Pengaruh Perubahan Parameter Terhadap Nilai Error Pada Metode Runge-Kutta Ordo-2

(1)

SKRIPSI

MIZWAR ARIFIN SRG

070803030

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011

PENGARUH PERUBAHAN PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDO-2


(2)

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MIZWAR ARIFIN SRG 070803030

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PERUBAHAN PARAMETER

TERHADAP NILAI ERROR PADAMETODE RUNGE-KUTTA ORDO-2

Kategori : SKRIPSI

Nama : MIZWAR ARIFIN SRG

Nomor Induk Mahasiswa : 070803030

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juli 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Marihat Situmorang, M.Kom. Prof. Dr. Tulus M.Si.

NIP. 19631214 198903 1 001 NIP : 19620901 198803 1 002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus M.Si.


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PERUBAHAN PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDO-2

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2011

MIZWAR ARIFIN SRG 070803030


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan kurnia-Nya skripsi ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan. Shalawat beriring salam kepada Baginda Rasulullah SAW, sebagai rahmatan lil’alamin.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si. dan Bapak Drs. Marihat Situmorang, M. Kom. selaku pembimbing yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakan kajian ini. Bapak Drs. Sawaluddin, M. Kom, M.Si. dan Bapak Syahril Efendi, S.Si., M.IT. selaku penguji yang telah memberikan kritikan dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si. dan Ibu Dra. Mardiningsih, M.Si.. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi di lingkungan Departemen Matematika, serta seluruh civitas akademika di lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Sahman Siregar dan Ibunda Nur Ayumi Harahap yang telah memberikan banyak bantuan baik materi, moral maupun spiritual. Kepada saudara-saudara penulis, Adinda Nadhira Dwi Sabrina S dan Adinda Azzahra Tri Najla. Teristimewa untuk Affan H. Siregar, S.H dan Hardi Alamsyah Siregar, S.E sebagai sosok pengganti ayah dan juga tempat untuk berbagi cerita yang tak henti-hentinya memberikan bantuan, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan menyelesaikan studi di Departemen Matematika FMIPA USU.

Tidak terlupakan, ucapan terima kasih kepada sahabat penulis, Sylvia Ria Berlian S, Trinita Hanum dan Yazeni Diana Putri, Ika Ayu Kartika Lbs, Mohammad Ramzi, Aghni Syahmarani, Muhammad Iqbal Pradipta serta rekan-rekan stambuk 2007 Departeman Matematika FMIPA USU, MW Family (Tracy Baumgardner, Károly Kajo Tóth, Pamela Karakula, John Patrick, Sharon Sullivan Delano dan lain-lain). Sahabat-sahabat di Ikatan Mahasiswa Matematika Muslim FMIPA USU, rekan-rekan di Himpunan Mahasiswa Matematika FMIPA USU dan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PERUBAHAN PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDO-2

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2011

MIZWAR ARIFIN SRG 070803030


(7)

ABSTRAK

Metode Runge-Kutta merupakan suatu metode numerik yang digunakan untuk mencari solusi dari suatu persamaan. Metode ini berusaha mendapatkan derajat ketelitian yang lebih tinggi, dan sekaligus menghindarkan keperluan mencari turunan yang lebih tinggi dengan jalan mengevaluasi fungsi f x y( , ) pada titik terpilih dalam setiap selang langkah. Dalam tulisan ini dibahas tentang pengaruh perubahan nilai parameter (a1) terhadap nilai error pada metode Runge-Kutta Ordo-2 dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab. Persamaan yang akan dibahas yaitu persamaan diferensial biasa linier tingkat dua. Dalam proses perhitungan persamaan akan dicari nilai parameter yang paling efisien sehingga diperoleh error terkecil.


(8)

THE EFFECT OF CHANGING PARAMETERS ON THE VALUE OF ERROR IN THE RUNGE-KUTTA METHOD OF ORDER-2

ABSTRACT

Runge-Kutta method is a numerical method used to find the solution of an equation. This method seeks to obtain a higher degree of accuracy, and also avoid the need to find higher derivatives by evaluating the function at selected points within each interval step. In this paper discussed about the effect of changes in values of parameter (a1) to the value of error in the Runge-Kutta Order-2 by using the Matlab programming language. The equation to be discussed is the linear ordinary differential equations level two. In the process of calculation of the equation will be sought in the most efficient parameter values to obtain the smallest error.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL x

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tinjauan Pustaka 4

1.5 Tujuan Penelitian 6

1.6 Manfaat Penelitian 6

1.7 Metodologi Penelitian 6

BAB 2 LANDASAN TEORI 7

2.1 Persamaan Diferensial 7

2.2 Persamaan Diferensial Biasa Linier 10

2.2.1 Persamaan Diferensial Linier Tingkat Satu 10 2.2.2 Persamaan Diferensial Linier Tingakt Dua 13

2.2.2.1 Persamaan Diferensial Linier Tingkat Dua

Homogen 14

2.2.2.2 Persamaan Diferensial Linier Tingkat Dua

Tidak Homogen Dengan Koefisien Konstan 17 2.2.3 Persamaan Diferensial Linier Tingkat Tinggi 17 2.3 Masalah Nilai Awal (Initial Value Problem) 17

2.4 Kesalahan (Error) 19

2.4.1 Pembagian Kesalahan 21

2.5 Metode Deret Taylor 23

2.6 Metode Runge-Kutta 24

2.6.1 Metode Runge-Kutta Ordo-2 27

2.6.2 Metode Runge-Kutta Ordo-3 31

2.6.3 Metode Runge-Kutta Ordo-4 31

2.6.4 Metode Runge-Kutta Ordo Tinggi 32

BAB 3 PEMBAHASAN 34

3.1 Penyelesaian Analitik Persamaan Diferensial Linier Tingkat

Dua 34

3.1.1 Persamaan Dengan Koefisien Konstan 34 3.1.1.1 H x( ) Adalah Polinomial Berderajat n


(10)

3.1.1.2 Jika H x( ) P x en( ) x 37 3.1.1.3 Jika H x( ) e x P xn( ) cos x Q xn( )sin x 41

3.1.1.4 Jika H x( ) Mcos x Nsin x 44

3.1.2 Persamaan Diferensial Linier Tingkat Dua dengan

Koefisien Peubah 47

3.1.2.1 Persamaan Tidak Memuat Varialbel y 47 3.1.2.2 Persamaan Diferensial Euler Tingkat Dua 51 3.2 Penyelesaian Numerik Persamaan Diferensial Linier

Tingkat Dua 55

3.3 Perbandingan Nilai Error Menggunakan Nilai Parameter

Yang Berbeda 61

3.4 Analisis Error 79

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 87

4.1 Kesimpulan 87

4.2 Saran 88

DAFTAR PUSTAKA 89

LAMPIRAN A 90


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1a Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 1 Pada

Nilai Parameter 0.0 a1 0.4 62

Tabel 3.1b Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 1 Pada

Nilai Parameter 0.5 a1 0.9 63

Tabel 3.2a Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 2 Pada

Nilai Parameter 0.0 a1 0.4 65

Tabel 3.2b Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 2 Pada

Nilai Parameter 0.5 a1 0.9 66

Tabel 3.3a Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 3 Pada

Nilai Parameter 0.0 a1 0.4 68

Tabel 3.3b Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 3 Pada

Nilai Parameter 0.5 a1 0.9 69

Tabel 3.4a Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 4 Pada

Nilai Parameter 0.0 a1 0.4 71

Tabel 3.4b Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 4 Pada

Nilai Parameter 0.5 a1 0.9 72

Tabel 3.5a Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 5 Pada

Nilai Parameter 0.0 a1 0.4 74

Tabel 3.5b Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 5 Pada

Nilai Parameter 0.5 a1 0.9 75

Tabel 3.6a Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 6 Pada

Nilai Parameter 0.0 a1 0.4 77

Tabel 3.6b Perbandingan Nilai Error Persamaan Contoh 6 Pada


(12)

ABSTRAK

Metode Runge-Kutta merupakan suatu metode numerik yang digunakan untuk mencari solusi dari suatu persamaan. Metode ini berusaha mendapatkan derajat ketelitian yang lebih tinggi, dan sekaligus menghindarkan keperluan mencari turunan yang lebih tinggi dengan jalan mengevaluasi fungsi f x y( , ) pada titik terpilih dalam setiap selang langkah. Dalam tulisan ini dibahas tentang pengaruh perubahan nilai parameter (a1) terhadap nilai error pada metode Runge-Kutta Ordo-2 dengan menggunakan bahasa pemrograman Matlab. Persamaan yang akan dibahas yaitu persamaan diferensial biasa linier tingkat dua. Dalam proses perhitungan persamaan akan dicari nilai parameter yang paling efisien sehingga diperoleh error terkecil.


(13)

THE EFFECT OF CHANGING PARAMETERS ON THE VALUE OF ERROR IN THE RUNGE-KUTTA METHOD OF ORDER-2

ABSTRACT

Runge-Kutta method is a numerical method used to find the solution of an equation. This method seeks to obtain a higher degree of accuracy, and also avoid the need to find higher derivatives by evaluating the function at selected points within each interval step. In this paper discussed about the effect of changes in values of parameter (a1) to the value of error in the Runge-Kutta Order-2 by using the Matlab programming language. The equation to be discussed is the linear ordinary differential equations level two. In the process of calculation of the equation will be sought in the most efficient parameter values to obtain the smallest error.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Persamaan diferensial berperan penting dalam kehidupan, sebab banyak permasalahan pada dunia nyata dapat dimodelkan dengan bentuk persamaan diferensial. Ada dua jenis persamaan diferensial yang kita kenal, yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah persamaan diferensial biasa. Pesamaan diferensial biasa adalah sebuah persamaan yang melibatkan satu atau lebih turunan dari sebuah unknown function dan hanya memiliki satu variabel bebas. Solusi dari persamaan diferensial adalah fungsi spesifik yang memenuhi persamaan. Persamaan dibawah ini merupakan contoh dari persamaan diferensial biasa yang memiliki solusi. Pada persamaan dibawah ini, x merupkan variabel bebas dan y merupakan variabel tetap. y merupakan nama unknown function

dari variabel x.

1.

Solusi :

1 3 1 3 2

5 25

x x x

y xe e ce

2.

y e2 xy2 4x dx3

 

 2xyexy2 3y2

dy0 Solusi:

2 4 3

xy

ye   x y c

Tidak semua permasalahan yang dimodelkan ke bentuk persamaan diferensial biasa dapat diselesaikan dengan mudah, bahkan terdapat suatu persamaan diferensial

3

' x 2


(15)

yang tidak dapat diselesaikan secara analitik. Oleh kerena itu, metode numerik digunakan untuk menyelesaikan persoalan dimana perhitungan secara analitik tidak dapat digunakan. Metode numerik ini berangkat dari pemikiran bahwa permasalahan dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara analitik.

Dengan menggunakan metode pendekatan, tentu setiap nilai hasil perhitungan akan mempunyai nilai error (nilai kesalahan). Dalam analisa metode numerik, kesalahan ini menjadi penting. Karena kesalahan dalam pemakaian algoritma pendekatan akan menyebabkan nilai kesalahan yang besar, tentunya ini tidak diharapkan. Sehingga pendekatan metode analitik selalu membahas tingkat kesalahan dan tingkat kecepatan proses yang akan terjadi.

