Karakteristik Entrepreneur Nilai-nilai Entrepreneurship

B. Urgensi Penanaman Nilai-nilai Entrepreneurship dalam Dunia

Pendidikan 1. Pengembangan Nilai Entrepreneurship dalam Pendidikan Pengembangan nilai entrepreneurship dalam pendidikan merupakan sebuah inovasi yang harus dikembangkan oleh lembaga pendidikan dimana sekolah dapat membangun atmosfer entrepreneurship agar peserta didik menyukai tantangan, kreatif, inovatif, dan memiliki keberanian dalam mengambil atau mengelola risiko. Pengembangan nilai entrepreneurship dikembangkan di sekolah dan ditanamkan dalam diri peserta didik adalah nilai-nilai yang menunjukkan ciri seorang entrepreneur. Peserta didik sangat membutuhkan rangsangan positif untuk mengembangkan prinsip-prinsip entrepreneurship yang sangat dibutuhkan di masa depannya. Sejak TK, hendaknya peserta didik mulai diajarkan kreativitas dan kemandirian. Pendidikan yang memiliki atmosfer entrepreneurship akan memunculkan peluang hidup yang lebih baik bagi para lulusannya. Lulusan sekolah akan memiliki karakter mandiri sehingga mampu mengelola diri sendiri untuk menghadapi lingkungan yang penuh kompetitif. Oleh karena itu, sudah saatnya semua sekolah di indonesia mentransformasi diri menjadi sekolah entrepreneurship agar harapan dan kebutuhan stakeholder terpenuhi. 18 Pendidikan entrepreneurship entrepreneurship educationEE adalah aktivitas yang bertujuan untuk membangun minsets, sikap dan keterampilan berentrepreneur dan mencakup aspek-aspek pemunculan ide, inovasi, pengembangan dan gagasan untuk memulai. Singkatnya, inti dari pendidikan entrepreneurship di dalam institusi pendidikan 18 Arifin, op cit. h. 57. adalah training entrepreneur. Entrepreneurship hanya dapat berkembang di sebuah masyarakat dengan norma-norma budaya yang membolehkan beragam hal pilihan hidup. Ini menjadi dasar dan prinsip utama untuk mengembangkan pendidikan entrepreneurship di dunia pendidikan. Jadi, pendidikan entrepreneurship hanya bisa berjalan apabila institusi tersebut memberikan peluang, memfasilitasi dan meng-guide peserta didik untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Jika syarat ini tidak ada, maka mustahil pendidikan entrepreneurship bisa dilakukan di dunia pendidikan. 19 Pengembangan metodologi pendidikan yang membangun manusia yang berjiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha. Dalam mendukung pengembangan ekonomi kreatif PEK tahun 2010-2014, yakni pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan pada kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat indonesia perlu dirumuskan kebijakan pengintegrasian aspek yang menumbuhkan jiwa kreatif, inovatif, sportif dan wirausaha dalam metodologi pendidikan. Pengembangan metodologi pendidikan ini dilakukan melalui kebijakan-kebijakan sebagai berikut: a. Melakukan kajian dan penyempurnaan kurikulum pendidikan dan pelatihan agar lebih berorientasi pada pembentukan kreativitas dan kewirausahaan peserta didik sedini mungkin. b. Meningkatkan kualitas pendidikan nasional yang mendukung penciptaan kreativitas dan kewirausahaan pada peserta didik sedini mungkin. c. Menciptakan akses pertukaran informasi dan pengetahuan ekonomi kreatif antar penyelenggara pendidikan. d. Peningkatan jumlah dan perbaikan kualitas dan lembaga pendidikan dan pelatihan formal dan informal yang mendukung penciptaan insan kreatif dalam pengembangan ekonomi kreatif. e. Menciptakan keterhubungan dan keterpaduan antara lulusan pendidikan tinggi dan sekolah menengah kejuruan yang terkait dengan kebutuhan pengembangan ekonomi kreatif. f. Mendorong para wirausahawan sukses untuk berbagi pengalaman dan keahlian di institusi pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dalam pengembangan ekonomi kreatif. 19 Herni Ali, dkk., Teologi Entrepreneurship, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010 , cet. I, h. 65. g. Fasilitas pengembangan jejaring dan mendorong kerja sama antar insan kreatif indonesia di dalam dan luar negeri. 20 Jadi dengan mengembangkan nilai entrepreneurship ataupun mengembangkan pendidikan entrepreneursip akan memberikan nilai tambah bagi lembaga pendidikan yang mengembangkannya, karna dengan mengembangkan nilai entrepreneurship kepala sekolah dan guru dapat menanamkan nilai-nilai entrepreneurship yang jika di tanamkan kepada siswa akan membantu pembentukan karakter seorang entrepreneur dimana siswa menyukai tantangan, kreatif, inovatif, dan memiliki keberanian dalam mengambil atau mengelola risiko.

