Tinjauan Pustaka KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

6. Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, maksudnya jalur bahasa adalah alat atau saluran tuturan itu dapat dimunculkan oleh penutur dan sampai kepada mitra tutur, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities juga mengacu pada kode ujaran: bahasa atau dialek. 7. Norm of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi misalnya yang berhubungan dengan cara bertanya. Norma interaksi di sini menunjuk kepada dapat atau tidaknya sesuatu dilakukan oleh seseorang dalam bertutur dengan mitra tutur. 8. Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian. Genres menunjuk kepada jenis kategori kebahasan yang sedang dituturkan, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, percakapan cerita, pidato dan sebagainya.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang peristiwa tutur telah sudah pernah diteliti sebelumnya, berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah sebagai berikut. Rahardi 2010 dalam bukunya Kajian Sosiolinguistik, Ihwal Kode dan Alih Kode menganalisis komponen tutur versi Hymes 1972 yang menunjukkan adanya delapan komponen yang dianggapnya berpengaruh terhadap pemilihan kode dalam bertutur, yaitu meliputi 1 tempat dan suasana tutur, 2 peserta tutur, 3 tujuan tutur, 4 pokok tuturan, 5 nada tutur, 6 sarana tutur, 7 norma tutur, 8 Universitas Sumatera Utara jenis tuturan, atau dalam model hafalan mnemonik SPEAKING, yang berturut- turut dimaksudkan sebagai berikut S settings, P participants, E ends, A act sequences, K key, I instrumentalities, N norms, dan G genres. Kaban 2002 dengan judul Referensi Kumpulan Cerita Rakyat Karo “Beru Dayang Jile-Jile” karya Masri Singarimbun menganalisis jenis-jenis referensi yang terdapat dalam BDJJ. Saragih 2006 dengan judul Peristiwa Tutur Pada Seminar Internasional Tradisi Indonesia-Malaysia menganalisis peristiwa tutur dengan membagi ke dalam delapan komponen, yaitu setting merujuk kepada peristiwa interaksi, tempat, dan waktu terjadinya sebuah tuturan, participants pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, ends merujuk bentuk ujaran atau pokok tuturan, key merujuk pada nada dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan berbagai cara, instrumentalities, norm of interaction merujuk pada norma dalam berinteraksi, genres jenis bentuk penyampain. Hutapea 2010 dengan judul Tuturan pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba menyimpulkan bahwa ada empat jenis tuturan dalam upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba yaitu, tuturan representatif, tuturan komisif, tuturan direktif, dan tuturan ekspresif, sedangkan tuturan deklaratif tidak ditemukan dan tuturan yang paling dominan adalah tuturan direktif. Manurung 2012 dengan judul Implikatur Tindak Tutur Humor Abang Jampang di Harian Sinar Indonesia Baru menyimpulkan bahwa tindak tutur dan implikatur yang terdapat pada Humor Abang Jampang cenderung mengarah pada Universitas Sumatera Utara suatu sindiran, baik sindiran yang mengarah kepada pembaca maupun sindiran yang mengarah kepada pemerintah khususnya. Sari 2013 dalam skripsinya ia menganalisis Pertuturan Pada Upacara Tujuh Bulanan atau Tingkeban dalam Adat Jawa. Ia mengemukakan tindak tutur versi Searle, yaitu indak tutur representatif, tindak tutur direktif, tindak tutur komisif, tindak tututr ekspresif, dan tindak tutur deklaratif. Dari beberapa hasil tinjauan pustaka tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang Pertuturan dalam kumpulan cerita rakyat dari Karo karya Z. Pangaduan Lubis. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Cerita rakyat adalah cerita yang bersifat khayalan, tetapi erat kaitannya dengan keadaan dan situasi kehidupan masyarakat sehari-hari. Cerita rakyat mengandung nilai-nilai budaya, pendidikan, dan pelajaran moral maupun intelektual. Soebadio 1981: 1 menyebutkan bahwa kedudukan cerita rakyat bagi suatu kelompok rakyat memang unik. Ia telah sempat dan mampu mengantarkan rakyat tersebut ke suatu tempat yang mereka hayati secara bersama nilai-nilai yang ada di dalamnya. Bukan itu saja, rakyat yang punya cerita itu juga berusaha memperkembangkan nilai-nilai tersebut sesuai dengan perkembangan masa. Menurut Bascom, dalam Danandjaya, 1991: 50 cerita rakyat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu mite, legenda, dan dongeng. Bagi masyarakat desa cerita rakyat merupakan salah satu kekayaan budaya. Hal ini terutama pada keberadaan suku-suku seperti di Indonesia, terutama yang tumbuh di pedesaan. Ia percaya bahwa kehidupan mereka terbentuk sesuai cerita rakyat yang pernah ada. Namun, belakangan terlihat bahwa sebagian cerita rakyat yang berasal dari daerah telah hilang dan terlupakan, legenda Asal Mula Padi misalnya yang merupakan salah satu cerita rakyat yang ada dalam kumpulan cerita rakyat dari Karo karya Z. Pangaduan Lubis, sangat sulit menemukan tokoh-tokoh yang mengetahui cerita lengkap dari legenda tersebut. Universitas Sumatera Utara