Hasil kinerja keuangan perusahaan berupa nilai EVA, MVA, ROA, ROE dan EPS secara ringkas dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Nilai EVA, MVA, ROA, ROE dan EPS
Tahun EVA
Juta Rupiah
MVA Juta
Rupiah ROA
Persen ROE
Persen EPS
Juta Rupiah
2005 427,898.20 2,105,989
13.670 31.622
216 2006 376,658.57
5,882,613 10.154
22.521 222
2007 635,498.93 12,217,673 14.322
24.364 413
2008 974,069.85 794,316
18.809 29.013
682 2009 758,299.75
7,580,718 14.581
18.552 525
4.3. Trend dan Peramalan Laporan Keuangan
Perkembangan perusahaan dari tahun ketahun dapat diketahui dengan menganalisis laporan keuangan menggunakan analisis trend atau yang biasa
dikenal dengan analisis horizontal. Analisis trend horizontal digunakan untuk melihat pergerakan masing masing komponen dalam laporan
keuangan dari tahun ke tahun. Melalui analisis trend ini dapat dilihat kecendrungan atau perkembangan dari posisi keuangan maupun hasil-hasil
keuntungan yang diperoleh perusahaan. Apakah meningkat, menurun atau bahkan cenderung tidak bergerak. Setelah menganalisis trend yang terjadi
maka dilakukan peramalan untuk tahun selanjutnya.
4.3.1. Trend Neraca dan Laporan Laba Rugi
1. Trend Neraca
Analisis trend terhadap laporan neraca dilakukan terhadap komponen-komponen yang digunakan untuk melihat kondisi
keuangan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Komponen neraca tersebut terdiri dari aktiva, kewajiban
serta ekuitas. Untuk menganalisis laporan keuangan dengan metode analisis trend, dibutuhkan satu tahun yang dapat dijadikan tahun
dasar. Pada penelitian ini yang dijadikan tahun dasar adalah tahun 2005. Selanjutnya setiap pos dalam peride yang diperbandingkan
akan dibagi dengan pos yang sama dalam laporan keuangan di tahun
dasar dan dikalikan 100 persen untuk melihat persentase kenaikan ataupun penurunan.
Hasil analisis trend terhadap komponen aktiva dalam neraca menunjukan bahwa perkembangan cenderung meningkat. Gambar
10. menunjukan trend model linier pada total aktiva yang cenderung meningkat tiap tahunnya, kecuali pada tahun 2008 menuju 2009
yang terjadi penurunan aktiva.
Tahun T
o ta
l A
k ti
v a
2011 2010
2009 2008
2007 2006
2005 260
240 220
200 180
160 140
120 100
A ccuracy Measures MA PE
5.1253 MA D
8.1616 MSD
97.6428 Variable
Forecasts A ctual
Fits
Trend Analysis Plot for Total Aktiva
Linear Trend Model Yt = 74.088 + 24.774t
Gambar 10. Grafik Trend Total Aktiva Lonsum 2005-2009. Berdasarkan Gambar 9 , bahwa terjadi peningkatan total aktiva
di tahun 2006 sebesar 14,72 persen dari tahun dasar. Peningkatan aktiva ini disebabkan oleh meningkatnya aktiva lancar maupun
aktiva tetap. Aktiva lancar meningkat 35,8 persen dari 397.512 juta Rupiah pada 2005 menjadi 539.735 juta Rupiah pada 2006.
Peningkatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan signifikan pada kas dan setara kas sebesar 68,8 persen. Selain itu nilai buku bersih
dari aset tanaman perkebunan mengalami peningkatan dibanding tahun 2005. Kenaikan ini disebabkan oleh peningkatan pada tanaman
belum menghasilkan sebesar 39,9 persen. Peningkatan ini merupakan implikasi dari penanaman baru selama 2006 sebesar
5.408,6 hektar. Aktiva tetap meningkat sebesar 6,8 persen. Kenaikan ini terutama dikarenakan adanya kegiatan kontruksi yang sedang
berlangsung senilai Rp. 59,4 miliar, khususnya dalam bentuk pembangunan prasarana, perumahan, dan pabrik.
Pada tahun 2007 nilai aktiva meningkat sebesar 51,34 persen dibandingkan tahun dasar atau meningkat sebesar 36,62 persen
dibanding tahun 2006. Peningkatan ini sebabkan karena peningkatan aktiva lancar maupun aktiva tetap. Nilai aktiva tanaman telah
menghasilkan meningkat dari Rp. 671,8 miliar menjadi Rp. 787,4 miliar akibat adanya penambahan luas areal kelapa sawit dan karet.
