Deskripsi Teoritis Pengaruh penerapan model cooperative learning tipe stad terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid (quasi eksperimen di MAN 2 Kota Bogor)

kelompok yang memerlukan bantuan, dan yang dapat memberi bantuan. Nilai kelompok didasarkan oleh rata-rata hasil belajar semua anggota. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok harus memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok masing-masing. 4 Keterampilan menjalin hubungan, penerapan pembelajaran kooperatif dapat juga menciptakan serta meningkatkan keterampilan menjalin hubungan antarpribadi, kelompok dan kelas,

c. Ciri-ciri Cooperative Learning

Ada empat ciri-ciri cooperative learning, yaitu: 6 1 Siswa bekerja dalam kelompok secara bersama-sama untuk menuntaskan materi belajarnya 2 Kelompok dibentuk secara heterogen yang terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3 Apabila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda. 4 Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

d. Model-model Cooperative Learning

Cooperative learning memiliki berbagai macam model pembelajaran, diantaranya: 7 1 STAD Tipe ini dikembangkan Slavin, dan merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi; tahap penyajian materi, tahap kegiatan kelompok, tahap tes individual, tahap perhitungan skor perkembangan individu, dan tahap pemberian penghargaan kelompok. 6 Muslimin Ibrahim dkk, Pembelajaran Kooperatif, Surabaya : UNESA University Press 2001 h. 6-7. 7 Isjoni, Cooperative learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok, h. 51-60. 2 Jigsaw Pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa untuk aktif dan saling membantu satu sama lain dalam menguasai materi pelajaran dalam rangka mencapai prestasi maksimal. 3 Group Investigation Pada model ini dibuat kelompok yang beranggotakan 4-5 orang. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan perkawanan atau berdasarkan pada keterkaitan akan sebuah materi tanpa melanggar ciri-ciri cooperative learning. Pada model ini siswa memilih sub topik yang ingin mereka pelajari dan topik yang biasanya telah ditentukan guru, selanjutnya siswa dan guru merencanakan tujuan, langkah-langkah belajar berdasarkan sub topik dan materi yang dipilih. Kemudian siswa mulai belajar dengan berbagai sumber belajar baik di dalam maupun di luar sekolah, setelah proses pelaksanaan belajar selesai mereka menganalisis, menyimpulkan, dan membuat kesimpulan untuk mempresentasikan di depan kelas. 4 Rotating Trio Exchange Pada model ini, dibuat beberapa kelompok yang terdiri dari tiga orang, kelas ditata sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya di kiri dan di kanannya, berikan pada setiap trio tersebut pertanyaan yang sama untuk didiskusikan oleh kelompok masing- masing. Setelah selesai berilah nomor untuk setiap anggota trio tersebut. Contohnya nomor 0, 1, dan 2. Kemudian perintahkan nomor 1 berpindah searah jarum jam dan nomor 2 sebaliknya, berlawanan arah jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap di tempat. Ini akan mengakibatkan timbulnya trio baru. Berikan kepada setiap trio baru tersebut pertanyaan-pertanyaan baru untuk didiskusikan, tambahkanlah sedikit tingkat kesulitan. Rotasikan kembali siswa seusai setiap pertanyaan yang telah disiapkan. 5 Group Resume Model ini akan membuat interaksi antarsiswa menjadi lebih baik, kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3-6 orang siswa. Berikan penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang bagus, baik dari segi bakat atau pun kemampuannya di kelas. Biarkan kelompok-kelompok tersebut membuat kesimpulan yang di dalamnya terdapat data-data latar belakang pendidikan, pengetahuan akan isi kelas, pengalaman kerja, kedudukan yang dipegang sekarang, keterampilan, hobby, bakat, dan lain-lain. Kemudian setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan kesimpulan kelompok mereka.

e. Keuntungan dan Keterbatasan Cooperative Learning

Pada penerapan pembelajaran kooperatif di kelas terdapat berbagai keuntungan dan keterbatasan, diantaranya: 8 1 Keuntungan: a Cooperative learning mengajarkan siswa untuk menjadi percaya pada guru dan lebih percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, dalam mencari informasi dari sumber lain, dan belajar dari siswa lain. b Cooperative learning mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya dan membandingkan idenya dengan ide temannya. Ini secara khusus bermakna ketika dalam proses pemecahan masalah. c Cooperative learning membantu siswa untuk menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah serta menerima perbedaan ini. d Cooperative learning suatu strategi efektif bagi siswa dalam mencapai hasil akademik dan sosial termasuk untuk meningkatkan prestasi, percaya diri, dan hubungan interpersonal positif antara satu siswa dengan yang lain, meningkatkan keterampilan manajemen waktu dan sikap positif terhadap sekolah. 8 Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individu Siswa, Jakarta : Gaung Persada Press 2008 h. 79-81 e Cooperative learning banyak memberikan kesempatan bagi siswa untuk membandingkan jawabannya dan menilai ketepatan jawaban itu. f Cooperative learning suatu strategi yang dapat digunakan secara bersama-sama seperti dalam hal pemecahan masalah. g Cooperative learning mendorong siswa lemah untuk tetap memberikan kontribusi bagi kelompoknya, dan membantu siswa pintar mengidentifikasikan celah-celah dalam pemahamannya. h Interaksi yang terjadi selama cooperative learning dapat membantu memotivasi siswa dan mendorong pemikirannya. i Dapat banyak memberikan kesempatan pada para siswa untuk belajar keterampilan bertanya dan mengomentari suatu masalah. j Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan siswa dan mengajarkan keterampilan diskusi. k Memudahkan siswa untuk melakukan interaksi sosial. l Mengajarkan kepada siswa untuk menghargai ide orang lain yang dirasa lebih baik. m Dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif 2 Keterbatasan: a Beberapa siswa mungkin pada awalnya segan mengeluarkan ide, takut dinilai temannya dalam kelompok b Tidak semua siswa secara otomatis paham dan menerima philosophy cooperative learning. Banyak tersitanya waktu untuk mensosialisasikan siswa belajar dengan cara seperti ini. c Penggunaan cooperative learning harus sangat rinci dalam melaporkan setiap penampilan siswa dan setiap tugas siswa, dan banyak menghabiskan waktu menghitung hasil prestasi kelompok. d Meskipun kerjasama sangat penting untuk ketuntasan belajar siswa, banyak aktivitas kehidupan yang didasarkan pada usaha individual. hal ini menjadikan pembelajaran kooperatif sulit untuk dicapai karena memiliki latar belakang berbeda. e Sulit membentuk kelompok yang kompak yang dapat bekerja sama dengan secara harmonis f Penilaian terhadap siswa sebagai individu menjadi sulit karena tersembunyi dalam kelompok.

