnya terkait dengan pertahanan militer, dimana
dilakukannya latihan militer bersama antara kedua negara tersebut. Diskusi masalah kerjasama militer serta modernisasi pertahanan negara dan masalah-
masalah keamanan lainnya sering dilakukan. Ketika terjadi peristiwa serangan 11 September 2001, Presiden Amerika
– Bush mengumumkan perang melawan teroris di seluruh dunia. Ia menyatakan
kepada setiap pemimpin negara bahwa di dunia ini hanya ada dua pihak, yaitu berada di pihak Amerika bersama-sama melawan teroris atau pihak yang melawan
Amerika dan mendukung terorisme. Dalam hal ini, Tunisia tentu berada di pihak Amerika menentang adanya anti-terorisme. Hubungan kedua negara tersebut pun
108
Catherine Petersson, Freedom of Expression and the Downfall of a Regime: The Tunisian revolution and the transition to democracy, h.15-16
109
Amy McKenna, The History of Northern Africa, h. 164-165.
64
semakin erat. Selain itu, meningkatnya hubungan kerjasama antara Tunisia dan Amerika Serikat, juga membuat hubungan Tunisia dengan negara-negara Uni
Eropa semakin kuat
110
. Delegasi Amerika dan Eropa sering melakukan kunjungan ke Tunisia dalam rangka mendiskusikan masalah terorisme serta pertahanan
nasional
111
. Hubungan kerjasama antara Tunisia dengan Amerika dan negara Uni
Eropa kemudian semakin berkembang dan menjalar ke dalam bidang ekonomi. Kerjasama tersebut antara lain berupa pencabutan tarif bea cukai dan hambatan
perdagangan lainnya pada barang-barang manufaktur demi membentuk kawasan perdagangan bebas antara Uni Eropa dan Tunisia. Pada tahun 2010, kebijakan
baru kembali dibuat yang lagi-lagi lebih menguntungkan pihak asing dan pemerintah, dan merugikan banyak masyarakat. Pemerintah Tunisia memberi hak
monopoli kepada perusahaan asing dalam berbagai sektor seperti pariwisata, otomotif, distribusi, dll. Masih di tahun yang sama di bulan September,
pemerintah yang bekerjasama dengan IMF International Monetary Fund membuat kebijakan penghapusan sistem subsidi yang diharapkan dapat mencapai
keseimbangan fiskalkeuangan negara
112
. Dengan dihilangkan subsidi tersebut, harga bahan pangan serta sandang pun menjadi mahal. Biaya hidup masyarakat
menjadi semakin tinggi, sedangkan lapangan pekerjaan yang ada tidak mencukupi. Akhirnya pengangguran semakin meningkat. Tingkat kriminalitas
110
Promises and Challenges: The Tunisian Revolution of 2010 – 2011, h. 9-10
111
Menanggapi masalah kerjasama anti terorisme tersebut, Ben Ali segera mengeluarkan peraturan yang melarang adanya berbagai kegiatan yang dianggap mencurigakan yang terjadi di
tempat-tempat umum seperti sekolah dan kantor-kantor pemerintahan. Hal ini tentu mendapat protes banyak kalangan karena dianggap telah melanggar hak asasi manusia dalam beraktivitas.
Individu serta kelompok-kelompok yang dianggap mempunyai hubungan dengan Al-Qaeda atau yang mempunyai ideologi politik dan agama yang berbeda pun banyak yang dilarang, dibubarkan,
bahkan ditahan dan dipenjara. Lihat: Promises and Challenges: The Tunisian Revolution of 2010
– 2011, h. 10
112
Promises and Challenges: The Tunisian Revolution of 2010 – 2011, h.12
65
serta korupsi juga semakin menjadi. Aksi protes masyarakat yang tidak puas akan kebijakan pemerintah pun mulai terjadi.
Sampai akhirnya pada bulan Januari 2011 terjadilah aksi protes besar- besaran menuntut mundurnya Ben Ali yang dianggap tidak becus dalam
memerintah Tunisia. Aksi tersebut dipicu oleh aksi bakar diri seorang pedagang buah bernama Muhammad Bouazizi yang merasa didzalimi oleh aparat polisi
yang telah menyita gerobak dan buah dagangannya sebagai satu-satunya sumber penghasilannya. Aksi tersebut sontak mengundang banyak simpati masyarakat
Tunisia dan mendorong aksi protes secara besar-besaran menuntut keadilan serta kehidupan yang lebih baik lagi bagi rakyat Tunisia. Aksi protes yang kemudian
lebih dikenal dengan Revolusi Melati tersebut akhirnya dapat membuat Ben Ali mundur dari kursi kepresidenan.
Di tengah kondisi Tunisia yang sedang kacau, Ben Ali pun melarikan diri dari Tunisia dan berusaha mencari suaka perlindungan ke Amerika dan Perancis.