Ada banyak metode secara numerik yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial salah satunya adalah metode Kutta. Metode Runge-Kutta merupakan metode yang sangat praktis dan sering digunakan dalam menyelesaikan persamaan diferensial biasa karena metode Runge-Kutta tidak membutuhkan perhitungan turunan. Selain itu metode Runge-Kuta juga memiliki nilai kesalahan (error) yang sangat kecil dibandingkan dengan metode-metode yang lain.

Namun metode ini memiliki ordo suku lebih tinggi yang mengakibatkan perhitungan-perhitungan yang lebih rumit dan lebih mendalam.

Metode Runge-Kutta banyak digunakan orang sebagai alat bantu untuk perhitungan metode numerik dan juga aplikasi komputer. N. Anggriani, A.K. Supriatna dan Widudung mengembangan software penentuan vaksinasi optimal penyakit menular menggunakan metode Runge-Kutta. Banyak aplikasi persamaan-persamaan diferensial yang diselesaikan orang menggunakan metode Runge-Kutta, seperti penyelesaian persamaan suspensi mobil, rangkaian listrik dan gerak pendulum.

Berbeda halnya dengan metode numerik yang lain, seperti metode Euler, Taylor dan lainnya, pada metode Runge-Kutta memiliki beberapa parameter yang merupakan bagian dari pembangun metode Runge-Kutta. Pada metode numerik ordo-2 terdapat empat parameter yang memiliki keterkaitan dimana dalam hal ini membuat


(16)

metode Runge-Kutta tidak memiliki solusi yang unik. Solusi metode Runge-Kutta bergantung pada pemilihan nilai parameter yang diberikan. Pemilihan nilai parameter juga mempengaruhi besar-kecilnya nilai error. Oleh karena itu penulis mengambil

judul “PENGARUH PERUBAHAN PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR

PADAMETODE RUNGE-KUTTA ORDO-2”.

1.2Perumusan Masalah

Dari latar belakang ada beberapa masalah yaitu :

1. Bagaimana solusi persamaan diferensial biasa secara analitik dan numerik yaitu menggunakan metode Runge-Kutta Ordo-2.

2. Bagaimana nilai kesalahan metode Runge-Kutta terhadap perubahan nilai parameter yang diberikan.

3. Bagaimana pengaruh perubahan nilai salah satu parameter secara increament terhadap nilai kesalahan yang diperoleh.

1.3Batasan Masalah

Adapun batasan-batasan masalah dalam melakukan penelitian ini antara lain : 1. Metode Runge Kutta yang digunakan adalah Metode Runge-Kutta Ordo-2. 2. Persamaan diferensial yang diselesaikan pada tulisan ini adalah persamaan

diferensial biasa yaitu persamaan diferensial linier tingkat dua yang memiliki solusi eksak.

3. Aplikasi yang digunakan pada penulisan program mencari solusi persamaan diferensial adalah aplikasi Matlab 6.1

4. Karena nilai parameter a1 adalah bialangan rill yang memenuhi persamaan

1 2 1

a a , maka ada banyak bilangan rill yang memenuhi persamaan tersebut. Oleh Karen itu, penulis membatasi nilai parameter a1 pada interval 0 a1 1

5. Perubahan salah satu parameter yang digunakan adalah perubahan secara meningkat (increament) dengan selang iterasi sebesar 0.0001.


(17)

1.4Tinjauan Pustaka

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan diantara derivatif-derivatif yang dispesifikasikan pada suatu fungsi yang tidak diketahui, nilainya, dan diketahui jumlah serta fungsinya (Birkhoff, 1978). Persamaan diferensial biasa (PDB) adalah suatu persamaan diferensial yang terdiri dari satu variabel bebas saja (Setiawan, 2006).

Penyelesaian suatu model matematika secara numerik memberikan hasil aproksimasi/pendekatan yang berbeda dengan penyelesaian secara analitis. Adanya perbedaan inilah yang sering disebut sebagai error (kesalahan). Hubungan antara nilai eksak, nilai perkiraan dan error dapat dirumuskan sebagai berikut:

Nilai eksak = aproksimasi + error

Dengan menyusun kembali persamaan di atas, diperoleh definisi dari kesalahan absolut (absolute error), yaitu :

Kesalahan absolut = nilai eksak – aproksimasi

Metode deret Taylor adalah metode yang umum untuk menurunkan rumus-rumus solusi PDB. Deret Taylor dapat digunakan untuk memperoleh Metode ini pada dasarnya adalah merepresentasikan solusinya dengan beberapa suku deret Taylor.

( )

y x 

2 3

0 0

0 0 0 0 0

( ) ( )

( ) ( ) '( ) ''( ) '''( )

2! 3!

x x x x

y x  x x y x   y x   y x

Metode Runge Kutta memperoleh akurasi dari pendekatan deret Taylor tanpa memerlukan perhitungan derivatif yang lebih tinggi. Metode Runge-Kutta

4 0

0

( )

( ) ... 4!

IV

x x

y x


(18)

dikembangkan oleh dua ahli matematika Jerman. Mereka adalah Runge dan Kutta. Metode ini juga dibedakan dengan ordo-ordonya.

Banyak variasi dari metode Runge-Kutta, namun secara umum bentuknya adalah :

1

1 n

i i j j

j

y y h a k

 

dengan a a a1, 2, 3,...,an adalah konstanta dan k adalah :

1

1

( , )

j j i j i jl l

l

k f x p h y q k

 

  

1 0

p 

dimana diperoleh

1 ( ,i i)

k  f x y

2 ( i 2 , i 21 1)

k  f x  p h y q k

3 ( i 3 , i 31 1 32 2)

k  f x p h y q k q k

1 1 2 2 ( 1) ( 1)

( , ... )

n i n i n n n n n

k  f x p h y q k q k  q k

, ,

j j jl

a p q merupakan parameter-parameter yang terdapat pada metode Runge-Kutta. Nilai parameter aj,p qj, jl dipilih sedemikian rupa sehingga meminimumkan

error per langkah, dan persamaan metode Runge-Kutta akan sama dengan metode deret Taylor dari ordo setinggi mungkin. Perhatikan bahwa k adalah hubungan yang selalu berulang, k1 hadir dalam persamaan untuk k2, k2 hadir dalam persamaan k3, dan seterusnya.


(19)

Adapun tujuan dari penelitian yaitu menentukan nilai parameter yang menghasilkan nilai error terkecil pada penyelesaian persamaan diferensial biasa linier tingkat dua menggunakan metode Runge-Kutta.

1.6Manfaat Penelitian

Selain menambah literatur dalam bidang komputasi, tulisan ini juga dapat menambah wawasan bagi masyarakat terutama mahasiswa tentang penyelesaian persamaan diferensial biasa menggunakan metode Runge-Kutta khususnya metode Runge-Kutta Ordo-2 dan penggunaan parameter yang paling efisien pada Runge-Kutta sehingga mendapatkan nilai error yanglebih kecil.

1.7Metodologi Penelitian

Metode penelitian ini bersifat literatur dan kepustakaan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan dan memaparkan beberapa bahan yang berkaitan dengan Metode Runge-Kutta.

2. Membuat program Runge-Kutta menggunakan Matlab 6.1 dimana didalam program tersebut parameter-parameter yang memenuhi syarat metode Runge-Kutta dieksekusi satu per satu.

3. Menguji program dan membandingkan output program sesuai dengan parameter-parameter yang dieksekusi.


(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Persamaan Diferensial

Definisi 2.1

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan diantara derivatif-derivatif yang dispesifikasikan pada suatu fungsi yang tidak diketahui, nilainya, dan diketahui jumlah serta fungsinya (Birkhoff, 1978).

Berdasarkan jumlah variabel bebasnya persamaan diferensial dibagi dalam dua kelas yaitu persamaan diferensial biasa (PDB) dan persamaan diferensial parsial (PDP).

Definisi 2.2

Persamaan diferensial parsial (PDP) adalah persamaan diferensial yang menyangkut turunan parsial dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas. (Ross, 1984: 4)

Contoh :

1)

2 2

2 2 ,

u u u

x y t

2) x z y z z 0


(21)

Definisi 2.3

Persamaan diferensial biasa (PDB) adalah persamaan diferensial yang menyangkut turunan biasa dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas. (Ross, 1984: 4)

Contoh :

1) dy ex sin( )x

dx

2) (1 y dx) (1 x dy) 0

Definisi 2.4

Tingkat (order) dari persamaan diferensial didefinisikan sebagai tingkat dari derivatif tertinggi yang muncul dalam persamaan diferensial. (Nugroho, D.B, 2011: 2) Contoh :

1) 2

' 3 0

y xy x : PD tingkat 1

2)

3 2

3 3 2 sin 2

d y d y

x

dx dx : PD tingkat 3

Definisi 2.5

Derajat (degree) dari suatu persamaan diferensial adalah pangkat dari suku derivatif tertinggi yang muncul dalam persamaan diferensial. (Nugroho, D.B, 2011: 2) Contoh :

1)

2 4

3 3

1 d y 2 dy y

dx dx : PD derajat 2


(22)

Istilah persamaan diferensial pertama kali digunakan oleh Leibniz pada tahun 1676 untuk menunjukkan sebuah hubungan antara diferensial dx dan dy dari dua variabel x dan y.

Suatu persamaan diferensial biasa ordo satu adalah suatu persamaan yang memuat satu variabel bebas, biasanya dinamakan x, satu variabel tak bebas, biasanya dinamakan y, dan derivatif

dy

dx. Suatu persamaan diferensial biasa ordo satu tersebut

dapat dinyatakan dalam bentuk

( , )

dy

f x y

dx (2.1)

Dengan adalah kontinu di x dan y. seringkali persamaan (2.1) dituliskan dalam bentuk diferensial baku

M x y dx( , ) N x y dy( , ) 0 (2.2)

PDB dengan ordo n, merupakan persamaan dengan satu variabel yang dapat dituliskan dalam bentuk :

2 2

( , , , ,..., ) 0 n

n

dy d y d y

F x y

dx dx dx  (2.3)

dengan y f x( )

Jika diambil y(x) sebagai suatu fungsi satu varibel, dengan x dinamakan varibel bebas dan y dinamakan variabel tak bebas, maka secara umum sebuah persamaan diferensial biasa linier dan non-linier dapat dituliskan sebagai :

1 1 , , ,..., n n n n

d y dy d y

f x y

dx dx dx

 

 

  

  (Rao, 2001) (2.4)

( , ) f x y


(23)

2.2 Persamaan Diferensial Biasa Linier

Definisi 2.6

Suatu persamaan diferensial dikatakan linier jika tidak ada perkalian antara varibel-variabel tak bebas dan turunan-turunannya. Dengan kata lain, semua koefisiennya adalah fungsi dari variabel-variabel bebas. (Nugroho, D.B, 2011: 3)

Persamaan diferensial linier dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat (ordo) tertinggi dari turunan yang terkandung dalam persamaan diferensial. Pada setiap persaman diferensial yang sudah diklasifikasikan berdasarkan ordo, persaman diferensial tersebut juga dapat diklasifikasikan menjadi persamaan diferensial linier homogen dan persamaan diferensial linier tak homogen.

