61
Gambar 4.3 Tingkat Kinerja Guru Data penelitian 2011
Pada siklus I kinerja guru digolongkan ke dalam kategori cukup dengan persentase 48,23, sementara siklus II kinerja guru digolongkan
menjadi kategori baik dengan persentase 64,70 lampiran 26 dan 27. Skor hasil pengamatan kinerja guru selama proses pembelajaran
yang berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran Team Assisted Individualization
mengalami peningkatan yang lebih besar meningkat dari siklus I hingga siklus II sebesar 34,23. Analisis secara
keseluruhan terdapat pada lampiran 28.
B. Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian tindakan kelas ini didasarkan atas hasil pengamatan yang dilanjutkan dengan kegiatan evaluasi dan refleksi pada setiap
siklus. Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I dan II menunjukkan bahwa pembelajaran sejarah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Team
62
Assisted Individualization mengalami peningkatan, baik dari segi hasil belajar
siswa, keaktifan siswa maupun kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan evaluasi dan refleksi pada akhir siklus I menunjukkan
tindakan yang diberikan telah mampu meningkatkan hasil belajar, keaktifan siswa, dan kinerja guru dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Team
Assisted Individualization . Akan tetapi, hasil belajar dan penilaian keaktifan yang
diperoleh belum memenuhi indikator yang telah ditetapkan. Model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization merupakan
model pembelajaran kooperatif dengan penggunaan bauran empat anggota yang berbeda dan member sertifikat untuk tim dengan kinerja terbaik, Team Assisted
Individualization menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran
individual. Slavin, 2010: 14. Dalam model pembelajaran Team Assisted Individualization
, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil 4 sampai 5 peserta didik yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan
secara individu bagi siswa yang memerlukannya. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerja sama dalam suatu kelompok. Kerja kelompok
inilah yang meningkatkan interaksi antar siswa melalui kegiatan mengemukakan pendapat atau ide, mengajukan pertanyaan. Peserta didik diajari menjadi
pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja sama, menghargai pendapat
teman lain, dan sebagainya. Salah satu dari ciri pembelajaran kooperatif adalah kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil yang heterogen.
Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara. Sehingga
63
peserta didik yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian, peserta didik yang pandai dapat
mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya, sedangkan peserta didik yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam
kelompok tersebut. Oleh karena itu, diakhir pelaksanaan pembelajaran siswa diharapkan mampu memahami materi mengenai revolusi industri.
Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi pada siklus I dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan model tersebut dapat meningkatkan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran meskipun belum mencapai hasil optimal. Dari hasil observasi pengamatan keaktifan siswa baru mencapai 56
dengan kategori penilaian cukup aktif .
Siswa masih merasa malu untuk mengajukan pertanyaan atau mengemukakan pendapat, sehingga lebih banyak
siswa yang diam. Beberapa siswa yang berani mengajukan pertanyaan meskipun pertanyaan yang diajukan kurang relevan dengan materi pembelajaran.
Aspek kerja sama siswa saat kelompok belum optimal, kegiatan diskusi masih didominasi oleh individu. Kegiatan dalam kelompok belum menekankan
aspek team work, sehingga ada sebagian siswa yang bermain dan bergurau sendiri. Kegiatan dan keaktifan siswa belajar yang kurang optimal ini disebabkan karena
siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran Team Assisted Individualization yang baru pertama kali diterapkan pada pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 4
SMA Negeri 2 Bae Kudus. Dari latar belakang tersebut kemudian peneliti melanjutkan pembelajaran siklus II.
64
Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa siklus II diperoleh persentase tingkat keaktifan siswa meningkat menjadi 90 dengan keriteria penilaian sangat
aktif. Berdasarkan pengamatan pada siklus II siswa lebih aktif mengikuti proses pembelajaran di kelas. Semakin banyak jumlah siswa yang mengajukan
pertanyaan. Pelaksanaan diskusi semakin kondusif dan tertib. Pertanyaan yang diajukan siswa mulai relevan dengan materi pembelajaran. Siswa semakin berani
menyampaikan pendapat atau ide selama diskusi. Pada siklus II, siswa mampu mengumpulkan berbagai sumber, fakta, dan data dari berbagai sumber belajar ada.
Saat mempresentasikan hasil diskusi siswa telah menampakkan sikap lebih percaya diri. Apresiasi siswa terhadap perwakilan kelompok yang sedang
mempersentasikan hasil diskusi lebih meningkat dengan mendengarkan penjelasan siswa secara serius.
Hasil penilaian observasi kinerja guru selama proses pembelajaran siklus I guru terlihat masih mengalami kesulitan dalam penerapan model pembelajaran
koopertif tipe Team Assisted Individualization. Kinerja guru pada siklus I mencapai 48,23 dengan kategori kinerja cukup, hal ini menunjukkan
pembelajaran yang berlangsung termasuk dalam kriteria cukup baik. Oleh karena itu, kinerja guru pada siklus I perlu diberikan perbaikan pada siklus berikutnya.
