Pengaruh Waktu Pembentukan Biofilm pada Media Batu Vulkanik terhadap Reduksi Merkuri

terjadi karena pada waktu pertumbuhan mikrob di media LB kondisi lingkungan tempat pertumbuhan mikrob diatur pada pH optimum yaitu 7-7,5 dan temperatur pada suhu ruang 27ºC. Pada waktu pertumbuhan 6 jam kerapatan biomassa mikrob sudah memperlihatkan nilai OD yang cukup baik. Demikian juga untuk waktu pertumbuhan 12 sampai 48 jam nilai OD semakin tinggi. Peningkatan nilai OD ini menunjukkan bahwa biomassa mikrob dapat tumbuh dengan baik. Dalam penelitian ini inokulan dimasukkan kedalam bioreaktor pada nilai OD 0,6 - 0,7. Pada nilai tersebut populasi sel bakteri dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan sel-sel yang baru.

4.2. Pengaruh Waktu Pembentukan Biofilm pada Media Batu Vulkanik terhadap Reduksi Merkuri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu pembentukan biofilm, semakin tinggi tingkat reduksi merkuri. Reduksi merkuri antara 36,58- 47,15 atau rerata 43 dari 6,54 menjadi 2,39 ppm, 75,52-82,44 atau rerata 79,49 dari 6,53 menjadi 4,93 ppm dan 78,75-84,60 atau rerata 81,26 dari 6,48 menjadi 1.00 ppm untuk waktu pembentukan biofilm 3, 6 dan 9 hari. 43.00 79.49 81.26 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 3 hari 6 hari 9 hari Waktu Pembentukan Biofilm Reduksi Merkuri Gambar 7. Reduksi Merkuri pada Berbagai Lama Waktu Pembentukan Biofilm di Media Batu Vulkanik. Gambar 7 menunjukkan hasil reduksi merkuri pada semua waktu pembentukan biofilm di batu vulkanik. Dalam waktu pembentukan biofilm 3 hari reduksi merkuri relatif belum tinggi dibandingkan reduksi merkuri pada waktu pembentukan biofilm 6 dan 9 hari. Hal ini disebabkan karena waktu pembentukan biofilm masih terlalu singkat, sehingga pembentukan sel-sel bakteri yang terikat ke matrik dan senyawa ekstraseluler pada biofilm masih sedikit. Oleh sebab itu kemampuan dari sel-sel bakteri dalam mereduksi merkuri juga relatif belum tinggi. Media pendukung yang digunakan juga ikut berperan dalam proses pengolahan limbah cair yang mengandung merkuri. Bioreaktor yang digunakan adalah dengan sistem pertumbuhan melekat, dimana mikrob tumbuh di atas media pendukung membentuk lapisan biofilm untuk melekatkan diri pada permukaan batu Tjokrokusumo, 1998. Media pendukung yang di gunakan dalam penelitian yaitu batu vulkanik, yang diharapkan sebagai tempat pertumbuhan sel-sel bakteri yang terikat ke matrik. Morfologi batu vulkanik mempunyai bentuk yang tidak teratur dan banyak rongga-rongga didalamnya. Rongga-rongga tersebut akan memperbesar area yang digunakan sebagai tempat pertumbuhan biofilm juga mikrob pereduksi merkuri untuk melekat dan membentuk koloni. Selain itu struktur batu vulkanik juga memberikan perlindungan bagi mikrob terhadap abrasi akibat aliran limbah cair dalam bioreaktor, sehingga biofilm yang terbentuk tidak mudah rusak Elfrida, 1999. Dari morfologi Batu vulkanik dapat memperlihatkan bahwa batu vulkanik tersebut cukup baik digunakan sebagai media pendukung. Untuk lebih jelasnya morfologi batu vulkanik dapat dilihat hasil foto SEM batu vulkanik pada Gambar 8. Gambar 8. Scanning Electron Micrograph Batu Vulkanik dengan Pembesaran 35 X. Tanda Panah Menunjukkan rongga batu vulkanik. Gambar 9. Scanning Electron Micrograph Batu Vulkanik dengan Pembesaran 1000X. Tanda Panah di Atas Menunjukkan Biofilm yang Menempel pada Permukaan Batu dan Tanda Panah di Bawah Menunjukkan Polimer. Gambar 10. Scanning Electron Micrograph Batu Vulkanik dengan Pembesaran 2000 X. Tanda Panah di Atas Menunjukkan Sel Mikrob yang Menempel pada Permukaan Batu Vulkanik. Hasil foto SEM batu vulkanik pada Gambar 9 menunjukkan bahwa, pada waktu pembentukan biofilm 3 hari, sudah terlihat adanya biofilm dan polimer- polimer ekstraselular yang tumbuh