2.2.1 Persamaan Diferensial Linier Tingkat Satu

Suatu persamaan diferensial tingkat satu dikatakan linier dalam y jika persamaan tidak dapat memuat hasil kali, pangkat atau kombinasi non-linier lainnya dari y atau y’. Dipunyai bentuk yang paling umum yaitu

( )dy ( ) ( )

F x G x y H x

dx 

Atau muncul dalam bentuk yang lebih biasa dengan membagikan setiap fungsi dengan

F(x) sehingga diperoleh

( ) ( )

dy

P x y Q x

dx  (2.5)

dimana ( ) ( ) ( )

G x P x

F x dan

( ) ( )

( )

H x Q x

F x adalah adalah fungsi kontinu atau konstanta


(24)

langsung, atau jika Q x( ) 0, maka persmaan adalah terpisahkan dan juga merupakan persamaan diferensial linier yang homogen. Persamaan (2.5) memiliki beberapa kemungkinan penyelesaian yang terjadi, yaitu :

1. Untuk P x( ) 0 maka persamaan (2.5) menjadi persamaan

( ) dy

Q x

dx (2.6)

Persamaan (2.6) dapat diselesaikan dengan integrasi langsung sehingga penyelesainnya diperoleh

( )

y Q x dx c (2.7)

2. Untuk Q x( ) 0 maka persamaan (2.5) menjadi persamaan

( ) 0

dy

P x y

dx  (2.8)

Persamaan (2.8) adalah persamaan diferensial terpisahkan. Persamaan diferensial terpisahkan (separable differential equation) adalah suatu persamaan diferensial biasa tingkat satu yang secara aljabar dapat direduksi ke suatu bentuk diferensial baku dengan setiap suku tak nol memuat secara tepat satu variabel.

3. Untuk P x( ) dan Q x( )adalah fungsi kontinu maka solusi persamaan (2.5) adalah sebagai berikut :

Misalkan y adalah perkalian dua parameter U(x) dan V(x) sehingga diperoleh

( ) ( )

y U x V x (2.9)

( ) ( )

( ) ( )

dy dV x dU x

U x V x


(25)

Subtitusikan persamaan (2.10) ke persamaan (2.5) maka

( ) ( )

( ) dV x ( ) dU x ( ) ( ) ( ) ( )

U x V x P x U x V x Q x

dx dx

( ) ( )

( ) dV x ( ) ( ) ( ) dU x ( )

U x P x V x V x Q x

dx dx (2.11)

Dari persamaan (2.11) dapat diambil dua persamaan yaitu :

1. dV x( ) P x V x( ) ( ) 0

dx , sehingga

dV x( ) P x V x( ) ( ) dx

( ) ( ) ( )

dV x

P x dx

V x (2.12)

dengan mengintegralkan kedua sisi persamaan (2.12)

( )

( ) ( )

dV x

P x dx V x

ln ( )V x P x dx( ) ( ) ( ) P x dx

V x e (2.13)

2. V x( ) dU x( ) Q x( )

dx , sehingga

( ) ( )

( )

dU x Q x

dx V x (2.14)

Subtitusikan persamaan (2.13) ke persamaan (2.14) diperoleh

( )

( ) ( )

P x dx

dU x Q x

dx e


(26)

( )

( )

( ) P x dx dU x

Q x e dx

( ) ( ) ( ) P x dx

dU x Q x e dx (2.15)

integralkan persamaan persamaan (2.15)

( )

( ) ( ) P x dx

dU x Q x e dx

( )

( ) ( ) P x dx

U x Q x e dx + c (2.16)

subtitusikan persamaan (2.13) dan (2.16) ke persamaan (2.9)

( ) ( )

( ) P x dx P x dx

y Q x e dx c e

( ) ( )

ln

( ) P x dx P x dx

x

y e Q x e dx c e (2.17)

Berikut merupakan contoh persamaan diferensial linier tingkat satu

1. y'xe3x2y

2. dy ytan( )x sec( )x

x

2.2.2 Persamaan Diferensial Linier Tingkat Dua

Definisi 2.7

Persamaan diferensial biasa tingakat dua dikatakan linier jika persamaan diferensial berbentuk

2

2 ( ) ( ) ( )

d y dy

P x Q x y H x


(27)

dengan P x( ),Q x( )dan H x( )adalah fungsi dari peubah bebas x. (Munzir, said dan Marwan, 2009).

2.2.2.1Persamaan Diferensial Linier Tingkat Dua Homogen

Secara khusus, persamaan diferensial linier tingkat dua homogen mempunyai bentuk

2

2 ( ) ( ) 0

d y dy

P x Q x y

dx dx (2.19)

Persamaan diferensial tingkat dua homogen selalu mempunyai dua penyelesaian yang bebas linier. Jika y x1( ) dan y x2( ) adalah dua penyelesaian yang bebas linier untuk persamaan (2.19), maka

1 1 2 2

( ) ( ) ( )

y x c y x c y x

adalah penyelesaian umum untuk persamaan (2.19)

Persamaan Diferensial Linier Homogen Dengan Koefisien Konstan

Suatu persamaan diferensial dikatakan persamaan diferensial linier tingkat dua homogen dengan koefisien konstanta apabila H x( ) 0, berarti bentuknya menjadi

2

2 0

d y dy

p qy

dx dx (2.20)

dimana p dan q adalah konstanta riil.

Persamaan diferensial linier homogen tingkat satu dengan koefisien konstan mempunyai penyelesaian y e cx. Untuk memperoleh suatu ide mengenai perkiraan penyelesaian dalam kasus tingkat dua, dicoba untuk menemukan penyelesaian


(28)

persamaan (2.20) dalam bentuk y emx dengan m adalah suatu konstanta. Didiferensialkan penyelesaian y emx diperoleh

mx

y e (2.21a)

' mx

y me (2.21b)

2

'' mx

y m e (2.21c)

Persamaan (2.21a),(2.21b) dan (2.21c) disubtitusikan ke persaamaan (2.20) diperoleh akar-akar karakteristik sebagai berikut :

2

0

mx mx mx

m e pme qe

2

0

mx

m pm q e

2

0

m pm q

2 1,2

4 2

p p q

m

2 1

4 2

p p q

m ;

2 2

4 2

p p q

m

Ada beberapa variasi dari akar-akar karakteristik yang diperoleh dari penyelesaian homogen tergantung pada jenis persamaan yang diselesaikan. Berikut variasi akar-akar karakteristik yang akan dibahas cara penyelesaiannya.

a. Bila akar karakteristik m1 m2 dan bilangan riil yang berbeda, maka penyelesaian homogennya adalah sebagai berikut :

1 2

1 2

m x m x

y c e c e

b. Bila akar karakteristik m1 m2 dan bilangan riil yang tidak berbeda, maka penyelesaian homogennya adalah sebagai berikut :


(29)

1 2 mx

y c c x e

c. Bila akar karakteristik bilangan kompleks m1,2 i maka penyelesaian homogennya adalah :

( ) ( )

1 2

i x i x

y c e c e

1 2

x ix x ix

y c e e c e e

1 cos sin 2 cos sin

x x

y c e x i x c e x i x

1 ( 1 2) cos ( 1 2) sin x

y c e c c x c c i x

cos sin

x

y e A x Bi x

Persamaan Diferensial Linier Homogen Dengan Koefisien Peubah

Suatu persamaan diferensial dikatakan persamaan diferensial linier tingkat dua homogen dengan koefisien peubah apabila H x( ) 0, berarti bentuknya menjdi

2

2 ( ) ( ) 0

d y dy

P x Q x y

dx dx

dimana P x( )dan Q x( )adalah fungsi yang kontinu.

Pada umumnya tidak ada cara untuk menyelesaikan persamaan diferensial linier homogen dengan koefisien peubah secara eksplisit, kecuali persamaan diferensial yang berbentuk khusus, misalnya persamaan dfierensial tipe Euler dan persamaan diferensial tingkat dua yang telah diketahui salah satu penyelesaiannya. Pada bagian ini yang akan dibicarakan adalah persamaan diferensial Euler khususnya persamaan diferensial Euler tingkat dua.

Suatu persamaan diferensial Euler adalah suatu persamaan diferensial berbentuk

( ) 1 ( 1)

1 ... 1 ' 0 0

n n n n

n n


(30)

dimana an, an 1, . . . , a1, a0 merupakan konstanta-konstanta dan an 0. Karena koefisien pertama a xn n tidak akan pernah nol, selang definisi persamaan diferensial (2.22) ialah salah satu dari dua selang terbuka (0, ) atau ( , 0). Ini berarti, persamaan diferensial itu akan diselesaikan untuk x 0 atau x 0. Persamaan diferensial Euler mungkin merupakan tipe termudah dari persamaan diferensial linier dengan koefisien peubah. Alasan untuk ini ialah bahwa perubahan peubah bebas

0 0

t

t

e jika x

x

e jika x

menghasilkan suatu persamaan diferensial dengan koefisien konstanta. Fakta ini dilukiskan untuk kasus tingkat dua.

Jika n 2 maka pada persamaan (2.22) akan diperoleh 2

2 '' 1 ' 0 0

a x y a xy x y (2.23)

Pada persamaan (2.23) merupakan suatu bentuk dari persamaan diferensial tingkat dua dimana a a2, 1 dan a0 adalah konstanta.

2.2.2.2Persamaan Diferensial Linier Tingkat Dua Tidak Homogen Dengan Koefisien Konstan

Bentuk umum persamaan diferensial linier tingkat dua dengan koefisien konstan adalah

2

2 ( )

d y dy

p qy H x

dx dx (2.24)


(31)

1. p dan q adalah konstanta dan H x( ) 0

2. Linier dalam y

3. Turunan tingkat dua

Untuk menyelesaiakan persamaan (2.24), dapat dicari penyelesaian umum y

dengan jalan menjumlahkan penyelesaian homogen yh dan penyelesaian partikuler p

y . Tetapi dalam menyelesaikan persamaan (2.24) terlebih dahulu mencari penyelesaaian homogen. Dari persamaan (2.24) terdapat berbagai bentuk kasus H x( )

yang mungkin terjadi diantaranya adalah :

1. H x( ) P xn( ), dimana P xn( ) adalah suatu polynomial berpangkat n.

2. ( ) ( ) x

n

H x P x e , dimana adalah kostanta.

3. H x( ) e x P xn( ) cos x Q xn( )sin x , dimana P xn( )dan Q xn( ) adalah suatu polynomial berpangkat n sedangkan dan adalah konstanta. 4. H x( ) Mcos x Nsin x, dimana M, N dan adalah konstanta.

2.2.3 Persamaan Diferensial Linier Tingkat Tinggi

Definisi 2.6

Persamaan diferensial linier tingka n adalah persamaan difrenesial yang memiliki bentuk umum:

1 2

0( ) 1( ) 1 2( ) 2 ... 1( ) ( ) ( )

n n n

n n

n n n

d y d y d y dy

a x a x a x a x a x y b x

dx dx dx dx (2.25)

dengan a0, ,...,a1 an 1,andan b fungsi-fungsi kontinu pada interval I yang hanya bergantung pada x saja dan a0( )x 0. (Ross, 1984: 5)


(32)

2.3 Masalah Nilai Awal ( Initial Value Problem)

Suatu persamaan diferensial biasa dengan syarat tambahan pada fungsi yang tidak diketahui dan derivatif-derivatifnya, semua diberikan nilai yang sama untuk variabel bebas, merupakan suatu masalah nilai awal (initial value problem). Syarat tambahan tersebut dinamakan syarat awal (initial condition). Jika syarat tambahan diberikan pada lebih dari satu varibel bebas, dinamakan masalah nilai batas (boundary value problem) dan syaratnya dinamakan syarat batas.

