Pencatatan Keuangan Sebagai Bentuk Fungsi Kontrol Keuangan

71 ialah tidak mempunyai cukup waktu untuk melakukan pencatatan keuangan, hal itu dikarenakan adanya perangkapan fungsi yaitu sebagai pemilik dan pelaksana usaha lihat lampiran dua.

4.3.1.3 Pencatatan Keuangan Sebagai Bentuk Fungsi Kontrol Keuangan

Perusahaan Dengan catatan keuangan yang selama ini dipakai sebaiknya sebuah perusahaan baik kecil atau besar menggunakan akuntansi untuk mengatur keuangan mereka secara berkala, sehingga perusahaan tersebut menciptakan sebuah sistem akuntansi yang baik guna menunjang kegiatan perusahaan karena akuntansi adalah bahasa bisnis atau bahasa pengambilan keputusan. Wawancara pertama ditujukan pada pasangn suami istri yaitu pemilik dan pelaksana UMK UD. Peach bapak Sahri dan ibu Puji terkait dengan pertanyaan apakah dengan menggunakan sistem pencatatan yang dilakukan, dapat mengontrol keuangan perusahaan. Berikut pemaparan Ibu Puji: “….di bon ini…..sudah mewakili seluruh belanjaan baik penerimaan maupun pengeluaran sudah tercatat. Jadi ibu itu ndak ngitung satu – satu. Repot kalo satu – satu mbak ibu tambah bingung. Gini aja ibu udah ngerti….”. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 72 Dari pemaparan diatas menurut Ibu Puji, dengan sistem pencatatan yang diterapkannya, beliau dapat mengetahui rincian penerimaan maupun pengeluaran usaha. Wawancara berikutnya ditujukan kepada informan kedua yaitu pemilik dan pelaksana UMK Bapak Su’udi. Pada wawancara sebelumnya, peneliti telah mengetahui bahwa bapak Su’udi tidak melakukan pencatatan keuangan dalam menjalankan usahanya melainkan hanya mengandalkan ingatan saja. Peneliti kemudian bertanya apakah hanya mengandalkan ingatan seperti yang selama ini dilakukan, dapat mengontrol keuangan perusahaan. Berikut pemaparan Bapak Su’udi: “….tidak bisa membantu. Jadi keuangan amburadul..pinginnya praktis. Penjualan jalan dianggap lancar”. Dari pemaparan diatas menurut Bapak Su’udi, karena tidak melakukan pencatatan keuangan, maka beliau tidak dapat mengontrol keuangan usahanya. Baginya asalkan penjualan berjalan terus maka usaha sudah dianggap berjalan dengan lancar. Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak lagi, peneliti kemudian menemui informan ketiga yaitu pemilik dan pelaksana UMK pasangan suami istri bapak Mas Muhammad Didik dan ibu Yulitisnawati, dengan mengajukan pertanyaan yang sama. Berikut pemaparan ibu Yulitisnawati: Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 73 “..ya. He’em ”. maksudnya dapat mengontrol keuangan usaha. Wawancara berikutnya ditujukan kepada pemilik dan pelaksana UMK bapak Muhammad Rofiq dan ibu Musarofah masih dengan pertanyaan yang sama yaitu apakah dengan menggunakan sistem pencatatan yang dilakukan, dapat mengontrol keuangan perusahaan. Berikut pemaparan bapak Muhammad Rofiq: “ kadang – kadang ya nggak bisa. Nggak bisa memprediksi ya. Masalahnya apa,nanti itu kita sebelum kirim, itu kadang itu ada keperluan. Seperti misalnya kita mbayar SPP itu keperluan wajib..mendadaklah itu….” Dari pemaparan diatas menurut bahwa bapak Muhammad Rofiq, beliau tidak bisa mengontrol keuangan usaha karena selain tidak adanya pemisahan antara uang perusahaan dan uang pribadi, juga dikarenakan banyaknya kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi, bahkan sebelum uang hasil penjualan diterima, sudah banyak kebutuhan keluarga yang harus segera dipenuhi. Ibu musarofah memberikan pernyataan yang mendukung apa yang dipaparkan oleh suaminya. Hasil penjualan sepatu yang didapat seluruhnya digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan keluarga. Berikut pemaparan ibu musarofah: “…. jadi habis setor, diencret – encret habis. Bikin lagi..”. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 74 Wawancara berikutnya ditujukan kepada pemilik dan pelaksana UMK pasangn suami istri yaitu bapak M. Nasir dan ibu Nurmah namun yang memberi jawaban adalah bapak M. Nasir. Peneliti mengajukan pertanyaan yang sama yaitu apakah dengan menggunakan sistem pencatatan yang dilakukan, dapat mengontrol keuangan perusahaan. Berikut pemaparan bapak M. Nasir: “..bisa. misalkan ada apa itu, sakit atau ada kebutuhan apa.” Meskipun keuangan perusahaan dan keuangan pribadi dicampur menjadi satu, namun menurut bapak M. Nasir, beliau tetap dapat mengontrol keuangan perusahaannya. Berikut pernyataan bapak M. Nasir: “…campur. Gak dipisah. Rata – rata gitu….wes pokoke aku kulakane sak mene tak golek terus tak nggo mangan engkok telung wulan petang wulan tak kontrol aku nduwe barang piro wes iku untungku…tapi saget ngontrol…”. campur. Tidak dipisah. Rata – rata seperti itu. Sudah pokoknya saya beli bahan sekian, saya cari berproduksi terus, saya buat makan, nanti tiga bulan empat bulan saya kontrol saya punya barang berapa maka itulah untung saya…tapi mampu