Sejarah Rumah Makan Minang

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Usaha

4.1.1 Sejarah Rumah Makan Minang

Sejarah munculnya rumah makan Minang yang secara tradisional lebih dikenal dengan sebutan “lapau”. Pada mulanya rumah makan minang ini bukanlah berbentuk usaha dalam pengertian untung dan rugi saja. Di desa-desa yang jarak antara satu dengan lainnya cukup jauh kita sering melihat adanya “lapau” nasi atau rumah makan Minang. Begitu juga di pinggir jalan yang kemungkinan besar para pejalan kaki atau pengemudi membutuhkan istirahat dan makan. “Lapau” atau kedai nasi didirikan dengan dua segi pelayanan. Orang- orang yang menyinggahi kedai nasi boleh minta nasi dengan lauk-pauknya bila membutuhkan makan, atau juga sekedar beristirahat di “lapau” atau di kedai nasi itu, dan kemudian melanjutkan perjalanannya.Bilakebetulan kemalamanparapengunjung rumah makan ini bisa dengan gratis bermalam di rumah makan tersebut. Karena itu lapau nasi menyediakan sebagian ruangannya untuk tempat tidur, yang dikenal dengan balai-balai atau bangku-bangku yang mampu memuat belasan orang. Dari kenyataan ini dapat kita ambil suatu pengertian bahwa lapau tidak hanya menjual nasi untuk memperoleh keuntungan, tetapi juga memberikan pertolongan bagi orang yang membutuhkannya. Bagi penduduk desa atau kawasan mana “lapau” itu berdiri, lapau nasi juga dijadikan tempat berbincang- bincang sambil minum kopi di sore hari. Berbagai pembicaraan dan percakapan Universitas Sumatera Utara dapat pula dilakukan di “lapau”. Dalam keadaan demikian “lapau” dapat pula menjadi pusat informasi di desa. “Lapau” atau rumah makan sebagai pusat informasi, selain karena tempatnya yang strategis, sekarang dilengkapi pula oleh media massa seperti surat kabar atau selebaran-selebaran iklan. Dengan demikian bahan pembicaraan dan informasi semakin meluas. Disegi lain, “lapau” juga merupakan usaha keluarga yang menjadi sampingan atau juga bahkan menjadi pekerjaan utama antara suami dan istri. Jika antara suami dan istri yang ada di desa turun ke sawah, maka dengan demikian usaha lapau juga bisa dikelola oleh anggota keluarga sendiri. Dan dalam perkembangannya rumah makan minang tetap saja mengambil karyawan dari kalangan keluarga sendiri, orang sesuku atau sedaerah. Dalam perkembangan berikutnya, lapau nasi yang menyediakan tempat tidur bagi pengunjung selain di desa-desa yang melayani pedagang keliling, kini berkembang pula di pinggir jalan raya antar daerah antar propinsi misalnya rute Padang-Medan. Selain itu juga biasanya tersedia tempat sholat dan WC yang dilengkapi dengan air bersih. 4.2 Analisis Deskriptif Instrumen yang digunakan penelitian ini adalah kuesioner. Adapun jumlah pernyataan seluruhnya adalah 17 pernyataan yang terdiri dari 6 pernyataan untuk pengetahuan kewirausahaan X 1 , 5 untuk Variabel keunggulan bersaing X 2 , dan untuk Variabel keberhasilan usaha Y. Sebagaimana tujuan penulisan ini, daftar pernyataan disebarkan kepada responden berisikan pernyataan Universitas Sumatera Utara mengenai Pengaruh Pengetahuan kewirausahaan X 1 , Keuggulan bersaingX 2 terhadap Keberhasilan usaha rumah makan minang di wilayah kampus USU Y. Responden dalam penelitian ini adalah pemilik rumah makan minang.

4.2.1 Karakteristik Responden