Secara umum, problem persamaan diferensial biasa selalu melibatkan nilai awal (initial-value), yang dapat ditulis sebagai berikut :

(2.26)

dengan kondisi awal y x( )0 y0 yang dipanggil sebuah masalah nilai awal (initial value problem).(Verner, 2010).

2.4 Kesalahan (Error)

Dalam suatu perhitungan matematik, kita selalu berusaha untuk memperoleh jawaban yang eksak, misalnya untuk menghitung suatu variabel tertentu dari suatu persamaan matematik. Akan tetapi, jawaban yang demikian jarang kita peroleh, maka sebagai solusinya digunakan metode numerik. Dalam metode numerik pada tiap langkah penyelesaiannya dari formulasi hingga komputasinya hanya akan menghasilkan solusi pendekatan (bukan solusi eksak). Oleh karena itu penyelesaian secara numerik memberikan hasil pendekatan yang berbeda dengan penyelesaian secara analitis. Adanya perbedaan inilah yang sering disebut sebagai error. Dalam metode numerik

error sering juga disebut dengan istilah error.

Hubungan antara nilai eksak, nilai pendekatan dan error dapat dirumuskan sebagai berikut:

0 0,

( ) ( , ( )),

( )

y x f x y x

y x y

 

 

0, n

,


(33)

Nilai eksak = pendekatan + error

Error absolut suatu bilangan adalah selisih antara nilai sebenarnya dengan nilai pendekatan. Secara matematis, jika y adalah solusi hampiran dan ya adalah solusi eksak, error dinyatakan oleh

a

y y

error dapat bernilai positif atau negatif. Jika tanda error tidak dipertimbangkan, error

absolut didefinisikan sebagai

| | ya y (2.27)

dengan : ya = nilai sebenarnya

y = nilai perkiraan

= kesalahan absolut (kesalahan terhadap nilai sebenarnya)

Ungkapan kesalahan menggunakan rumus di atas kurang begitu bermakna karena tidak menunjukkan secara langsung seberapa besar error itu dibandingkan dengan nilai eksaknya. Sebagai contoh, jika nilai eksaknya ya = 10 dan nilai hampirannya y = 10,2, error absolutnya adalah 0,2. Error yang sama akan diperoleh jika ya = 8 dan y = 7,8. Ketika seseorang melaporkan hasil perhitungannya 0,2, tanpa menyebutkan nilai eksaknya, kita tidak mendapatkan informasi yang lengkap.

Istilah kesalahan relatif muncul untuk menghindari salah interpretasi terhadap nilai error. Kesalahan relatif didefinisikan sebagai

r a


(34)

Akan tetapi, dalam metode numerik, kita tidak mengetahui nilai sejatinya sehingga sulit untuk mendapatkan error relatif ini. Untuk mengatasi hal tersebut,

error dibandingkan dengan nilai hampirannya (disebut error relatif hampiran), yaitu

100%

r

y

dengan : r = kesalahan relatif

= kesalahan absolut

y = nilai perkiraan

Di dalam metode numerik sering dilakukan pendekatan secara iteratif. Pada pendekatan tersebut perkiraan sekarang dibuat berdasarkan perkiraan sebelumnya. Dalam hal ini, kesalahan adalah perbedaan antara perkiraan sebelumnya dan perkiraan sekarang, dan kesalahan relatif dapat dituliskan dalam bentuk :

1

1 ( - y )

100%

n n

r

n

y y

dengan :

yn : nilai perkiraan pada iterasi ke n 1

n

y : nilai perkiraan pada iterasi ke n+1

2.4.1 Pembagian Kesalahan

Kesalahan dalam metode numerik disebabkan oleh hal-hal berikut, yaitu : 1. KesalahanPemotongan (Truncation Error)

Merupakan kesalahan yang terjadi akibat penggunaan metode itu sendiri dalam menyelesaikan suatu persoalan matematika. Kesalahan pemotongan yaitu kesalahan yang disebabkan karena kita menghentikan suatu deret atau runtunan dengan suku-suku yang tidak berhingga menjadi deret dengan suku-suku yang


(35)

berhingga. Kesalahan ini timbul akibat penggunaan hampiran sebagai pengganti formula eksak. Biasanya sering terjadi dalam penyelesaian numerik dengan menggunakan deret Taylor. Untuk penyederhanaan permasalahan biasanya perhatian hanya ditujukan pada beberapa suku dari deret Taylor tersebut, sedangkan suku yang lainnya diabaikan. Pengabaian inilah yang menyebabkan terjadinya kesalahan.

Contohnya, hampiran fungsi cos(x) dengan Deret Taylor : Cos(x) = 1 – x2/2! + x4/4! + x6/6! + x8/8! + x10/10! + . . .

Pemotongan

nilai hampiran error pemotongan 2. KesalahanPembulatan (Round-off Error)

Kesalahan pembulatan merupakan suatu keharusan pada batas ketilitian (batas/titik ambang) aritmatika yang biasanya digunakan dalam metode yang diimplementasikan terhadap komputer. Kesalahan tersebut bergantung pada bilangan dan tipe dari operasi aritmatika yang digunakan pada sebuah langkah.

Kesalahan pembulatan yaitu kesalahan yang disebabkan oleh keterbatasan jumlah digit komputer dalam menyatakan bilangan riil. Bilangan riil yang panjangnya melebihi jumlah digit komputer dibulatkan ke bilangan terdekat. Secara normal, kesalahan pembulatan tidak begitu diperhitungkan pada algoritma analisis numerik, karena bergantung pada komputer yang algoritma diimplementasikan dan merupakan algoritma numerik eksternal.

Contohnya, bilangan riil tanpa akhir 0.666666…., pada komputer 7 digit dinyatakan sebagai 0.6666667.

3. Kesalahan pada data masukan (error in original data)

Merupakan kesalahan yang terjadi akibat dari gangguan yang ada pada data masukan yang akan diproses, atau adanya informasi tertentu yang tidak diketahui


(36)

kebanyakan pemodelan matematika suatu sistem fisik, biasanya ada suatu faktor yang tidak kelihatan pengaruhnya terikut dalam proses. Hal ini akan menyebabkan kesalahan pada outputnya.

4. Blunders (gross error)

Merupakan kesalahan yang terjadi akibat kesalahan manusia atau mesin hitung yang digunakan, Kesalahan jenis ini bisa dikurangi dengan melakukan pekerjaan yang berulang-ulang dan memilih mesin hitung yang baik kualitasnya.

2.5 Metode Deret Taylor

Metode deret Taylor adalah metode yang umum untuk menurunkan rumus-rumus solusi PDB. Metode ini pada dasarnya adalah merepresentasikan solusinya dengan beberapa suku deret Taylor. Metode deret taylor juga berkaitan dengan masalah nilai awal yaitu :

( , ) dy

f x y

dx , y x( )0  y0 (2.29)

Disini, kita asumsikan bahwa f x y( , )adalah fungsi yang dapat dideferensialkan sedemikian mungkin yang berkenaan dengan x dan y. Jika y x( )

adalah solusi eksak dari persamaan (2.29), kita dapat memperluas y x( ) dengan deret Taylor pada titik xx0 dan memperoleh

( )

y x 

2 3

0 0

0 0 0 0 0

( ) ( )

( ) ( ) '( ) ''( ) '''( )

2! 3!

x x x x

y x  x x y x   y x   y x

4 0 0 ( ) ( ) ... 4! IV x x y x   

Jika kita diberikan h x x0, kita dapat menuliskan deret sebagai berikut:

( )

y x 

2 3

0 0 0 0

( ) '( ) ''( ) '''( )

2! 3!

h h


(37)

4

0 ( ) ... 4!

IV

h

y x

  (2.30) (Gerald, 2004)

Persamaan (2.30) menyiratkan bahwa untuk menghitung hampiran y x( ), kita perlu menghitung '( ), ''( ), '''( ),0 0 0 IV( ),...,0 n( ),...0

y x y x y x y x y x yang dapat dikerjakan dengan rumus

( ) ( 1)

( ) ( , )

k k

y x P  f x y (2.31)

yang dalam hal ini k adalah ordo danP adalah operator turunan yaitu,

P f

x y

   

 

  (2.32)

(Munir, 2010)

Sehingga dengan menggunakan persamaan diferensial parsial diperoleh

y x'( ) f x y( , ) (2.33a)

''( )y x f f dy fx ffy

x y dx

 

   

  (2.33b)

y'''( )x  fxx ffxy f ff( xy ffyy) fy(fx ffy)

 fxx2ffxy f f2 yy fy(fx ffy) (2.33c)

2 2

( ) 3 3 ( 2 )

IV

xxx xxy xyy y xx xy yy

y x  f  ff  f f  f f  ff  f f

3(fx ffy)(fxy ffyy) fy2(fx ffy) (2.33d)

dan seterusnya. Melanjutkan cara ini, kita dapat menyatakan turunan apa saja dari y


(38)

2.6 Metode Runge Kutta

Secara perhitungan komputer, metode yang paling efisien yang berkenaan dengan keakuratan dari solusi persamaan diferensial biasa dikembangkan oleh dua orang ahli matematika Jerman sekitar tahun 1900. Mereka adalah Carl David Tolmé Runge dan Martin Wilhelm Kutta. Metode tesebut dikenal sebagai Metode Runge-Kutta (RK). Metode ini juga dibedakan dengan ordo-ordonya. Metode Runge-Kutta memperoleh akurasi dari pendekatan deret Taylor tanpa memerlukan perhitungan derivatif yang lebih tinggi. Penyelesaian PDB dengan metode deret Taylor tidak praktis karena metode tersebut membutuhkan perhitungan turunan f x y( , ). Lagi pula, tidak semua fungsi mudah dihitung turunannya, terutama bagi fungsi yang bentuknya rumit. Semakin tinggi ordo metode deret Taylor, semakin tinggi turunan fungsi yang harus dihitung. Karena pertimbangan ini, metode deret Taylor yang berordo tinggi pun tidak dapat diterima dalam masalah praktek.

Metode RK adalah alternatif lain dari metode deret Taylor yang tidak membutuhkan perhitungan turunan. Metode ini berusaha mendapatkan tingkat ketelitian yang lebih tinggi, dan sekaligus menghindarkan keperluan mencari turunan yang lebih tinggi dengan jalan mengevaluasi fungsi f x y( , ) pada titik terpilih dalam setiap selang langkah. Metode RK adalah metode PDB yang paling popular karena banyak dipakai dalam masalah dunia nyata.

Metode Runge-Kutta menghitung pendekatan yi untuk yi y x( )i dengan nilai awal yi y x( )i , dimana i , menggunakan ekspansi deret Taylor. Untuk memperoleh sebuah tahap-n metode Runge-Kutta (fungsi i mengevaluasi setiap langkah) kita peroleh

yi 1 yi h ( ,x y hi i; ), (2.34)

dimana

1

( , ; ) ,

n

i i j j

j


(39)

Sehingga diperoleh

1

1 n

i i j j

j

y y h a k (2.35)

Persamaan (2.35) merupakan rumus metode Runge-Kutta Ordo-n untuk mencari solusi dari suatu persamaan diferensial, dimana k adalah

1

1

, ,

j

j i j i jl l

l

k f x h p y h q k (2.36) 1 0

p

dari penjabaran persamaan (2.38) diperoleh

1 ( ,i i)

k  f x y

2 ( i 2 , i 21 1)

k  f x p h y q k

3 ( i 3 , i 31 1 32 2)

k  f x  p h y q k q k

1 1 2 2 ( 1) ( 1)

( , ... )

n i n i n n n n n

k  f x  p h y q k q k  q k

Untuk kenyamanan, koefisien p,q, dan a dari metode Runge-Kutta dapat ditulis dalam bentuk array Jagal :

Untuk lebih jelasnya array jagal diperlihatkan sebagai berikut

2 21

2 2 , 1

1 2 1

0

n n n n n

n n

p q

p q q q

a a a a

T

p

q


(40)

dimana p p p1, 2,...,pn T, a a a1, 2,...,an T dan q qjl .

Nilai aj,p qj, jl dipilih sedemikian rupa sehingga meminimumkan error per langkah, dan persamaan (2.35) akan sama dengan metode deret Taylor dari ordo setinggi mungkin. Perhatikan bahwa k adalah hubungan yang selalu berulang, k1 hadir dalam persamaan untuk k2, k2 hadir dalam persamaan k3, dan seterusnya. aj,p qj, jl

merupakan parameter-parameter yang digunakan pada metode Runge Kutta.

2.6.1 Metode Runge Kutta Ordo-2

Dengan mengambil n =2 pada persamaan (2.35) maka metode Runge Kutta ordo-2 dapat dituliskan dalam bentuk umum sebagai berikut :

yi 1 yi (a k1 1 a k2 2) h (2.37)

dengan

1 ( ,i i)

k f x y (2.38a)

2 ( i 2 , i 21 1 )

k f x p h y q k h (2.38b)

Supaya dapat menggunakan persamaan (2.37), kita harus menentukan harga-harga parameter a a1, 2,p2dan q21. Untuk melakukan ini, kita ingat bahwa Deret Taylor ordo kedua untuk yi 1 yang dinyatakan oleh yi dan f x y( ,i i) ditulis sebagai berikut :

2

1 ( , ) '( , )

2

i i i i i i

h


(41)

dimana fungsi f x y'( ,i i) harus ditentukan melalui aturan rantai diferensiasi :

f x y'( ,i i) f f dy

x y dx (2.40)

Subtitusikan persamaan (2.39) ke persamaan (2.40), diperoleh :

2

1 ( , )

2

i i i i

f f dy h

y y f x y h

x y dx (2.41)

Strategi dasar yang menggarisbawahi meode Runge-Kutta ialah bahwa metode tersebut menggunakan manipulasi aljabar untuk menyelesaikan harga-harga a a1, 2,p2

dan q21, yang menjadikan persamaan (2.37) dan persamaan (2.41) ekuivalen.

Untuk melakukan ini, pertama-tama kita menggunakan sebuah Deret Taylor untuk memperluas persamaan (2.39). Deret Taylor untuk suatu fungsi dua variabel didefinisikan sebagai :

g x( r y, s) g x y( , ) r g s g ...

x y (2.42)

Dengan menerapkan metode ini untuk memperluas persamaan (2.38.b) akan memberikan :

2

2 21 1 2 21 1

( i , i ) ( ,i i) f f 0( )

f x p h y q k h f x y p h q k h h

x y (2.43)

Hasil ini dapat disubtitusikan bersama-sama dengan persamaan (2.38a) dan (2.38b) untuk memberikan :

2 2 3

1 1 ( , ) 2 ( , ) 2 2 2 21 ( , ) 0( )

i i i i i i i i

f f

y y a hf x y a hf x y a p h a q h f x y h


(42)

Dengan mengelompokkan suku-sukunya diperoleh :

2 3

1 [ 1 ( , ) 2 ( , )] 2 2 2 21 ( , ) 0( )

i i i i i i i i

f f

y y a f x y a f x y h a p a q f x y h h

x y

(2.45)

Sekarang bandingkan persamaan (2.44) dengan persamaan (2.45), sehingga akan diperoleh :

1 2 1

a a

2 2

1 2

a p

2 21

1 2

a q

Karena ada empat parameter dalam tiga persamaan, maka harus diasumsikan satu nilai parameter untuk menentukan tiga parameter lainnya. Misalnya ditentukan suatu nilai parameter a1, maka diperoleh :

2 1 1

a a (2.46a) 2 21

2

1 2

p q

a (2.46b)

Syarat a2 0.

Karena dapat dipilih tak hingga nilai untuk a1, maka ada banyak solusi untuk metode Runge-Kutta ordo-2. Tiap versi memberikan hasil yang sama dengan eksaknya jika solusi dari persamaan diferensial adalah kuadratik, linier, atau konstan. Tiga versi yang sering digunakan dari metode Runge-Kutta ordo-2 adalah :


(43)

a. Metode Heun dengan Korektor Tunggal

Jika a1 diambil sama dengan ½, maka dari persamaan (2.46) diperoleh pula 2 1 ,2 2 21 1

a p q . Nilai-nilai ini disubtitusikan ke persamaan (2.47), maka diperoleh :

1 1 2

1 1

( )

2 2

i i

y y k k h

dengan

1 ( ,i i)

k f x y

2 ( i , i 1)

k f x h y h k

Perhatikan bahwa k1 adalah slope pada awal interval, dan k2 adalah slope pada akhir interval.

b. Metode Poligon yang Diperbaiki (Improve Polygon Method)

Jika a1 diambil sama dengan 0, maka dari persamaan (2.46) diperoleh pula a2 1,

dan 2 21 1

2

p q . Nilai-nilai ini disubtitusikan ke persamaan (2.47), maka diperoleh:

1 2

i i

y y k h

dengan

1 ( ,i i)

k f x y

2 1

1 1

( , )

2 2

i i


(44)

c. Metode Ralston

Ralston (1962) dan Ralston & Rabinowitz (1978) menyatakan bahwa pemilihan 1 13

a akan memberikan batas minimum truncation error untuk Runge Kutta ordo dua. Jika 1 1

3

a , maka 2 2

3

a dan 2 21 3

4

p q sehingga diperoleh :

1 1 2

4 2

3 3

i i

y y k k h

dengan :

1 ( ,i i)

k f x y

2 1

3 3

( , )

4 4

i i

k f x h y h k

2.6.2 Metode Runge Kutta Ordo-3

Seperti halnya versi orde dua, maka versi Runge-Kutta ordo-3 pun ada banyak macamnya. Salah satu versi Runge Kutta ordo-3 yang dapat dipakai adalah :

1 1 2 3

1

4 6

i i

y y k k k h

dengan:

1 ( ,i i)

k f x y

2 1

1 1

( , )

2 2

i i

k f x h y h k

3 ( i , i 1 2 2)


(45)

2.6.3 Metode Runge Kutta Ordo-4

Metode Runge Kutta ordo-4 ini juga terdapat dalam banyak versi, namun persamaan berikut ini yang sering dipakai, dan disebut sebagai metode Runge-Kutta ordo-4 klasik :

1 1 2 3 4

1

2 2

6

i i

y y k k k k h

dengan :

1 ( ,i i)

k f x y

2 1

1 1

( , )

2 2

i i

k f x h y h k

3 2

1 1

( , )

2 2

i i

k f x h y h k

4 ( i , i 3)

k f x h y h k

2.6.4 Metode Runge Kutta Ordo Tinggi

Metode Runge Kutta ordo-5 diturunkan oleh Butcher (1964) sebagai berikut :

1 1 3 4 5 6

1

7 32 12 32 7

90

i i

y y k k k k k h

dengan :

1 ( ,i i)

k f x y

2 1

1 1

( , )

4 4

i i


(46)

3 1 2

1 1 1

( , )

4 8 8

i i

k f x h y h k h k

4 2 3

1 1

( , )

2 2

i i

k f x h y h k h k 5 1 4

3 3 9

( , )

4 16 16

i i

k f x h y h k h k

5 1 2 3 4 5

3 2 12 12 8

( , )

7 7 7 7 7

i i


(47)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Penyelesaian Analitik Persamaan Diferensial Linier Tingkat Dua

Penyelesaian persamaan diferensial linier biasa yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah persamaan diferensial linier tingkat dua yang mempunyai bentuk:

2

2 ( ) ( ) ( )

d y dy

P x Q x y G x

dx dx (3.1)

dengan syarat awal y(0) y0 dan dimanaP x( ), Q x( ) dan G x( ) adalah fungsi kontinu atau konstanta sembarang.

3.1.1 Persamaan Dengan Koefisien Konstan

Bentuk umum persamaan diferensial linier tingkat dua dengan koefisien konstanta adalah

2

2 ( )

d y dy

p qy H x

dx dx (3.2)

dimana p dan q adalah konstanta, linier dalam y dan turunannya tingkat dua.

Untuk menyelesaikan persamaan (3.2) dapat dicari penyelesaian umum y


(48)

Akan tetapi, dalam menyelesaikan persamaan (3.2) terlebih dahulu kita mencari penyelesaian homogennya.

3.1.1.1 H x( ) Adalah Polinomial Berderajat n (P xn( ))

Jika H x( ) merupakan suatu polinomial berderajat n yang disimbolkan dengan P xn( )

maka dimisalkan penyelesaian partikuler suatu polinomial berderajat n yaitu

( )

p n

y P x (3.3a)

'p ' ( )n

y P x (3.3b)

''p '' ( )n

y P x (3.3c)

Subtitusikan persamaan (3.3a), (3,3b) dan (3.3c) ke persamaan (3.2). Dengan demikian dapat dicari koefisien dari polinomial P xn( ).

