Analisis Univariat 1 . Prevalens Rate Perubahan Metode Alat Kontrasepsi Analisis Multivariat

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1. Analisis Univariat 6.1.1 . Prevalens Rate Perubahan Metode Alat Kontrasepsi Gambar 6.1. Diagram Pie Prevalens Rate Perubahan Metode Alat Kontrasepsi di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate perubahan metode alat kontrasepsi pada akseptor KB di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 sebesar 34 dan yang tidak berubah sebesar 66. Lebih banyaknya akseptor yang tidak berubah metode alat kontrasepsinya kemungkinan disebabkan karena kurangnya informasi yang jelas tentang alat kontrasepsi yang disampaikan oleh petugas kesehatan di tempat-tempat untuk memperoleh alat kontrasepsi seperti Posyandu yang lebih banyak mempromosikan pil dan suntik sedangkan alat kontrasepsi seperti implant, AKDR, dan sterilisasi kurang Universitas Sumatera Utara dipromosikan. Disamping itu akseptor lebih banyak mendapat informasi tentang alat kontrasepsi dari akseptor yang lain yang sebenarnya kurang mengetahui dengan baik pemakaian alat kontrasepsi tersebut, dan hanya berbagi tentang pengalamannya menggunakan alat kontrasepsi. Anjuran dari akseptor tersebut sering menjadi pertimbangan utama akseptor lain menggunakan alat kontrasepsi walaupun sebenarnya alat kontrasepsi tersebut kurang serasi bagi penggunanya baik dalam hal efek yang ditimbulkan dan ketidakcocokan terhadap alat kontrasepsi tersebut. Dan terbatasnya alat kontrasepsi yang tersedia menyebakan akseptor cenderung hanya memilih alat yang tersedia saja, dan jika berubah, cenderung berubah ke dua alat kontrasepsi yang terkenal di desa Cempa yaitu Pil dan suntik. Menurut penelitian Nerseri, dkk 1991 di Kecamatan Percut Sei Tuan dengan desain cross sectional sebesar 28 responden berubah alat kontrasepsinya. 23 Universitas Sumatera Utara 6.2. Analisis Bivariat 6.2.1. Hubungan Umur dengan Perubahan Metode Alat Kontrasepsi Gambar 6.2. Diagram Bar Perubahan Metode Alat Kontrasepsi Berdasarkan Umur di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya dengan umur akseptor resiko tinggi sebesar 31,8 sedangkan prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya dengan umur akseptor resiko rendah sebesar 35,8. Ratio Prevalens = 0,888 95 CI= 0,506-1,558. Nilai RP menunjukkan bahwa umur bukanlah merupakan faktor resiko perubahan penggunan metode alat kontrasepsi. Hasil analisis statistik menunjukk an tidak ada hubungan antara umur dengan perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi dengan nilai p=0,677 0,05 Universitas Sumatera Utara Kurangnya informasi tentang jenis alat kontrasepsi yang sesuai dengan akseptor berdasarkan umur menyebabkan pemilihan jenis alat kontrasepsi kurang baik. Ketakutan untuk menggunakan jenis alat kontrasepsi yang cocok untuk usia resiko tinggi 35 tahun seperti sterilisasi menyebabkan akseptor cenderung berhenti memakai alat kontrasepsi. Sesuai dengan penelitian Nerseri, dkk 1991 di Kecamatan Percut Sei Tuan dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara unur dengan perubahan pemakaian alat kontrasepsi p = 0,18. 23

6.2.2. Hubungan Umur Menikah dengan Perubahan Metode Alat Kontrasepsi

Gambar 6.3. Diagram Bar Perubahan Metode Alat Kontrasepsi Berdasarkan Umur Menikah di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya dengan umur menikah akseptor Universitas Sumatera Utara resiko tinggi sebesar 39,7, sedangkan prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasespinya dengan umur menikah akseptor risiko rendah sebesar 25,6. Ratio Prevalens = 1,547 95 CI = 0,831 – 2,880. Nilai RP menunjukkan bahwa umur menikah bukan merupakan faktor risiko perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara umur menikah dengan perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi dengan nilai p=0,153 0,05. Jenis alat kontrasepsi yang baik digunakan pada usia muda atau setelah kelahiran pertama seperti pil dan suntik tetap dipercayai pada umur selanjutnya sehingga kemungkinan berubah alat kontrasepsi rendah ataupun jika menggantinya adalah dengan salah satu alat kontrasepsi tersebut. Sesuai dengan penelitian Nerseri, dkk 1991 di Kecamatan Percut Sei Tuan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan umur pernikahan dengan perubahan pemakaian alat kontrasepsi p = 0,07. 23 Universitas Sumatera Utara

