8
menyampaikan  pesan  pendengaran  ke  korteks  serebri.  Sel  rambut  dalam berhubungan  melalui  suatu  sinaps  kimiawi  dengan  ujung  serat-serat  saraf  aferen
yang membentuk nervus auditorius koklearis. Depolarisasi sel-sel rambut ini saat terangkatnya
membran basilaris
akan meningkatkan
laju pelepasan
neurotransmitter,  yang  meningkatkan  frekuensi  lepas  muatan  di  serat  aferen. Karena itu telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan bergetar
membran basilaris yang menekuk rambut-rambut sel reseptor maju mundur.
13
Sel  rambut  luar,  memendek  pada  depolarisasi  dan  memanjang  saat hiperpolarisasi.  Perilaku  ini  disebut  sebagai  elektromotilitas  yang  timbul  sebagai
respons terhadap perubahan potensial membran.
13
Bagian  vestibulum  telinga  dalam  dibentuk  oleh  sakulus,  utrikulus,  dan kanalis  semisirkularis.  Utrikulus  dan  sakulus  mengandung  makula  yang  diliputi
oleh  sel-sel  rambut.  Suatu  lapisan  gelatinosa  yang  ditembus  oleh  silia  menutupi sel-sel rambut ini. Pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium
dan  dengan  berat  jenis  yang  lebih  besar  daripada  endolimfe.  Karena  pengaruh gravitasi,  maka  gaya  dari  otolit  akan  membengkokkan  silia  sel-sel  rambut  dan
menimbulkan rangsangan pada reseptor.
14
2.3. Fisiologi Pendengaran
Pendengaran  adalah  persepsi  saraf  mengenai  energi  suara.  Gelombang suara  adalah  getaran  udara  yang  merambat  dan  terdiri  dari  daerah-daerah
bertekanan tinggi karena kompresi pemampatan molekul udara  yang berselang- seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah  karena penjarangan rarefaction
molekul tersebut. Setiap alat yang dapat menghasilkan pola molekul udara tertentu disebut sebagai sumber suara.
13
Suara  ditandai  oleh  nada  tone,  tinggi  rendahnya  suara,  intensitas kekuatan,  kepekaan,  loudness,  dan  timbre  kualitas,  warna  nada.  Nada  suatu
suara  ditentukan  oleh  frekuensi  getaran,  telinga  manusia  dapat  mendeteksi gelombang  suara  dengan  frekuensi  dari  20  sampai  20.000  Hz.  Intensitas  suatu
bergantung  pada  amplitudo  gelombang  suara,  atau  perbedaan  tekanan  antara daerah bertekanan tinggi dan daerah bertekanan rendah. Kualitas suara atau warna
nada  bergantung  pada  frekuensi  tambahan  yang  menimpa  nada  dasar  disebut sebagai  overtone  atau  nada  tambahan.  Setiap  sumber  suara  dapat  menghasilkan
9
warna nada yang berlainan hal inilah yang menyebabkan kita dapat membedakan sumber gelombang suara.
13
Gelombang  suara  harus  disalurkan  ke  telinga  dalam  karena  di  telinga dalam  terletak    reseptor-reseptor  khusus  untuk  suara  berupa  cairan.  Proses
mendengar  bisa  dibagi  setidaknya  menjadi  enam  langkah  dasar.    Pertama, gelombang  suara  masuk  ke  meatus  eksternal  dan  berjalan  menuju  membran
timpani.  Kedua,  pergerakkan  dari  membran  timpani  menyebabkan  getaran  pada tulang-tulang  telinga  tengah.  Permukaan  membran  timpani  dapat  mengumpulkan
gelombang suara dengan frekuensi antara 20-20000 Hz. Ketika membran timpani bergetar;  maleus,  inkus,  dan  stapes  juga  ikut  bergetar.  Dengan  cara  ini  suara
dikuatkan.  Ketiga,  pergerakkan  dari  stapes  di  jendela  oval  membuat  gelombang tekanan  di  perilymph  pada  skala  vestibuli.  Keempat,  tekanan  dari  gelombang
mendistorsi  membran  basilaris  ke  jendela  bundar  dari  skala  timpani.  Stapes menciptakan  gelombang  tekanan  yang  berjalan  sepanjang  perilymph  dari  skala
vestibuli dan skala timpani untuk mencapai jendela bundar. Kelima, getaran pada membran basilaris menyebabkan sel rambut bergetar melawan membran tektorial.
Pergerakkan  dari  sel  rambut  menyebabkan  perubahan  lokasidisplacement  dari stereosilia  yang  membuka  kanal  ion  di  membran  plasma  dari  sel  rambut,
kemudian  terjadi  pengeluaran  neurotransmitter  dan  stimulasi  saraf  sensori. Keenam, informasi mengenai daerah dan intensitas stimulus dihantarkan ke sistem
saraf pusat ke cabang koklearis saraf kranial ke VIII.
13,15
2.4. Gangguan Dengar di Indonesia
Gangguan  perkembangan  paling  umum  pada  anak  berupa  gangguan pendengaran.  Di  Indonesia  berdasarkan  survei  yang  dilakukan  oleh  Departemen
Kesehatan  di  7  provinsi  pada  tahun  1994-1996  yaitu  kejadian  gangguan  dengar sebesar  0,1.  Berdasarkan  penelitian  yang  dilakukan  di  6  RS  tahun  2009
menunjukkan  bahwa  insiden  gangguan  dengar  di  Indonesia  sekitar  1-2  bayi  per 1000 kelahiran.
3
Oleh  karena  itu,  direkomendasikan  untuk  melakukan  deteksi  dini  pada setiap  bayi  baru  lahir  sebelum  bayi  tersebut  keluar  dari  rumah  sakit.  Beberapa
komite  nasional  seperti  National  Institutes  of  Health,  American  Academy  of OtolaryngologyHead  and  Neck  Surgery,  dan  American  Academy  of  Pediatrics
10
telah  merekomendasikan  bahwa  gangguan  dengar  pada  bayi  baru  lahir diidentifikasikan, dan kemungkinan untuk diberi perlakuan secara maksimal pada
usia  enam  bulan  pertama.  Hal  ini  karena  enam  bulan  pertama  kelahiran mempunyai  kesempatan  yang  besar  untuk  mengembangkan  kemampuan
dengarnya agar sejajar dengan teman sebaya. Jika bayi terlambat dideteksi dalam gangguan pendengaran misalkan baru diketahui saat anak berusia 2 atau 3 tahun
akan  mengalami  kesulitan    berbicara,  berbahasa  dan  kemampuan  kognitif  yang terlambat dibandingkan teman sebayanya.
3,5
Gangguan  dengar  pada  anak  bisa  disebabkan  oleh  beberapa  faktor. Diantaranya adalah kadar bilirubin yang tinggi, penggunaan obat yang berbahaya
bagi  pendengaran,  penggunaan  ventilasi  yang  lama,  nilai  apgar  yang  rendah, meningitis, lahir prematur, dan atau lahir dengan berat badan rendah. Infeksi virus
selama  masa  kehamilan  seperti  rubella  dan  cytomegalovirus  CMV,  bisa mengenai bayi yang baru lahir dan berakibat pada gangguan dengar.
3,19
Di  hampir  semua  negara  di  daerah  Asia  Tenggara,  tidak  ada  usaha  yang serius  untuk  membentuk  program  deteksi  pendengaran  pada  bayi  baru  lahir.
Sebagai  contoh  di  Indonesia,  tidak  ada  program  nasional  untuk  deteksi pendengaran  dan  juga  tidak  ada  dukungan  dari  pemerintah.  Namun,beberapa
institusi melaksanakan deteksi pendengaran pada bayi baru lahir.
1
Gangguan dengar pada bayi dapat dideteksi dengan dua metode : evaluasi auditory brainstem response ABR, atau  otoacoustic emission OAE. Kedua tes
tersebut  akurat  dan  non-invasive.  Kemampuan  bayi  untuk  mengkompensasi gangguan  dengar  tergantung  pada  tipe  dan  tingkat  gangguan  dengar  yang
mengenainya.
3
ABR  dan  OAE  adalah  uji  terhadap  integritas  struktur  jalur  pendengaran tetapi  bukan  pemeriksaan  pendengaran  yang  sebenarnya.  Walaupun  ABR  dan
OAE  normal,  pendengaran  tidak  dapat  dipertimbangkan  normal  sampai  anak cukup  matang  untuk  menjalani  behavioral  audiometry,  sebagai  baku  emas
evaluasi pendengaran.
7
2.5. Skrining Pendengaran
Karena gangguan pendengaran dapat mempunyai dampak yang besar pada perkembangan  anak,  dan  karena  semakin  awal  gangguan  dikenali  prognosisnya