mengontrol… . Berdasarkan hasil wawancara diatas, bapak M. Nasir beranggapan bahwa dengan pencatatan keuangan yang dilakukan selama ini, beliau mampu mengontrol keuangan usahanya. Bahkan meskipun keuangan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 75 perusahaan dan keuangan pribadi dicampur menjadi satu, beliau beranggapan masih mampu untuk mengontrol keuangan usahanya. Berdasarkan kutipan – kutipan wawancara diatas, sebagian pemilik dan pelaksana UMK dalam hal ini adalah ibu Puji, ibu Yulitisnawati, dan bapak M. Nasir, merasa mampu untuk mengontrol keuangan usaha. Namun sebagian pemilik dan pelaksana UMK lainnya yaitu bapak Su’udi dan ibu Musarofah tidak mampu mengontrol keuangan usaha. Berdasarkan hasil wawancara kepada kelima informan pemilik dan pelaksana UMK Usaha Mikro dan Kecil agar bisa menjawab main research yang pertama, yaitu bagaimana pemahaman pencatatan keuangan pada UMK. Dapat disimpulkan bahwa kelima UMK yang menjadi informan, semuanya memahami bahwa pencatatan keuangan sangat penting untuk dilakukan dalam menjalankan usaha, namun empat dari lima UMK tersebut yakni bapak Su’udi, pasangan suami istri bapak Mas Muhammad Didik dan ibu Yulitisnawati, bapak Muhammad Rofiq dan ibu Musarofah, serta bapak M. Nasir dan ibu Nurmah tidak memahami arti dari pencatatan keuangan yang sebenarnya, dikarenakan ada yang hanya mengandalkan ingatan saja dalam menjalankan aktivitas usahanya termasuk dalam menentukan harga pokok produknya dan ada juga yang hanya mengumpulkan nota- nota pembelian dan penjualan selama terjadinya aktivitas produksi dan penjualan, setelah selesai nota-nota tersebut dibuang dan hanya ada satu informan yaitu ibu Puji yang administrasi keuangannya lebih lengkap Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 76 walaupun tidak sampai menjadi laporan keuangan pada umumnya lihat lampiran 6, 8, 10, dan 12. Dengan melihat fenomena diatas bisa disimpulkan bahwa pemilik UMK tersebut sudah memahami pentingnya pencatatan keuangan, walaupun tanpa ada catatan kegiatan usaha secara tertulis dengan rapi. Tetapi kenyataannya pemilik UMK sudah bisa menggunakan informasi keuangan tersebut dalam melakukan perencanaan biaya dan pengambilan keputusan, yang artinya bahwa kegiatan UMK sudah menghasilkan produk akuntansi. Hal ini juga terbukti bahwa usaha UMK masih bisa bertahan sampai dengan saat ini. Hal ini senada dengan pendapat Suwaldiman 2005:12 bahwa produk akuntansi adalah informasi keuangan yang menjembatani kepentingan pihak pemakai laporan keuangan dengan aktifitas suatu unit usaha. Keindahan sebagai hasil produk seni sama sekali tidak terdapat dalam akuntansi. Laporan keuangan yang disajikan secara rapi bukanlah suatu seni, akan tetapi agar pemakai laporan tersebut lebih mudah untuk membaca dan memahami. Akuntansi tidak menitikberatkan keindahan, tetapi yang lebih penting adalah kelayakan dan keandalan informasi keuangan yang dihasilkannya. Ada beberapa asumsi dasar yang mendasari struktur akuntansi, yang salah satunya adalah asumsi kesatuan usaha khusus Baridwan, 2004, di dalam konsep ini, perusahaan dipandang sebagai suatu unit usaha yang berdiri sendiri, terpisah dari pemiliknya. Atau dengan kata Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 77 lain perusahaan dianggap sebagai “unit akuntansi” yang terpisah dari pemiliknya atau dari kesatuan usaha yang lain. Dengan anggapan seperti ini maka transaksi – transaksi perusahaan dipisahkan dari transaksi – transaksi pemilik dan oleh karenanya maka semua pencatatan dan laporan dibuat untuk perusahaan tadi. Berdasarkan pernyataan diatas sudah jelas bahwa harus ada pemisahan antara harta pribadi dengan harta usaha, hal ini memudahkan dalam hal mengontrol keuangan usaha dan memantau perkembangan usaha, namun tidak demikian yang terjadi pada kelima UMK karena tidak adanya pemisahan harta pribadi dengan harta usaha, karena itulah pemilik yang sekaligus sebagai pelaksana UMK tidak bisa mengontrol keuangan usahanya dengan benar. Meskipun demikian, kelima UMK tersebut tetap mampu untuk menjalankan roda usahanya sejak puluhan tahun lalu hingga saat ini, bahkan UMK tersebut mampu untuk memberdayakan masyarakat dengan menyerap tenaga kerja disekitar wilayah rumah produksi. Dengan melihat kondisi tersebut, peneliti berharap khususnya kepada pemerintah agar bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk memberikan sumbangan pemikiran guna meringankan permasalahan yang dihadapi oleh UMK. Karena itulah pemerintah dan perguruan tinggi harus turun kelapangan untuk memberikan program pembinaan dalam hal pengelolaan keuangan untuk menghasilkan informasi Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 78 keuangan yang dapat berguna dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, kepada para pelaku UMK.

4.3.2 Bagaimana Penerapan Pencatatan Keuangan pada UMK