6.2.3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perubahan Metode Alat Kontrasepsi

Gambar 6.4. Diagram Bar Perubahan Metode Alat Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya dengan tingkat pendidikan akseptor rendah sebesar 35,3, sedangkan prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasespinya dengan tingkat pendidikan akseptor tinggi sebesar 25. Ratio Prevalens = 1,412 95 CI = 0,508 – 3,921. Nilai RP menunjukkan bahwa tingkat pendidikan bukan merupakan faktor risiko perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi. Universitas Sumatera Utara Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi dengan nilai p=0,481 0,05. Tingkat pendidikan akseptor sangat rendah, hal ini mempengaruhi mereka untuk mengetahui banyak hal termasuk pengetahuan tentang alat kontrasepsi. Disamping itu akseptor yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi ada juga yang kurang tahu tentang alat kontrsepsi. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Nerseri, dkk 1991 di Kecamatan Percut Sei Tuan yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakan antara tingkat pendidikan dengan perubahan pemakaian alat kontrasepsi p = 0,05. 23

6.2.4. Hubungan Status Pekerjaan dengan Perubahan Metode Alat Kontrasepsi

Gambar 6.5. Diagram Bar Perubahan Metode Alat Kontrasepsi Berdasarkan Status Pekerjaan di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya yang tidak bekerja sebesar 30,2, sedangkan prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasespinya yang bekerja sebesar 41,2. Ratio Prevalens = 0,732 95 CI = 0,423-1,270. Nilai RP menunjukkan bahwa status pekerjaan bukan merupakan faktor resiko perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara status pekerjaan dengan perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi dengan nilai p=0,274 0,05. Pekerjaan berhubungan erat dengan tingkat ekonomi akseptor, Menurut The ford Foundation 2002 dalam Yustina memperlihatkan bahwa mahal dan langkanya alat kontrasepsi berdampak pada perilaku hubungan seksual suami istri petani di pedesaan. Disisi lain, akibat ketidakmampuan menyisihkan sebagian pendapatannya yang relatif minim untuk membeli alat kontrasepsi, banyak para ibu yang terpaksa menerima kehamilannya. 21 Universitas Sumatera Utara

6.2.5. Hubungan Jumlah Anak dengan Perubahan Metode Alat Kontrasepsi

Gambar 6.6. Diagram Bar Perubahan Metode Alat Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya yang memiliki jumlah anak cukup sebesar 22,2, sedangkan prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasespinya yang memiliki jumlah anak lebih sebesar 41. Ratio Prevalens = 0,542 95 CI = 0,274 – 1,072. Nilai RP menunjukkan bahwa jumlah anak bukan merupakan faktor resiko perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi. Universitas Sumatera Utara Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi dengan nilai p= 0,060 0,05. Semakin banyak jumlah anak maka semakin besar kemungkinan akseptor untuk tetap menggunakan alat kontrasepsi, namun karena kurangnya informasi terhadap alat kontrasepsi maka perubahan metode alat kontrasepsi jarang terjadi, dan jika berubah maka cenderung untuk memilih antara dua jenis alat kontrasepsi yang paling terkenal di desa cempa yaitu pil dan suntikan.