Terlepas dari hubungannya dekat dengan kedua negara tersebut, Amerika dan Perancis justru menolak kedatangan Ben Ali. Presiden Amerika
– Barack Obama bahkan memuji keberanian para demonstran di Tunisia. Ben Ali kemudian
diterima di Arab Saudi. Selama absennya Ben Ali di Tunisia, kekuasaan sementara dipegang oleh Perdana Menteri Mohamed Ghannouchi sebelum
akhirnya berhenti dan menyerahkan kekuasaan kepada ketua parlemen Tunisia –
Fouad Mebazaa lahir 15 Juni 1933. Mebazaa kemudian menjanjikan untuk segera menyelenggarakan pemilihan umum sesuai dengan permintaan masyarakat
Tunisia
113
.
113
Foreign Affairs, The New Arab Revolt: What Happened, What It Means, and What Comes Next, US: Council on Foreign Relations, 2011, h. 77-80.
66
Dengan jatuhnya kekuasaan Ben Ali setelah berkuasa selama 23 tahun lamanya, menandai berakhirnya aksi protes yang terjadi sejak Desember 2010
etrsebut. Peristiwa yang dianggap membawa keberhasilan tersebut lalu segera menginspirasi negara wilayah MENA untuk melakukan aksi protes yang sama
kepada pemerintah masing-masing, yang kemudian peristiwa tersebut dikenal dengan nama Musim Semi Arab Arab Spring Al-Tsawrat al-Arabiyyah.
67
BAB IV PERAN AL-JAZEERA DALAM PERISTIWA
ARAB SPRING DI TUNISIA A. Laporan Peristiwa Arab Spring di Tunisia akhir 2010 sd 2012 oleh
Al-Jazeera
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, protes besar-besaran yang terjadi di Tunisia tahun 2011 dipicu oleh aksi bakar diri seorang pedagang buah
bernama Muhammad Bouazizi di sebuah kota kecil bernama Sidi Bouzid. Berasal dari keluarga yang sangat sederhana, Bouazizi telah menjadi anak yatim sejak
umur tiga tahun. Kakaknya tinggal jauh dari keluarganya di Sfax, sebuah kota di bagian selatan Tunisia, yang merupakan kota pesisir pantai berjarak 270 km dari
Tunis. Meskipun ibunya – Menobia Bouazizi menikah lagi, namun suami
keduanya tersebut sakit-sakitan sehingga tidak mempunyai pekerjaan yang tetap. Bouazizi pun akhirnya menjadi tulang punggung keluarganya sejak berumur 10
tahun. Ia sempat menempuh pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas namun tidak sampai lulus. Berbeda dengan yang banyak diberitakan oleh berbagai media,
Bouazizi tidak pernah mengenyam bangku kuliah. Sadar akan kondisi ekonomi keluarganya yang kekurangan, Bouazizi lebih memilih untuk bekerja daripada
melanjutkan sekolahnya agar dapat membiayai adik-adiknya yang sedang bersekolah
114
. Mohammed Bouazizi sendiri dikenal sebagai sosok yang jujur, pekerja
keras, dan juga baik hati kepada orang-orang disekitarnya. Setiap hari ia akan
114
Yasmine Ryan, “The Tragic Life of a Street Vendor – Al-Jazeera Travels to the
Birthplace of Tunisia‟s Uprising and Speaks to Mohamed Bouazizi‟s Family”, 20 Januari 2011, dalam
http:www.aljazeera.comindepthfeatures201101201111684242518839.html , akses 9
Maret 2015, 07:40
68
membawa gerobak kayunya menuju ke pasar, memenuhinya dengan berbagai buah dan sayuran, dan kemudian berjalan lebih dari dua kilometer untuk
menjajakan dagangannya. Teman dekatnya mengatakan bahwa tak jarang ia akan memberikan buah atau sayurannya secara gratis kepada keluarga yang sangat
miskin. Sebelumnya Bouazizi pernah ditolak ketika bermaksud untuk bergabung menjadi tentara, menjadikan ia tidak mempunyai pilihan lain selain melanjutkan
pekerjaannya sebagai pedagang untuk menghidupi keluarganya. Berada di lingkungan dimana pejabat tidak begitu memperhatikan nasib rakyatnya, bukan
sesuatu yang baru jika ada pejabatpegawai pemerintahan yang berbuat sewenang- wenang kepada rakyat sipil. Hal seperti itu tak terkecuali terjadi pada Muhammad
Bouazizi. Hampir setiap hari ia diganggu oleh para polisi lokal. Teman dekat Bouazizi
– Hajlaoni Jaafer mengatakan bahwa ia menyaksikan sendiri bagaimana Boazizi selalu dipermalukan. Sejak kecil, Bouazizi selalu dianiaya sampai ia
terbiasa dengan perlakuan tersebut. “The abuse took many forms. Mostly, it was the type of petty
bureaucratic tyranny that many in the region know all too well. Police would confiscate his scale and his produce, or fine him for running a stall
without a permit. Six months before his attempted suicide, police sent a fine for 400 dinars 280 to his house
– the equivalent of two months of earnings
115
