c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus
dipenuhi, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani d.
Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual, baik yang disebabkan faktor bawaan maupun
lingkungan. e.
Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama; jasmaniah dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan
daya fisik yang dimiliki, sementara unsur ruhaniah berkaitan dengan daya akal dan daya rasa
f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai
potensi fitrah yang perlu dikembangkan secara terpadu.
41
Peserta didik sebagai subjek pendidikan dalam Islam, sebagaimana diungkapkan Asma Hasan Fahmi, sekurang-kurangnya harus memerhatikan
empat hal sebagai berikut: a.
Seorang peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum melakukan proses belajar.
b. Peserta didik harus menanamkan dalam dirinya bahwa tujuan
menuntut ilmu itu adalah untuk meraih keutamaan akhlak, mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk bermegah-megahan
atau bahkan untuk mencari kedudukan c.
Seorang peserta didik harus memiliki ketabahan dan kesabaran dalam mencari ilmu.
d. Seorang peserta didik wajib menghormati gurunya, dan berusaha
semaksimal mungkin meraih kerelaannya dengan berbagai macam cara yang terpuji.
42
41
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, h. 120-121
42
Ibid, h. 123-124
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi dan bakat namun belum
dapat dikatakan dewasa baik secara fisik maupun psikologis, yang memiliki sifat ketergantungan terhadap pendidikan dan membutuhkan pendidikan
tersebut untuk menata kehidupannya di masa depan melalui pembelajaran dalam pendidikan formal maupun non formal.
2. Karakteristik Peserta Didik
Karakteristik peserta didik dapat dibedakan berdasarkan tingkat usia, kecerdasan, bakat, hobi dan minat, tempat tinggal dan budaya, dan lain
sebagainya.
43
a. Karakteristik Peserta Didik berdasarkan Tingkat Usia
Dilihat dari segi usia, peserta didik dapat dibagai menjadi lima tahapan, yaitu:
1 Tahap asuhan usia 0 – 2 tahun. Pada tahap ini, individu belum
memiliki kesadaran dan daya intelektual 2
Tahap jasmani usia 2 – 12 tahun. Pada tahap ini, anak mulai memiliki potensi biologis, pedagogis, dan psikologis.
3 Tahap psikologis usia 12 – 20 tahun. Pada fase ini anak sudah
dapat dibina, dibimbing, dan dididik untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut komitmen dan tanggung jawab
4 Tahap dewasa usia 20 – 30 tahun. Pada fase ini, seseorang
sudah memiliki kematangan dalam bertindak dan mengambil keputusan sendiri
5 Tahap bijaksana usia 30 sampai akhir hayat. Pada fase ini,
manusia telah menemukan jati dirinya yang hakiki.
44
43
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010, Cet.1, h.175
44
Ibid, h. 175-176
b. Karakteristik Peserta Didik berdasarkan Tingkat Kecerdasan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Binet Simon terhadap Intelligence Quotient IQ manusia, menunjukkan bahwa IQ yang
dimiliki setiap manusia itu berbeda-beda. Ada yang ber-IQ tinggi biasa disebut manusia jenius. Ada yang ber-IQ rendah atau biasa
disebut idiot, debil, dan embisil. Ada yang ber-IQ sedang seperti manusia pada umumnya.
45
Dengan mengetahui karakteristik peserta didik berdasarkan tingkat kecerdasannya, diharapkan para
guru atau pendidik mampu menyiapkan metode belajar dan pendekatan pembelajaran yang tepat.
c. Karakteristik Peserta Didik berdasarkan Kondisi Sosial Ekonomi
dan Budaya Dalam kaitannya dengan latar belakang ekonomi keluarga, dapat
diketahui adanya peserta didik yang keluarganya ekonomi ke atas, menengah ke atas, menengah, menengah ke bawah, atau fakir
miskin. Dalam kaitannya dengan latar belakang status sosial dapat diketahui peserta didik terlahir dari keluarga pejabat, PNS, guru
honorer, atau pengemis.
46
Dengan mengetahui latar belakang tersebut, diharapkan seorang guru dapat menciptakan sebuah
keadaan atau sebuah kegiatan pembelajaran yang memungkinkan setiap anak yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi dan
budaya yang berbeda-beda tersebut dapat berinteraksi secara harmonis.