2. Hakikat Model Pembelajaran STAD

a. Pengertian STAD

STAD dikembangkan oleh Slavin di Universitas John Hopkin Amerika Serikat dan STAD adalah model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga berpacu pada belajar kelompok siswa, serta menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Dalam pembelajaran ini siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan kelompok atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain antarsiswa dan atau melakukan diskusi. Dan secara individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa pada hari itu, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor ini melampaui rata-rata skor siswa yang lalu. Setiap minggu pada suatu lembar penilaian atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar tersebut. 9 9 Muslimin Ibrahim dkk, Pembelajaran Kooperatif, h.21 STAD merupakan model pembelajaran yang paling baik bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. 10 Menurut Slavin STAD terdiri atas lima komponen utama; presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim. Secara rinci pembahasannya sebagai berikut: 11 1 Presentasi Kelas Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang seringkali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa adalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memperhatikan selama dalam presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis individu, dan skor kuis individu mereka akan menentukan skor tim mereka. 2 Tim Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas yang dipilih secara heterogen. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kerja yang telah disediakan oleh guru sebelumnya atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan. 10 Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Bandung : Nusa Media 2009 h. 143 11 Ibid., h. 143-146 Tim adalah hal yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota kelompok melakukan yang terbaik untuk kelompok, dan kelompok pun harus melakukan yang terbaik untuk tiap anggotanya. Tim ini memberikan dukungan bagi kinerja akademik dalam pembelajaran, dan itu untuk memberikan perhatian dan saling menghargai satu sama agar meningkatkan hubungan antarkelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream. 3 Kuis Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu satu sama lain dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. 4 Skor Kemajuan Individual Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih rajin dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha maksimal bagi kelompoknya. Tiap siswa diberikan skor “awal” yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. 5 Rekognisi Tim Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata tim mencapai kriteria tertentu. Skor kelompok siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD

Adapun langkah-langkah yang terdapat dalam pembelajaran STAD sebagai berikut: 12 1 Tempatkan siswa ke dalam tim yang masing-masing beranggotakan empat atau lima. untuk menempatkan siswa tersebut, tentukan peringkat mereka mulai dari yang tertinggi hingga yang terendah berdasarkan ukuran kinerja akademik tertentu misalnya nilai masa lalu atau nilai ujian dan bagi daftar yang sudah diberi peringkat tersebut menjadi empat kelompok, dengan menempatkan setiap siswa yang lebih ke kelompok tengah, kemudian, masukkan satu siswa dari masing-masing kelompok ke dalam masing-masing tim, sambil memastikan bahwa tim-tim tersebut sangat seimbang dalam jenis kelamin dan kesukuan. 2 Buat lembar kerja dan ujian kecil pada pelajaran yang direncanakan untuk diajarkan. Selama studi tim, tugas anggota-anggota tim tersebut ialah menguasi bahan yang disajikan dalam pelajaran dan membantu teman-teman satu tim mereka menguasai bahan tersebut. Siswa mempunyai lembar kerja atau bahan studi lainnya yang dapat mereka gunakan untuk melatih kemampuan yang sedang diajarkan dan menilai diri sendiri dan teman-teman satu tim mereka. 3 Ketika memperkenalkan STAD kepada kelas , bacakan tugas-tugas tim. a Mintalah teman-teman satu tim menyatukan meja mereka atau pindah ke meja tim, dan biarkan siswa sekitar 10 menit memutuskan nama tim. b Membagikan lembar kerja atau bahan studi lainnya. 12 Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Aplikasi Jilid 2, Jakarta : Indeks 2009 h.24-25 c Siswa dalam masing-masing tim bekerja berdua atau bertiga mengerjakan soal tersebut dan kemudian memeriksa bersama pasangannya. Apabila salah satu orang tidak dapat menjawab pertanyaan, teman satu tim siswa tersebut mempunyai tanggung jawab menjelaskannya, apabila mengerjakan pertanyaan- pertanyaan dengan jawaban singkat, mereka dapat menguji satu sama lain, dengan pasangan yang saling bergilirin memegang kertas jawaban atau mencoba menjawab pertanyaan tersebut. d Siswa tidak berhenti belajar hingga mereka yakin bahwa semua teman satu tim akan menghasilkan 100 persen dalam ujian tersebut. e Pastikan Siswa memahami bahwa kertas kerja adalah untuk belajar bukan untuk diisi dan diserahkan. Itulah sebabnya penting bagi siswa mempunyai lembar jawaban untuk memeriksa jawaban diri sendiri dan teman satu tim mereka ketika mereka belajar. f Siswa menjelaskan jawaban satu sama lain bukan hanya memeriksa satu sama lain berdasarkan lembar jawaban. g Apabila siswa mempunyai pertanyaan mintalah mereka agar menanyakan terlebih dahulu kepada teman satu tim kelompok sebelum bertanya kepada guru. h Pada saat siswa bekerja dalam tim, guru memantau sambil memuji tim yang bekerja dengan baik dan duduk bersama masing-masing tim untuk mendengar cara anggota-angotanya bekerja. 4 Guru membagikan ujian tersebut atau tugas lainnya, dan memberikan siswa waktu yang memadai untuk menyelesaikannya. Jangan biarkan siswa bekerja sama dalam ujian tersebut, siswa harus memperhatikan apa yang telah dipelajari sebagai individu. 5 Menghitung nilai perorangan dan tim. Nilai tim dalam STAD didasarkan pada peningkatan anggota-anggota tim, nilai perkembangan individu dalam kelompok dapat dihitung dengan menggunakan tabel berikut ini: 13 Tabel 2.1 Skor Perkembangan Siswa Skor Siswa Poin Perkembangan Lebih dari sepuluh poin dibawah skor dasar 10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar Lebih 10 poin diatas skor dasar Nilai sempurna tidak berdasarkan skor awal 5 10 20 30 30 6 Hargai keberhasilan tim, guru yang sudah menghitung angka bagi masing-masing siswa dan menghitung nilai tim kemudian menyediakan penghargaan bagi setiap tim yang mencapai peningkatan 20 atau lebih. Penting membantu siswa menghargai keberhasilan tim, antusiasisme seorang guru terhadap nilai tim akan membantu, apabila guru memberikan lebih dari satu ujian dalam satu minggu, gabungkanlah hasil ujian tersebut ke dalam satu nilai mingguan.