” Penganiayaan tersebut terbagi menjadi beberapa macam. Kebanyakan
merupakan tipe kedzoliman birokrasi yang sudah banyak diketahui. Polisi akan menyita timbangan dan barang dagangannya, atau mendendanya
dengan alasan tidak mempunyai izin dagang. Enam bulan sebelum aksi bunuh dirinya, polisi telah mengirim denda sebesar 400 dinar atau 280
dollar ke rumahnya
– setara dengan jumlah 2 bulan penghasilannya Sampai akhirnya pada tanggal 17 Desember 2010, tindakan para polisi
tersebut dianggap terlalu berat bagi Bouazizi. Pagi harinya ketika ia dalam
115
Yasmine Ryan, “The Tragic Life of a Street Vendor – Al-Jazeera Travels to the
Birthplace of Tunisia‟s Uprising and Speaks to Mohamed Bouazizi‟s Family”, 20 Januari 2011, dalam
http:www.aljazeera.comindepthfeatures201101201111684242518839.html
69
perjalanan menuju ke pasar, seorang polisi wanita kembali mengusiknya. Polisi tersebut meminta timbangan milik Bouzizi namun ditolaknya. Tindakan
perlawanan tersebut sontak membuat sang polisi wanita marah. Mereka sempat adu mulut sampai akhirnya sang polisi menampar dan membekuknya ke tanah
dengan dibantu teman polisinya. Merasa telah dipermalukan secara terang- terangan, Bouazizi pun berusaha mencari pertolongan. Ia lantas pergi ke kantor
kotamadya setempat dan berniat untuk bertemu dengan pejabat. Namun usahanya tersebut sia-sia karena ia diberitahu bahwa para pejabat sedang ada rapat dan tidak
bisa ditemui, yang mana hal tersebut merupakan tipe kebohongan yang menjadi rahasia umum masyarakat
116
. Merasa tindakan para pejabat tersebut telah melampaui batas, Bouazizi
pun akhirnya membakar dirinya sendiri di depan gedung kotamadya. Menurut Ibunya, anaknya melakukan aksi tersebut bukan karena kemiskinan yang
melandanya, namun karena ia merasa kecewa, dipermalukan dan juga didzalimi oleh pejabat pemerintah. Hal tersebut juga diungkapkan oleh seorang aktivis
Tunisia – Fidaa Al-Hammami kepada Al-Jazeera, yang mengatakan bahwa
Bouazizi mencoba bunuh diri bukan karena pengangguran dan rasa marahnya terhadap pemerintah, tapi karena harga dirinya dan merasa muak diperlakukan
tidak adil oleh pejabat setempat terhadap dirinya yang hanya seorang pedagang buah dan sayuran
117
. Kejadian tersebut sontak mendapat banyak simpati dari masyarakat.
Bouazizi yang masih sempat diselamatkan, segera dilarikan dan dirawat di rumah
116
Yasmine Ryan, “The Tragic Life of a Street Vendor – Al-Jazeera Travels to the
Birthplace of Tunisia‟s Uprising and Speaks to Mohamed Bouazizi‟s Family”, 20 Januari 2011, dalam
http:www.aljazeera.comindepthfeatures201101201111684242518839.html
117
Inside Story: Are Politicians hijacking the Tunisian Revolution?, pada 04:25 – 05:20,
https:www.youtube.comwatch?v=XhOgPPNG2Ag ,
70
sakit. Butuh waktu dua minggu setelah kejadian tersebut sebelum akhirnya Presiden Ben Ali datang menjenguknya di Pusat Traumatologi karena luka
bakarnya yang parah. Ben Ali lalu mengundang keluarga Bouazizi datang ke kantornya. Menurut Menobia Bouazizi, tindakan yang dilakukan oleh Ben Ali
tersebut dianggap telat dan tidak menghasilkan apa-apa. Ben Ali bahkan sempat berjanji untuk melakukan apapun demi menyelamatkan Bouazizi dan
membawanya ke Perancis untuk melakukan perawatan. Namun kenyataannya janji Ben Ali hanyalah sekedar janji Lihat hal. 66-67.
Kasus Mohamed Bouazizi sendiri bukanlah yang pertama kalinya terjadi di Tunisia. Adalah Abdesslem Trimech, salah satu nama dari banyak kasus yang
melakukan protes kepada pemerintah lokal dengan cara bakar diri. Abdesslem Trimech membakar dirinya sendiri di kota Monastir pada tanggal 3 Maret 2010
setelah menghadapi gangguan birokrasi saat sedang bekerja sebagai penjual keliling. Berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya, aksi protes yang terjadi di Sidi
Bouzid dapat menyebar luas karena adanya dokumentasi sebagai bukti. Mereka menyadari bahwa selama apapun mereka melakukan protes jika tidak ada
dokumentasi maka selamanya tidak akan ada yang memperhatikan mereka
118
. Pada tanggal 17 Desember 2010, Rochdi Horchani yang merupakan teman
Bouazizi serta Ali Bouazizi – sepupu Mohamed Bouazizi, mengunggah video aksi
protes yang dipimpin oleh Menobia Bouazizi di depan gedung kotamadya. Sorenya video tersebut langsung ditayangkan di saluran Mubasher Al-Jazeera.
