Kedelai Hitam Kualitas Koji

33 Setiap tahapan proses memiliki fungsinya masing-masing dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas filtrat moromi. Adapun hal-hal yang mempengaruhi kualitas filtrat adalah sebagai berikut :

A. Bahan Baku dan Persiapan

1. Kedelai Hitam

Tahap awal pembuatan filtrat moromi adalah persiapan bahan baku. Proses persiapan bahan baku terdiri dari dua tahap, yaitu pencucian sekaligus perendaman dan pemasakan. Proses perendaman dan pemasakan memiliki tujuan yang sama, yaitu meningkatkan volume kedelai sehingga memperluas permukaan kedelai untuk ditumbuhi kapang dan menjadikan kualitas koji semakin baik. Kisaran peningkatan volume kedelai dapat dideskripsikan dengan peningkatan kadar air kedelai pada setiap prosesnya yang ditampilkan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Hasil Analisis Kadar Air Kedelai Proses Kadar Air Sebelum Pencucian 6,10 - 10,36 Sesudah Pencucian 20,09 - 22,42 Setelah Pemasakan 44,55 - 56,38 Berdasarkan hasil Analisis kadar air kedelai pada Tabel 6, ditunjukkan bahwa setiap proses mengalami peningkatan kadar air kedelai hingga sekitar 200. Peningkatan kadar air diimbangi dengan peningkatan volume kedelai. Peningkatan volume memberikan pengaruh terhadap kualitas produk, khususnya fermentasi koji. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas koji adalah luas permukaan substrat kedelai yang menyebabkan pertumbuhan kapang semakin besar. Semakin banyak kapang yang tumbuh pada substrat maka enzim amilase dan protease yang dihasilkan akan semakin banyak. Kemudian, kedua jenis enzim ini memecah kandungan gizi terutama protein, karbohidrat dan lemak dalam kedelai 34 menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana yang dapat digunakan pada proses fermentasi berikutnya fermentasi moromi.

2. Kualitas Koji

Menurut Junaidi 1987, beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan koji adalah kadar air kedelai, pH, kelembaban ruang, suhu dan aerasi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses fermentasi koji dilakukan dengan dua metode, yaitu koji modern dan koji tradisional. Fermentasi koji modern dilakukan selama dua hari dengan menggunakan ruangan fermentasi bioreaktor besar yang kondisi lingkungannya disesuaikan terutama suhu, RH dan ketersediaan oksigen sehingga kapang dapat tumbuh dengan optimal, sedangkan fermentasi koji tradisional dilakukan selama empat hari dengan menggunakan tampah yang disimpan pada rak-rak dengan suasana fermentasi tergantung pada kondisi lingkungan yang lembab dan suhu ruang. Tabel 7 berikut ini menunjukkan nilai rata-rata persentase kadar air dan pH koji modern dan koji tradisional pada pengadukan 1, 2 dan 3 yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yaitu jam ke 0 sesaat setelah starter dicampurkan dengan kedelai yang telah masak dan kondisi suhu berkisar antara 35-40°C. Hasil keseluruhan analisis kadar air dan pH untuk kedua jenis koji dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 7. Hasil Analisis Rata-rata Kadar Air dan pH Koji Pengadukan Kadar Air pH jam ke- Koji modern Koji tradisional Koji modern Koji tradisional 38,5 37,8 6,14 6,58 16 36,9 31,4 6,14 6,75 24 30,6 22,7 6,45 6,97 Berdasarkan hasil analisis di atas, pengadukan koji yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu memberikan pengaruh terhadap hasil analisis kadar air dan pH koji. Secara umum, kadar air koji mengalami penurunan sedangkan nilai pH mengalami peningkatan seiring dengan lamanya 35 fermentasi. Hal ini terjadi sebagai salah satu dampak dari pengadukan karena pengadukan merupakan salah satu cara untuk homogenisasi dan melakukan aerasi selama proses fermentasi koji. Kadar air yang dihasilkan pada koji tradisional lebih rendah dibandingkan dengan koji modern. Hal ini diduga karena kelembaban udara dalam ruang penyimpanan koji tradisional lebih rendah dibandingkan dengan koji modern sehingga kandungan air yang dihasilkan menjadi lebih rendah pula. Menurut Narahara et al. 1984 dan Nakadai dan Nasuno 1988 di dalam Wood 1994, kandungan air media berperan penting dalam produksi sel dan enzim selama fermentasi koji berlangsung. Pada fermentasi koji, kandungan air juga berperan dalam pencegahan kontaminasi bakteri dan khamir Yokotsuka 1988 di dalam Wood 1994. Menurut Battaglino et al. 1991 di dalam Wood 1994, kandungan air untuk produksi maksimal protease adalah berkisar pada selang 35 sampai 40. Kandungan air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kontaminasi oleh bakteri pembusuk sehingga menghasilkan koji dengan aroma yang tidak sedap dan berpengaruh terhadap kualitas moromi terutama dari segi penilaian organoleptik warna dan aroma. Maka dari itu, kadar air pada kedua jenis koji diatas dipertahankan hingga di bawah 40. Pada proses fermentasi koji, enzim yang paling berperan adalah amilase dan protease. Menurut Njoku 1989 di dalam Wood 1994, secara umum, protease kapang yang diproduksi selama fermentasi koji terbagi ke dalam tiga kelompok utama, yaitu protease asam, netral dan basa, sedangkan menurut Flegel 1988 di dalam Wood 1994, diantara ketiga kelompok enzim tersebut, kelompok protease yang paling penting dalam fermentasi koji adalah kelompok protease netral dan basa. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7, nilai pH baik pada koji tradisional maupun koji modern berada pada kondisi netral, yaitu nilai pH berkisar antara 6 sampai 7. Semakin lama fermentasi maka nilai pH yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh protease netral 36 dan basa yang semakin meningkat sehingga produk hasil proteolitik juga meningkat. Kualitas koji dapat dilihat dengan penilaian organoleptik terhadap aroma dan warna, terutama pada pertumbuhan kapang. Pada umumnya, jenis kapang yang digunakan untuk fermentasi koji adalah Aspergillus oryzae atau sojae. Berdasarkan hasil analisis visual koji modern dan koji tradisional secara umum menunjukkan bahwa koji modern menghasilkan warna putih kehijauan, sedangkan koji tradisional menghasilkan warna hijau kekuningan dengan aroma lebih baik daripada koji modern. Menurut Hesseltine dan Wang 1978 di dalam Steinkraus 1983, koji yang berkualitas tinggi adalah yang berwarna hijau tua, aromanya menyenangkan, aktivitas amilase tinggi, jumlah bakteri yang rendah, populasi ragi yang tinggi, pertumbuhan kapang yang pesat serta rasa yang agak manis dan agak pahit, seperti terlihat pada Gambar 4 berikut ini : Gambar 4. Koji Tradisional Berwarna Hijau Kekuningan Berdasarkan hasil ketiga jenis analisis koji kadar air, pH dan visual di atas, kualitas koji tradisional lebih baik daripada koji modern. Selain faktor lingkungan dan jenis mikroorganisme yang digunakan, faktor lain yang juga memberikan pengaruh terhadap kualitas adalah waktu fermentasi. Koji tradisional membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan fermentasi sehingga kapang lebih banyak bekerja dan menghasilkan komponen-komponen yang menguntungkan. 37

B. Proses Fermentasi Moromi