Luas total tanaman pada tahun 2007 bertambah 5.429 hektar. Aktiva tetap meningkat dari Rp. 882,6 miliar menjadi Rp. 1.108,1 miliar.
Peningkatan ini disebabkan oleh naiknya investasi dibidang prasarana pendukung usaha perkebunan dan proses pengolahan TBS
dan karet. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan total aktiva sebesar 89,47
persen dibanding tahun sebelumnya atau sebesar 38,18 persen dibanding tahun 2007. Peningkatan ini disebabkan oleh
meningkatnya jumlah aktiva lancar mapun aktiva tidak lancar. Aktiva lancar meningkat sebesar 490.354 juta Rupiah dibanding
tahun 2007. Dan aktiva tidak lancar meningkat sebesar 503.034 juta Rupiah dibanding tahun 2007. Kas dan setara kas menjadi pemicu
dalam meningkatnya jumlah aktiva lancar karena komponen ini meningkat sebesar 85,25 persen. Jumlah kenaikan areal tanaman inti
seluas 6.658 hektar, hal ini menyebabkan meningkatnya aset pada tanaman perkebunan.
Pada tahun 2009 terjadi peningkatan total aktiva sebesar 86,47 persen dari tahun dasar. Namun jika dibandingkan dengan tahun
2008, maka total aktiva ini mengalami penurunan sebesar 3.05 persen. Total aset mencapai Rp. 4,93 triliun pada tahun 2009,
menurun tipis sebesar 1,6 tahun 2008. Aset tidak lancar pada tahun 2009 naik 11,07 menjadi Rp. 3,81 triliun dari Rp. 3,43 triliun pada
tahun 2008, sebagai akibat dari kenaikan belanja modal, diantaranya
untuk kegiatan penanaman, pembangunan pabrik kelapa sawit, dan pengembangan infrastruktur.
Hasil analisis trend terhadap komponen kewajiban dalam neraca menunjukan bahwa perkembangan cenderung menurun.
Gambar 10 menunjukan trend model quadratic pada total kewajiban yang cenderung menurun tiap tahunnya.
Tahun T
o ta
l K
e w
a ji
b a
n
2011 2010
2009 2008
2007 2006
2005 120
100 80
60 40
20 -20
-40
A ccuracy Measures MA PE
6,4099 MA D
6,5469 MSD
56,3775 Variable
Forecasts A ctual
Fits
Trend Analysis Plot for Total Kewajiban
Quadratic Trend Model Yt = 63,85 + 40,7709t - 7,67714t2
Gambar 11. Grafik Trend Total Kewajiban Lonsum 2005-2009 Berdasarkan Gambar 11. terjadi peningkatan total kewajiban
sebesar 10,97 pada tahun 2006 dibandingkan dengan tahun dasar. Kenaikan ini disebabkan karena naiknya jumlah kewajiban lancar
serta kewajban tidak lancar. Kewajiban lancar lonsum laik sebesar 19,01 persen dibanding tahun 2005, sedangkan kewajiban tidak
lancar meningkat sebesar 1,88 persen. Peningkatan kewajiban itu terutama disebabkan oleh kenaikan pinjaman bank dalam bentuk US
Dollar Club Deal. Pada tahun 2006, perusahaan mendapat fasilitas Club Deal
sebesar US 150 juta yang dibagi dalam tiga bagian. Pada akhir 2006, masih menanggung surat hutang berbentuk Mandatory
Convertible Notes MNC yang tercatat pada pos hutang lancar
senilai Rp. 405,1 miliar. Surat hutang ini sewaktu-waktu dapat dikonversikan oleh para pemiliknya menjadi 269.344.000 lembar
saham.
Pada tahun 2007 terjadi kenaikan kewajiban sebesar 9,87 dibandingkan dengan tahun dasar, atau menurun sebesar 1,1 persen
dibanding tahun 2006. Pada tahun 2007 jumlah kewajiban lancar menurun sebesar 10,70 persen dibanding tahun 2006, sedangkan
jumlah kewajiban tidak mengalami kenaikan sebesar 72 persen. Penurunan kewajiban lancar dibanding tahun 2006 disebabkan
karena sudah tidak adanya lagi surat hutang wajib konversi. Sedangkan kenaikan pada kewajiban tidak lancar disebabkan oleh
kenaikan pada kewajiban imbalan kerja serta kenaikan hutang bank jangka panjang.