6.2.6. Hubungan Pengetahuan dengan Perubahan Metode Alat Kontrasepsi

Gambar 6.7. Diagram Bar Perubahan Penggunaan Metode Alat Kontrasepsi Berdasarkan Pengetahuan di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya yang memiliki pengetahuan kurang Universitas Sumatera Utara sebesar 33,3, sedangkan prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasespinya yang memiliki pengetahuan baik sebesar 35,3. Ratio Prevalens = 0,944 95 CI = 0,532 – 1,676. Nilai RP menunjukkan bahwa pengetahuan bukan merupakan faktor resiko perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi dengan nilai p=0,846 0,05. Pengetahuan akseptor terhadap penggunaan alat kontrasepsi masih sangat kurang. Akseptor yang memiliki pengetahuan tentang penggunaan alat kontrasepsi yang baik banyak juga diantaranya yang tidak mengganti alat kontrasepsinya dikarenakan kurang memperdulikan efek samping dari jenis alat kontrasepsi tersebut, dan dapat dihubungkan juga dengan tingkat pendidikan akseptor di desa Cempa yang sangat rendah. Sesuai dengan penelitian Nerseri, dkk 1991 di Kecamatan Percut Sei Tuan dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan dengan perubahan pemakaian alat kontrasepsi p = 1,00. 23 Universitas Sumatera Utara 6.2.7. Hubungan Persepsi Terhadap Nilai Anak dengan Perubahan Penggunaan Metode Alat Kontrasepsi Gambar 6.8. Diagram Bar Perubahan Penggunaan Metode Alat Kontrasepsi Berdasarkan Persepsi Terhadap Nilai Anak di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya yang memiliki persepsi tidak baik terhadap nilai anak sebesar 50, sedangkan prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasespinya yang memiliki persepsi baik terhadap nilai anak sebesar 31,8. Ratio Prevalens = 1,574 95 CI = 0,825 – 3,003. Nilai RP Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa persepsi terhadap nilai anak bukan merupakan faktor risiko perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara persepsi terhadap nilai anak dengan perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi dengan nilai p= 0,212 0,05. Sebahagian besar akseptor bersuku Jawa dan Melayu yang tidak memilki tradisi ada tingkatan jenis kelamin anak dalam keluarga, tidak seperti suku Batak yang lebih menganggap anak laki-laki lebih tinggi dibanding anak perempuan. dan semboyan ”banyak anak banyak rejeki” tidak lagi dihidupi oleh mereka. Sesuai dengan penelitian Nerseri, dkk 1991 di Kecamatan Percut Sei Tuan dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara ada tidaknya anak laki-laki dengan perubahan pemakaian alat kontasepsi p = 0,24. 23

6.2.8. Hubungan Ketersediaan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal

Universitas Sumatera Utara Gambar 6.9. Diagram Bar Perubahan Penggunaan Metode Alat Kontrasepsi Berdasarkan Ketersediaan Alat Kontrasepsi di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya yang merasa tersedia alat kontrasespi sebesar 62,2, sedangkan prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasespinya yang merasa tidak tersedia alat kontrasepsi sebesar 16,7. Ratio Prevalens = 3,730 95 CI = 2,008 – 6,927. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan alat kontrasepsi dengan perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi dengan estimated risk = 3,730. Nilai RP 1 artinya akseptor yang merasa tersedia alat kontrasepsi untuk berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya lebih tinggi dibandingkan dengan akseptor yang merasa tidak tersedia. Hal ini bukan berarti kurang tersedianya pelayanan KB dan alat kontrasepsi di desa Cempa Kecamatan Hinai, tetapi karena kurangnya promosi yang dilakukan oleh Bidan Desa atau Kader KB untuk memperkenalkan jenis KB yang dapat dimanfaatkan oleh akseptor. Alat KB yang paling diketahui oleh akseptor tersedia di Desa Cempa adalah Pil dan Suntik, jadi kecenderungan untuk memakai jenis KB lain sangat kecil. Universitas Sumatera Utara

6.2.9. Hubungan Keterjangkauan dengan Perubahan Penggunaan Metode Alat Kontrasepsi

Gambar 6.10. Diagram Bar Perubahan Penggunaan Metode Alat Kontrasepsi Berdasarkan Keterjangkauan Biaya Pelayanan KB di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya yang merasa terjangkau biaya pelayanan KB sebesar 34,4, sedangkan prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasespinya yang merasa tidak terjangkau biaya pelayanan KB sebesar 0. Ratio Prevalens = 0,380 95 CI = 0,236 – 0,611. Nilai Universitas Sumatera Utara RP tidak bisa digunakan karena ada ketidakkonsistenan antara besar akseptor yang merasa terjangkau dengan yang tidak terjangkau Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara keterjangkauan biaya pelayanan KB dengan perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi dengan nilai p= 1,000 0,05. Alat kontrasepsi yang digunakan akseptor yang paling banyak adalah pil dan suntik. Harga alat kontrasepsi tersebut memang terbilang murah, dan jika menggunakan sterilisasi biasanya diberikan oleh pemerintah dengan gratis. jadi hampir semua akseptor merasa biaya untuk mendapatkan alat kontrasepsi cukup terjangkau. Universitas Sumatera Utara