Ada beberapa hambatan yang dialami guru selama pelaksanaan pembelajaran antara lain guru mengalami kesulitan untuk mengkoordinir siswa dalam
kelompok. Guru masih menghabiskan waktu untuk mengkoordinir siswa dalam kelompok. Guru juga kurang dapat merangsang siswa untuk mengajukan
pengajuan atau mengemukakan pendapat. Siklus ke II, hasil observasi kinerja
65
guru menunjukkan peningkatan menjadi 64,70 dengan kategori kinerja guru baik. Guru sudah lebih memahami dalam menerapkan model pembelajaran
tersebut yang telah dilaksanakan pada siklus I. Hasil observasi siklus II menunjukkan kinerja guru termasuk dalam kriteria baik.
Keseluruhan proses pembelajaran pada siklus I dan II berlangsung baik. Hal tersebut didukung oleh peningkatan keaktifan siswa dan kinerja guru sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa. Berdasarkan hasil tes evaluasi siklus I tampak adanya peningkatan nilai rata-rata kelas dari sebelum
menggunakan model pembelajaran Team Assisted Individualization diterapkan yaitu dari 69,62 menjadi 73,08. Hal ini juga diikuti dengan meningkatnya
ketuntasan belajar klasikal yaitu dari 66,67 menjadi 82,05. Hasil belajar tes evaluasi siklus I dapat diketahui adanya peningkatan
dibanding sebelum dilaksanakan dengan model pembelajaran Team Assisted Individualization
, tetapi ketuntasan belajar siklus I yang hanya mencapai 66,67 belum memenuhi kriteria indikator keberhasilan ketuntasan klasikal yang telah
ditetapkan yaitu 75 siswa belajar tuntas sehingga perlu perbaikan pada siklus berikutnya. Hasil belajar tes evaluasi siswa yang diperoleh pada siklus II
meningkat, hal ini dapat diketahui dari nilai rata-rata kelas siklus I sebesar 69,62 meningkat menjadi 73,08 pada siklus II. Persentase ketuntasan belajar juga
meningkat dari presentase ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 66,67 meningkat menjadi 82,05 pada siklus II.
Berdasarkan hasil observasi dan refleksi keaktifan siswa mengalami peningkatan dari siklus I hingga siklus II. Keaktifan siswa mengalami peningkatan
66
berdasarkan setiap indikator yang telah ditentukan. Pada siklus I persentase keaktifan siswa mencapai skor 56 . Kemudian, pada siklus II keaktifan siswa
digolongkan menjadi kategori sangat baik dengan skor 90. Sedangkan, berdasarkan setiap indikator peningkatan keaktifan siswa mengalami peningkatan
dari siklus I hingga siklus II. Pada siklus I kemampuan memperhatikan penjelasan guru dan teman memperoleh skor persentase sebesar 48,71 menjadi
71,79; menulis materi penting memperoleh sebesar 56,41 menjadi 82,05; kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompok 46,15 menjadi 64,10;
kemampuan siswa mengemukakan pendapat 17,95 menjadi 43,59; kemampuan siswa mengemukakan pertanyaan pada saat diskusi dari 33,33
menjadi 53,86; kemampuan siswa menyelesaikan masalah 43,59 menjadi 58,97; kemampuan menjawab pertanyaan dari kelompok lain 30,77 menjadi
61,54; kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan dari materi yang telah disampaikan oleh guru 25,64 menjadi 25,64 menjadi 48,72; hadir saat
kegiatan evaluasi berlangsung 100 menjadi 100; kemampuan siswa dalam mengerjakan soal evaluasi 66,67 menjadi 82,05.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan mengenai proses pembelajaran sejarah dengan menggunakan model pembelajaran Team Assisted
Individualization dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa kelas XI
IPS 4 SMA Negeri 2 Bae Kudus. Model pembelajaran Team Assisted Individualization
dapat meningkatkan keaktifan siswa melalui kerja sama dalam kelompok saat diskusi berlangsung. Siswa juga berani mengajukan pendapat dan
pertanyaan saat mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Oleh karena itu,
67
penelitian ini dapat memberikan alternatif model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization.
68
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan observasi, penelitian, pembahasan, dan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah melalui model pembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualization dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS 4 SMA N 2 Bae Kudus.
Keaktifan siswa pada siklus I dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization mengalami peningkatan. Siklus I
keaktifan siswa termasuk dalam kategori cukup aktif dengan persentase sebesar 56. Keaktifan siswa pada siklus II mengalami peningkatan dan termasuk dalam
kategori aktif dengan persentase 90. Persentase kenaikan keaktifan siswa dari siklus I hingga siklus II sebesar 60,70.
Hasil belajar siswa sebelum diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization diperoleh nilai rata-rata kelas 68,77 dengan
persentase ketuntasan klasikal sebesar 43,60. Pada siklus I setelah diadakan penelitian tindakan kelas melalui model pembelajaran koperatif tipe Team
Assisted Individualization diperoleh nilai rata-rata 69,62 dengan persentase
ketuntasan klasikal 66,67. Pada siklus I nilai rata-rata dan ketuntasan belajar klasikal sudah meningkat, tetapi belum mencapai indikator keberhasilan.
Selanjutnya diadakan siklus II dan diperoleh data yaitu nilai rata-rata kelas sebesar 73,08 dengan ketuntasan klasikal mencapai 82,05. Pada siklus II terjadi