Selanjutnya, Barnadib 1986, Suwarno 1985, dan Meichati 1976 mengidentifikasikan peserta didik memiliki karakteristik sebagai berikut:
45
Ibid, h. 179
46
Ibid, h.180
a. Belum berkepribadian dewasa secara susial sehingga masih menjadi
tanggung jawab pendidik b.
Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya c.
Sebagai manusia yang memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan secara terpadu, seperti kebutuhan biologis-rohani-
sosial, intelegensi, emosi, kemampuan berbicara, anggota tubuh yang bekerja kaki, tangan, jari, latar belakang sosial, latar
belakang biologis warna kulit, bentuk tubuh, dan lainnya, dan perbedaan individual.
47
Dalam pembicaraan mengenai karakteristik individu peserta didik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal atau
prerequisite skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotorik
b. Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status
sosio-kultural c.
Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti sikap, minat, bakat, perasaan, dan lain-lain
48
3. Fenomena Bullying di Kalangan Peserta Didik
Perilaku bullying merupakan satu dari banyak masalah tingkah laku dan disiplin di kalangan murid sekolah dewasa ini. Perilaku bullying secara
langsung atau tidak langsung merupakan sebagian dari tingkah laku agresi.
49
Di zaman modern seperti saat ini, bullying menjadi hal yang biasa terjadi di kalangan peserta didik. Seperti yang kita ketahui, bullying datang dengan
47
Wens Tanlain, dkk., Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992 Cet. 2, h.34
48
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, h. 57
49
Husmiati Yusuf dan Adi Fahrudi, Perilaku Bullying: Asesmen Multidimensi dan Intervensi Sosial, Jurnal Psikologi Undip Vol.11 No.2, 2012, h.8
berbagai bentuk, salah satunya senioritas. Senioritas tidak hanya terjadi di sekolah selama siswa baru mengikuti pelajaran. Senioritas bahkan terjadi di
luar sekolah, bahkan di mal.
50
Seniortitas menjadi sangat populer di sekolah- sekolah maupun perguruan tinggi. Bukan tidak mungkin di sekolah negeri
dan swasta, PTN dan PTS kerap terjadi senioritas dengan alasan untuk „menggembleng’ junior agar tahan mental dan fisik selama berada di sekolah
atau perguruan tinggi tersebut. Fenomena bullying telah lama menjadi bagian dari dinamika sekolah.
Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti penggencetan,
pemalakan, pengucilan,
intimidasi, dan
lain-lain.
51
Diperkirakan bullying menjadi semakin marak terjadi di sekolah karena orang tua atau orang dewasa lain tidak menganggap serius atau bergeming
atas terjadinya bullying.
52
Anak yang pernah menjadi korban atau menyaksikan bullying bystander cenderung akan menjadi pelaku bullying
atau menganggap bullying sebagai hal yang wajar terjadi.
53
Berdasarkan penelitian Halimah, dkk., terdapat pemgaruh positif persepsi pelaku bullying
pada bystander terhadap intensitas bullying di SMP. Semakin tinggi persepsi pada bystander, maka semakin intens siswa melakukan bullying di sekolah.
54
Hal ini menunjukkan bahwa bystander secara tidak langsung bisa menjadi pelaku atau menjadi korban bullying.
Maraknya fenomena bullying di sekolah-sekolah menimbulkan keinginan para siswa untuk melakukan tindakan bullying. Keinginan mereka
50
Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak, h. 6
51
Robiah Flora, Mengurangi Perilaku Bullying Kelas X-4 Melalui Pemberian Layanan Bimbingan Kelompok Teknik Role Playing di SMA Negeri 12 Medan Tahun Ajaran 20122013,
Jurnal Saintech Vol. 06 No. 02, 2014, h. 40
52
Ponny Retno Astuti, Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak, h.9
53
Levianti, Konformitas dan Bullying pada Siswa, Jurnal Psikologi Vol.6 No.1, 2008, h.9
54
Andi Halimah, Persepsi pada Bystander terhadap Intensitas Bullying pada Siswa SMP, h.137