Pada tahun 2008 terjadi kenaikan total kewajiban sebesar 17,41 persen dibanding dengan tahun dasar tahun meningkat sebesar
7,54 persen dibanding tahun 2007. Kenaikan total kewajiban disebabkan oleh meningkatnya kewajiban lancar ataupun kewajiban
tidak lancar. Meningkatnya hutang lancar disebabkan karena meningkatnya hutang usaha dari 63.403 juta Rupiah menjadi
103.743 juta Rupiah, serta meningkatnya hutang bank dari 260.275 juta Rupiah menjadi 330.919 juta Rupiah. Sedangkan meningkatnya
kewajiban tidak lancar disebabkan oleh meningkatnya hutang bank jangka panjang serta kewajiban imbalan kerja.
Pada tahun 2009 terjadi penurunan total kewajiban sebesar 29,68 persen dibanding tahun dasar, sedangkan jika dibandingkan
dengan tahun 2008, penurunan yang terjadi lebih tajam yaitu sebesar 47,09 persen. Menurunnya total kewajiban ini disebabkan oleh
kewajiban lancar dan kewajiban tidak lancar yang menurun. Penurunan pada kewajiban lancar disebabkan oleh menurunnya
hutang usaha sebesar 42,44 persen dan menurunnya hutang bank sebesar 38,22 persen. Sedangkan penurunan kewajiban jangka
panjang disebabkan oleh menurunnya hutang bank jangka panjang sebesar 95,05 persen atau 586.249 juta Rupiah, dari 616.799 juta
Rupiah tahun 2008 menjadi 30.550 juta Rupiah tahun 2009.
Hasil analisis trend terhadap komponen ekuitas dalam neraca menunjukan bahwa perkembangan cenderung meningkat. Gambar
12 . menunjukan trend model linier pada ekuitas yang cenderung meningkat tiap tahunnya dari tahun 2005 hingga 2009.
Tahun E
k u
it a
s
2011 2010
2009 2008
2007 2006
2005 500
400 300
200 100
A ccuracy Measures MA PE
7,543 MA D
11,816 MSD
172,203 Variable
Forecasts A ctual
Fits
Trend Analysis Plot for Ekuitas
Quadratic Trend Model Yt = 48,242 + 37,4426t + 4,46857t2
Gambar 12. Grafik Trend Ekuitas Lonsum 2005-2009 Pada tahun 2006 terjadi kenaikan persentase ekuitas sebesar
19,64 persen dibandingkan tahun dasar. Kenaikan disebabkan meningkatnya saldo laba ditahan. Pada tahun ini saldo laba ditahan
meningkat menjadi positif dari tahun 2005 sebesar -41.564 juta Rupiah menjadi 177.400 juta Rupiah pada tahun 2006. Tahun 2007
nilai ekuitas terus mengalami kenaikan sebesar 105,79 persen dibanding tahun sebelumnya atau sebesar 86,15 persen dibanding
tahun 2006. Peningkatan ini karena meningkatnya saldo laba ditahan dan penerbitan saham baru menyusul dikonversikannya surat
hutang wajib konversi pada bulan oktober 2007. Pada tahun 2008 kenaikan persentasi jumlah ekuitas juga
terjadi sebesar 184.20 persen dibanding tahun dasar atau meningkat sebesar 78.41 persen. Kenaikan pada tahun 2008 disebabkan
meningkatnya saldo laba di tahan, dari 741.434 juta Rupiah pada 2007 menjadi 1.657.708 juta Rupiah pada 2008. Peningkatan ekuitas
terus terjadi sampai tahun 2009. Pada tahun 2009, kenaikan ekuitas
adalah sebesar 228.99 persen dibanding tahun dasar, sedangkan meningkat dari tahun 2008 sebesar 54,79 persen. Peningkatan
disebabkan meningkatnya tambahan modal disetor dari 888.069 juta Rupiah pada tahun 2008 menjadi 1.030.312 juta Rupiah pada tahun
2009. Selain itu menambahan saldo laba ditahan meningkat sebesar 24,92 persen dibanding tahun 2008.
2. Trend Laporan Laba Rugi