Ruri Kartika Puteri : Gambaran Stres Kerja Pada Perawat Shift Malam Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2009, 2010.
mempengaruhi hubungan interpersonal baik dengan rekan kerja maupun dengan pasien.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah tentang gambaran stres kerja pada perawat shift malam
yang bekerja di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran stres kerja pada perawat shift malam yang bekerja di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan tahun 2009.
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui: 1.
Gambaran stres kerja pada perawat shift malam di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan tahun 2009.
2. Faktor karakteristik individu umur, masa kerja, jenis kelamin dan status
perkawinan yang berhubungan dengan stres kerja pada perawat shift malam di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi
Medan tahun 2009. 3.
Faktor lingkungan psikososial beban kerja, hubungan interpersonal, tanggung jawab dan keamanan kerja yang berhubungan dengan stres kerja pada
perawat shift malam di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan tahun 2009.
Ruri Kartika Puteri : Gambaran Stres Kerja Pada Perawat Shift Malam Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2009, 2010.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan pihak Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Pirngadi Medan mengenai stres kerja perawat shift malam untuk bahan pertimbangan dalam membina dan mengembangkan kualitas
dan sumber daya manusia bagi tenaga perawat.
2. Menambah pengetahuan penulis dalam penelitian lapangan.
3. Menjadi masukan bagi yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
Ruri Kartika Puteri : Gambaran Stres Kerja Pada Perawat Shift Malam Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2009, 2010.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stres 2.1.1. Pengertian Stres
Stres adalah suatu respon adaptif, melalui karakteristik individu dan atau proses psikologis secara langsung terhadap tindakan, situasi, dan kejadian
eksternal yang menimbulkan tuntutan khusus baik fisik maupun psikologis yang bersangkutan.
6
Stres menunjuk pada keadaan internal individu yang menghadapi ancaman terhadap kesejahteraan fisik maupun psikisnya. Penekanannya adalah pada
persepsi dan evaluasi individu terhadap stimulus yang memiliki potensi membahayakan bagi dirinya. Sehingga ada perbandingan antara tuntutan yang
menekan individu dan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut. Keadaan yang tidak seimbang dalam mekanisme ini akan meningkatkan respon
stres, bagi fisiologi maupun perilakunya.
6
Stres ialah suatu akibat dari tekanan emosional, rangsangan-rangsangan atau suasana yang merusak, keadaan fisiologis seorang individu. Besar kecilnya
saat yang menegangkan tersebut sebenarnya relatif. Tergantung tinggi rendahnya kedewasaan kepribadian serta bagaimana sudut pandang seseorang dalam
menghadapinya.
7
Dari defenisi stres diatas tampak bahwa stres lebih dianggap sebagai respon individu terhadap tuntutan yang dihadapinya. Tuntutan-tuntutan tersebut
dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu tuntutan internal yang timbul sebagai
Ruri Kartika Puteri : Gambaran Stres Kerja Pada Perawat Shift Malam Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2009, 2010.
tuntutan fisiologis dan tuntutan eksternal yang muncul dalam bentuk fisik dan sosial.
8
2.1.2. Proses Stres
Lazarus dan Launier 1978 dalam Gustiarti mengemukakan tahapan- tahapan proses stres sebagai berikut :
9
1. Stage of Alarm
Individu mengidentifikasikan suatu stimulus yang membahayakan. Hal ini akan meningkatkan kesiapsiagaan dan orientasinya pun terarah kepada stimulus
tersebut. 2.
Stage of Appraisals Individu mulai melakukan penilaian terhadap stimulus yang mengenainya.
Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu tersebut. Tahapan penilaian ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Primary Cognitive Appraisal
Adalah proses mental yang berfungsi mengevaluasi suatu situasi atau stimulus dari sudut implikasinya terhadap individu, yaitu apakah
menguntungkan, merugikan, atau membahayakan individu tersebut. b.
Secondary Cognitive Appraisal Adalah evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki individu dan berbagai
alternatif cara untuk mengatasi situasi tersebut. Proses ini dipengaruhi oleh pengalaman individu pada situasi serupa, persepsi individu terhadap
kemampuan dirinya dan lingkungannya serta berbagai sumber daya pribadi dan lingkungan.
Ruri Kartika Puteri : Gambaran Stres Kerja Pada Perawat Shift Malam Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2009, 2010.
3. Stage of Searching for a Coping Strategy
Konsep ‘coping’ diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengelola tuntutan- tuntutan lingkungan dan tuntutan internal serta mengolah konflik antara berbagai
tuntutan tersebut. Tingkat kekacauan yang dibangkitkan oleh satu stresor akan menurun jika individu memiliki antisipasi tentang cara mengelola atau
menghadapi stresor tersebut, yaitu dengan menerapkan strategi ‘coping’ yang tepat. Strategi yang akan digunakan ini dipengaruhi oleh pengalaman atau
informasi yang dimiliki individu serta konteks situasi dimana stres tersebut berlangsung.
4. Stage of The Stres Response
Pada tahap ini individu mengalami kekacauan emosional yang akut, seperti sedih, cemas, marah, dan panik. Mekanisme pertahanan diri yang
digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi-fungsi kognisi menjadi kurang terorganisasikan dengan baik, dan pola-pola neuroendokrin serta sistem saraf
otonom bekerja terlalu aktif. Reaksi-reaksi seperti ini timbul akibat adanya pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-reaksi untuk menghadapi stres yang
berkepanjangan. Dampak dari keadaan ini adalah bahwa individu mengalami dis organisasi dan kelelahan baik mental maupun fisik.