6.2.10. Hubungan Ketercapaian dengan Perubahan Penggunaan Metode Alat Kontrasepsi

Gambar 6.11. Diagram Bar Perubahan Penggunaan Metode Alat Kontrasepsi Berdasarkan Ketercapaian Tempat Pelayanan KB di Desa Cempa Kecamatan Hinai Tahun 2010 Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya yang merasa tercapai tempat pelayanan KB sebesar 29,5, sedangkan prevalens rate akseptor yang berubah penggunaan metode alat kontrasespinya yang merasa tidak tercapai tempat pelayanan KB sebesar 77,8. Ratio Prevalens = 0,380 95 CI = 0,236 – 0,611. Universitas Sumatera Utara Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara ketercapaian tempat pelayanan KB dengan perubahan penggunaan metode alat kontrasepsi dengan nilai p= 0,004 0,05. Nilai RP 1 menunjukkan bahwa akseptor yang merasa tercapai tempat pelayanan KB untuk berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya lebih rendah dibandingkan dengan akseptor yang merasa tidak tercapai tempat pelayanan KB. Hal ini kemungkinan terjadi karena dengan tercapainya tempat pelayanan KB maka akseptor dapat lebih mengenal alat KB dari Bidan atau Kader KB dengan baik. Sehingga untuk menentukan alat KB yang ingin dipakainya sesuai dengan pilihan yang rasional. Jadi kecenderungan untuk berubah alat kontrasepsinya lebih kecil. Sedangkan akseptor yang kurang tercapai tempat pelayanan KB, kurang mendapat informasi tentang alat KB dengan baik, sehingga untuk menetukan jenis alat KB yang ingin dipakai kurang rasional, sehingga cenderung untuk berubah alat KB nya karena keluhan efek samping dan merepotkan. Universitas Sumatera Utara

6.3. Analisis Multivariat

Model regresi logistik mempergunakan asumsi, misal untuk melihat estimasi faktor resiko xn ada nilainya yaitu = 1, jika estimasi faktor resiko xn tidak ada nilainya maka = 0. Contoh : dalam hal ini faktor yang paling dominan yaitu jumlah faktor ketersediaan, diberi nilai X 1 = 1 dan estimasi faktor resiko lainnya dianggap tidak ada = 0, maka estimasi probabilitasnya adalah: 1 P = x 100 1+e - 1,486 + 1,815 1+0 P = 92,5 Artinya adalah akseptor KB yang mempunyai faktor ketersediaan baik, memiliki probabilitas untuk berubah penggunaan metode alat kontrasepsinya sebesar 92,5. Hasil analisis multivariat didapatkan nilai overall percentage 74,2 artinya adalah kontribusi variabel ketersediaan pelayanan KB untuk berubah metode alat Universitas Sumatera Utara kontrasepsinya adalah sebesar 74,2 sedangkan 25,8 adalah variabel yang keluar secara bertahap pada analisis multivariat ataupun variabel lainnya yang diluar penelitian ini. Menurut penelitian Nerseri, dkk 1991 di Kecamatan Percut Sei Tuan dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa ada dua variabel yang dominan yang berhubungan dengan perubahan pemakaian alat kontrasepsi yaitu umur pernikahan istri dan tingkat pendidikan istri.

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. KESIMPULAN 7.1.1. Prevalens Perubahan metode alat kontrasepsi pada akseptor KB di Desa Cempa Kecamatan Hinai tahun 2010 sebesar 34 dan yang tidak berubah sebesar 66. 7.1.2. Berdasarkan umur akseptor, terbanyak adalah yang berumur 30-34 dan 35-39 tahun yaitu masing-masing sebesar 19,6 7.1.3. Berdasarkan umur menikah, yang terbanyak adalah umur 20-21 tahun yaitu sebesar 26,8 7.1.4. Berdasarkan agama yaitu sebesar 100 beragama Islam 7.1.5. Berdasarkan Suku, yang terbanyak adalah suku Jawa yaitu sebesar 79,4 77 orang 7.1.6. Berdasarkan Pendidikan, yang terbanyak adalah akseptor yang mempunyai pendidikan tamat SD yaitu sebesar 56,7 Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Budaya Akseptor Kb Terhadap Penggunaan Kontrasepsi Iud Di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

10 67 153

Analisis Faktor Yang Memengaruhi Akseptor Kb Dalam Memilih Alat Kontrasepsi IUD Di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

4 58 90

Efektivitas Konseling KB Terhadap Pengetahuan dan Sikap PUS Tentang Alat Kontrasepsi IUD di Desa Batu Melenggang Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012

3 92 65

Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Pada Akseptor KB di kelurahan Suka Raja Kecamatan Siantar Marihat Tahun 2010

1 44 122

Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pil KB Pada Akseptor KB di Desa Pandiangan Kecamatan Lae Parira Kabupaten Dairi Tahun 2010

2 38 112

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Akseptor KB dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Mantap di Desa Tebing Tanjung Selamat Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat 2009

1 66 69

Analisis Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Pada Akseptor KB Di Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010

1 37 134

Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Akseptor KB Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

4 39 171

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP AKSEPTOR KB DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Akseptor Kb Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Di Desa Kateguhan Kabupaten Boyolali.

0 3 14

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP AKSEPTOR KB DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI DESA Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Akseptor Kb Dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Suntik Di Desa Kateguhan Kabupaten Boyolali.

0 3 17