221556934 Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan 1

PENDAHULUAN

anah merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki banyak fungsi dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai pertumbuhan

tanaman, habitat bagi jasad tanah, media bagi kontruksi (rekayasa), sistem daur-ulang bagi unsur hara dan sisa-sisa organik serta sistem bagi pasokan dan penyaringan/penjernihan air. Tanpa tanah, manusia tidak dapat bertahan hidup. Mengingat tanah memainkan peranan sangat penting dalam ekosistem kita, maka kita harus berhati-hati dalam mengelola dan melindunginya dari kerusakan. Setiap tahun beratus-ratus bahkan beribu-ribu ton tanah hilang karena erosi.

Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat diperlukan dalam bidang pertanian dan kehutanan, untuk kajian kelayakan dan perencanaan pada proyek-proyek pengembangan wilayah serta untuk berbagai pekerjaan keteknikan (rekayasa). Menurut Dent dan Young (1991), tujuan utama survei tanah adalah untuk memprediksi lebih banyak serta lebih teliti berbagai tujuan yang lebih spesifik mengenai pengolahan tanah.

Untuk mencapai maksud tersebut, sangatlah perlu menentukan pola tutupan tanah dan membagi pola-pola tersebut ke dalam satuan- satuan yang relatif homogen; memetakan sebaran satuan-satuan tersebut sehingga memungkinkan diprediksinya daerah-daerah tersebut dan menentukan karakteristik satuan peta demikian rupa sehingga dapat di buat pernyataan yang bermanfaat tentang penggunaan lahan potensial dan tanggapannya terhadap perubahan pengelolaan.

Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, di kenal istilah tanah dan lahan yang pengertiannya seringkali rancu. Sesungguhnya pengertian Dalam kaitannya dengan sumber daya alam, di kenal istilah tanah dan lahan yang pengertiannya seringkali rancu. Sesungguhnya pengertian

Menurut FAO (1955), lahan memilki banyak fungsi yaitu ; Fungsi produksi

Sebagai basis bagi berbagai sistem penunjang kehidupan, melalui produksi biomassa yang menyediakan makanan, pakan ternak, serat, bahan kayu bakar dan bahan biotik lainnya bagi manusia, baik secara langsung melalui binatang termasuk budidaya kolam dan tambak ikan.

Fungsi lingkungan biotik Lahan merupakan basis bagi keragaman daratan (terrestrial) yang

menyediakan habitat biologi dan plama nutfah bagi tumbuhan, hewan dan jasad-mikro diatas dan dibawah permukaan tanah.

Fungsi pengatur iklim Lahan dan penggunaannya merupakan sumber (source) dan rosot

(sink) gas rumah kaca dan menetukan neraca energi global berupa pantulan , serapan, dan transformasi dari energi radiasi matahari dan daur hidrologi global.

Fungsi hidrologi Lahan mengatur simpanan dan aliran sumber daya air tanah dan

air permukaan serta mempengaruhi kualitasnya. Fungsi penyimpanan Lahan merupakan gudang (sumber) berbagai bahan mentah dan

mineral untuk di manfaatkan oleh manusia. Fungsi pengendali sampah dan polusi Lahan berfungsi sebagai penerima, penyaring, penyangga, dan

pengubah senyawa-senyawa berbahaya. Fungsi ruang kehidupan Lahan menyediakan sarana fisik untuk tempat tinggal manusia,

Fungsi peninggalan dan penyimpanan Lahan merupakan media untuk menyimpan dan melindungi

benda-benda bersejarah dan sebagai suatu sumber informasi tentang kondisi iklim dan penggunaan lahan masa lalu.

Fungsi penghubung spasial Lahan menyediakan ruang untuk transportasi manusia, masukan

dan produksi serta untuk pemindahan tumbuhan dan binatang antara daerah terpencil dari suatu ekosistem alami.

Kesesuaian lahan untuk berbagai fungsi tersebut sangat beragam di seluruh penjuru bumi. Satuan lansekap, sebagai satuan sumber daya alami, memiliki dinamisme masing-masing tetapi campur tangan manusia mempengaruhi dinamika tersebut secara amat luas dalam ruang dan waktu kualitas lahan bagi satu atau lebih fungsi tersebut dapat di tingkatkan (misalnya melalui tindakan-tindakan pengendali erosi) tetapi seringkali lahan telah atau tengah mengalami degradasi karena tindakan manusia.

Sumber daya tanah oleh sementara kalangan di anggap sebagai sumbe r daya yang termasuk ‘non renewable’ yaitu yang tidak mudah di perbaharui, atau yang jika sekali mengalami kerusakan atau kehilangan akan membutuhkan waktu pemulihan yang relatif lama.

Berdasarkan kenyataan di atas, sangatlah penting untuk meneliti sifat-sifat tanah serta sebarannya sekaligus mengetahui tingkat kesesuaian dan faktor-faktor pembatasnya untuk penggunaan lahan tertentu.

Survei tanah meliputi penelitian dan pengumpulan informasi dalam rangka :

1. Menentukan karakteristik-karakteristik penting dari tanah.

2. Mengklasifikasikan tanah ke dalam satuan taksa sesuai dengan sistem klasifikasi tanah baku.

3. Menentukan dan mendelineasi batas taksa-taksa tanah pada peta.

4. Mengolerasikan dan memprediksi kesesuaian (adaptabilitas) tanah untuk berbagai macam penggunaan, baik di bidang pertanian

Hasil dari survei tanah tersebut dapat di gunakan untuk meemprediksi karakteristik tanah untuk bidang pertanian, kontruksi atau teknik/rekayasa, pariwisata maupun pemanfaatan lainnya, yang lebih di kenal dengan evaluasi lahan.

Evaluasi lahan merupakan proses pendugaan keragaan (performance) lahan apabila lahan digunakan untuk tujuan tertentu

(FAO,1985) atau sebagai “metode yang menjelaskan atau memprediksi kegunaan potensial dari lahan” (van diepen et all.,1991). Apabila potensi

lahan sudah dapat di tentukan, maka perencanaan penggunaan lahan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan yang rasional, paling tidak mengenai apa yang dapat ditawarkan oleh sumber daya lahan tersebut (FAO, 1993). Dengan demikian, evaluasi lahan merupakan alat perencanaan penggunaan lahan lahan yang strategis. Evaluasi lahan memprediksi keragaan lahan mengenai keuntungan yang diharapkan dari penggunaan lahan dan kendala penggunaan lahan yang produktif serta degradasi lingkungan yang di perkirakan akan terjadi karena penggunaan lahan.

Alasan mengapa evaluasi lahan sangat penting di kemukakan oleh Rosisster(1996) sebaagi berikut:

1. Lahan memiliki sifat fisik, sosial, ekonomi dan geografi yang bervariasi. (‘lahan di ciptakan tidak sama’).

2. Variasi tersebut mempengaruhi penggunaan lahan. Untuk masing- masing penggunaan lahan, ada daerah (areal) yang lebih atau yang kurang sesuai dalam pengertian fisik dan/atau ekonomi.

3. Variasi tersebut paling tidak sebagian terjadi secara sistematik dan sebab-sebab yang dapat di ketahui dengan pasti.

4. Variasi tersebut (fisik, politik, ekonomi dan sosial) dapat dipetakan dengan jalan survei, (daerah yang di survei di bagi menjadi satuan- satuan yang relatif homogen).

5. Sifat-sifat lahan jika digunakan untuk penggunaan tertentu dapat diramalkan dengan tingkat kepastian tertentu, tergantung pada kualitas data sumber daya lahan dan kedalaman pengetahuan mengenai hubungan antara lahan deabgan penggunaan lahan.

6. Kesesuaian lahan bagi berbagai penggunaan lahan aktual dan yang diusulkan dapat dideskripsikan dan dipetakan secara sistematis.

7. Pengambil keputusan seperti perencana penggunaan lahan (Badan Pertahanan Nasional), Bapedda, Dinas Pertanian, Lembaga pemberi kredit bidang pertanian dan lain-lain, dapat menggunakan perdiksi yang di hasilkan oleh evalusi lahan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

1.1 Tujuan Dan Pengertian Survei Tanah

Jika kita mangamati tanah pada suatu tempat dan membandingkannya dengan tanah di tempat lain, maka akan terlihat beberapa perbedaan warna , tekstur keadaan permukaan dan lain-lain. Belum lagi jika kita mengamati dan mendeskripsikan profil tanahnya, jelas sekali akan terlihat perbedaan dalam susunan dan sifat horison tanah. Perbedaan-perbedaan itu kadang-kadang dapat terjadi di tempat-tempat yang berdekatan yang hanya berjarak beberapa meter saja. Adanya perbedaan tersebut menimbulkan adanya perbedaan potensi masing-masing tanah bagi pengembangan suatu tanaman atau komoditas tertentu maupun untuk

kepentingan di luar pertanian.

Untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta tanah, perlu dilakukan serangkaian kegiatan yang disebut survei tanah atau inventarisasi sumber daya tanah . oleh karena tanah tidak bisa berdiri sendiri dan selalu terkait dengan lingkungannya seperti iklim, topografi (lereng), hidrologi dan lain- lain maka kegiatan inventarisasi ini lebih tepat disebut inventarisasi sumber daya lahan.

Survei tanah dapat didefinisikan sebagai penelitian di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode tertentu terhadap suatu daerah (areal) tertentu, yang di tunjang oleh informasi dari sumber-sumber lain yang relevan (SCSA, 1982). Survei tanah adalah pengamatan yang dilakukan secara sistematis, disertai dengan mendeskripsikan, mengklasifikasikan dan memetakan tanah disuatu daerah tertentu (Brady and Weil, 2002). Menurut Rosisster

(2000), survei tanah adalah proses menentukan pola tutupan tanah, menentukan karakteristik tanah dan menyajikannya dalam bentuk yang dapat dipahami dan diinterpreasi oleh berbagai kalangan pengguna.

Menurut Soil Survey Division Staff (1993), survei tanah mendeskripsikan

di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempengaruhi tanah itulah yang terutama perlu di perhatikan (dalam merencanakan dan melakukan survei tanah). Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan.

karakteristik

tanah-tanah

Hasil dari survei tanah adalah peta tanah beserta legenda peta dan laporan. Peta tanah menyajikan informasi tentang jenis (klasifikasi tanah), lokasi (sebaran) dan luasan masing-masing tanah yang terdapat pada masing-masing satuan peta. Uraian beberapa sifat tanah yang penting untuk tiap satuan peta disajikan pada legenda peta tanah. Dalam laporan hasil survei tanah, disajikan latarbelakang dan tujuan dilakukannya survei, metode serta hasil interpretasi tanah yang terdapat di daerah tersebut. Hasil interpretasi tanah merupakan prediksi tentang prilaku tanah sebagai respon terhadap berbagai jenis tanaman serta respons tanah terhadap pengelolaannya.

Dengan demikian, tujuan utama survei tanah adalah;

1. Membuat semua informasi spesifik yang penting tentang tiap-tiap macam tanah terhadap penggunaannya dan sifat-sifat lainnya sehingga dapat di tentukan pengelolaannya.

2. Menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga dapat diinterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan fakta-fakta mendasar tentang tanah.

Biasanya untuk memudahkan melihat sebaran tanah, masing-masing Biasanya untuk memudahkan melihat sebaran tanah, masing-masing

Informasi yang terdapat pada masing-masing peta, ditentukan oleh skala peta. Oleh karena itu peta berdasarkan skalanya mempunyai nama (tipe) yang berbeda-beda (lihat bab 2).

