septum di mana ia membentuk jaringan erektil. Drainase vena terutama melalui vena oftalmika, fasialis anterior dan sfenopalatina Hilger, 1997.
2.1.4 Sistem limfatik
Suplai limfatik hidung amat kaya di mana terdapat jaringan pembuluh anterior dan posterior. Jaringan limfatik anterior adalah kecil dan muara di
sepanjang pembuluh fasialis yang menuju leher. Jaringan ini menghubung saluran limfatik untuk hampir seluruh anatomi hidung-vestibulum dan daerah prekonka
Hilger, 1997. Jaringan limfatik posterior menghubung mayoritas anatomi hidung,
mengabungkan ketiga saluran utama di daerah hidung belakang - saluran superior, media dan inferior. Kelompok superior berasal dari konka media dan superior dan
bagian dinding hidung yang berkaitan, berjalan di atas tuba eustakius, dan bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea. Kelompok media, berjalan di bawah
tuba eustakius, mengurus konka inferior, meatus inferior, dan sebagian dasar hidung, dan menuju rantai kelenjar limfe jugularis. Kelompok inferior berasal dari
septum dan sebagian dasar hidung, berjalan menuju kelenjar limfe di sepanjang pembuluh jugularis interna Hilger, 1997.
2.1.5 Suplai saraf
Yang terlibat langsung adalah saraf kranial pertama untuk penciuman divisi oftalmikus dan maksilaris dari saraf trigeminus untuk impuls aferen
sensorik lainnya, saraf fasialis untuk gerakan otot-otot pernapasan pada hidung luar, dan sistem saraf otonom. Yang terakhir ini terutama melalui ganglion
sfenopalatina, tujuan untuk mengontrol diameter vena dan arteri hidung, dan juga produksi mukus, dengan demikian dapat mengubah pengaturan hantaran, suhu
dan kelembaban aliran udara Hilger, 1997.
2.2 Fungsi sinus paranasalis
Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan sebagai fungsi dari sinus paranasal, namun belum ada bukti yang sesuai untuk membuktikan teori tersebut.
Antara teori dikemukakan ialah:
Menurut Maqbool 2001, sinus paranasalis berfungsi sebagai: 1 pengatur kondisi udara, sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk
memanaskan dan mengatur kelembaban udara yang diinspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena tidak didapati pertukaran udara yang defenitif
antara sinus dan rongga hidung; 2 membantu untuk keseimbangan kepala dengan mengurangi berat tulang muka. Namun begitu, teori menunjukkkan
bahawa jika sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberi pertambahan berat sebesar 1 dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak bermakna; dan
3 sebagai resonansi suara, sinus berfungsi sebagai rongga untuk menambahkan resonansi suara dan mempengaruhi kualitas suara. Namun ada yangberpendapat,
posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif.
Menurut Soetjipto dan Mangunkusumo 2007, sinus paranasalis berfungsi sebagai: 1 penahan suhu buffer yang melindungi orbita dan fosa serebri dari
rongga hidung yang berubah-ubah. Namun kenyataannya sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ- organ yang dilindungi; 2 sebagai peredam
perubahan tekanan udara, bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya waktu bersin dan beringus; dan 3 untuk memproduksi mukus. Mukus
yang dihasilkan oleh sinus paranasalis sedikit jumlahnya jika dibanding mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang masuk
melalui udara.
2.3 Fisiologi sinus paranasalis
Peranan sinus paranasalis hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti. Namun fungsi yang paling penting dari sinus paranasalis adalah
peningkatan fungsi nasal. Fungsi sinus paranasalis antara lain fungsi ventilasi, penghangatan, humidifikasi, filtrasi, dan pertahanan tubuh. Faktor yang berperan
dalam memelihara fungsi sinus paranasalis adalah patensi KOM, fungsi transport mukosilliar dan produksi mukus yang normal. Patensi KOM memiliki peranan
yang penting sebagai tempat drainase mukus dan debris serta memelihara tekanan oksigen dalam keadaan normal sehingga mencegah tumbuhnya bakteri. Faktor
transport mukosilliar sangat bergantung kepada karekteristik silia yaitu struktur, jumlah dan koordinasi gerakan silia. Produksi mukus juga bergantung kepada
volume dan viskoelastisitas mukus yang dapat mempengaruhi transpor mukosilliar Jackman and Kennedy, 2006.
2.4 Rinosinusitis