Rumus untuk perhitungan secondary factor adalah :
��� = ∑��
� ∑��
[ ]
Keterangan : NSF = Nilai rata-rata secondary factor
∑NSAspek = Jumlah total nilai secondary factor IS = Jumlah item secondary factor
Setelah didapatkan nilai rata-rata core factor dan secondary factor kemudian ditentukan nilai total dari aspek, rumusnya adalah.
� �
= � � +
��� [ ] Keterangan :
NAspek = Nilai total dari aspek x = Nilai persen yang di inputkan
NCF = Nilai rata-rata core factor NSF = Nilai rata-rata secondary factor
Setelah didapat nilai total dari aspek kemudian dapat di tentukan hasil akhir yang berupa ranking dari pegawai dengan menggunakan rumus :
∑ �
�
2.4 AHP Analytical Hierarchy Process
AHP yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty merupakan model hirarki fungsional dengan Input utamanya persepsi manusia. Dengan adanya hierarki masalah yang
kompleks atau tidak terstruktur dipecah dalam sus-sub masalah kemudian disusun menjadi suatu bentuk hierearki
. Permasalahan multikriteria dalam AHP disederhanakan
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk hierarki yang terdiri dari 3 komponen utama. Yaitu tujuan atau goal dari pengambilan keputusan, kriteria penilaian dan alternatif pilihan. Adapun gambar dari
hierarki tersebut adalah sebagai berikut.
Gambar 2.1 . Tingkatan Hierarki pengkriteriaan AHP [8]
Setelah permasalahan multikriteria dimodelkan dalam hierarki seperti gambar diatas, maka dapat dimulai tahapan perbandingan berpasangan pairwise comparison
untuk menentukan bobot kriteria. Tahap perbandingan berpasangan ini akan digunakan pada saat mencarimenghitung bobot kriteria dan bobot alternatif untuk setiap kriteria
penilaian. Misal ada sejumlah m kriteria M dan sejumlah n alternatif N. Maka perbandingan berpasangan dilakukan antar anggota kriteria M pada tahap mencari
bobot kriteria. Dan perbandingan berpasangan dilakukan antar anggota alternatif N untuk setiap anggota kriteria M. Perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan
preferensi subyektif dari pengambil keputusan. Setelah bobot kriteria didapatkan, selanjutnya dilakukan pengecekan konsistensi untuk matrik perbandingan berpasangan-
nya. Jika lebih dari 0.1 maka harus dilakukan perbandingan berpasangan kembali sampai didapat ratio kurang dari atau sama dengan 0.1 konsisten dan juga tidak sebatas
0,1 bahkan jika hasil 0,0001 lebih konsisten. Hal yang serupa dilakukan juga terhadap masing-masing matrik perbandingan antar alternatif. Setelah bobot kriteria dan bobot
GOAL
Criteria A Criteria B
Criteria C Criteria D
Choice A Choice B
Choice C Choice D
Universitas Sumatera Utara
alternatif didapatkan maka dihitung total dari perkalian antara bobot alternatif dengan bobot kriteria yang bersesuaian [6].
2.4.1 Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process
Penyelesaian permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, yaitu sebagai berikut [6]:
1. Membuat Hierarki Decomposition Sistem yang kompleks mampu dipahami dengan membaginya menjadi elemen-
elemen yang lebih kecil dan bisa dimengerti seperti pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Hierarki 3 level AHP
2. Penilaian kriteria dan alternatif Comparative Judgement Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Proses
yang paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan tersebut dapat dipertanggungjawabkan untuk itu Saaty 1980
menetapkan secara kualitatif 1 sampai dengan 9 untuk menilai tingkat perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain seperti
pada tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan Saaty [6] Intensitas
Kepentingan Keterangan
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen
yang lainnya 5
Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya 7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan
yang berdekatan
Kebalikan Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka dibanding
dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i.
Pengisian nilai tabel perbandingan berpasangan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan melihat tingkat kepentingan antar satu
elemen dengan elemen yang lainnya. Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari perbandingan kriteria misalnya A1, A2 dan A3. Maka susunan elemen-
elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada tabel 2.3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan A1
A2 A3
A1 1
A2 1
A3 1
Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu,
maka elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya. 3. Menentukan Prioritas synthesis of priority
Menentukan prioritas dari elemen-elemen kriteria dianggap sebagai bobotkontribusi elemen terhadap tujuan pengambilan keputusan. AHP
melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antara dua elemen sehingga semua elemen yang ada terpenuhi. Prioritas ini
ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung diskusi
maupun secara tidak langsung kuisioner. 4. Konsistensi Logis Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua pengertian. Pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan kesamaan dan relevansi. Kedua, menyangkut
tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu [6].
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Prosedur Analytical Hierarchy Process
Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah- langkah berikut
: 1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan kriteria yang
setingkat diatasnya. Perbandingan berdasarkan “judgement” dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan
elemen lainnya. 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement
seluruhnya sebanyak n x [n-12] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai
eigen vector maksimum yang diperoleh. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung vector eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vector eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensistesis
judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 atau tidak memenuhi dengan CR 0, 100; maka penilaian data judgement harus diulang
kembali. [6] Dari Langkah-langkah dalam menggunakan metode AHP diatas maka penulis
melakukan langkah-langkah sebagai berikut dalam pemilihan kurir:
Universitas Sumatera Utara
1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam memilih kurir. 2. Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk matriks berpasangan.
3. Menjumlahkan matriks kolom yang disebut dengan jumlah elemen. 4. Menentukan bobot relatif yang dinormalkan normalized relatif weight dengan
cara membandingkan masing-masing nilai skala dengan jumlah elemennya. 5. Menghitung nilai prioritas vektor nilai eigen kriteria dengan rumus
menjumlahkan matriks baris pada langkah 4 dan dibagi dengan jumlah kriteria. 6.
Menghitung nilai lamda maksimum, dengan rumus : λ
maks
=
∑ � �
7. Menguji konsistensi matriks berpasangan kriteria yaitu nilai Indeks Konsisten, dengan rumus CI =
�
���
− � �−1
8. Menghitung Rasio Konsistensi, dengan rumus CR =
�� ��
Dimana : RI adalah nilai indeks random yang berasal dari tabel random seperti tabel 2.4
Tabel 2.4 Indeks Random
[6] N
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11
RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51
Jika CR 0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR ≥ 0.1, maka nilai perbandingan berpasangan pada
matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Jika tidak konsisten maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun
alternatif harus diulang. 9. Menentukan jumlah kurir yang akan menjadi pilihan untuk menghasilkan tenga
kurir terbaik. 10. Menyusun jumlah kurir yang telah ditentukan dalam bentuk matriks
berpasangan untuk masing-masing kriteria. Ada n buah matriks berpasangan antar kurir tersebut.
Universitas Sumatera Utara
11. Masing-masing matriks berpasangan antar kurir sebanyak n buah matriks, tiap- tiap matriksnya dijumlah perkolomnya.
12. Menghitung nilai prioritas masing-masing matriks berpasangan antar kurir dengan rumus pada langkah 4 dan langkah 5.
13. Menghitung nilai lamda maksimum, dengan rumus : λ
maks
=
∑ � �
14. Menghitung konsistensi matriks berpasangan antar kurir dengaan mengikuti langkah-langkah pada nomor 7 dan nomor 8.
15. Menyusun matriks baris antar kurir dengan matriks baris kriteria yang isinya hasil perhitungan proses langkah 9.
16. Hasil akhir berupa prioritas global dari perkalian nilai prioritas masing-masing matriks kriteria dengan matriks antar kurir yang kemudian dijumlahkan. Nilai
ini yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan nilai tertinggi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
3.1 Analisis Sistem