Saat itu tim Al-Jazeera berhasil menemukan video tersebut ketika sedang mencari bahan berita dari seluruh wilayah Arab melalui facebook. Berkat penayangan
118
Yasmine Ryan, “The Tragic Life of a Street Vendor – Al-Jazeera Travels to the
Birthplace of Tunisia‟s Uprising and Speaks to Mohamed Bouazizi‟s Family”, 20 Januari 2011, dalam
http:www.aljazeera.comindepthfeatures201101201111684242518839.html
71
tersebut, aksi protes yang sebelumnya bahkan tidak mendapat perhatian dari media lokal Tunisia akhirnya dapat diketahui oleh masyarakat luas
119
. Sebagai sosok yang dikenal baik oleh banyak orang di daerahnya, aksi
Bouazizi tersebut menarik banyak perhatian masyarakat. Merasa tidak terima, masyarakat pun melakukan aksi protes meminta keadilan kepada pemerintah
lokal. Berawal dari sebuah aksi lokal, aksi tersebut dengan cepat meluas ke kota - kota lain seperti Kairouan, Sfax, dan Ben Guerdane. Mereka juga merasakan
ketidakpuasan mereka kepada pemerintah yang tidak menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup serta sikap pemerintah yang selalu sewenang-wenang
kepada rakyatnya. Dalam waktu yang cukup singkat, korban-korban mulai berjatuhan. Seperti yang telah dilaporkan oleh Al-Jazeera, pada tanggal 22
Desember seorang pemuda 22 tahun yang bernama Houcine Falhi menyetrum dirinya sendiri di tiang listrik ketika melakukan aksi demo di Sidi Bouzid setelah
berteriak “No to misery, no to unemployment” tolak kekikiran, tolak
pengangguran. Menyusul Houcine Falhi, korban selanjutnya adalah Mohamed Amari, seorang pemuda berumur 18 tahun yang tewas tertembak oleh polisi saat
berdemo di pusat kota Menzel Bouzaiene, dan Chawki Belhoussine El-Hadri yang berumur 44 tahun juga menjadi korban tembak oleh polisi dan meninggal enam
hari kemudian
120
. Semakin hari aksi demonstrasi semakin memanas. Polisi berdalih bahwa
mereka terpaksa menembak untuk pertahanan diri setelah mereka gagal member
119
Yasmine Ryan, “How Tunisia‟s revolution began: From day one, the people of Sidi
Bouzid broke through the media blackout to spread word of their uprising ”, 26 Januari 2011,
dalam http:www.aljazeera.comindepthfeatures2011012011126121815985483.html
, akses 9 Maret 2015, 08:25
120
Ryan Rifai, “Timeline: Tunisia‟s uprising – Chronicle of nationwide demonstrations
over t he country‟s unemployment crisis”, 23 Januari 2011, dalam
http:www.aljazeera.comindepthspotlighttunisia201101201114142223827361.html , akses 9
Maret 2011, 07:58
72
tembakan peringatan kepada masa yang mengamuk dengan mengahancurkan mobil polisi dan membakar gedung. Pada tanggal 27 Desember lebih dari 1000
orang melakukan demo di ibu kota, menuntut adanya lapangan pekerjaan sebagai aksi solidaritas kepada mereka yang sedang melakukan aksi di daerah-daerah
yang lebih miskin. Melihat hal tersebut Ben Ali pun angkat bicara, ia memperingatkan melalui saluran tv nasional bahwa protes yang ada tidak dapat
diterima dan dapat membawa dampak negatif bagi ekonomi negara. Ben Ali menganggap para demonstran sebagai kelompok minoritas
– ekstremis yang nantinya akan mendapat hukuman sesuai hukum yang berlaku. Disisi lain, ia
mencoba menenangkan para demonstran dengan memecat tiga menteri dan dua gubernurnya, serta menjanjikan dana sebesar 5 milyar untuk menunjang
terbukanya lapangan pekerjaan baru
121
. Tidak hanya itu, bahkan menteri pembangunan
– Mohamed Nouri Jouini pergi langsung mengunjungi Sidi Bouzid untuk mengumumkan pemberian dana sebebsar 10 juta untuk membangun
lapangan pekerjaan baru
122
. Tindakan Ben Ali tersebut rupanya tidak mengobati rasa kecewa para
demonstran. Jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam aksi protes semakin bertambah. Sebanyak 300 pengacara juga ikut berpartisipasi dan berkumpul di
dekat istana pemerintah Tunisia sebagai aksi solidaritas. Aksi tersebut bahkan didukung oleh Federasi Persatuan Buruh Tunisia The Tunisian Federation of
Labour Unions sering disebut UGTT yang juga melakukan aksi demo dan
121
Al- Jazeera, “Tunisian protester dies of burns: Mohamed Bouazizi, the 26-year-old
unemployed man whose self-immolation sparked nationwide unrest, dies of severe burns ”, 05
Januari 2011, dalam http:www.aljazeera.comnewsafrica201101201115101926215588.html
, akses 9 Maret 2011, 08:11
122
Al- Jazeera, “Protester dies in Tunisia clash: Several wounded in Sidi Bouzid as
demonstrations against unemployment turn violent ”, 25 Desember 2010, dalam
http:www.aljazeera.comnewsafrica20101220101224235824708885.html , akses 9 Maret 2015,
08:20
73
berkumpul di provinsi Gafsa. Pihak berwenang pun semakin tegas dalam menanggapi aksi protes. Memasuki tahun baru tepatnya tanggal 3 Januari 2011,
sebanyak 250 demonstran yang kebanyakan adalah siswa melakukan aksi demo dengan tertib di kota Thala. Namun suasana berubah menjadi keruh ketika polisi
mencoba membubarkan aksi tersebut dengan tembakan gas air mata. Akibat dari peristiwa tersebut, sekitar 9 orang mengalami luka dan masyarakat yang tidak
terima pun semakin marah kepada para pejabat pemerintahan
123
. Sampai akhirnya ketika nyawa Bouazizi tidak dapat diselamatkan lagi dan
meninggal pada tanggal 4 Januari 2011, aksi terebut telah menyebar di seluruh Tunisia dan menjadi aksipergerakan nasional. Aksi protes tersebut diikuti oleh
berbagai umur, kalangan, dan profesi. Setelah kematian Bouazizi banyak kalangan khususnya keluarganya merasa kehilangan. Bagi masyarakat Tunisia, Bouazizi
sendiri telah dianggap sebagai seorang martyr atau syuhada. Menanggapi hal tersebut, Menobia Bouazizi mengatakan bahwa ia tidak ingin kematian Bouazizi
menjadi sia-sia, karena bagaimanapun juga Bouazizi adalah kunci dari adanya revolusi tersebut
124
. Tunisia sendiri banyak dipandang oleh negara Barat sebagai salah satu
negara yang paling stabil di wilayah Arab. Dengan munculnya aksi protes secara besar-besaran tersebut menunjukkan keadaan masyarakat Tunisia yang sangat
frustasi akan kondisi pemerintahan. Berawal dari aksi lokal dengan motif personal dan solidaritas, aksi protes kemudian menjadi aksi nasional yang menuntut
kurangnya lapangan pekerjaan, kacaunya kondisi ekonomi, kurangnya kebebasan
123
Ryan Rifai, “Timeline: Tunisia‟s uprising – Chronicle of nationwide demonstrations
over the country‟s unemployment crisis”, 23 Januari 2011, dalam
http:www.aljazeera.comindepthspotlighttunisia201101201114142223827361.html
124
Ayman Mohyedin dan Yasmine Ryan, dalam www.aljazeera.comphoto_galleriesafrica201112020291942350.html
, akses 9 Maret 2015, 07:45
74
media, pelanggaran HAM, serta tingkat korupsi kolusi dan nepotisme yang tinggi. Mereka menyalahkan ketidakmampuan Ben Ali dalam memerintah Tunisia
setelah 23 tahun lamanya dan meminta pertanggungjawbannya
125
. Menanggapi aksi protes yang semakin besar dan meluas, Presiden Ben Ali
pun akhirnya angkat bicara pada tanggal 13 Januari. Melalui pidatonya ia mengatakan bahwa dirinya tidak akan mencalonkan kembali menjadi presiden
setelah masa jabatannya berakhir di tahun 2014. Ia juga memerintahkan penurunan harga sembako seperti roti, susu dan gula, serta menginstruksikan
kepada petugas keamanan untuk berhenti menggunakan kekerasan. “I understand the Tunisians, I understand their demands. I am sad
about what is happening now after 50 years of service to the country, military service, all the different posts, 23 years of the presidency” Ben Ali
said. “Enough firing of real bullets,” he said. “I refuse to see new victims fall
126
” “Aku mengerti rakyat Tunisia, aku mengerti tuntutan mereka. Aku sedih
tentang apa yang sedang terjadi saat ini setelah 50 tahun melayani negara, pelayanan milit
er, dalam berbagai bidang, 23 tahun masa kepresidenan” ucap Ben Ali.
