1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini telah disadari oleh banyak pihak bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting untuk perkembangan anak. Pemerintah, lembaga maupun
orang tua sangat memperhatikan dan mendukung terciptanya pendidikan anak usia dini yang sesuai untuk proses perkembangan anak. Pendidikan anak usia dini
menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berkaitan dengan pendidikan anak usia dini tertulis pada pasal 1 ayat 14
menyebutkan bahwa: Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun mengalami masa golden ages
yang merupakan masa paling penting dimana anak dapat menerima segala rangsangan yang diperoleh dari lingkungan. Pendidik, orang tua maupun orang
yang berada di sekitar anak dapat memberikan rangsangan yang sesuai dengan perkembangan anak, agar mampu memiliki kemampuan akademik dan
kepribadian yang baik dalam bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang selalu membutuhkan orang lain, namun seseorang tidak dapat hidup
dengan selalu bergantung pada orang lain. Anak perlu dilatih agar dapat memiliki keterampilan hidup untuk mengurus diri sendiri dan menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi.
2
Pemberian rangsangan kepada anak disesuaikan dengan kemampuan anak dan mencakup seluruh aspek perkembangan anak. Martini Jamaris 2006: 150
mengatakan rumpun pengembangan anak usia dini meliputi: 1 pengembangan fisik koordinasi motorik halus dan kasar; 2 pengembangan kognitif; 3
pengembangan sosioemosional sikap, perilaku, moral dan agama; 4 pengembangan bahasa dan komunikasi; dan 5 pengembangan multiple
intelligences. Kelima aspek pada anak usia dini perlu dikembangkan, salah satunya
adalah aspek sosioemosional. Aspek sosioemosional merupakan aspek yang mencakup perkembangan sosial dan perkembangan emosional. Menurut Hurlock,
perkembangan sosial mengarah pada kemampuan kerja sama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ketergantungan,
sikap ramah, meniru dan perilaku kelekatan Ali Nugraha dan Yeni Rachmawati, 2005: 2.13. Menurut Peter Salovey dan John Mayer, perkembangan emosional
mengarah pada kemampuan empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai,
kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat Shapiro, 1997: 5. Perkembangan sosial dan
perkembangan emosional merupakan perkembangan yang saling berkaitan. Diantara kemampuan yang terdapat dalam aspek sosioemosional salah satu
kemampuan yang perlu ditanamkan dalam pendidikan anak usia dini adalah kemampuan kemandirian.
Mar’atun Shalihah 2010: 75 menyatakan kemandirian merupakan kemampuan dalam diri anak untuk bisa menyelesaikan
masalahnya sendiri. Kemandirian akan berguna untuk mengurus diri dalam
3
kehidupan sehari-hari serta menyelesaikan tugas yang diberikan kepada anak. Kemandirian perlu ditanamkan sejak dini, termasuk pada anak Kelompok
Bermain agar anak memiliki kemampuan untuk melakukan tanggung jawabnya. Kemampuan yang dimiliki anak Kelompok Bermain yaitu mampu untuk buang air
kecil atau air besar, membereskan barang milik sendiri, mandi, mengenakan pakaian, mengenakan sepatu, merapikan rambut dan menyelesaikan tugas sekolah
Anita Lie dan Sarah Prasasti, 2004: 25. Pada saat ini telah banyak bermunculan lembaga pendidikan anak usia dini
yang mempunyai kelebihan dan kekurangan yang beragam. Peneliti telah melakukan pengamatan pada tiga lembaga pendidikan anak usia dini yang berada
di beberapa wilayah. Menurut pengamatan ketika kegiatan berlangsung terlihat pendidik terlalu mudah memberikan bantuan pada anak untuk menyelesaikan
tugasnya. Dalam kegiatan terdapat orang tua masih menunggu di dalam kelas untuk mendampingi dan membantu menyelesaikan tugas yang diberikan kepada
anak. Hal tersebut terlihat berbeda dengan anak-anak Kelompok Bermain di
KinderStation yang tampak sangat mandiri dalam kegiatan maupun kemampuan mengurus diri sendiri. Terdapat delapan anak di Kelompok Bermain
KinderStation yang secara umum terlihat mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, melakukan toilet training secara mandiri,
makan sendiri dan membawa barang miliknya seperti tas, tempat makan dan botol minuman. Ketika pendidik mengajak anak-anak membersihkan ruang kelas untuk
menanamkan kemandirian, anak-anak Kelompok Bermain melakukan kegiatan membersihkan ruang kelas secara bersama-sama. Nanda dapat membersihkan
4
lantai dengan menyapu dan membuang sampah ke tempat sampah. Chelsea dapat membersihkan meja dengan peralatan yang telah disediakan. Anak-anak
Kelompok Bermain di KinderStation terlihat sangat mandiri dalam berbagai kegiatan. Raya salah satu anak yang terlihat menonjol telah mampu untuk
mencuci tangan dengan benar, memakai sepatu, membawa minumannya, membawa tas, pergi ke kamar mandi sendiri, mengelap meja, membuka dan
menutup resleting serta mampu membagikan snack untuk teman-temannya. Pada saat kegiatan ketika mendapatkan tugas dari pendidik, Raya dapat mempersiapkan
media yang dibutuhkan seperti membuka buku pada halaman yang akan dikerjakan. Raya mampu untuk mengambil sendiri benda yang dibutuhkannya
pada saat itu. Ketika istirahat Raya bermain dan membaca buku setelah istirahat selesai Raya mampu untuk membereskan benda-benda yang telah selesai
digunakan. Proses penanaman kemandirian pada anak Kelompok Bermain di
KinderStation menarik untuk diketahui. Peneliti ingin menggali lebih mendalam tentang strategi seorang pendidik dalam menanamkan sikap kemandirian dan
membentuk anak didik menjadi mandiri dalam segala kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan di kelas maupun kegiatan di luar kelas.
Dari uraian tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Penanaman Kemandirian Pada Anak Kelompok Bermain di KinderStation
Maguwoharjo Sleman Yogyakarta”. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui proses penanaman kemandirian pada anak Kelompok Bermain yang sesuai dengan
kemampuan dan perkembangan anak.
5
B. Identifikasi Masalah