Kelayakan Pengembangan Perikanan Cakalang

6 PEMBAHASAN Analisis mengenai pengembangan perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur dilakukan dengan beberapa tahap analisis yaitu analisis unit penangkapan, analisis stok sumberdaya ikan, analisis kelayakan finansial dan analisis SWOT. Analisis unit penangkapan ikan, analisis stok sumberdaya ikan dan analisis kelayakan finansial perlu dilakukan sebelum mengetahui strategi yang tepat untuk pengembangan perikanan cakalang. Hal ini dikarenakan perlu adanya informasi mengenai teknologi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur sehingga dapat diketahui dampak terhadap hasil tangkapan ikan cakalang dari penggunaan teknologi alat penangkap ikan tersebut. Selain itu, perlu pula diketahui besarnya potensi sumberdaya ikan cakalang di wilayah perairan Kabupaten Lombok Timur sehingga dapat dianalisis status dari sumberdaya ikan cakalang di wilayah tersebut dan dapat diketahui tindakan yang perlu dilakukan berdasarkan status sumberdaya ikan cakalang tersebut. Selanjutnya, pada kegiatan usaha perikanan cakalang, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui keuntungan dan kelayakan dari usaha perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur. Menurut Haluan 1996, kegiatan pengembangan pemanfaatan perikanan dilandasi oleh studi-studi dasar setiap komponen pemanfaatan sumberdaya perikanan serta interaksinya, dimana pendataan sumberdaya perikanan dan identifikasi potensi, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta tingkat pemanfaatannya merupakan dasar penyusunan model pengembangan pemanfaatan sumberdaya hayati. Oleh Karena itu, hasil dari analisis unit penangkapan, analisis stok sumberdaya ikan dan analisis kelayakan finansial selanjutya digunakan sebagai pertimbangan dalam penetapan strategi pengembangan perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur.

6.1 Kelayakan Pengembangan Perikanan Cakalang

Analisis unit penangkapan ikan cakalang pada penelitian ini menunjukkan bahwa ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur ditangkap dengan menggunakan alat tangkap pancing tonda, dimana alat tangkap tersebut termasuk ke dalam alat tangkap yang menghasilkan hasil tangkapan yang segar. Selain itu, kapal pancing tonda yang digunakan oleh nelayan perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur dilengkapi dengan palkah yang selalu diisi dengan es untuk tetap menjaga kesegaran ikan hasil tangkapan. Sehingga dapat dikatakan bahwa alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur tidak merusak kualitas dari ikan cakalang tersebut. Informasi lain yang diperoleh yaitu nelayan pancing tonda di Kabupaten Lombok Timur menggunakan rumpon sebagai alat bantu dalam operasi penangkapan ikan, dimana rumpon tersebut dipasang sekitar perairan selatan Nusa Tenggara. Pancing tonda di Kabupaten Lombok Timur memiliki produktivitas sekitar 3.850 kgtrip pada musim sedang hingga 6.375 kgtrip pada musim puncak. Hal ini berbeda dengan produktivitas pancing tonda di Trenggalek, Jawa Timur. Penelitian Ross 2011 menunjukkan bahwa produktivitas pancing tonda di daerah Trenggalek yaitu 550 kgtrip pada musim paceklik dan 950 kgtrip pada musim puncak. Perbedaan produktivitas pancing tonda pada kedua daerah tersebut disebabkan oleh waktu trip yang berbeda. Waktu trip penangkapan pancing tonda di Kabupaten Lombok Timur antara 10 – 14 hari sedangkan waktu trip penangkapan pancing tonda di Trenggalek antara 7 – 10 hari. Selain itu, perbedaan produktivitas ini juga dapat pula disebabkan oleh daerah penangkapan ikan yang menjadi lokasi penangkapan pancing tonda pada kedua daerah tersebut. Menurut Haryani, Fauzi, dan Monintja 2009, produksi lestari merupakan hubungan antara hasil tangkapan dengan upaya penangkapan dalam bentuk kuadratik, dimana tingkat effort maupun hasil tangkapan yang diperoleh tidak akan mengancam kelestarian sumberdaya perikanan. Produksi lestari pada penelitian ini menggunakan produksi lestari maksimum MSY. Adapun analisis pendugaan produksi lestari untuk ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur pada penelitian ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan cakalang tersebut terindikasi mengalami over fishing. Effort aktual perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur yang telah melebihi effort optimalnya menyebabkan produksi aktual ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur lebih kecil daripada produksi lestarinya. Hal ini terjadi karena kegiatan perikanan digambarkan ke dalam kurva MSY yang berbentuk parabola. Bentuk kurva MSY tersebut memiliki arti bahwa produksi ikan akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya effort yang dilakukan, namun setelah mencapai titik maksimumnya, produksi ikan akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya effort yang dilakukan. Produksi lestari ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur adalah 2.473 tontahun, sedangkan produksi aktual ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur adalah 1.702,90 tontahun. Adapun effort optimal untuk kegiatan perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur adalah 38.107 triptahun, sedangkan effort aktual ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur adalah 73.154 triptahun. Perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur yang terindikasi mengalami over fishing telah sangat jelas ditunjukkan oleh kurva MSY Gambar 24. Selanjutnya, kondisi terindikasinya over fishing pada perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur tersebut diperkuat pula oleh salah satu indikator over fishing yang dinyatakan oleh Nijikuluw 2002 vide Hiariey 2009 yaitu menurunnya produksi dan produktivitas penangkapan secara nyata. Produksi ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2006 adalah 2.913,30 ton dan produksi ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2010 menurun sekitar 58 sehingga menjadi 1.702,90 ton. Menurut kategori over fishing yang dinyatakan oleh Fauzi 2005 dan Widodo dan Suadi 2006, kondisi over fishing pada perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur termasuk ke dalam kategori biological over fishing. Hal tersebut dikarenakan effort aktual pada kegiatan perikanan cakalang tersebut melampui effort optimalnya. Kondisi pemanfaatan dan pengupayaan kegiatan perikanan cakalang seperti yang dihasilkan dari analisis stok sumberdaya ikan pada penelitian ini dapat berdampak buruk pada usaha perikanan cakalang. Menurut Zulkarnain dan Darmawan 1997, kondisi dimana tingkat pengupayaan melebihi effort optimal dan produksi cenderung kecil menunjukkan bahwa sumberdaya perikanan telah berada dalam kondisi kritis. Namun, kondisi seperti ini dapat diatasi dengan melakukan pengurangan terhadap jumlah trip atau jumlah unit dari kapal perikanan cakalang, yang pada penelitian ini adalah kapal pancing tonda. Sesuai dengan pendapat dari Haluan 2001 yang menyatakan bahwa analisis potensi suatu jenis ikan di suatu kawasan perairan laut penting dilakukan untuk mengontrol dan memonitor tingkat eksploitasi dalam kegiatan penangkapan sumberdaya di perairan tersebut sebagai tindakan preventif guna mencegah terjadinya kepunahan sumberdaya akibat tingkat pemanfaatan berlebihan. Sehingga pengurangan effort untuk kegiatan penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Lombok Timur akan membantu mencapai produksi ikan cakalang yang optimal demi mencapai keberlanjutan perikanan cakalang yang pada akhirnya akan mensejahterakan masyarakat, khususnya nelayan perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur. Analisis optimasi pada penelitian ini dilakukan dengan analisis rasio optimasi, diperoleh hasil bahwa pada perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur perlu dilakukan pembatasan jumlah unit penangkapan pancing tonda. Jumlah unit penangkapan tersebut sebaiknya berjumlah 890 unittahun. Pada tahun 2010, jumlah unit pancing tonda di Kabupaten Lombok Timur mencapai 998 unit. Sehingga, perlu adanya pengurangan jumlah unit penangkapan pancing tonda sebesar 108 unit agar kegiatan penangkapan ikan cakalang tersebut tetap lestari. Pengurangan jumlah unit penangkapan pancing tonda yang mencapai 108 unit tentunya akan memberikan dampak buruk yaitu munculnya pengangguran baru di Kabupaten Lombok Timur atau bahkan muncul konflik. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan alternatif penggunaan alat penangkap ikan lainnya. Berdasarkan data dari DKP Provinsi NTB 2007 – 2011 diketahui bahwa alat tangkap ikan yang digunakan di Kabupaten Lombok Timur masih kurang bervariasi. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Lombok Timur berupa jenis jaring, pancing, bagan dan pukat yang sebagian besar merupakan alat tangkap untuk menangkap ikan pelagis. Sehingga, pemerintah daerah Kabupaten Lombok Timur dapat melakukan pengadaan alat tangkap ikan demersal untuk nelayan pancing tonda yang terkena dampak dari pengurangan jumlah unit penangkapan pancing tonda. Perlu diinformasikan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur bisa saja tidak melakukan pengurangan terhadap unit penangkapan pancing tonda, namun Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur dapat melakukan pembatasan atau pengurangan jumlah effort dari masing-masing unit penangkapan pancing tonda yang ada berdasarkan effort optimal dari perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur. Analisis selanjutnya yang dirasa perlu dilakukan untuk mengetahui layak atau tidak dilakukan pengembangan perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur adalah analisis kelayakan finansial. Analisis tersebut dilakukan dalam dua tahap yaitu analisis usaha dan analisis investasi. Analisis usaha dilakukan untuk mengetahui keuntungan dari usaha perikanan cakalang dalam jangka pendek yaitu dalam waktu 1 tahun. Sedangkan analisis investasi dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari usaha perikanan cakalang dalam jangka panjang yaitu dalam waktu 10 tahun, dimana waktu 10 tahun tersebut ditetapkan berdasarkan umur teknis investasi terlama yaitu umur teknis dari kapal pancing tonda. Analisis kelayakan finansial pada penelitian ini membandingkan usaha perikanan cakalang yang menangkap ikan multispesies ikan jenis tuna, cakalang dan tongkol dengan usaha perikanan cakalang yang menangkap satu spesies ikan ikan cakalang. Hasil yang diperoleh adalah usaha perikanan cakalang yang menangkap satu spesies ikan ikan cakalang tidak layak untuk dikembangkan dalam jangka panjang karena keuntungan yang diperoleh dalam jangka waktu 10 tahun bernilai negatif atau dengan kata lain mengalami kerugian. Oleh sebab itu, usaha perikanan cakalang yang menangkap ikan multispesies di Kabupaten Lombok Timur telah tepat. Usaha perikanan cakalang yang menangkap ikan multispesies tersebut memberikan keuntungan yang besar dan layak dikembangkan untuk jangka waktu yang panjang. Selanjutnya, usaha perikanan cakalang yang dibahas pada penelitian ini adalah usaha perikanan cakalang yang menangkap ikan multispesies. Pada analisis usaha diketahui bahwa keuntungan yang diperoleh untuk usaha perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur dalam kurun waktu 1 tahun adalah Rp 353.395.167, dimana waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian nilai investasi yang digunakan dengan keuntungan tersebut yaitu 7,5 bulan. Adapun besarnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam setiap rupiah investasi yang dikeluarkan pada awal usaha perikanan cakalang tersebut adalah Rp 160,36. Selain itu, penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan pada usaha perikanan cakalang tersebut yaitu Rp 1,40. Dari keempat analisis usaha yang dilakukan tersebut diperoleh informasi bahwa usaha perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur dalam jangka waktu pendek yaitu 1 tahun memberikan keuntungan sehingga dapat dilakukan atau diusahakan. Usaha perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur menggunakan unit penangkapan pancing tonda, sehingga usaha perikanan cakalang tersebut dapat pula dikatakan usaha perikanan pancing tonda. Keuntungan pada usaha perikanan pancing tonda di Kabupaten Lombok Timur juga dialami oleh daerah lain. Terbukti bahwa berdasarkan penelitian Ross 2011, pancing tonda di PPN Prigi, Trenggalek, Jawa Timur juga mengalami keuntungan dalam kegiatan usahanya. Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan perikanan pancing tonda di PPP Labuhan Lombok, Kabupaten Lombok Timur sebesar Rp 353.395.167, sedangkan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pancing tonda di PPN Prigi, Trenggalek Rp 73.419.166. Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan perikanan pancing tonda di PPP Labuhan Lombok lebih besar daripada kegiatan perikanan pancing tonda di PPN Prigi dikarenakan produksi per trip yang dihasilkan oleh pancing tonda di PPP Labuhan Lombok lebih besar daripada produksi per trip yang dihasilkan oleh pancing tonda di PPN Prigi. Analisis usaha belum cukup untuk menunjukkan kelayakan suatu usaha untuk dijalankan atau tidak dalam jangka waktu yang panjang. Sehingga pada penelitian ini dilakukan pula analisis investasi. Berdasarkan analisis investasi, diketahui bahwa nilai investasi untuk usaha perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur bernilai ratusan juta rupiah, yaitu Rp 222.250.000, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha perikanan cakalang tersebut termasuk ke dalam skala menengah ke atas. Menurut DKP 2004 vide Raihanah et al. 2011, nilai investasi merupakan indikasi utama dalam skala usaha perikanan yang dilakukan masyarakat pesisir, dimana bila kapal, alat tangkap dan peralatan pendukung dapat diusahakan secara lengkap maka usaha perikanan tersebut telah berkembang dalam skala menengah ke atas. Analisis investasi pada usaha perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur memberikan informasi bahwa pada usaha perikanan tersebut memberikan net benefit sebesar Rp 1.487.096.970 selama 10 tahun. Besarnya manfaat yang diperoleh dengan menggunakan alat tangkap pancing tonda dalam usaha perikanan cakalang adalah 12,19 setiap tahun selama 10 tahun. Selain itu, diketahui pula bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan bersih sebesar Rp 19,43. Maka, dari hasil analisis investasi dapat diperoleh informasi bahwa usaha perikanan cakalang di Kabupaten Lombok Timur layak untuk dikembangkan dalam jangka waktu 10 tahun. Analisis usaha dan analisis investasi yang dilakukan pada penelitian ini merupakan analisis yang ditujukan untuk pengusaha perikanan cakalang atau pemilik kapal pancing tonda di Kabupaten Lombok Timur. Adapun pendapatan nelayan-nelayan yang menjabat sebagai ABK adalah 40 dari total penerimaan yang diperoleh dalam satu kali trip penangkapan. Perlu diingat bahwa 40 tersebut selanjutnya dibagi dengan jumlah keseluruhan ABK pada unit penangkapan pancing tonda dalam satu kali trip penangkapan, sehingga apabila jumlah nelayan ABK dalam satu unit penangkapan pancing tonda adalah 5 orang maka pendapatan nelayan ABK adalah 8 dari total penerimaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan nelayan pancing tonda di Kabupaten Lombok Timur sangat berpengaruh terhadap nilai produksi ikan yang dihasilkan dalam satu kali trip penangkapan. Perlu diinformasikan bahwa posisi tawar nelayan pancing tonda di Kabupaten Lombok Timur yang sangat rendah tidak jarang menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapannya dengan nilai jual yang rendah kepada para pengusaha perikanan. Selanjutnya, sebagian besar nelayan pancing tonda yang bersifat andon tidak melakukan kegiatan penangkapan sama sekali pada bulan Desember sampai pertengahan Maret tahun berikutnya dikarenakan kondisi cuaca yang buruk angin kencang sehingga tidak memungkinkan untuk melaut. Nelayan pancing tonda di Kabupaten Lombok Timur tidak mendapatkan penghasilan sama sekali selama 3 bulan dan pendapatan selama 9 bulan dialokasikan pula untuk memenuhi kebutuhan keluarga nelayan ABK tersebut pada saat tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan. Oleh karena itu, rendahnya harga jual produksi dari pancing tonda dan kondisi cuaca yang buruk menyebabkan nelayan ABK pancing tonda di Kabupaten Lombok Timur masih merasa belum sejahtera dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

6.2 Strategi Pengembangan Perikanan Cakalang