“Cukup dengan tembakan peluru-peluru” ucapnya. “Aku menolak untuk melihat korban-
korban baru berjatuhan” Namun terlepas dari pengumuman yang disampaikan oleh presiden Ben
Ali, Al-Jazeera melaporkan bahwa tiga orang kembali menjadi korban tewas di Aouina
– pinggiran kota Tunis, dalam kurun waktu kurang dari satu jam sejak pidato presiden. Masyarakat juga merasa kecewa karena kenyataannya korban
masih terus berjatuhan. Federasi Internasional terkait Hak Asasi Manusia The International Federation of Human Rights Leagues FIDH melaporkan bahwa
125
Al- Jazeera, “Tunisia struggles to end protests: Demonstrations over unemployment
and poor living conditions continue despite president‟s warning of reprisals”, 29 Desember 2010, dalam
http:www.aljazeera.comnewsafrica20101220101229122733122341.html , akses
9 Maret 2015, 08:05
126
Yasmine Ryan, “Tunisia president not to run again: In bid to placate protesters, Zine
El Abidine Ben Ali vows to broaden political freedoms and allow freedom of speech ”, 14 Januari
2011, dalam http:www.aljazeera.comnewsafrica2011012011113192110570350.html
, akses 9 Maret 2015, 07:50
75
korban tewas telah mencapai 66 jiwa sejak protes pertama kali muncul pada 17 Desember 2010. Korban termasuk 7 orang yang bunuh diri saat protes
berlangsung karena pengangguran dan masalah ekonomi, dan sisanya adalah korban yang terbunuh oleh petugas keamanan Tunisia. Lebih lanjut, Ben Ali
kembali menjanjikan adanya kebebasan berpolitik, termasuk formasi partai politik, dan semua hal terkait sensor media dan internet juga akan dihentikan. Di
satu sisi, banyak kalangan yang merasa senang dengan janji presiden Tunisia tersebut. Mereka mengantisipasi adanya kehidupan demokrasi baru yang lebih
baik. Namun di sisi lain, masih banyak masyarakat yang masih ragu dan tidak yakin akan terlaksananya janji tersebut, mengingat dari pengalaman yang ada
setiap janji yang diucapkan Ben Ali hanya akan menjadi sebuah janji semata
127
. Pada akhirnya pidato serta janji yang disampaikan oleh Ben Ali tidak
dapat meredakan aksi protes yang telah ada, bahkan anggota personil keamanannya sendiri balik melawannya. Keesokan harinya tanggal 14 Januari,
Ben Ali bersama Istrinya – Leila Traboulsi mencoba melarikan diri ke Paris.
Namun negara yang selama ini mempunyai hubungan erat dengan Tunisia tersebut justru menolak kedatangannya. Tidak mempunyai pilihan lain, ia bersama
istrinya akhirnya pergi ke Arab Saudi untuk mendapatkan perlindungan dan memutuskan untuk mundur dari jabatan kepresidenannya.
Setelah kepergian Ben Ali, perdana Menteri Tunisia – Mohammed
Ghannouchi lahir 18 Agustus 1941 mengambil alih kekuasaan sebagai presiden sementara. Ia mengumumkan pembentukan koalisigabungan pemerintahan baru,
dimana di dalamnya termasuk pengikut setia Ben Ali yang terdiri dari menteri
127
Yasmine Ryan, “Tunisia president not to run again: In bid to placate protesters, Zine
El Abidine Ben Ali vows to broaden political freedoms and allow freedom of speech ”, 14 Januari
2011, dalam http:www.aljazeera.comnewsafrica2011012011113192110570350.html
76
pertahanan, menteri dalam dan luar negeri. Pembentukan koalisi pemerintahan baru tersebut tentu ditolak oleh masyarakat, aksi protes pun kembali terjadi pada
tanggal 18 Januari 2011. Masyarakat Tunisia tidak puas dengan pembentukan pemerintah baru tersebut. Mereka mengatakan bahwa itu adalah orang-orang yang
sama dengan wajah yang baru. Mereka sadar bahwa para pejabat dalam pemerintahan baru tersebut adalah kaki tangan Ben Ali, sehingga sama saja
dengan rezim yang lama atau yang biasa disebut rezim RCD. Mereka tidak peduli dengan nama-nama, tapi mereka peduli dengan rezim
128
. Mayarakat meminta pembubaran koalisi pemerintahan baru dan juga
pembubaran RCD. Untuk meredam aksi protes tersebut, Mohammed Ghannouchi bersama Fouad Mebazaa yang merupakan Ketua Parlemen Tunisia keluar dari
partai RCD milik Ben Ali. Aksi tersebut disusul oleh keluarnya semua perdana menteri dalam koalisi pemerintahan baru dari partai RCD
129
. Tidak berhenti sampai disitu masyarakat yang berunjuk rasa juga meminta semua menteri yang
berkaitan dengan pemerintahan Ben Ali untuk keluar dari pemerintahan sementara. Menanggapi hal tersebut, Mohamed Nouri Jouini yang menjabat
sebagai menteri perencanaan dan kerjasama internasinal, dan Mohamed Afif Chelbi yang menjabat sebagai menteri industri dan teknologi negara
