Gambaran Penerapan Program Behavior Based Safety

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Penerapan Program Behavior Based Safety

Penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di sebuah perusahaan melibatkan semua karyawan baik dalam jabatan tertinggi maupun terendah. Salah satu program K3 di PT. Chevron Pasific Indonesia ialah program behavior based safety yang telah dicanangkan sejak tahun 2006. Tujuan program BBS ini adalah mengajak keterlibatan semua pihak untuk saling mengobservasi dan memberi masukan terhadap perilaku sesama karyawan yang memungkinkan untuk menimbulkan risiko serta demi mencapai cita-cita utama perusahaan, yaitu Zero Accident . Untuk menilai kinerja hasil observasi dan masukan karyawan tersebut serta perkembangan program BBS di perusahaan, maka setiap karyawan diwajibkan untuk membuat laporan yang dikumpul setiap bulannya. Hasil pengisian kuesioner bagian satu pada pertanyaan nomor 8 mendapatkan jawaban “TIDAK” terbanyak dari seluruh pertanyaan mengenai penerapan program BBS di Departemen Hydcrocarbon Transportation HCT Distrik Minas. Terdapat 14 46,7 karyawan dari pertanyaan nomor 8 yang sama sekali tidak pernah mendapatkan penghargaan BBS. Perusahaan selalu mencapai target perusahaan dalam laporan mengenai program BBS dan bahkan melampui target. Diketahui bahwa terdapat lebih dari separuh responden n = 30 yang telah memiliki masa kerja lebih dari 20 tahun dan 14 diantara mereka tidak pernah mendapatkan penghargaan BBS. Steve Jacobs dalam Gunawan dan Martowiyoto 2015 menyatakan bahwa antecedents berpengaruh lebih kecil, yaitu 20 daripada consequence yang 68 Universitas Sumatera Utara berbobot sekitar 80, yang akan mempertahankan perilaku secara berkelanjutan serta meningkatkan produktivitas kerja. Bentuk dari dampak consequence dalam penelitian penerapan program BBS ini berupa sebuah penghargaan yang diberikan kepada karyawan dari hasil kinerja dalam melaksanakan proses progam BBS dengan baik. Sementara bentuk dari penggerak antecedents ialah faktor dari dalam berupa pengetahuan dalam bentuk pelatihan kerja serta faktor dari luar seperti peralatan, lingkungan fisik tempat kerja, lingkungan sosial, budaya organisasi, sistem kerja, dan kepemimpinan. Berdasarkan penelitian dengan kuesioner, terlihat bahwa terdapat 5 16,7 dari total 30 karyawan yang tidak langsung meng-input data BBS ke website perusahaan, yaitu website IBU. Batas pengumpulan data BBS dilakukan di akhir bulan, tepatnya setiap pada tanggal 22 per bulan. Artinya, ada 5 karyawan pernah mengumpulkan data BBS lebih dari tanggal 22. Ada 5 16,7 karyawan yang tidak langsung memasukkan data BBS ke website IBU. Namun, hanya 3 10 karyawan yang tidak selalu mengisi Kartu Observasi BBS sesuai target perusahaan 2 x sebulan. Hal ini jumlahnya berbeda cukup jauh dengan 14 46,7 karyawan yang sama sekali tidak pernah mendapatkan penghargaan BBS. Seluruh responden menjawab “YA” pada pertanyaaan “Apakah Anda selalu menghadiri pelatihan mengenai BBS?”. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh karyawan pada dasarnya telah melewati antecedents faktor dalam, yaitu pelatihan. Seluruh karyawan 100 yang menjabat sebagai steering committee , memberikan pelatihan serta pembinaan BBS kepada pekerja yang membutuhkan. Hal ini dibuktikan dengan tidak satupun steering committee yang menjawab “TIDAK” pada pertanyaan nomor 19, yang berarti seluruh Universitas Sumatera Utara steering committee telah memberikan antecedents faktor dalam, yaitu pelatihan. Jawaban para responden terhadap kuesioner penelitian ini, yaitu pada pertanyaan nomor 8 mengenai penghargaan, memperlihatkan bahwa perusahaan terutama di Departemen HCT Minas belum menciptakan faktor consequence kepada sebagian karyawan. Apabila jumlah karyawan yang menjawab “TIDAK” pada pertanyaan nomor 1 “Apakah Anda selalu mengisi Kartu Observasi BBS sesuai target perusahaan” dan nomor 4 “Apakah Anda langsung memasukkan data BBS ke website” digabungkan, maka hasilnya tidak sebanding dengan jumlah karyawan yang menjawab “TIDAK” pada pertanyaan nomor 8 “Apakah Anda pernah mendapatkan penghargaan BBS”. Artinya, pernyataan Steve Jacobs dalam Gunawan dan Martowiyoto 2015 bahwa antecedents berpengaruh lebih kecil hanya 20 daripada consequence bobot 80, yang akan mempertahankan perilaku secara berkelanjutan serta meningkatkan produktivitas kerja, belum terpenuhi di Departemen Hydrocarbon Transportation Distrik Minas. Namun, penelitian deskriptif belum mampu mencari alasan yang mendalam mengapa hal tersebut dapat terjadi. Penelitian ini memiliki potensi besar dengan jawaban yang berbeda apabila dilakukan secara mendalam atau dengan penelitian analitik. Pada kuesioner bagian satu nomor 6, bahwa ada 2 6,7 responden yang menjawab “TIDAK” pada peryataan “Pekerjaan tidak akan diberikan sanksi apabila tindakan tidak aman diobservsai dan dilaporkan.” Ini artinya, ada 2 diantara 30 karyawan mengakui bahwa ada sanksi yang dikenakan apabila tindakan tidak aman, diobservasi, dan dilaporkan. Diketahui bahwa dalam kartu observasi BBS di PT. CPI terdapat motto “NO NAME, NO BLAME”. Tidak akan ada nama yang dicatat dan tidak akan ada yang disalahkan. Namun, menurut Universitas Sumatera Utara kedua karyawan yang menjawab “TIDAK” pada pertanyaan nomor 6 bagian satu, bahwa sanksi yang dimaksud adalah ketika perbuatan tidak aman terlihat oleh observer yang menjabat sebagai Team Leader, maka ada beberapa Team Leader yang sengaja mencatat secara pribadi nama pekerja yang bekerja secara tidak aman untuk dijadikan sebagai referensi bahwa pekerja tersebut pantas atau tidak untuk dinaikkan jabatannya kelak. Salah satu prosedur dalam melakukan observasi menurut Krause 1990 adalah observer meyakinkan bahwa tidak akan ada nama yang dicatat dan tidak ada tindakan disipliner akan hasil dari pengamatan. Artinya, baik secara pribadi maupun profesional, tidak akan ada nama yang dicatat dan tidak ada tindakan disipliner setelah mengetahui bahwa pekerja melakukan pekerjaan secara tidak aman. Hal ini bertujuan agar pekerja meningkatkan produktivitas dan semangat dalam bekerja untuk waktu berikutnya tanpa ada rasa paksaan atau bersalah. Selain itu, menurut Cooper dalam Tambunan 2015, bahwa hukuman atau sanksi memberikan lebih banyak penekanan pada perilaku yang muncul daripada membangun contoh perilaku yang baru. Ini dapat menyebabkan kegelisahan dan kebencian yang muncul secara negatif pada area tempat kerja. Sanksi harus dipertimbangkan sebagai jalan terakhir, bukan sebagai respon awal. Dalam kuesioner bagian dua mengenai Feedback, bahwa seluruh karyawan 100 menjawab keenam pertanyaan dengan jawaban “YA”. Seluruh karyawan menjalankan proses program BBS dengan baik di tahapan feedback. Itu artinya, komunikasi dua arah sesama karyawan sudah terjalin demi mencapai kesehatan dan keselamatan selama bekerja. Universitas Sumatera Utara Dalam kuesioner bagian ketiga mengenai pelaksanaan tugas steering committee bahwa ada 2 6,7 responden yang menjawab “TIDAK” pada pertanyaan nomor 18, yaitu “Apakah Anda selalu menerima Kartu Observasi BBS dari karyawan tepat pada waktunya?”. Hal ini sejalan dengan hasil jawaban kuesioner pada bagian pertama dari karyawan bukan steering committee yang menjawab pertanyaan nomor 1 dan 5 yang berhubungan dengan pengisian dan pengumpulan kartu BBS. Sementara hanya 1 3,3 responden yang tidak selalu memastikan kartu observasi BBS terkumpul tepat waktu. Selebihnya 29 96,7 responden selalu memastikan kartu observasi BBS terkumpul tepat waktu. Gambar 5.1 Steering Committee Melakukan Meeting Bulanan Menurut McSween 2003 dapat disimpulkan bahwa Steering Committee, atau biasa disebut SC, adalah sebuah tim yang terbentuk dari beberapa karyawan terpilih yang sudah melewati pelatihan sebagai observer dalam program BBS. SC efektifnya terdiri dari 5 hingga 8 orang atau lebih yang merepresentasi departemen masing-masing dimana karyawan bekerja. SC melakukan pertemuan meetings Universitas Sumatera Utara secara regular untuk membincangkan teknik pemecahan masalah dari hasil data laporan BBS dan perencanaan mengenai program keselamatan kerja. Untuk hal ini, Departemen HCT PT. CPI Distrik Minas telah melakukan meeting reguler setiap bulannya, serta membuat laporan rekomendasi serta solusi menyangkut permasalahan perilaku tidak aman dari data-data BBS yang terkumpul di HCT. Beberapa hasil laporan rekomendasi serta solusi hasil meeting steering committee Mei 2016 terdapat pada Gambar 5.2 dan Gambar 5.3. Pihak steering committee juga melakukan perhitungan persentase partisipasi pengumpulan Kartu BBS oleh karyawan ke Website IBU dari bulan Januari sampai dengan April 2016. Dari hasil perhitungan tersebut, didapat bahwa 94 karyawan telah berpartisipasi secara penuh, yaitu mengumpulkan minimal 2 kartu BBS setiap akhir bulan. Lampiran terkait terdapat pada Gambar 5.5 dan Gambar 5.6. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.2 Laporan Kartu BBS yang Telah Diolah pada Meeting Bulanan oleh Steering Committee Universitas Sumatera Utara Gambar 5.3 Rekomendasi Solusi oleh Steering Committee untuk Permasalahan Protecting Hands Universitas Sumatera Utara Gambar 5.4 Contoh Hasil Observasi oleh Karyawan pada Website BBS Universitas Sumatera Utara Gambar 5.5 Data Pengumpulan Kartu BBS ke Website IBU Universitas Sumatera Utara Gambar 5.6 Persentase Partisipasi Karyawan dalam Pengumpulan Kartu BBS dari Januari – April 2016 Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN