Peristiwa Tutur Landasan Teori .1 Konsep Pragmatik dan Sosiolinguistik

1. Asertif atau Representatif ialah ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan dan sebagainya. 2. Direktif adalah ilokusi yang berfungsi mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya menyuruh, meminta, menasihati, memohon, menuntut. 3. Ekspresif adalah ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya berupa tindakan meminta maaf, berterima kasih, menyampaikan ucapan selamat, memuji, menyatakan belasungkawa, mengkritik dan sebagainya. 4. Komisif adalah ilokusi yang mendorong penutur melakukan suatu tindakan, misalnya menjanjikan, menawarkan, bersumpah, mengusulkan dan sebagainya. 5. Deklaratif yaitu ilokusi yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya mengundurkan diri, membaptis,menghukum, menetapkan, memecat, memberi nama dan sebagainya.

2.2.3 Peristiwa Tutur

Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka dalam setiap proses komunikasi ini terjadilah sebuah peristiwa tutur. Yang dimaksud dengan peristiwa tutur Inggris: speech event adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang Universitas Sumatera Utara melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur speech act yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau peristiwa tutur merupakan gejala sosial, maka tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Kalau dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi Chaer, 1995: 61-65. Jadi, interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa dapat kita jumpai dalam proses belajar mengajar antara pelajar dengan pengajar, sidang di pengadilan, seminar dan sebagainya. Menurut Chaer 1995: 62 sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat yang telah disebutkan diatas, atau seperti dikatakan oleh Dell Hymes 1972 dalam Chaer 1995: 62, seorang pakar linguistik terkenal mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang jika huruf-huruf awalnya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu meliputi S setting and scene, P participants, E ends: purpose and goal, A act sequences, K key: tone or spirit of act, I instrumentalities, N norms of interaction and interpretation, Universitas Sumatera Utara dan G genres. Kedelapan komponen Dell Hymes SPEAKING tersebut saling berkaitan dan dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, secara umum faktor ini menunjuk kepada keadaan dan lingkungan fisik tempat tuturan itu terjadi, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologi pembicaraan. Jadi, jelas bahwa setting dan scene itu berbeda, setting merujuk pada kondidi fisik tuturan, sedangkan scene merujuk kepada kondisi psikologis tuturan. 2. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam penuturan, yaitu pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan. Peserta tutur dipakai untuk menunjuk kepada minimal dua pihak dalam bertutur, yakni penutur dan lawan tutur. 3. Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Sebuah tuturan pasti memiliki maksud dan tujuannya. Maksud dan tujuan itu bisa saja berupa rayuan, bujukan, dan sebagainya. 4. Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran, bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicara. 5. Key mengacu pada nada, cara, dan semangat yang menjadikan pesan tersampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat. Universitas Sumatera Utara 6. Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, maksudnya jalur bahasa adalah alat atau saluran tuturan itu dapat dimunculkan oleh penutur dan sampai kepada mitra tutur, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalities juga mengacu pada kode ujaran: bahasa atau dialek. 7. Norm of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi misalnya yang berhubungan dengan cara bertanya. Norma interaksi di sini menunjuk kepada dapat atau tidaknya sesuatu dilakukan oleh seseorang dalam bertutur dengan mitra tutur. 8. Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian. Genres menunjuk kepada jenis kategori kebahasan yang sedang dituturkan, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, percakapan cerita, pidato dan sebagainya.

2.3 Tinjauan Pustaka