Teori Tentang Pemasyarakatan Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

sejenisnya. Ciri-ciri umum tersebut menunjuk pada suatu tempat tinggal dan bekerja yang tertutupterbatas dari besarnya jumlah orang-orang yang memiliki ciri yang kurang lebih sama dan dipisahkan dari masyarakat umum untuk suatu periode tertentu secara bersama dan yang hidupnya diatur secara formal dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh para penghuninya. 25

c. Teori Tentang Pemasyarakatan

Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekadar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu dikenal dan dinamakan sistem pemasyarakatan. Walaupun telah diadakan perbaikan mengenai tatanan stelsel pemidanaan seperti pranata pidana bersyarat Pasal 14a KUHP, pelepasan bersyarat Pasal 15 KUHP, dan pranata khusus penuntutan serta penghukuman terhadap anak Pasal 45, 46, 47 KUHP, namun pada dasarnya sifat pemidanaan masih bertolak dari asas dan sistem pemenjaraan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat pembinaan adalah rumah penjara dan rumah pendidikan negara bagi anak yang bersalah. 26 Sistem kepenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai dengan lembaga “rumah penjara” secara berangsur- 25 Ibid, hlm 45 26 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hlm 42-43 angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar Narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga dan lingkungannya. Berdasarkan pemikiran tersebut, sejak tahun 1964, sistem pembinaan bagi Narapidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Begitu pula yang semula rumah penjara dan rumah pendidikan negara berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan Surat Instruksi Direktorat Pemasyarakatan Nomor J.H.G. 8506 tanggal 17 Juni 1964. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pemasyarakatan merupakan kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Menurut Sahardjo, bahwa untuk memperlakukan narapidana diperlukan landasan sistem pemasyarakatan. “Bahwa tidak saja masyarakat diayomi terhadap diulangi perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga orang yang tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna di dalam masyarakat. Dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara …, tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan bimbingan. Terpidana juga tidak dijatuhi pidana siksaan, melainkan pidana hilang kemerdekaan…., negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan yang pada waktunya mengembalikan orang itu ke masyarakat lagi, mempunyai kewajiban terhadap orang terpidana itu dan masyarakat”. 27 Klasifikasi pendekatan keamanan dalam sistem kepenjaraan telah melahirkan pandangan bahwa narapidana yang mendapatkan pidana panjang perlu mendapatkan pengawasan keamanan secara maksimal. Pandangan ini, kemudian diterapkan dalam perlakuan terhadap narapidana, dengan mengklasifikasikan mereka ke dalam beberapa klasifikasi menurut lama pidananya. Klasifikasi lamanya pidana kemudian diterapkan dalam penempatan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Misalnya golongan B-I akan ditempatkan dalam satu blok, yang terdiri dari beberapa sel, dengan pengawasan keamanan yang maksimal. Demikian pula untuk golongan yang lainnya. Semakin ringan pidananya, semakin kurang tingkat pengawasannya. Pendekatan keamanan disamping melahirkan klasifikasi lamanya pidana, penempatan dalam blok-blok berdasarkan lamanya pidana, pengawasan, juga perlakuan khusus bagi mereka yang tergolong menjalani pidana lama atau yang secara khusus diperlukan perlakuan tersebut. Klasifikasi dalam sistem pemasyarakatan masih dipergunakan seperti yang diberlakukan dalam sistem kepenjaraan. Namun demikian, di dalam pengawasan pemasyarakatan membagi pengawasan narapidana dalam tiga klasifikasi, yaitu 27 Sahardjo, Pohon Beringin Pengayoman Hukum Pancasila , Pidato Pengukuhan pada tanggal 3 Juli 1963 di Istana Negara, Universitas Indonesia, 1995, hal. 8 15, di dalam Harsono, SH., Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Solo, 1995, hlm1. maximal security, medium security dan minimum security. Maximal security diberikan kepada narapidana dalam klasifikasi B-I, residivis, narapidana karena kasus subversi, pembunuhan berencana, perampokan, pencurian dengan kekerasan, beberapa narapidana yang dianggap berbahaya atau membahayakan Lembaga Pemasyarakatan. Medium security diberikan kepada narapidana yang lebih ringan pidananya atau yang masuk dalam kategori pidana berat, tetapi telah mendapatkan pembinaan dan menunjukkan sikap serta tingkah laku yang baik selama dalam Lembaga Pemasyarakatan. Mereka yang masuk dalam minimum security, adalah narapidana yang telah mendapatkan pembinaan secara khusus dan telah dinyatakan baik mendapatkan pengawasan ringan. Tidak semua narapidana dapat masuk dalam minimum security hanya beberapa dari mereka yang bisa masuk dalam kategori ini. Biasanya mereka telah memperoleh pembinaan dan telah dinyatakan bisa mendapatkan pengawasan ringan. INTERGRASI P B CMB C B BAPAS BEBA S S E S U N GGU H N Y A DAPAT BERPARTISIPASI AKTIF DAN POSITIF DALAM PEMBANGUNAN MANUSIA MANDIRI TIDAK MELANGGAR HUKUM LAGI HIDUP BERBAHAGIA DUNIA AKHIRAT Gambar 1. Proses Pemasyarakatan

d. Tinjauan tentang Anak 1. Pengertian Anak