Kebijakan dan Pengelolaan HASIL DAN PEMBAHASAN

41 a b c meskipun demikian hal ini tidak cukup mampu mengatasi kepadatan tersebut, sehingga menimbulkan berbagai masalah lalu-lintas, seperti yang terlihat pada Gambar 10 di bawah ini. Gambar 10 Beragam aktivitas pengguna lanskap, a halte Ratu Plaza, b dan c pedestrian di depan Sarinah Plaza.

4.2. Kebijakan dan Pengelolaan

Berdasarkan SK Gubernur No. 72 tahun 2003 tentang penataan pedestrian di kawasan Jalan M.H. Thamrin, Instruksi Gubernur No. 169 tahun 2003 tentang penataan pedestrian di Kawasan Jalan M.H. Thamrin dan SK Gubernur No. 48 tahun 2005 tentang penataan pedestrian di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, maka dibuatlah nota kesepakatan antara Pemda DKI yang diwakili oleh Dinas Pertamanan, dengan pemilik kavling di sepanjang Jalan M. H. Thamrin-Jend. Sudirman, mengenai lebar pedestrian kawasan jalan ini. Oleh karena itu, lebar pedestrian Jalan M.H. Thamrin-Jend. Sudirman beragam, tergantung kesepakatan. Rata-rata lebar pedestrian yang direncanakan ± 3 meter. Meskipun demikian, pada 42 beberapa titik lebar pedestrian sangat sempit, hal ini menyebabkan ketidak- nyamanan pergerakan pengguna yang melalui titik tersebut, misalnya di depan Bangkok Bank dan Bank Indonesia Gambar 11. a b Gambar 11 Pedestrian yang sempit a Bangkok Bank; b Bank Indonesia. Meskipun beberapa kebijakan dan peraturan-peraturan telah dibuat untuk menunjang kenyamanan para pengguna jalan, khususnya pejalan kaki di lanskap Jalan M. H. Thamrin-Jend. Sudirman, berdasarkan pengamatan lapang, hal itu belum sepenuhnya berjalan efektif. Seperti lebar pedestrian yang sempit pada beberapa titik, efektivitas fungsi elemen-elemen street furniture dalam menunjang kenyamanan belum dapat mengakomodasikan kepentingan pejalan kaki dalam bermobilisasi. Penempatan struktur seperti jembatan penyeberangan orang JPO, tiang-tiang lampu, bollard masih mengganggu pergerakan pengguna. Elemen- elemen lain seperti papan-papan iklan, penunjuk jalan dan rambu lalu-lintas kurang memperhatikan standar dimensi dan ketersediaan ruang dalam penempatannya. Hal ini patut dipahami bahwa penetapan kebijakan dan peraturan tersebut termasuk terlambat, karena program penataan pedestrian di Kawasan Jalan M. H. Thamrin-Jend. Sudirman baru ditetapkan sekitar awal tahun 2000-an, meskipun gagasan penataan sudah mulai dimunculkan sejak pertengahan tahun 1900-an. Kawasan Jalan M. H. Thamrin-Jend. Sudirman, Jakarta telah menjadi akses dan jalur utama sejak tahun 1960-an. Sudah selayaknya Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah mempunyai site planning serta grand design yang dituangkan dalam kebijakan dan peraturan-peraturan yang terstruktur dan berkelanjutan sejak saat 43 itu. Lanskap yang telah terlanjur terbangun sangat solid dan masif ini tidak dapat dirubah melalui kebijakan dan peraturan secara cepat atau instant, karena dapat mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan mendasar, terutama pada bangunan-bangunan yang telah dibangun sejak lama, sebagai contoh Bank Indonesia, Gedung Departemen Agama, Gedung PBB. Bangunan-bangunan tersebut telah lama dibangun, sehingga pada saat pelaksanaan kebijakan mengenai penataan pedestrian di Kawasan Jalan M. H. Thamrin-Jend. Sudirman, pihak pengelola hanya menyisakan sedikit ruang bagi pedestrian kurang dari 3 meter. Tetapi usaha-usaha penataan pedestrian di Kawasan Jalan M. H. Thamrin- Jend. Sudirman tetap perlu dilanjutkan, dengan memperhatikan kepentingan berbagai pihak pengguna jalan, pejalan kaki dan pihak pengelola gedung. Sebagai kawasan bisnis dan perdagangan, kawasan Jalan M. H. Thamrin-Jend. Sudirman merupakan path kota Jakarta yang sangat penting. Hendaknya lanskap yang terbangun tidak hanya memiliki keberpihakan pada pemilik bangunan dan pengguna jalan, tetapi juga pada pejalan kaki. Menambah atau mengurangi elemen-elemen fisik pada lanskap ini perlu mempertimbangkan dampak lingkungan yang mungkin timbul. Misalnya dengan membangun underpass sebagai pengganti JPO, untuk memberikan ruang yang lebih lebar bagi pejalan kaki dalam bermobilisasi di pedestrian. Kebijakan ini akan menimbulkan dampak lingkungan yang sangat signifikan terhadap pengguna jalan dan pemilik gedung. Oleh karena itu, dalam penetapan kebijakan penataan pedestrian di Kawasan Jalan M. H. Thamrin-Jend. Sudirman selain mengakomodasikan pejalan kaki, harus memperhatikan pula pengguna jalan dan pemilik bangunan. Hal lain yang penting adalah penegakan hukum yang tegas dan jelas. Selain itu keberlanjutan program penataan ini dari tahun ke tahun harus secara konsisten dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, melalui dinas-dinas yang terkait.

4.3. Persepsi dan Preferensi