c. Keunggulan Model Pembelajaran STAD

Berdasarkan pengertian dan langkah-langkah STAD di atas dapat kita rumuskan keunggulan STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut: Tabel 2.2 Perbandingan Model Pembelajaran STAD dengan Konvensional No Hal yang Diperbandingkan Pembelajaran Konvensional Model Pembelajaran STAD 1 Paradigma Pembelajaran Teacher Centered Student Centered 2 Peran guru di Kelas Presentator awal hingga akhir Sedikit Presentator diawal, selebihnya sebagai fasilitator hingga akhir pembelajaran 13 Robert E. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, h.159 3 Pemerataan pemahaman siswa Kurang meratanya siswa yang paham dengan pelajaran Siswa yang paham dengan pelajaran lebih merata 4 Peran siswa dalam pembelajaran Siswa lebih pasif Siswa lebih aktif 5 Dampak pembelajaran terhadap siswa Kemampuan siswa kurang dieksplorasi kemampuan siswa lebih tereksplorasi 6 Semangat belajar di kelas Tidak terjadi persaingan tim, sehingga semangat siswa di kelas belajar biasa saja. Terjadi persaingan tim,sehingga semangat belajar siswa di kelas untuk belajar lebih tinggi Pembelajaran konvensional lebih mengutamakan guru sebagai pusat dari pembelajaran teacher centered. Guru pun lebih banyak berperan sebagai presentator sehingga siswa lebih pasif dan kemampuan yang mereka miliki kurang dieksplorasi, akhirnya hal ini akan berdampak pada pemerataan pemahaman siswa dengan materi ajar, dikarenakan hanya sebagian saja siswa yang akan paham, yaitu mereka yang mau belajar dan memperhatikan, sedangkan bagi mereka yang tidak memperhatikan akan menjadi siswa yang terabaikan. Di dalam pembelajaran konvensional pun tidak memasukan persaingan tim sebagai pengangkat minat belajar pada siswa di kelas tersebut. Hal ini berbeda sekali dengan pembelajaran pada model pembelajaran STAD yaitu pembelajaran yang lebih mengutamakan pada pembelajaran yang terpusat pada siswa student centered. Guru hanya sebagai presentator di awal pelajaran saja, selebihnya sebagai fasilitator hingga akhir pelajaran, sehingga siswa lebih aktif dan lebih mengeksplorasi kemampuan dirinya dalam kelompok dan hal ini akan berdampak pada pemerataan pemahaman pada siswa di kelas, dikarenakan di dalam model pembelajaran STAD terdapat persaingan tim yang akan membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar di kelas dan saling mengajarkan kepada teman satu kelompoknya agar paham dengan materi ajar saat itu. Inilah yang menjadi keunggulan model pembelajaran STAD dalam pembelajaran di kelas dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

3. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Kata belajar adalah hal yang biasa dalam bahasa kita, tetapi kata berpikir, sulit untuk didefinisikan secara tepat. Pada proses persiapan anda mengajar, anda akan banyak menyajikan belajar makna dan implikasi yang tepat untuk pekerjaan anda. Seorang guru akan lebih mengamati kinerja daripada belajar dan menyimpulkan tentang pelajaran yang telah terjadi. Belajar melibatkan beberapa perubahan atau modifikasi perilaku murid. 14 “Belajar adalah suatu proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi atau rangsang yang terjadi”. 15 Belajar kognitif lebih fokus pada pembelajaran yang berkaitan dengan proses-proses mental atau intelektual. proses ini mungkin melibatkan; mendapatkan informasi, mengingat informasi, pemecahan masalah, belajar aturan, konsep belajar dan bagaimana strategi pembelajaran yang digunakan untuk belajar dan berpikir. 16 Dengan belajar manusia mempunyai kemampuan khusus dalam beradaptasi dengan keadaan mereka. Pengetahuan dan keterampilan kita simpan dalam kepala manusia dalam bentuk memori hingga tingkat tertentu, yang memungkinkan manusia untuk memahami, memprediksi dan mengontrol hidupnya. Guru bekerja untuk membantu belajar. sekolah telah tumbuh sebagai lembaga yang khusus bertujuan untuk 14 Robert W. Richey, Planning For Teaching An Introduction to Education, United State of America : Mcgraw- Hill Inc. 1968 hal. 183-184. 15 Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, Bandung : pustaka Setia 2004 h. 24 16 Kevin Barry dan Len King, Beginnin g teaching and beyond, Victoria : Thomson Social Science Press 2006 h. 19 memastikan bahwa budaya yang paling berharga adalah pengetahuan yang dipelajari oleh anak-anak. 17 “Belajar merupakan proses mencari ilmu dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran dan sebagainya, sehingga terjadi perubahan dalam diri”. Definisi belajar ini menurut Hilgar dan Marquis, yang menjelaskan bahwa belajar tidaklah dilakukan tanpa usaha dari individu itu sendiri, melainkan melalui latihan atau proses pembelajaran. Sedangkan menurut James L. Mursell “Learning is experience, and exploration and discovery”. Belajar adalah upaya yang dilakukan seseorang dengan mengalaminya sendiri, menjelajahi, menelusuri sendiri dan memperoleh sendiri. Adapun belajar menurut Garret “Learning is the process which, as a result of training and experience, leads to new or changed responses”. Belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan atas reaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Dan menurut Lester D. Crow dan Alice Crow “Learning is the acuquisition of habits, knowledge, and attitudes”. Belajar adalah upaya untuk memperoleh; kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap. 18 Secara psikologis, proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dinamakan belajar. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku sehari-hari. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. 19 17 Richard Fox, Teaching Learning Lessons from Psichology, Victoria : Blackwell Publishing Ltd 2005 h. 9-10. 18 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran Jakarta : Uhamka Press. 2003 h. 29-30. 19 Slameto, Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester SKS, Jakarta : Bumi Aksara1991 h.78 “Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman”. Belajar sesungguhnya adalah ciri khas manusia dan yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan dimana saja, baik di sekolah, di kelas, maupun di jalanan dalam waktu yang tak dapat ditentukan sebelumnya. Namun demikian, satu hal yang sudah pasti bahwa belajar dilakukan oleh manusia senantiasa dilandasi oleh iktikad dan maksud tertentu. Berbeda dengan binatang yang sering juga dikatakan sebagai belajar. 20 Belajar merupakan tindakan atau prilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa itu sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya suatu proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa yaitu keadaaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar. 21 Menurut Magnesen Dryden Wager 1999 porsi belajar terjadi dengan: 22 1. Membaca sebanyak 10 2. Mendengar 20 3. Melihat 30 4. Melihat dan mendengar sebanyak 50 5. Mengatakan 70 6. Mengatakan sambil mengerjakan 90 Pemberdayaan optimal dari seluruh indra seseorang dalam belajar dapat menghasilkan kesuksesan bagi seseorang. Melalui media 20 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta: PT. Bumi Aksara 2005 h. 154 21 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Asdi Mahasatya 2006 h. 7 22 Dewi Salma P., Prinsip Disain Pembelajaran, Jakarta : Kencana Prenada Media Group 2007 h. 24 pembelajaran, belajar paling tinggi terjadi 50. Ternyata, seseorang yang belajar dan terlibat langsung dalam suatu kegiatan atau mengerjakan sesuatu dianggap sebagai cara yang terbaik dan bertahan lama. Menurut UNESCO terdapat empat pilar belajar, yaitu: 23 1. “Learning to know” belajar untuk mengetahui. 2. “Learning to do”belajar untuk aktif; Prinsip belajar learning to do bermakna “live long education” kegiatan belajar sepanjang hidup. 3. “Learning to be” belajar untuk menjadi; Makna dari leaning to be adalah proses belajar yang dilakukan peserta didik dalam menghasilkan perubahan perilaku individu atau masyarakat terdidik yang mandiri. 4. ”Learning to live together” Belajar untuk hidup bersama-sama. Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan oleh mata. Kita hanya dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan prilaku yang tampak. 24 Dari berbagai definisi mengenai belajar diatas dapat kita simpulkan bahwa belajar adalah sebuah tindakan yang dengan sengaja seseorang lakukan agar mendapatkan hal yang baru baik yang bersifat kognitif, apektif maupun psikomotorik.

b. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan evaluasi hasil belajar baik dengan ulangan maupun tes. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pembelajaran dalam periode tertentu dan merupakan puncak dari proses belajar. 25 23 Iskandar, Psikologi Pendidikan, h.104-105 24 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Kencana Prenada Media Group 2008 h. 229. 25 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, h. 3-4. Hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri siswa yang dapat diamati dan dapat diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan lain sebagainya. 26

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Keberhasilan peserta didik dalam belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri endogen dan faktor yang datang dari luar diri eksogen. Faktor endogen antara lain seperti; minat belajar, kesehatan, perhatian, ketenangan jiwa waktu belajar, motivasi, kegairahan diri, cita- cita, kebugaran jasmani, kepekaan alat-alat indra dalam belajar. Dengan kata lain, alat-alat indra berfungsi dengan baik atau sebaliknya seperti mata sakit, pendengarannya terganggu atau lain-lain dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor eksogen yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik antara lain seperti keadaan lingkungan belajar suasana kelas, cuaca, letak sekolah di tempat yang ramai atau tidak, faktor interaksi sosial dengan teman sebangku, interaksi peserta didik dengan pendidiknya. Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah alat-alat belajar yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar seperti media pendidikan, metodologi mengajar yang digunakan, buku-buku yang dipakai. Disamping kedua faktor diatas faktor lain yang tak kalah pentingnya yang erat kaitannya dengan masalah belajar adalah sarapan pagi dan jajanan sekolah. Faktor ini dapat dimasukkan ke dalam faktor 26 Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, h. 155 endogen atau eksogen karena keduanya berkaitan erat dengan lingkungan pendidikannya. 27 Jadi, dalam proses belajar kita akan melihat perbedaan-perbedaan yang signifikan mengenai hasil belajar tiap individu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah disebutkan di atas. Sehingga perlu sebagai seorang guru untuk melihat hal ini sebagai bahan pertimbangan dalam mengajar dan mendidik di sekolah.