mengundurkan diri dari posisinya. Satu bulan kemudian, tepatnya tanggal 27
128
Inside Story: Are Politicians hijacking the Tunisian revolution?, pada 01:02 – 02:19,
https:www.youtube.comwatch?v=XhOgPPNG2Ag
129
Al- Jazeera, “Tunisia PM forms „unity government‟ – Mohamed Ghannouchi has
announced the new “national unity government”, with several key posts kept by the old guard”, 17
Januari 2011,
dalam http:www.aljazeera.comnewsafrica201101201111715545105403.html
, akses 24 Oktober 2015, 11:10
77
Februari 2011 Mohammed Ghannouchi menyusul mengundurkan diri dari jabatan perdana menterinya dan digantikan oleh Beji Casid Essebsi
130
. Pada tanggal 9 Maret 2011 partai RCD pun dibubarkan. Para anggota yang
telah aktif dalam partai RCD selama sepuluh tahun terakhir juga dilarang untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum yang akan digelar. Untuk mensukseskan
acara pemilihan umum, dibentuk panitia independen yang mengawas dan mengatur jalannya pemilu, yang disebut dengan ISIE Instance Supérieure
Indépendante pour les Élections. Masyarakat yang berunjuk rasa pun semakin puas dengan terpenuhinya keinginan mereka ketika akhirnya pada tanggal 20 Juni
2011 Ben Ali dan istrinya mendapat hukuman 35 tahun penjara atas pencurian dan kepemilikan uang dan perhiasan yang tidak sah
131
. Pada bulan Oktober, Tunisia mengadakan pemilihan yang untuk pertama
kalinya dianggap sebagai pemilu yang benar-benar demokratis di negara tersebut. Dengan kemenangan berada di partai islam moderat
– Ennahda, Moncef Marzouki
132
selanjutnya disingkat dengan Marzouki yang merupakan aktivis HAM yang sering mengkritik pemerintahan Ben Ali, telah terpilih secara resmi
menjadi presiden Tunisia yang ke-3
133
. Marzouki telah terpilih dengan 153 suara
130
Al-Jazeera, “Two Tunisian ministers quit – Remaining ministers who served under
ousted President Zine al-Abidine Ben Ali quit after protesters demand they resign ”, 28 Februari
2011, dalam http:www.aljazeera.comnewsafrica2011022011228183611459253.html
, akses 24 Oktober 2015, 11:15
131
Al-Jazeera, “Timeline: Tunisia Elections – A look back at the nine months since
massive protest toppled Tunisian ruler Ben Ali ”, 27 Oktober 2011, dalam
http:www.aljazeera.comindepthfeatures2011102011109144814269125.html ,
akses 23
Oktober 2015, 12:35
132
Moncef Marzouki kembali ke Tunisia dari tempat pengasingannya di Paris pada tanggal 18 Januari 2011. Tokoh lainnya yang kembali ke Tunisia setelah diasingkan di luar negeri
yaitu Rachid Ghannouchi. Mereka berdua merupakan pemimpin kongres Partai Republik dan Ennahda yang sama-sama kembali ke Tunisia setelah partai mereka dilarang oleh Ben Ali.
133
Yasmine Ryan, “Tunisia: The Uprising that started it all – Tunisians overthrew
government, inspired uprisings across the region and launched their country on track to democracy
”, 27 Desember 2011, dalam
78
dari total 217 anggota majelis konstitusi, dengan 3 dari 202 saksi deputi suara menolak, 2 tidak hadir, dan 44 anggota oposisi memberikan suara kosong
134
. Setelah peristiwa revolusi Tunisia berakhir, dan pemilihan presiden baru
telah dilaksanakan dengan terpilihnya Marzouki sebagai presiden yang baru, Marzouki yang sebelumnya merupakan seeorang aktivis HAM segera menulis
sebuah konstitusi baru untuk mencapai pemerintahan yang demokrasi sesuai dengan keinginan rakyat. Sebuah konstitusi baru yang telah disetujui oleh semua
partai politik besar, dimana mereka sepakat untuk tidak menjadikan Syariah sebagai sumber utama perundang-undangan negara. Dalam wawancaranya dengan
Al-Jazeera, Marzouki mengatakan bahwa konstitusi baru yang dibawanya adalah konstitusi Sekular, sebuah konstitusi yang menjunjung tinggi hak-hak manusia,
termasuk hak-hak wanita: I think it was a wise decision to accept to work with moderate
islamists. Look what happened in Egypt. Secularists and islamists are against each other and they have a lot of problems to reach a political
consensus, while in Tunisia - because we moderate secularists accepted to work with moderate islamists - we have this peaceful transition to
democracy. And this is the price we have to pay, otherwise its a kind of civil war between secularists and islamists and we dont want this in
Tunisia
135
Saya pikir itu adalah keputusan yang bijaksana untuk menerima bekerja sama dengan kelompok islam moderat. Lihatlah apa yang terjadi di Mesir.
