Perubahan utama meliputi kondensasi kromatin inti, pembentukan ekor sperma dan perkembangan tudung akrosom. Setelah terbentuk sempurna,
spermatozoa memasuki rongga tubuli seminiferi dan selanjutnya masuk ke cauda epididimis. Pada tikus jantan, sperma mulai ada di cauda epididimis
pada usia 45-46 hari dan puncak produksinya pada usia 75 hari Fox 2002. Selain menghasilkan sperma, testis juga berfungsi menghasilkan
hormon testosteron. Peranan dan hadirnya hormon ini di dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hormon lain, yaitu hormon GnRH, FSH, dan LH.
Pada hewan jantan, gonadotrophin releasing hormone GnRH disekresikan dari hipothalamus untuk menstimulasi pelepasan lutenising hormone LH dan
follicle stimulating hormone FSH dari pituitari anterior. LH and FSH
mengatur aktivitas testis. LH merangsang sel-sel Leydig untuk memproduksi testosteron dan FSH akan menstimulasi sel-sel Sertoli untuk proses
pembentukan sel-sel germinal pada spermatogenesis. FSH dan testosteron merangsang
sel-sel spermatogenik
untuk melakukan
meiosis dan
berdiferensiasi menjadi sperma Hernawati 2007.
Pada masa pubertas kinerja hormon ini terutama testosteron semakin meningkat. Kurangnya kadar
testosteron dapat menyebabkan berbagai macam gangguan reproduksi jantan, seperti kriptorchid, hipospadia, pseudohermafroditsme Heffner
Schust 2008, dan gangguan kesuburan Martono Joewana 2006.
2.9. Homon-Hormon yang Berperan pada Masa Bunting dan Laktasi
Hormon adalah agen kimia yang disekresikan oleh sel endokrin langsung ke dalam aliran darah dan ditransportasikan pada target
Cunningham 1997. Hormon-hormon yang mempengaruhi kebuntingan dan berperan setelah postpartus adalah estrogen, progesteron, relaxin, oxitosin,
dan prolaktin. Estrogen berpengaruh pada masa kebuntingan terutama saat proses organogenesis. Peran estrogen pada saat kebuntingan adalah ikut
membantu dalam mempersiapkan uterus untuk implantasi. Uterus akan mengalami hiperplasi dan hipertropi akibat estrogen dengan tujuan
mempersiapkan kebuntingan. Estrogen bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah buluh darah ke uterus. Hal ini bertujuan memperlancar
aliran darah ke uterus. Estrogen juga memegang peranan penting terhadap perkembangan fetus selama kebuntingan Sherwood 2001.
Proses diferensiasi organ reproduksi fetus selama di kandungan juga dipengaruhi oleh adanya paparan agen estrogenik. Paparan yang berlebihan
pada fetus jantan dapat menyebabkan kegagalan diferensiasi sex, menyebabkan komplikasi lain seperti epididymal cyst, meatal stenosis,
hypospadia, cryptorchidsm dan microphallus Vicenzo et al. 2005.
Frekuensi dari terjadinya abnormalitas sangat tergantung pada kadar dan waktu terjadinya paparan. Hewan jantan yang mendapat paparan estrogen
pada periode akhir kebuntingan memiliki risiko lebih rendah terjadinya abnormalitas ini jika dibandingkan dengan yang mendapat paparan pada
awal kebuntingan Vicenzo et al. 2005. Kadar paparan estrogenik yang tinggi selama kebuntingan dapat menekan perkembangan saluran tikus
jantan sehingga kinerja reproduksinya kurang maksimal Santii et al. 1998. Selain itu, paparan estrogen yang tinggi pada fetus dan neonatus ditakutkan
akan menyebabkan efek yang menyimpang seperti infertilitas, kornifikasi vagina persisten, hemoragi folikel ovarium, dan premature vaginal opening
Hughes et al. 2004. Hormon progesteron memiliki fungsi memelihara kebuntingan,
menghambat kontraksi uterus, membentuk kelenjar endometrium, dan pemicu pertumbuhan alveolar pada kelenjar susu. Hormon prolaktin
berperan merangsang pertumbuhan kelenjar susu dan hormon oksitosin merangsang pengeluran air susu. Hormon relaxin berperan sebagai relaksasi
ligament pelvis Isnaeni 2006. Hormon-hormon ini sangat dibutuhkan oleh induk yang bunting sampai menyusui.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian