Apa yang melatar belakangi Republika Penerbit dalam menerbitkan buku

Hamka gitu kalo yang disitu kita hilangkan buku Ayah... kisah-kisah secara personal sebagai penulis jadi disitu kita lebih menonjolkan kisah-kisah Buya Hamkanya tanpa di campuri oleh kisah dari pak Irfan jadi ada beberapa yang kita cut sampe 20 halaman gitu yang menurut kita tentang Irfan Hamka secara personal, misalnya itu dari segi susunan kita ubah gitu kan dari daftar isi kan beda gitu dan ada beberapa yang kita tambahkan, misalmnya tentang nasihat ayah yang dibuku lama tidak ada pun dengan foto-foto kita lebih fokus ke Buya Hamkanya aja, nah itu kita butuh . tapi dari sisi data kita harus akui bahwa kan Irfan Hamka usianya sekarang skitar 71 waktu menulis skitar usia 68 an dari usia seperti itu beliau masih ingat peristiwa-peritiwa ketika usianya 5 tahun. Kira-kira begitu prosesnya. 3. Termasuk kedalam kategori jenis apa, buku Ayah… ini ? Jawab: Buku biografi, dengan gaya novel, kalo dalam genre buku itu kan disebutnya memoar tapi memoarnya yang ditulis oleh orang terdekat, kategorinya memoar, lebih tepatnya biografi hanya saja eee... penyajiannya dengan pendekatan novel. 4. Apa tujuan penerbitan buku Ayah… tersebut ? Jawab: Ya itu tadi yang kembali kepada soal bahwa kita ingin kembali memperkenalkan seorang tokoh yang eee... pernah hadir di Indonesia eee... beliau tidak lulus satu pun pendidikan formal tapi mendapat gelar doctor Honoris Causa di 2 universitas, Universitas Al-Azhar dan Universitas Doktor Mustofo Beragama, di Universitas Al-Azhar mungkin, mungkin yah, beliaulah satu-satunya tokoh yang mendapatkan gelar bersama ayahnya di Universitas yang sama. Disini jelas terlihat bagaimana kita ingin menunjukkan soal keteladanan Buya dalam hal eee... beliau eee... apa namanya kegilaanya dalam membaca gitu yah, ada banyak hal teladan soal proses belajar beliau yang pantang menyerah gitu beliau sampai belajar ke Mekkah sendiri yah beliau sendiri beliau hidup disana dengan bekerja, itu belajar itu yang menjadi semangat, trus teladan-teladan beliau yang lain soal eee… ckk… apa namanya, pemaaf yang luar biasa gitu, misalnya cerita dnegan Soekarno, cerita dengan Pramoedi Anantatoer jadi disitu kita bisa melihat teladan Buya dalam hal memaafkan, jadi kita ingin sosok ini menjadi teladan dotengah eee… sepinya eee… masyarakat Indopnesia dari tokoh-tokoh yang bisa dijadikan idola, ditengah-tengah eee… sepinya kita mendaptkan tokoh-tokoh yang bisa dijadikan idola nah kita pingin kita pernah punya kok tokoh yang seperti ini yang berbeda dengan tokoh-tokoh yang sekarang gitu, banyak baik ulamanya maupun politisinya kan kita lihat banyak ustadz yang “komersil” terus eee… politisi yang eee… apa namanya, hubungan secara relationship nya kurang bagus gitu karena mereka bersebrangan karna pilihan politik lah, kita ingin kemudian sosok Buya Hamka ini hadir menjadi panutan. 5. Kenapa buku ini diterbitkan dengan gaya tutur novel ? Jawab: Kita ini berhadapan dengan eee… kita ini eee… jadi kita ini lebih ke konteks nya saja gitu, dalam dunia buku itu ada istilah konten ada istilah konteks, ini kontennya bagus nih buku lama tinggal konteks nya seperti apa, nah ini menurut kita ini kehilangan konteks, konten itu kan bagaimana itu disajikan, kita melihat masyarakat sekarang itu masyarakat yang instan serba ingin mudah serba ingin cepat gitu yah, gak mau pusing-pusing jadi ketika dia baca, dia ingin langsung mnendapatkan sesuatu dari apa yang dia baca nah itu dia konteks masyarakt sekarang seperti itu, lain dengan masyarakat muslim tahun 90 an yang mau diajak berpikir mangkanya buku-buku filsafat, buku-buku pemikiran tahun 90 an kan, nah sekarang berbeda, sekarang masyarakatbnya masyuarakat yang instan meskipun instan tapi tetep masyaraktsekarang butuh konten yang bagus juga, jadi sekarang itu instan dari sisi cara penyajiannya kalo dari sisi penerbit, kalo dari sisi pembaca dari sisi dia menyerapnya, instan dia mendapatkannya tapi isinya harus bagus karena kalo kontennya gak bagus mereka juga gak mau gitu, itulah pilihyannya kenapa kita pakai gaya novel gitu, ini kan kisah yang akan jauh lebih enak yang jauh akan menyentuh sisi human interest nya dengan gaya novel, jadikan inspirasi itu banyak berkaitan dengan human interest eee… sisi kemanusiaan lah itu akan jauh lebih masuk jauh lebih touchfull kalo dengan pendekatan narasi novel gitu, bahkan buku-buku non fiksi pun sekarang menggunakan pendekatan naratif. Tapi dari sisi isi semuanya fakta, kalo novel kan fiksi, ada juga novel yang mencampur adukkan antara fiksi dan fakta kayak lascar pelangi gitu. Kalo ini enggak, mangkanya kita kategorikan sebagai biografi