4. Hakikat pembelajaran kimia

Kimia merupakan ilmu yang mengakaji tentang sifat zat, dan secara khusus mempelajari reaksi yang merubah suatu zat menjadi zat lain. Kimia menyediakan pedoman untuk menyesuaikan beberapa kebutuhan atau penerapan khusus dan membuat bahan yang benar-benar baru yang dirancang sejak awal agar memiliki sifat tertentu yang diinginkan. 28 Dari pengertian kimia di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa hakikat dari pembelajaran kimia adalah mengembangkan hal yang bersifat gejala-gejala alam yang berkaitan dengan zat untuk dicari kegunaannya dimasa depan. Diharapkan dalam mempelajari ilmu kimia siswa dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan zat dalam kehidupan nyata. Agar kimia menjadi lebih bermanfaat bagi manusia.

5. Hakikat Sistem Koloid

a. Pengertian Sistem Koloid

Koloid merupakan campuran dua zat, yang terdiri dari fase terdispersi dan medium pendispersi. Fase terdispersi merupakan zat yang didispersikan, sedangkan medium pendispersi merupakan medium yang digunakan untuk mendispersikan. Partikel koloid mempunyai ukuran yang lebih besar daripada larutan dan lebih kecil daripada suspensi. Pada tahun 1861, Thomas Graham, seorang ahli kimia bangsa Inggris melakukan percobaan untuk menguji perbedaan kemampuan aliran zat terlarut dengan menggunakan kantong perkamen, air, kristal 27 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, h. 103-104 28 Oxtoby David W., dkk, Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga 2001 h. 4 gula, lem perekat, dan kanji. Mula-mula gula, lem perekat, dan kanji masing-masing dilarutkan ke dalam air. Kemudian larutannya dimasukkan ke dalam kantong perkamen ditutup rapat dan direndam dalam air. Dari percobaan ternyata molekul gula memiliki kemampuan untuk merembes ke luar menembus pori-pori perkamen sehingga ke luar dari kantong. Zat lain yang dicobakan oleh T. Graham adalah zat perekat dengan percobaan yang sama. Ternyata zat perekat tersebut sifatnya sama dengan sifat kanji, yaitu tidak mampu menembus membran perkamen. Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Graham memberikan gagasan sebagai berikut. 1 Molekul gula dapat lolos dari membran perkamen, sedangkan kanji dan perekat tidak dapat lolos dari membran perkamen. Hal ini dimungkinkan karena ada perbedaan diameter molekul antara molekul kanji dengan molekul gula. Molekul kanji mempunyai diameter lebih besar dari diameter molekul gula. 2 Larutan gula yang berasal dari kristal gula dan semacamnya disebut larutan yang berdifusi cepat atau kristaloid, sedangkan zat perekat, kanji, dan susu, atau semacamnya yang bersifat lekat dan kental disebut koloid. Pada perkembangan selanjutnya, penggolongan zat menjadi koloid dan kristaloid tidak dapat dipertahankan karena banyak koloid dapat dikristalkan dan kristaloid dapat dibuat menjadi koloid. Pada tahun 1907, Otswald mengemukakan istilah sistem dispersi dan medium pendispersi. Sistem koloid terdiri dari fase terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Analogi dalam larutan, fase terdispesi adalah zat terlarut sedangkan medium pendispersi adalah zat pelarut. Pada contoh campuran susu dan air, fase terdispersi adalah partikel susu dan medium pendispersinya adalah air. Seorang kimiawan Jerman bernama Richard Zsigmondy, pada tahun 1912 mendesain mikroskop ultra untuk mengamati partikel-pertikel terlarut termasuk partikel koloid. Dari pengamatannya tersebut ternyata partikel koloid mempunyai diameter molekul 10 -7 cm – 10 -5 cm. Mengapa harus menggunakan mikroskop ultra? Karena hanya partikel yang ukuran diameternya lebih besar dari 10 -5 cm yang dapat dilihat dengan mikroskop biasa. Perbandingan sifat antara larutan, koloid, dan suspensi. Tabel 2.3 Perbedaan antara Larutan, Koloid dan Suspensi No Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan zat yang tergolong larutan, koloid dan suspensi. Larutan Koloid Suspensi 1 Ukuran partikel kurang dari 10 -7 cm Ukuran partikel antara 10 -7 cm- 10 -5 cm Ukuran partikel lebih besar dari 10 -5 cm 2 Homogen Antara homogen dan heterogen Heterogen 3 Satu fase Dua fase Dua fase 4 Jernih Keruh Keruh 5 Tidak memisah jika didiamkan Tidak memisah jika didiamkan Memisah jika didiamkan 6 Tidak dapat disaring dengan saringan biasa Tidak dapat disaring dengan saringan biasa Dapat disaring dengan saringan biasa 7 Tidak dapat disaring dengan membran perkamen Dapat disaring dengan membran perkamen Dapat disaring dengan membran perkamen 8 Ion, molekul kecil Molekul besar, partikel Partikel besar Contoh : larutan gula, larutan garam dapur, larutan cuka, larutan alkohol, dan udara. Contoh koloid : susu, santan, busa sabun, salad krim, margarin, lateks, dan asap. Contoh suspensi : air sungai yang keruh, tanah liat dengan air, pasir dengan air, dan air kapur.