melekat pada permukaan batu vulkanik. Biofilm dan polimer-polimer ekstraselular yang terdapat pada rongga-rongga batu vulkanik juga ikut berperan dalam proses reduksi merkuri. Little et al. 1990, menyatakan bahwa polimer ekstraselular pada biofilm mempunyai tiga fungsi yaitu :1 mengimobilisasi air pada biofilm, 2 menjerat logam-logam dan produk- produk proses korosi pada substrat, serta 3 menurunkan laju difusi dari dan menuju substrat. Dengan demikian selain mikrob yang berfungsi untuk mereduksi merkuri secara enzimatik, biofilm dan polimer-polimer ekstraselular juga berperan secara tidak langsung dalam proses reduksi merkuri. Polimer-polimer tersebut membantu untuk menahan aliran air di dalam biofilm sehingga waktu kontak mikrob dan merkuri menjadi relatif lebih lama. Polimer-polimer juga memiliki kemampuan menjerap logam-logam merkuri dalam limbah cair, karena tertahan sejenak didalam rongga batu vulkanik. Polimer-polimer yang dihasilkan oleh mikrob berfungsi juga sebagai pengikat antar mikrob satu dengan lainnya serta antar mikrob dengan permukaan dinding batuan. Pada waktu pembentukan biofilm 6 dan 9 hari sudah mencukupi yang ditandai dengan hasil reduksi merkuri yang tinggi pada kedua perlakuan tersebut. Hasil penelitian ini mirip sebagaimana yang dilakukan Canstein et al. 1999, yang menemukan bahwa biofilm sudah terbentuk dengan baik pada satu minggu, dan reduksi merkuri dapat mencapai 92- 98 . Pada Gambar 10 juga dapat dilihat pertumbuhan sel-sel mikrob pada waktu pembentukan biofilm 3 hari dengan menggunakan SEM. Nutrisi yang diberikan yakni ekstrak khamir dan sukrosa juga mempengaruhi pertumbuhan mikrob P. psedomallei ICBB 1512 dengan baik, demikian juga pH yang dikondisikan pada pH optimum yaitu 7,0-7,5 dan temperatur pada suhu ruang 27 C Chang et al, 1999. Sel-sel mikrob P. psedomallei ICBB 1512 mereduksi merkuri melalui mekanisme kerja secara enzimatik. Senyawa merkuri direduksi oleh merkuri reduktase secara intraselular didalam sitoplasma yang memerlukan NADPH dan mentransfer 2 elektron, sehingga Hg 2+ diubah menjadi Hg yang tidak toksik dan mudah menguap Gadd, 1990 Merkuri yang tidak toksik dan mudah menguap volatile di atmosfer berada dalam bentuk gas atau diabsorpsi menjadi partikel Hg p . Fraksi gas terdiri dari Hg , CH 3 Hg + , Hg 2+ , CH 3 2 Hg dan bentuk terklorinasi. Keberadaan merkuri diatmosfer tergantung pada kondisi fisikokimia atmosfer. Pada kondisi masam, Hg teroksidasi oleh H 2 O 2 terbentuk dari reaksi H 2 O dengan O 3 menjadi Hg 2+ dengan reaksi yang sangat lambat yaitu : H 2 O 2 + 2H + + 2 Hg 2H 2 O + 2 Hg + . Selanjutnya dengan adanya penambahan Hg 2+ ke sedimen, Hg 2+ ini akan mengalami metilasi dengan methylocobalamin B12 sebagai donor menjadi metil merkuri yang merupakan bentuk yang stabil. Pada sedimen mikrob aerob dan juga mikrob anaerob, dapat juga membentuk me til merkuri kembali Barkay, 1992. Dari beberapa penelitian terbukti bahwa penggunaan kultur tunggal untuk mereduksi merkuri lebih baik dari pada kultur campuran. Canstein et al. 1999 menunjukkan bahwa reduksi merkuri dari air limbah industri elektrolisis klor alkali oleh bakteri P. putida yang merupakan kultur tunggal mempunyai efisiensi antara 90-98,5, dan ini lebih baik dari pada kultur campuran Chang et al. 1999. Kemungkinan pada kultur campuran akan terjadi persaingan antar mikrob dalam memperoleh nutrisi yang disebabkan oleh tingkat pertumbuhan dan jumlah biomassa yang berbeda dari setiap spesies. Hal tersebut menyebabkan kemampuan untuk mereduksi merkuri relatif kurang baik. Van Loosdrecht dan Heijnen 1993 melaporkan bahwa biofilm juga merupakan agregat bakteri yang terdiri dari matriks bakteri homogen dan polimer ekstraselular.

4.3. Pengaruh Waktu Retensi Hidraulik HRT pada Media Batu Vulkanik