2.8.4 Nasoendoskopi
Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang
berhubungan dengan faktor lokal penyebab sinusitis Ballenger, 1997. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan
septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor Ballenger, 1997.
2.9 Diagnosis
Gejala klinik rinosinusitis kronis menurut American Academy of Otolaryngic Allergy AAOA, dan American Rhinologic Society ARS
adalah rinosinusitis yang berlangsung lebih dari 12 minggu dengan 2 gejala mayor atau lebih atau 1 gejala mayor disertai 2 gejala minor atau
lebih Setiadi M, 2009. Berdasarkan kriteria Task Force on Rinosinusitis, gejala mayor
skor diberi skor 2 dan gejala minor skor 1, sehingga didapatkan skor gejala klinik sebagai berikut; Gejala Mayor: Nyeri sinus = skor 2,
Hidung buntu = skor 2, Ingus purulen = skor 2, Post nasal drip = skor 2, Gangguan penghidu = skor 2, Sedangkan Gejala Minor: Nyeri kepala =
skor 1, Nyeri geraham = skor 1, Nyeri telinga = skor 1, Batuk = skor 1, Demam = skor 1, Halitosis = skor 1 dan skor total gejala klinik = 16
Pengukuran skor total gejala klinik dikelompokkan menjadi dua, yaitu;
Universitas Sumatera Utara
sedang-berat skor ≥8, dan ringan skor 8 dengan Skor total gejala
klinik: skala nominal Setiadi M, 2009.
2.10 Penatalaksanaan
Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi
adenoid pada anak, polip, kista, jamur, gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan
yang ditemukan Waguespack, 1994; Soetjipto, 2000; Ulusoy, 2007. Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah
bakterial yang memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya Soetjipto, 2000.
A. Medikamentosa A.1 Antibiotika
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup
β- laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin
klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan
mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan Weir, 1997; Soetjipto, 2000; Ahmed, 2003; Kennedy, 2006; Dubin MG dan Liu C, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika
diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi metronidazol Soetjipto, 2000. Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka
eveluasi kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan Soetjipto, 2000.
A.2 Terapi Medik Tambahan
Dekongestan, Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal
mendampingi antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-
adrenergik dimukosa hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium
dan meningkatkan ventilasi Soetjipto, 2000; Dubin MG dan Liu C,
2007.
Preparat yang umum adalah pseudoefedrine dan phenyl- propanolamine. Karena efek peningkatan tekanan darah tinggi dan
penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati Soetjipto, 2000. Dekongestan topikal mempunyai efek yang lebih cepat terhadap
sumbatan hidung, namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama lebih dari 7 hari akan menyebabkan rinitis
medika mentosa Soetjipto, 2000. Antihistamin, Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis
pada lebih dari 50 kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru
Universitas Sumatera Utara
dianjurkan, demikian juga kemungkinan imunoterapi Soetjipto, 2000; Dubin MG dan Liu C, 2007; Yuan LJ dan Fang SY, 2008.
Karena antihistamin generasi pertama mempunyai efek antikolinergik yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti
azelastine, acrivastine, cetirizine, fexofenadine dan loratadine Soetjipto, 2000.
Kortikosteroid, ada 2 jenis kortikosteroid, yaitu kortikosteroid topikal dan kortikosteroid oral, kortikosteroid topikal mempunyai efek
lokal terhadap bersin, sekresi lendir, sumbatan hidung dan hipoanosmia. Penemuannya merupakan perkembangan besar dalam pengobatan rinitis
dan sinusitis Soetjipto, 2000. Penggunaannya kortikosteroid topikal meluas pada kelainan
alergi dan non-alergi. Meskipun obat semprot ini tidak mencapai komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang karena udema di rongga
hidung dan meatus medius hilang Soetjipto, 2000; Yuan LJ dan Fang SY, 2008.
Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus. Terapi singkat selama dua minggu sudah efektif menghilangkan
beberapa keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung terlebih dahulu
sehingga distribusi obat semprot merata Soetjipto, 2000.
Universitas Sumatera Utara
B. Penatalaksanaan Operatif
Sinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan optimal serta adanya kelainan mukosa menetap merupakan
indikasi tindakan bedah Nizar, 2000; Soetjipto, 2000. Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus
inferior, Caldwel-Luc, trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional BSEF dapat dilaksanakan Nizar, 2000;
Soetjipto, 2000. Bedah sinus konvensional tidak memperlihatkan usaha
pemulihan drainase dan ventilasi sinus melalui ostium alami Nizar, 2000; Soetjipto, 2000.
Namun dengan berkembangnya pengetahuan patogenesis sinusitis, maka berkembang pula modifikasi bedah sinus konvensional
misalnya operasi Caldwel-Luc yang hanya mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi dan
melakukan antrostomi meatus medius sehingga drainase dapat sembuh kembali Nizar, 2000; Soetjipto, 2000.
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional BSEF merupakan kemajuan pesat dalam bedah sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan
tindakan konservatif yang lebih efektif dan fungsional Nizar, 2000; Soetjipto, 2000; Kennedy, 2006; Salama N, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan BSEF adalah penggunaan endoskop dengan pencahayaan yang sangat terang, sehingga saat operasi kita dapat melihat
lebih jelas dan rinci adanya kelainan patologi dirongga-rongga sinus Nizar, 2000; Soetjipto, 2000; Kennedy, 2006; Salama N, 2009.
Jaringan patologik yang diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar Nizar, 2000; Soetjipto,
2000; Kennedy, 2006. Dengan ini ventilasi sinus lancar secara alami, jaringan normal
tetap berfungsi dan kelainan didalam sinus maksila dan frontal akan sembuh sendiri Nizar, 2000; Soetjipto, 2000.
2.11 Komplikasi