Kalangan sekuler dan Islamis menentang satu sama lain dan mereka
http:www.aljazeera.comindepthspotlightaljazeeratop10201120111220111226205027882603. html
, akses 9 Maret 2015, 08:25
134
Al-Jazeera, “Former dissident becomes Tunisia president: Moncef Marzouki was Ben
Ali‟s bête noire throughout his political career and was forced to live in exile in France”, 13 Desember
2011, dalam
http:www.aljazeera.comnewsafrica201112201112122029806384.html , akses 24 Oktober
2015, 11:48
135
Al-Jazeera, “Moncef Marzouki: Tunisia at the crossroads – The Tunisian president
says he has „nighmares‟ of yet another revolution as a result of discontent and impatience”, 12 Mei
2012, dalam
http:www.aljazeera.comprogrammestalktojazeera201205201251282833168287.html ,
akses 24 Oktober 2015, 11:55. Lebih lanjut lihat: Talk to Al-Jazeera: Moncef Marzouki
– Tunisia at the Crossroads, dalam
https:www.youtube.comwatch?v=SVm9vSOwQLE
79
mempunyai banyak masalah untuk mencapai konsensus politik, sementara di Tunisia
– karena kami sekularis moderat menerima untuk bekerja sama dengan islamis moderat
– kami mempunyai kondisi transisi damai ini untuk menuju demokrasi. Dan ini merupakan harga yang harus kita bayar,
jika tidak maka akan menjadi perang antara sekularis dan islamis dan kami tidak ingin ini terjadi di Tunisia
Ucapan Marzouki tersebut menyiratkan bahwa adanya kerjasama dari
masyarakat, golongan islam moderat serta sekuler dengan pemerintahan tentang pencapaian konstitusi baru tersebut pada akhirnya telah berhasil mewujudkan
peralihan kekuasaan secara damai menuju demokrasi. Dengan kata lain, janji dari adanya revolusi Tunisia telah tercapai dan berhasil. Suatu keberhasilan yang sulit
dicapai oleh negara-negara MENA yang mengalami revolusi serupa. Lebih lanjut, Marzuki mengemukakan dalam wawancaranya dengan Al-
Jazeera, dibanding dengan „negara Arab Spring‟ lainnya, Tunisia termasuk yang paling beruntung. Terlepas dari banyaknya jumlah korban akibat revolusi yang
terjadi pada tahun 2011, harga yang harus dibayar tersebut tidaklah terlalu tinggi. Dalam artian jumlah korban termasuk sedikit dibanding dengan negara Syiria,
Mesir, ataupun Libya. Setelah terjadinya Arab Spring, meskipun jalan yang ditempuh masyarakat Tunisia masih sangat panjang, namun mereka telah
mendapat apa yang diinginkannya. Kebebasan dalam berekspresi, kebebasan dalam berasosiasi, dan keberhasilannya dalam melaksanakan pemilihan yang adil
untuk pertama kalinya. Mayarakat Tunisia merasa bebas berada di negaranya, dan mereka bangga akan apa yang telah mereka capai tersebut
136
.
136
Al-Jazeera, “Moncef Marzouki: The Price of a revolution – Tunisia‟s president warns
of forces that are intent on disrupting the country‟s peaceful movement to democracy”, 9 Februari 2013,
dalam http:www.aljazeera.comprogrammestalktojazeera2013022013291281235102.html
, akses 24 Oktober 2015, 12:00
80
Meskipun begitu, Marzouki mengakui bahwa keadaan sosial-ekonomi di Tunisia masih jauh dari kata baik. Hal tersebut dikarenakan masalah sosial-
ekonomi yang mencakup kemiskinan dan pengangguran adalah masalah yang lebih kompleks dan butuh waktu lama untuk menanganinya. Berbeda dengan
masalah politik dimana pemilihan umum dapat dengan mudah dilakukan dan konstitusi baru dapat dicapai, masalah sosial-ekonomi di Tunisia merupakan suatu
masalah yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Marzouki mengatakan bahwa setelah melakukan pemilu dan transisi pemerintahan telah
terjadi, kondisi pemerintah masih sangat lemah, dan banyak permasalahan selain sosial-ekonomi yang juga harus diatasi. Namun Ia yakin seiring dengan
berjalannya waktu dan pemerintah menjadi lebih stabil, masalah sosial-ekonomi tersebut juga akan dapat diatasi. Meskipun terkadang Marzouki memiliki mimpi
buruk akan terulangnya peristiwa Arab Spring di Tunisia, namun Ia tetap positif karena setelah transisi pemerintahan terjadi, Tunisia telah menjadi lebih baik.
Terbukti dengan semakin sedikitnya aksi-aksi protes dibanding sebelum terjadinya Arab Spring tahun 2010-2011
137
.