Rome Statute of The International Criminal Court ICC
c Perbudakan;
d Deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa;
e Pemenjaraan atau perampasan berat kebebasan fisik lain yang
melanggar aturan dasar hukum internasional; f
Penyiksaan; g
Pemerkosaan, perbudakan seksual, prostitusi, kehamilan paksa, sterilisasi paksa, atau bentuk lain dari kekerasan seksual
yang memiliki titik berat sebanding; h
Persekusi Persecution terhadap kelompok yang diidentifikasi atau secara kolektiv merujuk pada politik, rasial, nasional,
etnis, budaya, agama, jenis kelamin sebagaimana didefinisikan dalam Ayat 3, atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, sehubungan dengan tindakan apapun yang
disebut dalam Ayat ini atau kejahatan dalam yurisdiksi Pengadilan;
100
i Penghilangan paksa orang;
j Kejahatan apartheid;
k Perbuatan tak manusiawi lainnya dengan sifat yang sama
secara sengaja menyebabkan penderitaan, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik. Terjemahan
Penulis
Pasal 7 ayat 1 dari Rome Statute adalah kontribusi yang signifikan terhadap perbaikan hukum pidana internasional, karena hal itu merupakan contoh
pertama dari definisi kejahatan terhadap kemanusiaan yang dikembangkan oleh negosiasi multilateral antara 160 negara.
101
Dimasukkannya tindakan penghilangan paksa dan kejahatan apartheid secara eksplisit mengakui dua jenis
tindakan tidak manusiawi yang menjadi perhatian khusus pada masyarakat internasional. Istilah ini relatif jelas seperti penganiayaan dan tindakan tidak
manusiawi lainnya yang dipertahankan dengan memperjelas dan mempertegas ruang lingkup mereka dalam Ayat 2 dan 3.
102
100
Persekusi Persecution dijelaskan dalam Pasal 7 ayat 2, point g bahwa: Persekusi berarti perampasan secara intentional dan keras dari hak-hak fundamental yang bertentangan
dengan Hukum Internasional dengan alasan dari identitas dan kolektivitas kelompok tertentu.
101
Darryl Robinson, Op.Cit. h.45
102
Ibid
Statuta Roma 1998 memiliki syarat yang lebih lengkap dan rinci dibanding kedua Statuta sebelumnya ICTY dan ICTR. Syarat tersebut
diantaranya: 1.
Luas dan sistematis. Chesterman seperti yang dikutip oleh Tolib, berpendapat bahwa
istilah luas widespread merujuk pada banyaknya jumlah korban, sedangkan istilah sistematis systematiche merujuk pada adanya kebijakan
atau rencan untuk melakukan serangan yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
2. Sebagai bagian dari serangan yang luas dan sistematis.
Perbuatan yang dimaksud sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dalam Pasal 7 Statuta Roma 1998 harus merupakan bagian dari serangan
yang luas dan sistematis. 3.
Dengan pengetahuan terhadap adanya serangan. Istilah “with knowledge of the attack” dalam kalimat “…acts
committed…with knowledge of the attack” mensyaratkan bahwa upaya dikatakan ada terhadap kejahatan kemanusiaan apabila, pelaku yang
melakukan tindakan yang dirinci sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan haruslah mengetahui bahwa di lingkungannya sedang terjadi serangan yang
luas dan sistematis terhadap target kejahatan.
103
Dari ketentuan Pasal 7 ayat 1 dari Rome Statute di atas dapat dilihat bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan tidak saja terjadi dalam masa perang atau pada
103
Tolib Effendi, Op. Cit., h. 110
saat konflik bersenjata tetapi juga dapat terjadi pada masa damai. Pertangggung jawab terhadap kejahatan ini tidak terbatas kepada aparatur negara state actor,
melainkan juga pada pihak yang bukan dari unsur negara non-state actors.