b. Jenis Koloid

Seperti yang telah diketahui bahwa wujud fase benda terdiri dari padat, cair dan gas. Tiap wujud tersebut dapat menjadi medium pendispersi ataupun fase terdispersi, kecuali untuk gas. Gas sebagai fase terdispersi pada medium pendispersi gas tidak membentuk koloid. Gas dengan gas merupakan campuran yang homogen. Berdasarkan hal tersebut, sistem koloid dapat dibagi menjadi beberapa jenis, seperti yang tercantum dalam tabel 2.4 Tabel 2.4 Beberapa Jenis Dispersi Koloid No Fase terdispersi Medium Pendispersi Fase Koloid Nama Koloid Contoh 1 Gas Cair Cair Busabuih Busa Sabun 2 Gas Padat Padat Busa padat Karet Busa 3 Cair Gas Gas Aerosol cair Embun 4 Cair Cair Cair Emulsi Susu 5 Cair Padat Padat Emulsi Padat Mentega 6 Padat Gas Gas Aerosol Padat Asap 7 Padat Cair Cair Sol Cat 8 Padat Padat Padat Sol Padat Paduan Logam Sumber : Chemistry, The Central Science Berdasarkan tabel 2.4 yang perlu kita ingat adalah 1 Emulsi : Sistem koloid yang fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersinya berupa zat cair. Bila medium pendispersinya berupa zat padat dikenal dengan emulsi padat. 2 Sol : Sistem koloid yang fase terdispersinya berupa zat padat dan medium pendispersinya berupa zat cair. Bila medium pendispersinya berupa zat padat, disebut sol padat. 3 Busa : Sistem koloid yang fase terdispersinya berupa zat padat dan medium pendispersinya berupa zat cair. Bila medium pendispersinya berupa zat padat, disebut busa padat 4 Aerosol : Sistem koloid yang medium pendispersinya berupa gas, sedangkan fase terdispersinya berupa zat cair atau zat padat.

c. Koloid Dalam Industri

Dalam kenyataannya, banyak produk industri yang diperlukan dalam kehidupan sekarang ini berupa koloid, baik sebagai bahan makanan, bahan bangunan, maupun produk-produk lain. Contoh sistem koloid yang berupa bahan makanan, yaitu susu, mayones, margarin, krim salad, dan jeli. Dalam industri bangunan, misalnya cat tembok, cat kayu, cat besi, lem besi, lem kaca, lem kayu, dan lem plastik. Dalam industri farmasi, contohnya kapsul dari gelatin dan emulsi obat-obatan yang distabilisasi dengan protein. Mengapa sistem koloid digunakan dalam produk industri? Salah satu ciri khas koloid, yaitu partikel padat dari suatu zat dapat tersuspensi dalam zat lain, terutama dalam bentuk cairan. Hal ini merupakan dasar dari berbagai hasil industri yang dibutuhkan manusia. Penggunaan koloid juga dapat menghasilkan campuran hasil industri tanpa saling melarutkan secara homogen. Di samping itu juga bersifat stabil, sehingga dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama. Koloid yang dapat menstabilkan hasil industri ini dinamakan koloid pelindung. Misalnya es krim yang ditambah gelatin. Adanya gelatin dalam es krim menyebabkan es krim tidak cepat meleleh.