Kasus 1

Cari solusi dari persamaan berikut

'' 4 ' 4 10

y y y x

Dengan nilai x0 0, y(0) 1 dan y'(0) 2

Penyelesaian :

Persamaan diferensial homogen :y'' 4 ' 4y y 0

Persamaan karakteristk :m2 4m 4 0

Akar-akar karakteristik : m 2 m 2 0


(49)

Sehingga diperoleh penyelesaian homogen untuk akar karakteristik sama :

1 2 mx h

y c c x e

2 1 2

x h

y c c x e

Untuk mencari penyelesaian partikuler adalah dengan memisalkan

( )

p n

y P x

p

y Ax B

'p

y A

''p 0 y

Subtitusikan nilai yp, 'y p dan y''p pada persamaan kasus 1 sehingga diperoleh :

4A 4(Ax B) x 10

4A 4Ax 4B x 10

4Ax 4(B A) x 10

1 4

A dan 10

4

B A

11

4 B

Maka penyelesaian partikuler diperoleh

p

y Ax B

1 11

4 4

p

y x

Dengan diperolehnya nilai dari penyelesaian homogen dan penyelesaian partikuler maka penyelesaian umum adalah

h p


(50)

2 1 2

1 11

4 4

x

y c c x e x

Untuk nilai x0 0, y(0) 1 dan y'(0) 2

2(0) 1 2

1 11

1 (0) (0)

4 4

c c e

1

7 4 c

Diperoleh y’ adalah

2 2

2 1 2

1

2( )

4

x x

dy

c e c c x e

dx

2(0) 2(0)

2 1 2

1

2 2( (0))

4

c e c c e

2 7 1 2 2 4 c 2 21 4 c

Sehingga penyelesaian khusu untuk nilai x0 0, y(0) 1dan y'(0) 2adalah

2

7 21 1 11

4 4 4 4

x

y x e x

3.1.1.2 Jika H x( ) P x en( ) x

Untuk mencari penyelesaian partikulernya dilakukan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Apabila bukan merupakan akar karakteristik, maka penyelesaian partikulernya adalah


(51)

( ) x

p n

y P x e

b. Apabila adalah salah satu akar karakteristik maka penyelesaian partikulernya adalah

x

p n

y xP e

c. Apabila adalah kedua-duanya merupakan akar karakteristik, maka penyelesaian partikulernya adalah

2 x

p n

y x P e

Dimana P xn( ) adalah polinomial berderajat n. Untuk nilai yp, 'y p dan y''p

disubtitusikan pada persamaan semula sehingga koefisien dari P xn( ) dapat diperoleh.

Kasus 2

Cari solusi dari persamaan berikut 3

'' 5 ' 6 x

y y y xe

Dengan nilai x0 0, y(0) 1 dan y'(0) 1

Penyelesaian :

Persamaan diferensial homogen : y'' 5 ' 6y y 0

Persamaan karakteristik : m2 5m 6 0

Akar-akar karakteristik : (m 2)(m 3) 0

1 2 2 3


(52)

Sehingga diperoleh solusi homogen

1 2

1 2

m x m x h

y c e c e

2 3

1 2

x x

h

y c e c e

Untuk mencari penyelesaian partikulernya maka

( )

n

P x Ax B

Dari kasus 2 diperoleh 3 . Oleh Karen itu merupakan salah satu akar karakteristik yaitu m2 3, maka

3x p

y x Ax B e

2 3x

p

y Ax Bx e

3 2 3

'p 2 x 3 x

y Ax B e Ax Bx e

2 3

'p 3 2 3 x

y Ax A B x B e

3 2 3

'' 6 2 3 x 3 3 2 3 x

p

y Ax A B e Ax A B x B e

2 3

'' 9 12 9 2 6 x

p

y Ax A B x A B e

Subtitusikan nilai yp, 'y p dan y''p pada persamaan semula sehingga diperoleh :

2 3 2 3

2 3 3

9 12 9 2 6 5 3 2 3

6

x x

x x

Ax A B x A B e Ax A B x B e

Ax Bx e xe

2 2 2

9Ax 12A 9B x 2A 6B 15Ax 10A 15B x 5B 6Ax 6Bx x

2 2 2

9Ax 12Ax 9Bx 2A 6B 15Ax 10Ax 15Bx 5B 6Ax 6Bx x

2Ax 2A B x 2A 1 maka 1

2 A


(53)

Maka penyelesaian partikuler diperoleh 3

( ) x

p

y x Ax B e

3 1 1 2 x p

y x x e

2 3

1 2

x p

y x x e

Sehingga diperoleh penyelesaian umum

h p

y y y

2 3 2 3

1 2

1 2

x x x

y c e c e x x e

Untuk nilai x0 0, y(0) 1 dan y'(0) 1

2(0) 3(0) 2 3(0)

1 2

1

1 (0) (0)

2

c e c e e

1 2 1

c c

Untuk y’ diperoleh

2 3 2 3 3

1 2

1

2 3 3 1

2

x x x x

dy

c e c e x x e x e

dx

2(0) 3(0) 2 3(0) 3(0)

1 2

1

1 2 3 3 (0) (0) (0) 1

2

c e c e e e

1 2

1 2c 3c 1

1 2

2c 3c 2


(54)

1 2 1

c c

1 2

2c 3c 2

Menggunakaan metode eliminasi diperoleh

1 1 dan 2 0

c c

Sehingga penyelesaian khusus untuk nilai x0 0, y(0) 1dan y'(0) 1 adalah

2 1 2 3

2

x x

y e x x e

3.1.1.3Jika ( ) x ( ) cos ( )sin

n n

H x e P x x Q x x

Untuk mencari penyelesaian partikulernya dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Apabila i tidak merupakan akar karakteristik maka

( ) cos ( )sin x

p

y e U x x V x x

dimana pangkat dari U x( )dan V x( ) adalah sama dengan pangkat tertinggi dari polinomial P x( ) dan Q x( ).

b. Apabila i merupakan akar karakteristik maka

( ) cos ( )sin x

p


(55)

Kasus 3

Cari solusi dari persamaan berikut

'' 3 ' 4 8 xcos 2

y y y e x

Dengan nilai x0 0, y(0) 0 dan y'(0) 1

Penyelesaian

Persamaan diferensial homogen : y'' 3 ' 4y y 0

Persamaan karakteristik : m2 3m 4 0

Akar-akar karakteristik : (m 4)(m 1) 0

1 4 2 1

m dan m

Sehingga diperoleh solusi homogen

1 2

1 2

m x m x h

y c e c e

4

1 2

x x

h

y c e c e

Oleh karena 1 dan 2 bukan merupakan akar karakteristik m1 dan m2, maka dari (a) penyelesaian partikulernya adalah

cos 2 sin 2

x x

p

y Ae x Be x

'p xcos 2 2 xsin 2 xsin 2 2 xcos 2

y Ae x Ae x Be x Be x

'p xcos 2 2 xsin 2 xsin 2 2 xcos 2

y Ae x Ae x Be x Be x

' 2 xcos 2 2 xsin 2

p

y A B e x B A e x

'' 2 xcos 2 2 2 xsin 2 2 xsin 2 2 2 xcos 2

p

y A B e x A B e x B A e x B A e x

''p 2 xcos 2 4 2 xcos 2 2 4 xsin 2 2 xsin 2

y A B e x A B e x A B e x A B e x

''p 3 4 xcos 2 4 3 xsin 2


(56)

Selanjutnya dengan mensubtitusiakan yp, y'p dan y''p ke dalam dalam persamaan kasus diperoleh

3 4 cos 2 4 3 sin 2 3 2 cos 2 2 sin 2

4 cos 2 sin 2 8 cos 2

x x x x

x x x

A B e x A B e x A B e x A B e x

Ae x Be x e x

10Aexcos 2x 2Bexcos 2x 10Bexsin 2x 2Aexsin 2x 8excos 2x

10 2 xcos 2 2 10 xsin 2 8 xcos 2

A B e x A B e x e x

Sehingga diperoleh dua persamaan yaitu 10A 2B 8

2A 10B 0

Eliminasikan kedua persamaan diatas sehingga diperoleh

2 13

B dan 10

13 A

Dari nilai A dan B yang diperoleh maka penyelesaian partikulernya adalah

10 2

cos 2 sin 2

13 13

x x

p

y e x e x

Sehingga diperoleh penyelesaian umum

h p

y y y

4

1 2

10 2

cos 2 sin 2

13 13

x x x x

y c e c e e x e x


(57)

4(0) (0) (0) (0)

1 2

10 2

0 cos 2(0) sin 2(0)

13 13

c e c e e e

1 2 10 13 c c 4 1 2

10 20 2 4

' 4 cos 2 sin 2 sin 2 cos 2

13 13 13 13

x x x x x x

y c e c e e x e x e x e x

4(0) (0) (0) (0) (0)

1 2

10 20 2 4

1 4 cos 2(0) sin 2(0) sin 2(0) cos 2(0)

13 13 13 13

x

c e c e e e e e

1 2 1 4 13 c c Sehingga diperoleh 1 11 65

c dan 2 39

65 c

Sehingga diperoleh penyelesaian khusus pada kondisi x0 0, (0)y 0 dan y'(0) 1

adalah

4

11 39 10 2

cos 2 sin 2

65 65 13 13

x x x x

y e e e x e x

3.1.1.4 Jika H x( ) Mcos x Nsin x

Untuk mencari penyelesaian partikulernya dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Apabila i bukan merupakan akar karakteristik maka penyelesaian partikulernya adalah

cos sin

p


(58)

b. Apabila i merupakan akar karakteristik, maka penyelesaian partikulernya adalah

cos sin

p

y x A x B x

Kasus 4

Cari solusi dari persamaan berikut

'' 9 2sin 3

y y x

Dengan nilai x0 0, y(0) 1 dan y'(0) 1

Penyelesaian

Persamaan diferensial homogen : y'' 9y 0

Persamaan karakteristik : 2

9 0

m

Akar-akar karakteristik : 2

9 m

m1 3i dan m2 3i

Sehingga diperoleh penyelesaian homogen :

1cos 3 2sin 3

h

y c x c x

Oleh karena 3 merupakan akar karakteristik maka penyelesaian partikulernya adalah

cos 3 sin 3 p

y x A x B x

'p cos 3 sin 3 3 sin 3 3 cos 3

y A x B x x A x B x

'p cos 3 sin 3 3 cos 3 3 sin 3


(59)

''p 3 sin 3 3 cos 3 3 cos 3 9 sin 3 3 sin 3 9 cos 3

y A x B x B x Bx x A x Ax x

''p 6 cos 3 6 sin 3 9 cos 3 9 sin 3

y B x A x Ax x Bx x

Subtitusikan yp, 'y p dan y''p ke persamaan kasus 4 sehingga diperoleh

6 cos 3B x 6 sin 3A x 9Axcos 3x 9Bxsin 3x 9 x Acos 3x Bsin 3x 2sin 3x

6 cos3B x 6 sin 3A x 9Axcos3x 9Bxsin 3x 9Axcos3x 9Bxsin 3x 2sin 3x

6 cos3B x 6 sin 3A x 2sin 3x

Sehingga diperoleh 6 cos3B x 0

6 sin 3A x 2sin 3x

akibatnya

0

B dan 1

3 A

Dari nilai A dan B yang diperoleh maka penyelesaian partikulernya adalah

1

cos 3 (0) sin 3

3

p

y x x x

1 cos 3 3

p

y x x

Sehingga diperoleh penyelesaian umum

h p

y y y

1 2

1

cos 3 sin 3 cos 3

3

y c x c x x x


(60)

1 2

1

cos 3 sin 3 cos 3

3

y c x c x x x

1 2

1

1 cos 3(0) sin 3(0) (0) cos 3(0)

3

c c

1 1

c

1 2

1

' 3 sin 3 3 cos 3 cos 3 sin 3

3

y c x c x x x x

1 2

1

1 3 sin 3(0) 3 cos 3(0) cos 3(0) (0) sin 3(0)

3

c c

2

4 9 c

Sehingga diperoleh

1 1

c dan 2 4

9 c

Penyelesaian khusus untuk nilai x0 0, (0)y 1 dan y'(0) 1 adalah

4 1

cos 3 sin 3 cos 3

9 3

y x x x x

3.1.2 Persamaan Diferensial Linier Tingkat Dua dengan Koefisien Peubah

3.1.2.1Persamaan Tidak Memuat Variabel y

Bila persmaaan diferensial linier tingkat dua tidak memuat variabel y maka dari persamaan (2.18) diperoleh bentuk umum persamaan adalah

2

2 ( ) ( )

d y dy

P x G x


(61)

dengan P x( )dan G x( ) adalah konstanta atau fungsi kontinu.