2. Keberhasilan Penanaman Nilai Entrepreneurship

Setiap saat, dunia pendidikan selalu menjadi sasaran tembak bagi ketidakpuasan masyarakat atas hasil prosesnya. Hal ini dapat kita temukan disetiap akhir pembelajaran ataupun setelah anak didik dinyatakan tamat pembelajaran dan lulus ujian. Anak- anak memasuki dunia kehidupan di masyrakat sehingga mereka dituntut untuk dapat menjaga eksistensi dirinya dengan kemampuan yang didapatkan dari proses pendidikan dan pembelajaran. Akan tetapi, yang dihadapi oleh masyarakat sungguh sangat berlainan dengan kenyataan. Anak-anak belum dapat memenuhi keinginan masyarakat, apalagi kebutuhan masyarakat atas sosok-sosok yang mampu berperan untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Seperti kita ketahui bersama, salah satu hal yang menjadi cerminan atas ketidakberhasilan proses pendidikan ini anggapan masyarakat adalah tidak terserapnya lulusan sekolah dalam dunia pekerjaan. Masyarakat melihat bahwa banyak anak-anak yang lulus 20 Najib Sulhan,Pengembangan Karakter Dan Budaya Bangsa, Surabaya: Jaring Pena, 2011 , h. 13. dari sekolah tidak mampu melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, apalagi untuk masyarakat. Akibatnya, banyak anak- anak yang menjadi pengangguran terdidik di masyarakat. Hal ini oleh masyarakat dianggap sebagai proses yang sia-sia. Proses pendidikan dijalani oleh anak didik, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah lanjutan atas, ternyata belum mampu menjadikan anak-anak sebagai sosok yang mampu menangani kegiatan hidup secara ekonomis. Tentunya, kita tidak menyalahkan masyarakat, tetapi juga tidak dapat menghakimi sekolah sebagai institusi pendidikan yang gagal menajalankan perannya. Dalam konteks ini, kita harus dapat berpikir dan bertindak bijak sebab proses pendidikan merupakan tanggung jawab dan kewajiban bersama. Dengan demikian, ketika proses pendidikan dan pembelajaran dianggap mengalami kegagalan, seharusnya bukan hanya guru dan sekolah yang menjadi kambing hitam kesalahan proses. Untuk itulah, kita perlu melakukan repersepsi dan rekonstruksi, bahkan reorientasi terhadap proses pendidikan terkait dengan kebutuhan masyarakat. 21 Jadi, keberhasilan pendidikan dalam pandangan masyarakat itu adalah ketika siswa telah menyelesaikan pendidikannya dan dapat mengimplementasikan ilmunya dimasyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut. Sehingga proses pendidikan terlihat hasilnya setelah menyelesaikan pendidikannya. Keberhasilan program pendidikan kewirausahaan dapat diketahui melalui pencapaian kriteria oleh peserta didik, guru, dan juga kepala sekolah yang antara lain meliputi: a. Peserta didik 21 Mohammad Saroni, Mendidikan Melatih Entrepreneur Muda, Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2012, h. 143. Memiliki kemandirian yang tinggi, memiliki kreatifitas yang tinggi, berani mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, memiliki karakter pekerja keras, memahami konsep- konsep kewirausahaan, memiliki keterampilan berwirausaha di sekolahnya, khususnya mengenai kompetensi kewirausahaan. b. Kelas Lingkungan kelas yang dihiasi dengan hasil kreatifitas peserta didik, Pembelajaran kelas yang diwarnai dengan keaktifan peserta didik, lingkungan kelas yang mampu menciptakan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai kewirausahaan yang di implementasikan c. Sekolah Guru mampu memberikan keteladanan terhadap penanaman nilai-nilai kewirausahaan kepada peserta didik terutama enam nilai pokok kewirausahaan, guru mampu merancang pembelajaran yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan, Guru mampu memahami konsep-konsep kewirausahaan, Guru memiliki keterampilan kewirausahaan, kepala sekolah mampu menciptakan kreativitas dan inovasi yang bermanfaat bagi pengembangan sekolahmadrasah. 22 Dari paparan diatas, di simpulkan bahwa kreteria keberhasilan program pendidikan kewirausahaan diketahui melalui peserta didik, kelas, sekolah, dan guru. Indikator keberhasilan lembaga non profit yakni pendidikan tidak dapat diukur seperti halnya organisasi profit melalui produk yang dihasilkannya. Organisasi non profit pendidikan tidak mudah di ukur. Indikator keberhasilan pendidikan terletak bagaimana stakeholder pendidikan puas atas produk yang dihasilkannya. Produk pendidikan berupa kompetensi lulusan atau out put yang berkualitas dan dibutuhkan masyarakat. 23 22 Tim Pusat Kurikulum Pengembangan Entrepreneurship, op. Cit., h. 12. 23 Supriyoko, ki.” Mempersiapkan Generasi Indonesia Emas Melalui Madrasah” , Makalah Disampaikan Pada Seminar Nasional Bertema Profesional Learning Untuk Indonesia Emas. Auditorium Prof. Harun Nasution, Jakarta, 28 Mei 2015. h. 8.

3. Strategi Penanaman Nilai Entrepreneurship

Nilai-nilai entrepreneurship dapat di tanamkan ataupun diintegrasikan menggunakan beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh masyarakat sekolah. Pengintegrasian diawali dengan mengkaji standar kompetensi lulusan dan standar isi pada satuan pendidikan dalam rangka pemetaan nilai-nilai dan kompetensi lulusan terkait dengan pendidikan entrepreneurship. Setelah mengetahui nilai-nilai entrepreneurship yang akan di integrasikan, kemudian diinfuskan kedalam mata pelajaran, proses pembelajaran, kegiatan ekstrakulikuler, pengembangan diri, kultur sekolah dan muatan lokal. Pendidikan entrepreneurship bertujuan untuk membentuk insan indonesia yang secara utuh memiliki pemahaman dan keterampilan sebagai seorang entrepreneur. Pendidikan entrepreneurship harus diterapkan oleh seluruh warga sekolah, baik itu oleh kepala sekolah, guru, staf sekolah maupun oleh peserta didik. Nilai-nilai entrepreneurship perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum dengan memperhatikan jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan entrepreneurship, pengintegrasian nilai-nilai entrepreneurship yaitu sebagai berikut: a. Integrasi ke dalam mata pelajaran Nilai-nilai entrepreneurship diinternalisasikan ke dalam pembelajaran sehingga diperoleh kesadaran, terbentuknya karakter entrepreneur, dan pembiasaan dalam tingkah laku sehari-hari. Semua mata pelajaran mempunyai peluang yang sama untuk menerima nilai-nilai tersebut. Pelaksanaannya integrasi melewati tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Pada tahap perencanaan, dilakukan dengan cara mengadaptasi silabus dan RPP dengan menambahkan pada materi, langkah-langkah, dan penilaian terhadap nilai-nilai entrepreneurship. Prinsip pembelajarannya ialah mengusahakan peserta didik dapat menerima, merespons, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan menginternalisasikan nilai-nilai entrepreneurship menjadi karakter. b. Integrasi ke dalam kegiatan ekstrakulikuler Kegiatan ekstrakulikuler adalah kegiatan pendidikan yang berada di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling. Tujuannya adalah untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan potensi, serta tumbuhnya kemandirian yang berguna untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Contoh kegiatan yang dapat diberi muatan entrepreneurship adalah seni budaya, pramuka, olahraga, koperasi, dan lain-lain. Dalam mengikuti kegiatan ekstrakuikuler kewirausahaan harus sudah mengikuti mata pelajaran kewirausahaan. c. Pengembangan diri Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter atau kepribadian, termasuk karakter entrepreneur. Dilakukan melalui kegiatan bimbingan dan konseling berkenaan dengan masalah pribadi, sosial, belajar, pengembangan karier dan kegiatan ekstrakulikuler. Pengembangan diri secara khusus bertujuan untuk mengembangkan bakat, minat, potensi, kreativitas, kebiasaan, keagamaan, kemampuan belajar, kegiatan sosial, wawasan dan perencaaan karir, kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian.