Anak berusia 1-5 tahun merupakan konsumen pasif, dimana makanan yang dimakan anak hanya sebatas makanan tumbuhan disamping ASI atau tergantung pada
apa yang disediakan oleh orang tuanya yang memang sudah dianggap dapat memenuhi gizi anak, sehingga peranan orang tua dalam menentukan makanan yang
bergizi lengkap dan seimbang. Pada usia ini, rasa ingin tahu anak juga sanga tinggi sehingga para ibu memiliki kesempatan untuk memperkenalkan berbagai jenis
makanan yang beraneka ragam yang dapat dikonsumsi oleh balita. Setelah anak mencapai usia 5 tahun, makanan padat sudah dapat diberikan karena dengan
bertambahnya umur maka kebutuhan zat gizi akan semakin meningkat. Pengetahuan ibu juga sangat diperlukan dalam mengolah makanan untuk anak
balita. Pada masa balita umumnya anak balita mempunyai selera makan yang bergelombang dan cenderung memilih. Mereka lebih cenderung lebih suka memakan
makanan yang disukainya, untuk itu ibu harus pintar berkreasi dalam menyusun menu makanan agar menarik perhatian anak.
Berbagai faktor yang mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada anak balita antara lain sebagai berikut :
1. Keterbatasan penghasilan orang tua keluarga
Universitas Sumatera Utara
Penghasilan keluarga atau orang tua akan menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.
Pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu dalam memilih bahan makanan yang harganya tidak
begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi. Pemanfaatan sumber daya keluarga secara baik dan berdaya guna akan dapat membantu keluarga sehingga keluarga yang
berpenghasilan terbatas mampu menghidangkan makanan yang cukup memenuhi syarat gizi bagi anggota keluarga khususnya bagia anak balita.
2. Kesibukan Orang tua Kesibukan yang terjadi pada orang tua yang ada di desa Batunadua telah
menjadikan anak-anak merkeka kurang perhatian, sebab dalam menafkahi keluarga mereka yang kesehariannya bukanlah seorang pegawai ataupun yang berwiraswasta
serta yang memiliki pendapatan yang tetap telah menjadikan mereka melakukan aktifitas ke sawah yaitu dari jam 07.00 WIB pagi hingga pukul 18.00 WIB sore,
dimana keadaan mereka saat pulang ke rumah sudah dalam kondisi capek dan letih hinga untuk menanyakan apakah anak-anak mereka sudah makan apa belum tidak
akan pernah sempat melainkan mereka langsung menuju kamar untuk istirahat karena dengan melihat keadaan mereka yang sudah keseharian memeras keringat dan telah
menghabiskan tenaga mereka di sawah. 3. Pengetahuan orang tua yang kurang tentang gizi
Orang tua yang rata-rata tamatan SD sudah merupakan salah satu alasan yang pantas untuk mengatakan mereka memiliki keterbatasan untuk mengetahui giji yang
Universitas Sumatera Utara
tepat untuk mereka berikan kepada anak-anaknya disamping waktu mereka yang tidak sempat untuk memperhatikan jadwal makan anak-anaknya. Pengetahuan orang
tua yang kurang tentang gizi sangatlah berpengaruh dalam memberikan asupan kadar gizi yang benar terhadap anak balita. Karena pengetahuan yang mereka miliki
sangatlah terbatas hingga mereka sering mem berikan makanan tambahan ataupun susu yang kadar gizinya rendah dan yang paling murah dan terkadang tidak
memperhatikan tanggal berlakunya barang yang mereka beli. 4. Kondisi ekonomi keluarga yang sulit
Faktor ini cukup banyak mempengaruhi, karena jika anak sudah jarang makan, maka otomatis mereka akan kekurangan gizi, selain karena makanan, anak
kurang gizi bisa juga karena adanya penyakit bawaan yang memaksa anak harus dirawat. Misalnya penyakit jantung dan paru-paru bawaan.
5. Pendapatan keluarga Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik jumlah dan jenis makanan
cenderung untuk membaik juga tetapi mutu makanan tidak selalu membaik Suhardjo dkk, 1986:25. Anak-anak yang tumbuh dalam satu keluarga miskin adalah paling
rentan terhadap kurang gizi dia antara seluruha anggota keluarga dan anak paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga
mempengaruhi keadaan gizi. Dimana dengan pendapatan keluarga harus dapat memenuhi pangan bagi semua anak-anaknya. Sumber pangan keluarga, terutama
mereka yang sangat miskin, akan lebih memenuhi kebutuhan makanannya jika harus diberi makanan dalam jumlah yang kecil. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga
Universitas Sumatera Utara
yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga besar
tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah
makanan Sjahmien Moehji, 2002: 6. Seorang ibu dapat memilih bahan makanan
yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi. Bahan makanan tersebut seperti tempe atau tahu yang mengandung protein dengan harga yang
terjangkau. 6. Praktik Pemberian Makanan
Menurut Dina Agoes Sulistijani dan Maria Poppy Herlianty 2003: 31 semakin bertambah usia anak makin bertambah pula kebutuhan makannya, secara
kuantitas maupun kualitas. Untuk memenuhi kebutuhannya tidak cukup dengan susu saja. Saat berusia 1-2 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa secara
bertahap. Disamping itu anak pada usia 1-2 tahun sudah menjadi masa penyapihan. Anak disebut konsumen pasif karena sangat tergantung pada pengaturan ibunya.
Pengaturan makanan anak usia dibawah lima tahun mencakup aspek pokok yaitu: 1 Pemanfaatan ASI secara tepat dan benar
2 Pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan serta makanan
setelah usia setahun Sjahmien Moehji, 2003: 29. Pola makanan yang diberikan
yaitu menu seimbang sehari-hari, sumber zat tenaga, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur. Jadwal pemberian makanan bagi bayi dan balita adalah :
1. Tiga kali makanan utama pagi, siang, malam
Universitas Sumatera Utara
2. Dua kali makanan selingan di antara dua kali makanan utama. 7. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu
Kesukaan makanan yang berlebihan terhadap jenis makanan tetentu yang disebut sebagai Faddisme makanan, mengakibatkan kurang bervariasinya makanan
dan akan mengakibatkan tubuh tidak memperdulikan semua zat giji yang diperlukan sehingga dapat menyababkan giji buruk pada anak.
8. Adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan Berbagai kebiasaan dengan pantang makan makanan tertentu masih sering
kita jumpai di pedesaan seperti larangan terhadap anak untuk makan telur, ikan ataupun daging hanya berdasarkan kebiasaan yang tidak ada dasarnya dan hanya
diwarisi secara dogmatis turun temurun, padahal anak itu memerlukan bahan makanan seperti itu guna keperluan pertumbuhan tubuhnya .
9. Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu Makanan yang bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan secara terbatas
akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapat menurunkan harkat keluarga. Jenis sayuran seperti,
genjer, daun turi, vitamin A, protein, bahkan daun ubi kayu yang kaya akan zat besi.
10. Jarak kelahiran yang terlalu rapat