d. Sifat-sifat Koloid

1 Efek Tyndall Pada umumnya sistem koloid tampak agak keruh, atau berupa gumpalan seperti agar-agar atau lem kanji. Tetapi selain itu ada juga koloid yang bening transparan seperti sol dari senyawa As 2 S 3 yang kuning jernih dan sol FeOH 3 yang merah jernih seperti air teh, sehingga sulit membedakan antara koloid yang seperti itu dengan larutan. Suatu sifat khas yang membedakan sistem koloid dengan larutan adalah dengan percobaan tyndall. Bila suatu larutan larutan sejati disinari dengan seberkas sinar tampak maka berkas sinar tadi akan diserap dan hanya sebagian kecil yang dipancarkan. Bila seberkas sinar dilewatkan pada sistem koloid maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh partikel koloid, sehingga sinar yang melalui sistem koloid akan teramati berupa jalur cahaya. Sifat khas koloid yang dapat menghamburkan berkas cahaya, dikenal dengan nama efek Tyndall. Selain pada koloid jenis sol, efek Tyndall juga dapat dilihat pada koloid jenis aerosol. Dalam kejadian sehari-hari, efek Tyndall dapat kita lihat dalam peristiwa berikut. a Cahaya matahari jelas sekali berkasnya di sela-sela pohon yang sekitarnya berkabut. Juga berkas cahaya matahari tampak jelas di sela-sela dinding dapur yang banyak asapnya. b Berkas cahaya proyektor tampak jelas di gedung bioskop yang banyak asap rokoknya. c Sorot cahaya mobil berkasnya tampak jelas pada daerah yang berkabut. 2 Gerak Brown Partikel koloid dapat bergerak lurus tetapi arahnya tidak menentu gerak zig-zag. Penemu gerakan partikel koloid seperti itu adalah Robert Brown dan gerak zig-zag partikel koloid hanya dapat diamati dengan mikroskop ultra. Gerak Brown itu disebabkan adanya tumbukan dari partikel medium pendispersi pada partikel koloid yang terdispersi. Bila partikel dari sistem koloid dilihat dengan mikroskop, akan tampak senantiasa partikel-pertikel koloid bergerak lurus, tetapi arahnya tidak menentu. 3 Adsorpsi Partikel koloid dapat mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Adsorpsi adalah proses penyerapan di permukaan. Partikel koloid dari FeOH 3 , bermuatan positif dalam air, karena mengadsorpsi ion positif, sedangkan partikel koloid As 2 S 3 dalam air bermuatan negatif karena mengadsorpsi ion negatif. Proses penyerapan di permukaan partikel koloid disebut adsorpsi koloid. Sifat adsorpsi partikel koloid ini sangat penting karena berdasarkan sifat tersebut banyak manfaat yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. 4 Elektroforesis Untuk membuktikan bahwa partikel koloid bermuatan, dapat dilakukan melalui percobaan elektroforesis. Dalam percobaan dicampurkan koloid dari FeOH 3 yang berwarna merah dan koloid As 2 S 3 yang berwarna kuning, campuran dari sistem koloid tadi dimasukkan dalam alat elektroforesis. Kutub positif + dan kutub - dihubungkan dengan arus listrik searah. Dari percobaan yang telah dilakukan, ternyata daerah kutub + menjadi berwarna kuning dan daerah kutub - menjadi berwarna merah. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dinyatakan bahwa koloid As 2 S 3 bermuatan negatif karena ditarik oleh elektrode positif dan koloid FeOH 3 bermuatan positif karena ditarik oleh elektrode negatif. Jadi, elektroforesis adalah suatu cara untuk menunjukkan bahwa partikel koloid dapat bermuatan. Sifat elektroforesis ini dilihat pada koloid jenis sol. 5 Koagulasi Penggumpalan partikel koloid disebut koagulasi. Dispersi koloid biasanya mengadsorpsi ion yang sejenis. Oleh karena itu, diperlukan konsentrasi tertentu larutan elektrolit bermuatan lawan, yang akan menetralkan muatan koloid sehingga partikel koloid dapat bergabung menjadi partikel besar. Bila larutan elektrolit tersebut mencukupi maka elektrolit tersebut akan menggumpalkan koloid. Penggumpalan partikel koloid dapat dilakukan secara mekanis, fisis, dan kimia. a Mekanis : Menggumpalkan koloid dengan pemanasan, pengadukan, dan pendinginan. Proses ini akan mengurangi jumlah air atau ion di sekeliling koloid sehingga koloid akan mengendap. Misalnya: Bila larutan dari protein yang merupakan sistem koloid dipanaskan maka protein akan menggumpal. b Fisis : Contoh penggumpalan koloid cara fisis adalah penggunaan alat cottrel. Asap atau debu dari cerobong pabrik dapat digumpalkan dengan alat listrik atau cottrel. Alat cottrel biasanya dipakai pada cerobong asap industri-industri besar, untuk menggumpalkan asap dan debu sebagai partikel koloid. Hal itu bertujuan untuk mengurangi pencemaran asap dan debu yang berbahaya. c Kimia : Cara ini dilakukan dengan menambahkan zat elektrolit bermuatan lawan ke dalam koloid sehingga koloid akan menggumpal. 6 Koloid Pelindung Koloid pelindung merupakan sifat koloid yang dapat melindungi koloid lain. Koloid pelindung pada emulsi dinamakan emulgator. Ada beberapa koloid yang tidak mengalami penggumpalan jika ditambahkan suatu koloid lain. Koloid yang dapat memberikan efek kestabilan disebut koloid pelindung. Koloid pelindung membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid, sehingga melindungi muatan partikel koloid tersebut.

e. Dialisis

Pembuatan suatu koloid, misal pembuatan sol FeOH 3 dari pelarutan kristal FeCl 3 , akan mengalami proses hidrolisis, sehingga sol FeOH 3 yang terbentuk bercampur dengan ion H + dan ion Cl - . Adanya ion-ion tersebut dapat menyebabkan penggumpalan sol FeOH 3 . Oleh karena itu, ion-ion tersebut perlu dihilangkan, atau dengan kata lain koloid itu perlu dimurnikan. Pemurnian koloid disebut dialisis.

f. Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid yang medium pendispersinya zat cair disebut sol dan dibedakan menjadi koloid liofil dan liofob. Hal ini didasarkan atas sifat tarikan antara partikel pendispersi dengan partikel terdispersi. Liofil artinya suka pada cairan dan liofob artinya tidak suka takut pada cairan. Jika medium pendispersi menggunakan air maka koloid merupakan sol yang dapat digolongkan menjadi koloid hidrofil dan koloid hidrofob. 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Sebelum meneliti tentunya peneliti mencari terlebih dahulu penelitian- penelitian terdahulu mengenai pembelajaran kooperatif maupun model pembelajaran STAD, agar penelitian yang akan dilakukan memiliki dasar pemikiran yang cukup kuat. Dengan pertimbangan di atas maka peneliti menuliskan berbagai penelitian terdahulu antara lain: 1. Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini yaitu dari hasil penelitian dalam artikel yang ditulis oleh Munir Tanrere, Ahkam Zubair, H. A. yamsur, dan Sinar Alam yang berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievements Divisions Untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kimia SMA” yang dilakukan di SMA Negeri 3 Makassar tahun 20052006 menunjukkan bahwa implementasi STAD dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih berorientasi kepada siswa dengan guru berperan lebih banyak sebagai mediator dalam proses pembelajaran serta meningkatkan hasil belajar siswa baik secara individu maupun secara kelompok. 30 29 Sri rahayu ningsih, dkk, Sains Kimia 2 SMA MA, Jakarta : Bumi Aksara. 2007 hal. 278-291 30 Munir Tanrere, dkk, “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Siswa SMA” dalam Jurnal Ilmu Kependidikan, volume 2, nomor 3, Desember 2005.h. 268-280 2. Penelitian lain oleh Rusmansyah dalam artikel “Implementasi Model Student Teams-Achievement Division STAD dalam pembelajaran Konsep Laju Reaksi Di Kelas II SMU Negeri 1 Banjarmasin” menunjukkan bahwa implementasi model STAD dalam pembelajaran konsep laju reaksi pada siswa kelas II di SMU Negeri 1 Banjarmasin tahun ajaran 20022003 dapat meningkatkan pemahamannya, juga berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajarnya, meningkatnya kemampuan untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan teman sekelompoknya, keterampilan siswa berkembang, kemudahan dalam memahami konsep. 31 3. Penelitian lain oleh Perdy Karuru dalam artikel “Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Seting Pembelajaran STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP” yang dilakukan pada kelas II SLTP Ciputra, menunjukkan bahwa; pembelajaran menggunakan STAD ini tepat waktu, pembelajaran STAD ini dapat mengubah pembelajaran dari teacher center menjadi student center, pembelajaran ini dapat meningkatkan proporsi jawaban benar siswa, minat belajar siswa menjadi berkembang, hasil belajar menjadi lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak menggunakan model pembelajaran STAD. 32 4. Penelitian lain oleh Ismiati, M.Pd dalam artikel “Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Cooperative Learning Tipe STAD Student Teams Achievement Division dan Tipe Jigsaw” yang dilakukan di SD 08 Kampung Manggis, menunjukkan bahwa; cooperative learning memberikan motivasi pada siswa untuk saling mempelajari materi dalam kelompok. 31 Rusmansyah, “Implementasi Model Student Teams Achievement Division STAD Dalam Pembelajaran Konsep Laju Reaksi Di kelas II SMU Negeri 1 Banjarmasin” dalam Jurnal Vidya Karya, tahun XXI, nomor 2, Oktober 2003.h. 181-192. 32 Perdy Karuru,”Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan kualitas belajar IPA Siswa SLTP” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun ke-9, Nomor 045, November 2003. h. 789-805. Sehingga, saling membantu antara siswa yang bisa dengan siswa yang belum menguasai materi dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 33 5. Penelitian lain oleh Dewi Diana Paramata dalam artikel “Upaya Meningkatkan Kualitas Proses Belajar Mengajar Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Mahasiswa Jurusan Matematika Matakuliah Fisika Dasar 1” yang dilakukan di Universitas Negeri Gorontalo angkatan 20052006, menunjukkan bahwa pengembangan perangkat model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar Fisika Dasar 1. Disamping kualitas PBM, pengembangan perangkat model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan ketuntasan belajar mahasiswa pada mata kuliah Fisika Dasar 1. 34 6. Penelitian lain oleh Eka Setyaningsih dan Erni Widiyastuti dalam artikel “Peningkatan Partisipasi Mahasiswa dalam Mengikuti Mata Kuliah Analisis Real I Melalui Pembelajaran Tipe STAD Student Teams Achievment Division” yang dilakukan di Universitas Muhamadiyah Purwokerto Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Program Studi Matematika Tahun akademik 20032004 pada semester genap, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat menumbuhkan partisipasi mahasiswa baik itu partisipasi kontributif maupun partisipasi inisiatif. Tetapi model ini tidak efektif jika diterapkan pada semua materi pelajaran. 35 7. Penelitian lain oleh Ida Bagus Putu Arnyana dalam artikel “Pengembangan Model Pembelajaran Bilingual Preview-Review Dipandu Strategi Kooperatif STAD Dalam Pembelajaran Sains di SMA” yang dilakukan di SMA Negeri 1 Singaraja, menunjukkan bahwa pembelajaran bilingual preview-review - 33 Ismiati, “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Cooperative Learning Tipe STAD Sudent Teams Achievement Division dan Tipe Jigsaw” dalam Jurnal Guru, Nomor 2, Desember 2008. h. 123-131 34 Dewi Diana Paramata, “Upaya Meningkatkan Kualitas Proses Belajar Mengajar Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Mahasiswa Jurusan Matematika Mata Kuliah Fisika Dasar I” dalam Buletin Sibermas, Vol.2 No.1 Pebruari 2006. h.107-123. 35 Eka Setya Ningsih dan Erni Widayastuti, “Peningkatan Partisipasi Mahasiswa Dalam Mengikuti Mata Kuliah Analisis Real I Melalui Pembelajaran Tipe STAD Student Teams Achievement Division” dalam Jurnal Biomath, VIII 1, Maret 2007 : h. 10-18.

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik stad dan teknik jigsaw: kuasi eksperimen di SMP attaqwa 06 Bekasi

0 4 76

Pengaruh Model guided discovery learning terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi (quasi eksperimen di SMAN 72 Jakarta Utara)

5 19 165

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

3 10 173

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pendekatan kooperatif teknik: student team achievement divisions (STAD) dan teknik Group Investigation (GI)

0 36 221

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD MENGGUNAKAN MEDIA POWER POINT TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA PADA KONSEP IKATAN KIMIA (Kuasi Eksperimen di SMA Dharma Karya UT Tangerang Selatan)

0 13 259

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)

0 8 204

Penerapan Metode Eksperimen Berbasis Lingkungan Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Konsep Sistem Koloid (PTK Di Kelas XI IPA MAN 2 Kota Tangerang)

0 3 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERBASIS PRAKTIKUM TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA PADA POKOK BAHASAN SISTEM KOLOID.

1 4 20

PENGARUH PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA : Quasi Eksperimen di Kelas X Akuntansi SMK Bina Warga Bandung.

0 1 51

PENGARUH PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD TERHADAP HASIL BELAJAR SOSIOLOGI PESERTA DIDIK

0 0 8