4 sikap tidak putus asa; 5 sikap tidak berprasangka; 6 sikap mawas diri; 7 sikap bertanggungjawab; 8 sikap berpikir bebas; dan 9 sikap kedisiplinan diri.
d. IPA sebagai Teknologi
Selama tahun 1980-an IPA ditekankan pada penyiapan siswa untuk menghadapi dunia modern. Perkembangan teknologi yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari menjadi bagian penting dari belajar. Penerapan IPA dalam penyelesaian masalah dunia nyata tercantum pada kurikulum baru. Pada
kurikulum tersebut siswa terlibat dalam mengidentifikasi masalah dunia nyata dan merumuskan alternatif penyelesainnya dengan menggunakan teknologi.
Pengalaman ini membentuk pemahaman peranan IPA dalam perkembangan teknologi, bersifat praktis sebagai bekal yang berguna dalam
kehidupan sehari-hari. Siswa terlibat dalam pembelajaran yang berkaitan dengan masalah kehidupan sehari-hari dan juga memahami dampak dan teknologi pada
masyarakat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA dapat
dideskripsikan sebagai produk, proses, sikap, dan teknologi. Komponen –
komponen harus mendapat perhatian guru guna menentukan apa yang harus dipelajari siswa. Anak harus diberi kesempatan untuk mengidentifikasikan dan
menyelesaikan masalah dunia nyata melalui pengalaman dalam diri siswa.
2.1.5 Pembelajaran IPA di SD
Pembelajaran IPA di SD hampir sama mata pelajaran lain, hanya lebih melibatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Proses pembelajaran disesuaikan
perkembangan kognitif siswa sekolah dasar.
Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan dalam hal ini masa depan kehidupan anak yang ditentukan orangtua. Oleh karenanya, sekolah
mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan datang. Menurut Oemar Hamalik 2008:25, pembelajaran merupakan suatu
proses penyampaian pengetahuan, yang dilaksanakan dengan menuangkan pengetahuan kepada siswa. Sependapat Sugandi 2006:77, pendekatan
keterampilan proses menekankan bagaimana siswa belajar mengelola perolehannya untuk dipahami dan dipakai sebagai bekal memenuhi kebutuhan
kehidupan di masyarakat. Adapun tujuan pembelajaran IPA dalam KTSP dapat dicapai jika:
1 mencakup empat komponen, 2 menerapkan keterampilan proses, dan 3 menerapkan model kooperatif TGT. Model pembelajaran pembelajaran kooperatif
tipe TGT mengandung unsur permainan, kerjasama, dan persaingan positif, sehingga guru lebih variatif, siswa antusias, tidak bosan, membantu menguasai
materi dan mencapai tujuan pembelajaran.
2.1.6 Pembelajaran Kooperatif
Kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan masalah. Pendapat Slavin dalam Siregar, 2010:114,
kooperatif adalah pembelajaran yang membantu siswa dalam mendefinisikan struktur motivasi dan organisasi untuk menumbuhkan kemitraan bersifat
kolaboratif collaborative partnership. Sedangkan menurut Isjoni 2010:14 pembelajaran kooperatif merupakan
strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang
tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok saling bekerjasama, saling membantu untuk memahami materi
pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar belum dikatakan selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Berdasarkan uraian model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama kelompok yang dapat memotivasi siswa untuk memecahkan masalah
dari guru melalui diskusi, game, dan turnamen. Beberapa model pembelajaran kooperatif menurut Isjoni 73-89:
a. STAD Student Teams Achievement Divisions, yaitu tipe kooperatif yang
menekankan pada aktivitas dan interaksi antar siswa untuk saling memotivasi dan membantu menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi maksimal.
Pada proses pembelajaran tipe STAD memiliki lima tahapan meliputi: 1 penyajian materi 2 kegiatan kelompok 3 tes individual 4 penghitungan
skor perkembangan individu 5 pemberian penghargaan kelompok. b.
Jigsaw, yaitu mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran untuk
mencapai prestasi
maksimal. Dalam
penyelenggarannya siswa dikelompokkan dalam bentuk kelompok kecil yang dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu.
c. TGT, yaitu salah satu model pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa
tanpa perbedaan status, melibatkan peran aktif siswa sebagai tutor sebaya, mengandung unsur permainan dan reinforcement.
d. Group Investigation GI, yaitu Dalam GI, siswa diberi kontrol dan pilihan
penuh untuk merencanakan apa yang ingin dipelajari dan di investigasi.
Siswa ditempatkan dalam kelompok kecil untuk berdiskusi dan menentukan informasi yang akan dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, menelitinya,
dan menyajikan hasil penelitiannya di depan kelas. e.
Rotation Trio Exchange, yaitu kelas di bagi dalam beberapa kelompok yang terdiri 3 siswa, kelas ditata sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok
lainnya di kiri dan kanannya, berikan pada setiap trio tersebut pertanyaan yang sama untuk didiskusikan. Setelah selesai berilah nomor 0, 1, dan 2,
kemudian perintahkan nomor 1 berpindah seraha jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap ditempat, ini akan mengakibatkan timbulnya trio baru. Berikan
pertanyaan baru untuk didiskusikan trio baru tersebut, tambahkan sedikit tingkat kesulitan.
f. Group Resume, yaitu menjadikan interaksi antar siswa lebih baik, kelas
dibagi ke dalam kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri 3 –6 siswa.
Berikan penekanan bahwa mereka adalah kelompok yang bagus, baik, berbakat atau kemampuannya di kelas. Biarkan kelompok-kelompok tersebut
membuat kesimpulan yang didalamnya terdapat data-data latar belakang pendidikan, pengetahuan akan isi kelas, kelompok kerja, keterampilan, hobi,
bakat, dan lain-lain, kemudian setiap kelompok mempresentasikan kesimpulan kelompok mereka.
Dari model-model pembelajaran kooperatif, peneliti memilih model kooperatif TGT karena mengandung unsur permainan, kerjasama, dan persaingan
positif, sehingga guru lebih variatif, siswa antusias, tidak mudah bosan, membantu menguasai materi dan meningkatkan pencapaian belajar.
2.1.7 Model Kooperatif Tipe Team Game Tournament TGT