Untuk menyelesaikan persaman diferensial jenis tersebut dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

Misalkan

dy z

dx

2 2

d y dz

dx dx (3.5)

Persamaan (3.5) disubtitusikan pada persamaan (3.4) diperoleh :

( ) ( )

dz

P x z G x

dx

(3.6)

Persamaan (3.6) merupakan persamaan diferensial tingkat satu yang dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian persamaan linier tingkat satu.

Kasus 5

Cari solusi dari persamaan berikut

'' ' tan sin 2

y y x x

Dengan nilai x0 0, y(0) 0 dan y'(0) 1

Penyelesaian :


(62)

dy z

dx

2 2

dz d y

dx dx (3.7)

Persamaan (3.7) disubtitusikan persamaan kasus maka diperoleh

tan sin 2

dz

z x x

dx (3.8)

Persamaan (3.8) sudah merupakan bentuk persamaan diferensial linier tingkat satu yang mana variabel-variabelnya adalah fungsi kontinu. Oleh karena itu berdasarkan subbab sebelumnya solusi persamaan diferensial yang demikian adalah

( ) ( )

z U x V x (3.9)

( ) ( )

( ) ( )

dz dV x dU x

U x V x

dx dx dx (3.10)

Persamaan (3.10) disubtitusikan ke persamaan (3.8) diperoleh:

( ) ( )

( )dV x ( )dU x ( ) ( ) tan sin

U x V x U x V x x x

dx dx

( ) ( )

( ) dV x ( ) tan ( )dU x sin

U x V x x V x x

dx dx (3.11)

Dari persamaan (3.11) dapat diambil dua persamaan yaitu:

1. dV x( ) V x( ) tanx dx 0 dx

( )

( ) tan dV x

V x x

dx

( ) ( ) tan

dV x V x xdx

( ) tan ( ) dV x x dx V x


(63)

( ) tan ( ) dV x x dx V x

ln ( )V x ln cosx

( ) cos

V x x (3.12)

2. V x( )dU x( ) sinx dx

sin 2 ( )

( )

x

dU x dx

V x (3.13)

Subtitusikan persamaan (3.12) ke persamaan (3.13)

sin 2 ( )

cos x

dU x dx

x

sin cos

( ) 2

cos

x x

dU x dx

x

( ) 2 sin

dU x x dx

1

( ) 2cos

U x x c (3.14)

dari persamaan (3.9) diperoleh

1

2cos cos

z x c x

2 1

2cos cos

z x c x

2 1

' 2 cos cos

dy

y x c x

dx (3.15)

2 1

2 cos cos

dy x c x dx

1 2 1 sin 2 2 2 sin 2 x x

y c x c

1 2

1

sin 2 sin

2


(64)

Untuk nilai y'(0) 1 maka persamaan (3.15) adalah

2

1

1 2cos (0) c cos(0)

1 3

c

Akibatnya persamaan (3.16) untuk c1 3 dan y(0) 0 diperoleh

2

1

0 (0) sin 2(0) 3sin(0)

2 c

2 0

c

Sehingga penyelesaian khusus untuk nilai x0 0, y(0) 0dan y'(0) 1 adalah

1

sin 2 3sin

2

y x x x

3.1.2.2Persamaan Diferensial Euler Tingkat Dua

Bentuk umum persamaan diferensial Euler Tingkat dua adalah

2

0 '' 1 ' 2 0

a x y a xy a y (3.17)

Dimana a a0, 1 dan a2 adalah konstanta dan pangkat dari x sesuai dengan tingkat turunan.

Dalam suatu interval yang tidak memuat titik asal, persamaan (3.17) memiliki solusi umum yang dituliskan dalam bentuk

1 1( ) 2 2( )


(65)

Dengan y1 dan y2 saling bebas linier. Untuk memudahkan, pandang interval x 0. Asumsikan bahwa persamaan (3.17) memiliki penyelesaian dalam bentuk :

m

y x

Dimana m adalah konstanta. Persamaan diatas kita diferensialkan terhadap x sehingga diperoleh

1

' m

y mx

2

'' 1 m

y m m x

Subtitusikan y y, ' dan y'' ke persamaan (3.17) sehingga diperoleh

2 2 1

0 1 1 2 0

m m m

a x m m x a xmx a x

0 1 1 2 0

m m m

a m m x a mx a x

0 1 1 2 0

a m m a m a (3.19)

2

0 0 1 2 0

m m m m

a m x a mx a mx a x

2

0 1 0 2 0

a m a a m a (3.20)

2

1 0 1 0 0 2

1,2

0

4 2

a a a a a a

m

a (xx)

Maka fungsi pangkat m

y x menyelesaikan persamaan Euler (3.17) jika dan hanya jika m adalah akar kuadrat dari persamaan (3.20). Didalam penyeleseaian akar kuadrat dari persaamaa Euler, ada terdapat beberapa kasus bentuk akar kuadrat dari persamaan Euler yaitu :

a. Jika m1 dan m2 bernilai rill dan berbeda (m1 m2) maka menghasilkan

1

1 m

y x dan 2

2 m

y x


(66)

1 2

1 2

1 2 1 1

1 2

,

m m

m m

x x

w y y

m x m x

1 2 1

2 1 0

m m

m m x

Akibatnya y1 dan y2 adalah bebas linier, sehingga menurut persamaan (3.18) diperoleh penyelesaian umum

1 2

1 2

m m

y c x c x

b. Jika m1 dan m2 bernilai rill dan sama (m1 m2) maka penyelesaian umumnya adalah

1 2ln m

y c c x x

c. Jika m1 dan m2 bernilain kompleks (m m1, 2 i ) maka penyelesaian umumnya adalah

1cos ln 2sin ln

y c x c x x

Kasus 6

Cari solusi dari persamaan berikut 2

2x y'' xy' y 0

Dengan nilai x0 1, y(1) 1 dan y'(1) 2

Penyelesaian :


(67)

1 2

2m 1 m 1 0

1

1 2

m dan m2 1

Karena akar persamaan bernilai rill dan berbeda maka diperoleh penyelesaian umum dari kasus adalah

1

1 2

1 2

y c x c x

Untuk nilai x0 1, (1)y 1 dan y'(1) 2 diperoleh

1

1 2

1 2

y c x c x

1

1 2

1 2

1 c(1) c (1)

1 2 1

c c 1 2 2 1 2 1 ' 2

y c x c x

1

2 2

1 2

1

2 (1) (1)

2c c

1 2 2 4

c c

Sehingga diperoleh

1 2 1

c c

1 2 2 4

c c

Dengan menggunakan metode elminasi maka diperoleh

2 1

c dan c1 2


(68)

1 2

y x

x

3.2 Penyelesaian Numerik Persamaan Diferensial Linier Tingkat Dua

Persamaan diferensial linier tingkat dua sesuai kasus-kasus pada subbab diatas akan dibahas dengan menggunakan metode numerik yaitu metode Runge-Kutta ordo-2. Penyelesaian persamaan diferensial linier tingkat dua tersebut menggunakan program dalam bahasa Matlab. Aplikasi yang digunakan untuk menjalankan program yaitu aplikasi Matlab 6.1. Secara umum, algoritma atau langkah-langkah dalam menyelesaikan persamaan diferensial linier tingkat dua dengan metode Runge-Kutta Ordo-2 adalah:

1. Menentukan persamaan diferensial tingkat dua yang akan dicari penyelesaiannya.

2. Memberikan nilai awal variabel bebas x dan variabel terikat y dan z. 3. Menentukan nilai (x) yang akan ditentukan penyelesaiannya.

4. Menentukan besarnya ukuran langkah (h). 5. Menentukan nilai parameter a1.

6. Menghitung parameter-parameter a2,p2 dan q21 dengan mensubtitusikan nilai

a1 ke persamaan rumus yang ditentukan untuk menghitung parameter-parameter tersebut.

7. Menuliskan Rumus Persamaan Metode Runge-Kutta ordo-2

8. Menghitung variabel-variabel Runge-Kutta yang terdapat dalam rumus dengan menggunakan formulasi rumus yang telah ditentukan, dalam hal ini variabel

k1,k2 dan m1,m2.

9. Menghitung yi+1 dan zi+1 dengan mensubtitusikan variabel k1, k2 dan m1,m2. Dimana variabel k1 dan k2 disubtitusikan ke persamaan yi+1 dan variabel m1 dan

m2 disubtitusikan ke persamaan zi+1.

Berdasarkan algoritma diatas, ada beberapa variabel dan parameter yang harus diketahui besar nilainya agar suapaya program yang akan ditulis berdasarkan algoritma dapat berjalan dengan baik . Adapun variabel yang dimaksud adalah nilai x


(69)

langkah (h). Dalam hal ini, nilai (x0), (y0) dan (xn) bergantung pada kasus yang diberikan sedangkan ukuran langkah (h) untuk semua kasus adalah sama yaitu 0.01. Hal ini disebabkan untuk mengetahui perbandingan error terhadap setiap kasus dengan ukuran langkah yang sama. Parameter yang diketahui nilainya yaitu parameter

a1 dimana dengan diberikannya nilai parameter a1 akan memberikan nilai juga kepada parameter-parameter yang lain sesuai persamaan (2.46a) dan (2.46b). Berdasarkan (2.46a) nilai a1 harus berada pada interval 0 a1 1 dimana a1 adalah bilangan rill. Oleh karena itu, penulis akan menggunakan parameter a1dengan rentang 0.0001 untuk menyelesaiakan semua kasus yang diperoleh solusi analitiknya pada subbab 3.1.

Berikut merupakan salah satu penyelesaian kasus dengan menggunakan metode Runge-Kutta Ordo-2 berdasarkan algoritma diatas. Kasus yang akan diselesaikan pada pembahasan subbab ini yaitu kasus 1 . Kasus 1 akan diselesaikan dengan menggunakan parameter awal a1 = 0.

Kasus 1

Cari solusi dari persamaan berikut pada x = 2.

'' 4 ' 4 10

y y y x

Dengan nilai x0 0, y(0) 1 dan y'(0) 2

Penyelesaian

Diketahui persamaan diferensial linier soal adalah :

'' 10 4 ' 4 ( , , ')

y x y y f x y y

Misalkan

' dy

y z


(70)

Maka z' y'' g x y y( , , ') g x y z( , , )

Subtitusikan persamaan diatas ke persamaan kasus sehingga diperoleh persamaan diferensiaal tingkat satu

( , , ) dy

f x y z z

dx

( , , ) 10 4 4

dz

g x y z x z y

dx

Diberikan nilai awal yaitu

0 0, 0 1

x y dan z0 2

Penyelesaian yang dicari pada soal yaitu pada saat x = 2 dengan menggunakan ukuran langkah h = 0.1

Metode yang digunakan untuk menyelesaikan kasus yaitu metode Runge-Kutta Ordo-2 dimana rumus yang digunakan adalah

1 ( 1 1 2 2)

i i

z z a r a r h

1 ( 1 1 2 2)

i i

y y a k a k h

dimana

1 ( ,i i, )i

r g x y z

1 ( ,i i, )i

k f x y z

2 ( i 2 , i 21 1 , i 21 1 )

r g x p h y q k h z q r h

2 ( i 2 , i 21 1 , i 21 1 )

k f x p h y q k h z q r h


(71)

2 1 1

a a

2 1 0 1

a

2 21 2

1 2

p q

a

2 21

1 2

p q

Subtitusikan nilai h a a, ,1 2,p2dan q21 ke persamaan k dan r sehingga diperoleh 1 ( ,i i, )i

r g x y z

1 ( ,i i, )i

k f x y z

2 ( i 0.05, i 0.05 ,1 i 0.05 )1

r g x y k z r

2 ( i 0.05, i 0.05 ,1 i 0.05 )1

k f x y k z r

Menghitung nilai r r k1, ,2 1 dan k2.

Pada penyelesaian ini nilai awal adalah x y z1, 1, 1 sehingga x0 x y1, 0 y1, z0 z1

Iterasi 1

Untuk x1 0,y1 1 dan z1 2

1 ( ,1 1, )1

r g x y z

1 (0,1, 2)

r g

1 14

r

1 ( ,1 1, )1

k f x y z

1 (0,1, 2)

k f

1 2

k

2 ( 1 0.05, 1 0.05 ,1 1 0.05 )1

r g x y k z r

2 (0 0.05,1 0.05(2), 2 0.05(14))

r g

2 (0.05,1.1, 2.7)


(1)

15 | 1.40 | 91.770511 | 95.190022 | 3.592300 | 16 | 1.50 | 121.497811 | 126.148914 | 3.686994 | 17 | 1.60 | 160.002470 | 166.291326 | 3.781830 | 18 | 1.70 | 209.708935 | 218.167418 | 3.877061 | 19 | 1.80 | 273.683585 | 285.006405 | 3.972830 | 20 | 1.90 | 355.799839 | 370.892242 | 4.069215 | 21 | 2.00 | 460.944839 | 480.983813 | 4.166247 |

===============================================

=============================================== Diketahui:

a1 = 0.50 a2 = 0.50 p2 = 1.00 q21 = 1.00 h = 0.10

=============================================== iter | x | sol num | sol anal | error relatif | =============================================== 1 | 0.00 | 1.000000 | 1.000000 | 0.000000 |

2 | 0.10 | 1.270000 | 1.278782 | 0.686718 | 3 | 0.20 | 1.732500 | 1.755723 | 1.322687 | 4 | 0.30 | 2.460342 | 2.506129 | 1.827009 | 5 | 0.40 | 3.549101 | 3.628939 | 2.200033 | 6 | 0.50 | 5.123565 | 5.253497 | 2.473248 | 7 | 0.60 | 7.345955 | 7.548164 | 2.678913 | 8 | 0.70 | 10.426367 | 10.731260 | 2.841171 | 9 | 0.80 | 14.635975 | 15.084929 | 2.976179 | 10 | 0.90 | 20.323745 | 20.972701 | 3.094290 |


(2)

11 | 1.00 | 27.937533 | 28.861696 | 3.202042 | 12 | 1.10 | 38.050708 | 39.350679 | 3.303556 | 13 | 1.20 | 51.395703 | 53.205453 | 3.401436 | 14 | 1.30 | 68.906252 | 71.403471 | 3.497335 | 15 | 1.40 | 91.770511 | 95.190022 | 3.592300 | 16 | 1.50 | 121.497811 | 126.148914 | 3.686994 | 17 | 1.60 | 160.002470 | 166.291326 | 3.781830 | 18 | 1.70 | 209.708935 | 218.167418 | 3.877061 | 19 | 1.80 | 273.683585 | 285.006405 | 3.972830 | 20 | 1.90 | 355.799839 | 370.892242 | 4.069215 | 21 | 2.00 | 460.944839 | 480.983813 | 4.166247 |

===============================================

=============================================== Diketahui:

a1 = 0.60 a2 = 0.40 p2 = 1.25 q21 = 1.25 h = 0.10

=============================================== iter | x | sol num | sol anal | error relatif | =============================================== 1 | 0.00 | 1.000000 | 1.000000 | 0.000000 |

2 | 0.10 | 1.270000 | 1.278782 | 0.686718 | 3 | 0.20 | 1.732500 | 1.755723 | 1.322687 | 4 | 0.30 | 2.460342 | 2.506129 | 1.827009 | 5 | 0.40 | 3.549101 | 3.628939 | 2.200033 | 6 | 0.50 | 5.123565 | 5.253497 | 2.473248 |


(3)

7 | 0.60 | 7.345955 | 7.548164 | 2.678913 | 8 | 0.70 | 10.426367 | 10.731260 | 2.841171 | 9 | 0.80 | 14.635975 | 15.084929 | 2.976179 | 10 | 0.90 | 20.323745 | 20.972701 | 3.094290 | 11 | 1.00 | 27.937533 | 28.861696 | 3.202042 | 12 | 1.10 | 38.050708 | 39.350679 | 3.303556 | 13 | 1.20 | 51.395703 | 53.205453 | 3.401436 | 14 | 1.30 | 68.906252 | 71.403471 | 3.497335 | 15 | 1.40 | 91.770511 | 95.190022 | 3.592300 | 16 | 1.50 | 121.497811 | 126.148914 | 3.686994 | 17 | 1.60 | 160.002470 | 166.291326 | 3.781830 | 18 | 1.70 | 209.708935 | 218.167418 | 3.877061 | 19 | 1.80 | 273.683585 | 285.006405 | 3.972830 | 20 | 1.90 | 355.799839 | 370.892242 | 4.069215 | 21 | 2.00 | 460.944839 | 480.983813 | 4.166247 |

===============================================

=============================================== Diketahui:

a1 = 0.70 a2 = 0.30 p2 = 1.67 q21 = 1.67 h = 0.10

=============================================== iter | x | sol num | sol anal | error relatif | =============================================== 1 | 0.00 | 1.000000 | 1.000000 | 0.000000 |


(4)

3 | 0.20 | 1.732500 | 1.755723 | 1.322687 | 4 | 0.30 | 2.460342 | 2.506129 | 1.827009 | 5 | 0.40 | 3.549101 | 3.628939 | 2.200033 | 6 | 0.50 | 5.123565 | 5.253497 | 2.473248 | 7 | 0.60 | 7.345955 | 7.548164 | 2.678913 | 8 | 0.70 | 10.426367 | 10.731260 | 2.841171 | 9 | 0.80 | 14.635975 | 15.084929 | 2.976179 | 10 | 0.90 | 20.323745 | 20.972701 | 3.094290 | 11 | 1.00 | 27.937533 | 28.861696 | 3.202042 | 12 | 1.10 | 38.050708 | 39.350679 | 3.303556 | 13 | 1.20 | 51.395703 | 53.205453 | 3.401436 | 14 | 1.30 | 68.906252 | 71.403471 | 3.497335 | 15 | 1.40 | 91.770511 | 95.190022 | 3.592300 | 16 | 1.50 | 121.497811 | 126.148914 | 3.686994 | 17 | 1.60 | 160.002470 | 166.291326 | 3.781830 | 18 | 1.70 | 209.708935 | 218.167418 | 3.877061 | 19 | 1.80 | 273.683585 | 285.006405 | 3.972830 | 20 | 1.90 | 355.799839 | 370.892242 | 4.069215 | 21 | 2.00 | 460.944839 | 480.983813 | 4.166247 |

===============================================

=============================================== Diketahui:

a1 = 0.80 a2 = 0.20 p2 = 2.50 q21 = 2.50 h = 0.10


(5)

iter | x | sol num | sol anal | error relatif | =============================================== 1 | 0.00 | 1.000000 | 1.000000 | 0.000000 |

2 | 0.10 | 1.270000 | 1.278782 | 0.686718 | 3 | 0.20 | 1.732500 | 1.755723 | 1.322687 | 4 | 0.30 | 2.460342 | 2.506129 | 1.827009 | 5 | 0.40 | 3.549101 | 3.628939 | 2.200033 | 6 | 0.50 | 5.123565 | 5.253497 | 2.473248 | 7 | 0.60 | 7.345955 | 7.548164 | 2.678913 | 8 | 0.70 | 10.426367 | 10.731260 | 2.841171 | 9 | 0.80 | 14.635975 | 15.084929 | 2.976179 | 10 | 0.90 | 20.323745 | 20.972701 | 3.094290 | 11 | 1.00 | 27.937533 | 28.861696 | 3.202042 | 12 | 1.10 | 38.050708 | 39.350679 | 3.303556 | 13 | 1.20 | 51.395703 | 53.205453 | 3.401436 | 14 | 1.30 | 68.906252 | 71.403471 | 3.497335 | 15 | 1.40 | 91.770511 | 95.190022 | 3.592300 | 16 | 1.50 | 121.497811 | 126.148914 | 3.686994 | 17 | 1.60 | 160.002470 | 166.291326 | 3.781830 | 18 | 1.70 | 209.708935 | 218.167418 | 3.877061 | 19 | 1.80 | 273.683585 | 285.006405 | 3.972830 | 20 | 1.90 | 355.799839 | 370.892242 | 4.069215 | 21 | 2.00 | 460.944839 | 480.983813 | 4.166247 |

=============================================== =============================================== Diketahui:


(6)

p2 = 5.00 q21 = 5.00 h = 0.10

=============================================== iter | x | sol num | sol anal | error relatif | =============================================== 1 | 0.00 | 1.000000 | 1.000000 | 0.000000 |

2 | 0.10 | 1.270000 | 1.278782 | 0.686718 | 3 | 0.20 | 1.732500 | 1.755723 | 1.322687 | 4 | 0.30 | 2.460342 | 2.506129 | 1.827009 | 5 | 0.40 | 3.549101 | 3.628939 | 2.200033 | 6 | 0.50 | 5.123565 | 5.253497 | 2.473248 | 7 | 0.60 | 7.345955 | 7.548164 | 2.678913 | 8 | 0.70 | 10.426367 | 10.731260 | 2.841171 | 9 | 0.80 | 14.635975 | 15.084929 | 2.976179 | 10 | 0.90 | 20.323745 | 20.972701 | 3.094290 | 11 | 1.00 | 27.937533 | 28.861696 | 3.202042 | 12 | 1.10 | 38.050708 | 39.350679 | 3.303556 | 13 | 1.20 | 51.395703 | 53.205453 | 3.401436 | 14 | 1.30 | 68.906252 | 71.403471 | 3.497335 | 15 | 1.40 | 91.770511 | 95.190022 | 3.592300 | 16 | 1.50 | 121.497811 | 126.148914 | 3.686994 | 17 | 1.60 | 160.002470 | 166.291326 | 3.781830 | 18 | 1.70 | 209.708935 | 218.167418 | 3.877061 | 19 | 1.80 | 273.683585 | 285.006405 | 3.972830 | 20 | 1.90 | 355.799839 | 370.892242 | 4.069215 | 21 | 2.00 | 460.944839 | 480.983813 | 4.166247 |