MI JAGUNG TINJAUAN PUSTAKA

9

D. MI JAGUNG

Akhir belakangan ini, banyak pihak yang telah melakukan penelitian ke arah proses pembuatan mi berbahan dasar jagung baik dalam bentuk mi jagung basah, mi jagung kering, ataupun mi jagung instan. Mi jagung dapat dibuat dengan menggunakan pati jagung ataupun tepung jagung dengan berbagai macam persentase penambahan. Selain itu, mi jagung juga dapat diproduksi dengan menggunakan teknologi kalendering ataupun teknologi ekstrusi. Teknologi kalendering merupakan teknologi pembuatan mi dengan membentuk lembaran adonan terlebih dahulu sebelum pembentukan untaian mi, sedangkan teknologi ekstrusi merupakan teknologi pembentukan untaian mi dengan menggunakan mesin ekstruder pasta Sigit, 2008. Proses pembuatan mi jagung instan 100 terdiri dari tahap pencampuran, pengukusan pertama, pengulian, pencetakan, pengukusan kedua, dan pengeringan Juniawati, 2003, sedangkan pada pembuatan mi jagung instan subtitusi hanya terdiri dari tahap pencampuran, pengistirahatan, pembentukan lembaran adonan, pencetakan, pemotongan, pengukusan, dan penggorengan. Persentase tepung jagung yang dapat digunakan untuk mensubtitusi tepung terigu pada teknik pembuatan mi yang biasa masih terbatas karena karakteristik protein gluten yang terdapat dalam tepung jagung berbeda dengan yang terdapat dalam tepung terigu sehingga tepung jagung sulit membentuk lembaran adonan yang elastis dan kompak tanpa bantuan pemanasan Kusnandar et al., 2009. Oleh karena itu, beberapa penelitian mulai memanfaatkan penambahan pati, protein jagung, dan bahkan dengan melakukan modifikasi pada pati tepung jagung untuk memperbaiki elastisitas adonan. Budiyah 2005 telah memanfaatkan penggunaan pati dan protein jagung corn gluten meal dalam pembuatan mi jagung instan untuk meningkatkan elastisitas produk. Sedangkan, Indrawuri 2010 menggunakan pati termodifikasi dengan teknik HMT high moisture treatment dalam pembuatan mi jagung instan. Jenis protein yang membentuk massa lengket dengan larutan garam yang sangat encer disebut dengan gliadin. Sedangkan sebagian protein lain yang tidal larut, yaitu glutenin akan melemas dan membentuk struktur serat yang kokoh dengan protein yang larut tersebut sehingga dapat membentuk adonan yang sangat fleksibel dan tahan banting. Hal ini disebabkan oleh kandungan asam amino prolin yang cukup tinggi pada glutenin dimana asam amino prolin mempunyai struktur yang sedikit berlipat. Lipatan tersebut akan terbuka selama proses mixing dan kneading sehingga struktur menjadi renggang dan menyebabkan adonan menjadi elastis Fennema, 1996. Pada riset skala industri yang dilakukan oleh Fadlillah 2005 memperlihatkan bahwa pada pembuatan mi jagung instan, industri dapat menambahkan protein gluten terigu untuk menghasilkan adonan yang viskoelastis. Tetapi, penambahan gluten ini dapat meningkatkan biaya produksi sehingga penggunaan protein gluten terigu ini tergantung pada kebijakan dan strategi bisnis masing-masing industri. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat mi pada awalnya dicampurkan terlebih dahulu hingga homogen. Sebelum adonan dibentuk menjadi lembaran, diperlukan waktu untuk memberi kesempatan adonan untuk beristirahat sejenak. Pengistirahatan adonan ini bertujuan untuk menyeragamkan penyebaran air dan pengembangan gluten Kusnandar et al., 2010. Kusnandar et al. 2010 menyatakan bahwa pada tahap pembentukan lembaran sheeting, adonan dimasukkan ke dalam roll press dengan tujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten. Pada saat dipress, serat-serta gluten yang tidak beraturan segera ditarik memanjang dan searah oleh tekanan antara dua roller sampai ketebalan 1.6 mm. Setelah itu dilakukan pembentukan untaian mi dan pemotongan. 10 Proses pengolahan mi jagung berbeda dengan mi terigu karena setelah tahapan pemotongan menjadi untaian mi dilakukan tahap pengukusan. Proses pengukusan ini bertujuan menggelatinisasi sebagian besar pati, yaitu sekitar 70, sehingga dapat berperan sebagai pengikat adonan. Protein endosperma jagung banyak mengandung zein sekitar 60 yang tidak dapat membentuk massa adonan yang elastic-cohesive bila hanya ditambahkan air dan diuleni. Oleh karena itu, tanpa pengukusan, adonan tidak akan bersifat elastik dan kompak. Lama dan waktu pengukusan dapat bervariasi tergantung jumlah adonan yang dimasak, tetapi tingkat gelatinisasi atau pemasakan yang diharapkan hampir sama Juniawati, 2003

E. PENENTUAN UMUR SIMPAN