Disamping membagi stres kedalam tahap-tahap diatas, Lazarus juga membedakan istilah-istilah harm-loss, threat, dan challenge. Harm-loss dan
threat memiliki konotasi negatif. Keduanya dibedakan berdasarkan perspektif waktunya. Harm-loss digunakan untuk menerangkan stres yang timbul akibat
antisipasi terhadap suatu situasi. Baik stres akibat harm-loss maupun threat pada umumnya akan dapat berupa gangguan fisiologis maupun gangguan psikologis.
Ruri Kartika Puteri : Gambaran Stres Kerja Pada Perawat Shift Malam Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2009, 2010.
Di lain pihak, challenge tantangan berkonotasi positif. Artinya stres yang dipicu oleh situasi-situasi yang dipersepsikan sebagai tantangan oleh individu tidak
diubah menjadi strain. Dampaknya terhadap tingkah laku individu, misalnya tampilan kerjanya, justru positif.
9
Dalam peristiwa stres, ada tiga hal yang saling terkait satu sama lainnya yaitu:
6
1. Hal, peristiwa, orang, keadaan, yang menjadi sumber stres stressor
Stressor yang dimaksudkan di sini tentunya yang dirasa mengancam dan merugikan orang yang terkena stres dan dimengerti sebagai rangsangan
stimulus. 2.
Individu yang mengalami stres the stressed Dari segi orang yang mengalami stres, kita dapat memusatkan perhatian pada
tanggapan respon atau orang tersebut terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan orang tersebut terhadap sumber stres dapat
mempengaruhi terhadap psikologis dan fisiologis. Tanggapan ini disebut strain, yaitu tekanan atau ketegangan, yang dapat membuat pola berpikir,
emosi dan perilaku individu tersebut menjadi kacau, malah sampai menyebabkan gangguan fisiologis..
3. Hubungan antara orang yang mengalami stres dengan hal yang menjadi penyebab stres, merupakan proses. Proses ini merupakan pengaruh timbal
balik dan menciptakan usaha penyesuaian atau tepatnya penyeimbangan yang terus menerus antara orang yang mengalami stres dengan keadaan yang penuh
stres tersebut. Proses saling pengaruh dan menyeimbangi ini disebut transaksi.
6
Ruri Kartika Puteri : Gambaran Stres Kerja Pada Perawat Shift Malam Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2009, 2010.
Penilaian terhadap ketidakseimbangan ketidaksepadanan ketidakcocokan dipengaruhi oleh sikap, pengalaman hidup, keluasan pandangan dan kematangan
pribadi seseorang. Sebagai contoh:
6
1. Orang dengan tipe kepribadian A perfeksionis high profile lebih mudah
stres dibandingkan dengan tipe kepribadian B low profile. 2.
Orang dengan tipe kepribadian introvert diam dan suka menyendiri lebih mudah stres dibanding dengan extrovert periang dan pandai bergaul.
3. Pengalaman hidup, orang yang pernah mengalami kegagalan di masa lampau
akan mudah membuatnya menilai kegagalan sebagai hal yang sudah biasa. Tetapi bagi orang yang selalu berhasil, kegagalan dianggap sebagai sumber
stres yang luar biasa. 4.
Orang yang berpandangan sempit lebih mudah terkena stres daripada orang yang berpandangan luas.
5. Orang yang belum dewasa dalam menghadapi perkara, mudah goyah sikap,
pendirian dan arah hidupnya. Sedangkan orang yang berkepribadian dewasa lebih tahan terhadap hal atau keadaan yang menimbulkan stres.
6
2.1.3. Sumber-sumber Stres Kerja
Setiap individu dapat terkena stres. Lama, keseringan serta intensitas stres seseorang individu berbeda dengan individu lainnya. Stres ini menyangkut
individu yang terkena, sumber stres dan transaksi antara keduanya. Oleh karena itu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya stres kerja sumber stres secara
umum, digolongkan menjadi:
6
Ruri Kartika Puteri : Gambaran Stres Kerja Pada Perawat Shift Malam Di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2009, 2010.
a. Dalam diri individu internal source
Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah sebagai
permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres.
10
Terkadang sumber stres ada di dalam diri seseorang. Salah satunya melalui kesakitan. Tingkatan stres yang muncul bergantung pada keadaan rasa sakit dalam
umur individu.
11
Dalam pengamatan pada kehidupan manusia sehari-hari, ternyata pria memiliki kecenderungan yang lebih besar mengalami stres dibandingkan oleh
wanita. Disamping itu, semakin jauh seorang wanita mengerjakan pekerjaan- pekerjaann yang biasa dianggap sebagai pekerjaan kaum pria, semakin besar pula
kecenderungan mengalami stres. Jadi pada dasarnya pria dan wanita mempunyai kecenderungan yang sama untuk mengalami stres, dan dapat ditambahkan bahwa
jenis kesibukan sehari-hari menentukan besarnya kemungkinan mengalami stres. Para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stres lebih
tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya wanita bekerja ini menghambat konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga.
7
b. Luar diri individu external source; lingkungan kerja dan lingkungan psikososial sekitar