Pelaksanaan survei tanah pada skala yang berbeda dilakukan dengan cara yang berbeda pula. Semakin besar skala peta yang dihasilkan, semakin banyak jumlah dan macam pengamatan yang dilakukan per- satuan luasan tertentu. Demikian pula sebaliknya.

Menurut Eyk dalam rosisster (2001) tujuan utama survei tanah adalah mengenali dan mengidentifikasikan tubuh tanah tiga dimensi yang memiliki arti penting untuk berbagai tujuan dan menentukan batas sebaran geografi tanah-tanah tersebut pada peta dasar.

Menurut Walmsley (1995), ada dua tujuan utama survei tanah yaitu:

1. Mengidentifikasi, mendeskripsi dan mengklasifikasikan tanah-tanah yang berbeda di suatu daerah.

2. Mengidentifikasi, memprediksi dan delineasi berbagai jenis atau kombinasi tanah dengan cara yang konsisten.

Berikut ini diuraikan lebih tanjut kegiatan yang tercakup dalam survei tanah:

1. Mendeskripsi karakteristik tanah di suatu daerah Mengingat bahwa tanah merupakan

objek kajian maka karakteristiknya harus diamati dengan teliti. Tujuannya adalah

mendeskripsikan 'tanah’ bukan mendeskripsikan geologi, geomorfologi, landform, iklim, penggunaan lahan atau yang lainnya. Memang diakui bahwa cara yang efisien untuk memetakan dan

memahami tanah adalah dengan mengacu kepada geomorfologi atau memahami tanah adalah dengan mengacu kepada geomorfologi atau

Kegiatan ini dilakukan di lapangan terhadap profil tanah, profil-mini (minipit), pemboran atau irisan (tebing) jalan dengan menggunakan pedoman-pedoman tertentu. Kegiatan ini harus disertai dengan pengambilan contoh tanah serta analisis laboratorium.

2. Mengklasifikasi tanah menurut sistem klasifikasi Tanah baku.

Tahap ini bertujuan mengorelasikan tanah di daerah tertentu dengan tanah tanah di tempat lain dan juga untuk membakukan pemetaan dalam setiap daerah yang disurvei. Pengertian sistem di klasifikasi tanah baku dapat berupa sistem klasifikasi lokal nasional ataupun internasitnal. Tujuan utama korelasi menurut Rossiter (2001) adalah agar transfer tekhnologi lebih efisien, dalam pengertian pengalaman- pengalaman di suatu daerah dapat diterapkan -di daerah lain. Beberapa kasus tanah dengan sifat serupa (yang diharapkan klasifikasinya juga sama) dapat terjadi dalam daerah geografi yang sangat luas, bahkan dapat berada pada pulau atau benua yang berlainan (discontinued) sehingga pengalaman-pengalaman disuatu daerah dapat diterapkan di daerah lain yang tanahnya 'sama' tersebut.

Klasifikasi tanah dilakukan dengan mengikuti cara-cara baku yang didasarkan pada hasil pencatatan (deskripsi) dan pencirian tanah serta data-data yang diperoleh dari analisis laboratorium.

3. Mendelineasi batas tanah pada peta

Pada hampir semua aplikasi survei tanah, perbedaan jenis (taksa) tanah harus dibedakan pada peta, yaitu yang menunjukan lokasi geografis tanah yang kemungkinan akan menjadi perhatian pengguna lahan. Kegiatan ini meliputi penggambaran ke dalam bentuk satuan geografis pada suatu peta dasar yang biasanya dibuat dari peta topografi (rupa bumi) atau mosaik-foto. Masing-masing satuan peta di tandai dengan simbol.

Di dalam legenda peta, masing-masing simbol tersebut dijelaskan dalam bentuk uraian. Di samping itu, dalam legenda juga disajikan informasi-informasi penting tentang sifat-sifat masing-masing jenis tanah yang terdapat dalam setiap satuan peta.

4. Memprediksi perilaku/sifat tanah (Interpretasi Survei Tanah)

Survei tanah pada dasarnya merupakan aktivitas yang mengarah kepada aspek pemanfaatan tanah. Tahap ini dapat didefinisikan secara sempit, yaitu hanyamenggunakan data tanah untuk memprediksi sifat tanah untuk tujuan aplikasi yang seringkali diistilahkan dengan interpretasi survei tanah. Dapat pula mencakup aktivitas yang lebih luas yaitu evaluasi lahan, yang mempertimbangkan karakteristik lahan yang lain selain tanah yaitu iklim, penggunaan lahan, lereng dan lain- lain. Prediksi dapat dilakukan oleh pakar dalam bidang lain, bukan oleh penyurvei tanah atau oleh penyurvei bersama-sama dengan pakar lain (yang bertugas melakukan interpretasi) yang bekerja secara bersama-sama. Umumnya dalam survei tanah selain mengamati tanah juga harus mengumpulkan informasi tentang karakteristik lahan yang penting untuk membuat prediksi.

1.2 Survei Tanah Bertujuan Umum dan Bertujuan

Khusus

Peta tanah yang dihasilkan dari survei tanah jika dilakukan cukup detail, dengan penentuan sifat yang memadai untuk masing-masing satuan peta, pada umumnya dapat diinterpretasikan untuk berbagai tujuan tanpa perlu melakukan survei-ulang untuk menjawab masalah-masalah pengelolaan yang timbul kemudian. Namun demikian untuk dapat memenuhi tujuan pengguna, tujuan-tujuan tersebut harus diwujudkan dalam suatu konsep survei (pemilihan satuan peta, skala peta, intensitas pengamatan dan-jenis laporan). Menurut Dent dan Young (1981), ada dua strategi dalam melakukan survei tanah, yaitu surveitanah untuk tujuan umum dan untuk tujuan khusus (special purpose).

Survei tanah untuk tujuan umum ditujukan untuk memberikan data sebagai dasar interpretasi untuk berbagai penggunaan yang berbeda, bahkan beberapa dari penggunaan tersebut belum diketahui. Satuan peta harus didasarkan pada morfologi tanah. Satuan yang sangat cocok adalah sekelompok tanah dengan susunan horizon yang sama, berkembang pada bahan induk serupa dan di bawah kondisi eksternal serupa. Yang terakhir merupakan definisi dari seri tanah. Tanah-tanah yang dikelompokkan dengan cara ini memiliki banyak persamaan dan seri-seri- tanah telah terbukti sebagai satuan yang bermanfaat untuk interpretasi bertujuan umum dan sebagai dasar untuk melakukan riset yang berkaitan dengan hubungan tanah tanaman.

Survei tanah bertujuan umum meliputi pembuatan peta pedologi yang menyajikan sebaran satuan-satuan tanah yang ditentukan menurut morfologi serta data sifat fisik, kimia dan biologi yang dikumpulkan di lapangan dan di laboratorium. Peta tanah bertujuan umum diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk keperluan tahap interpretasi berikutnya, yaitu evaluasi lahan yang tidak hanya mencakup berdasarkan karakteristik satuan tanah saja, melainkan juga berdasarkan atas faktor- faktor fisik, ekonomi dari sosial lainnya yang berkaitan.

Survei tanah untuk tujuan khusus dilakukan apabila tujuannya telah diketahui sebelumnya dan bersifat spesifik, misalnya untuk irigasi, reklamasi lahan atau penanaman jenis tanaman tertentu seperti teh, tebu atau tanaman lainnya. Survei tanah untuk tujuan khusus dapat dilakukan asalkan sebelumnya tujuan penggunaannya dikemukakan secara jelas, karakteristik tanah yang berkaitan dengan tujuan tersebut telah diketahui dan dapat dipetakan baik melalui pendugaan atau penarikan kesimpulan dari sifat-sifat yang dapat diamati atau jika sulit dilakukan, maka perlu dilakukan pengamatan secara grid dan disertai analisis contoh tanah. Hal ini dapat dilakukan misalnya dalam pengembangan irigasi, mengingat sifat-sifat tanah yang terkait telah diketahui serta nilai-nilai pembatas masing-masing faktor yang akan digunakan telah ditentukan, serta adanya investasi ekonomi dimungkinkan untuk melakukan survei lapangan secara intensif.

Survei tanah bertujuan umum sangat bermanfaat untuk diterapkan pada wilayah-wilayah yang masih belum berkembang, yang faktor fisik lingkungannya (potensi penggunaan lahannya) belum banyak diketahui. Kisaran penggunaan-penggunaan lahan sangat luas, meliputi penggunaan untuk pertanian dan non-pertanian. Dengan demikian, informasi dasar tentang tanah harus dikumpulkan sebelum dilakukan pengambilan keputusan penggunaan lahan yang paling menguntungkan. Survei tanah untuk tujuan khusus sangat bermanfaat apabila mencantumkan informasi tentang daerah tersebut berikut pengunaan lahan yang berpotensi untuk dikembangkan telah diketahui, sehingga penggunaan khusus dapat direncanakan. Keadaan seperti ini umumnya menjadi kasus di wilayah- wilayah berkembang atau wilayah yang berpenduduk padat.

Kelemahan survei tanah bertujuan khusus ini adalah ketidakmampuannya dalam memenuhi semua tujuan atau keperluan, tidak seperti yang berlaku pada survei bertujuan umum. Dalam survei bertujuan khusus, suatu survei khusus dilakukan untuk tujuan tertentu saja, misalnya survei yang dirancang untuk perkebunan teh, sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk merencanakan tujuan lain, misalnya untuk perkebunan tebu atau sawah irigasi. Apabila nantinya membutuhkan informasi lebih lanjut, maka perlu. Dilakukan survei tanah tambahan untuk mendapatkan informasi yang belum tersedia.

1.3 Pendekatan Mutahir dalam Survei Tanah dan Evaluasi Lahan

Rossiter (2000) mengemukakan bahwa disiplin survei sumber daya lahan kini memasuki era baru karena munculnya teknologi dan metode baru berikut:

Satelit penginderaan jauh (yang dalam waktu dekat hampir sama detailnya dengan foto udara) yang sangat bermanfaatuntuk persiapan peta dasar dan klasifikasi tutupan lahan. GPS (global positioning system?) yang sangat bermanfaat untuk menentukan lokasi secara akurat, mampu menemukan teknologi Satelit penginderaan jauh (yang dalam waktu dekat hampir sama detailnya dengan foto udara) yang sangat bermanfaatuntuk persiapan peta dasar dan klasifikasi tutupan lahan. GPS (global positioning system?) yang sangat bermanfaat untuk menentukan lokasi secara akurat, mampu menemukan teknologi

Geostatistik dan teknik interpolasi lainnya. Sistem inforrnasi geografi (GIS) untuk penyimpanan, transfomasi, analisis dan pencetakan peta.

Dengan teknologi baru ini, umumnya tutupan tanah (maupun sumber daya lahan lainnya) dipersepsikan sebagai bidang spasial (yaitu dengan menentukan nilai pada masing- masing titik sehingga secara kontinyu terjadi keragaman dalam ruang), yang berbada dengan satuan peta yang digunakan dalam survei tanah tradisional.

Metode baru ini juga berkerja secara langsung pada titik-titik pengamatan terkuantifikasi yang berbeda dengan satuan taksonomi berhirarki, sebagaimana yang dilakukan dalam klasifikasi tanah tradisional.

Sumber daya lahan juga dapat diambil contohnya beberapa kali untuk menyusun pola atau tren musiman. Dengan demikian, kita tertantang untuk mengembangkan metode rutin yang dapat diakses oleh semua kolega pelaku survei tanah yang didasarkan pada field spatial dan time- Sumber daya lahan juga dapat diambil contohnya beberapa kali untuk menyusun pola atau tren musiman. Dengan demikian, kita tertantang untuk mengembangkan metode rutin yang dapat diakses oleh semua kolega pelaku survei tanah yang didasarkan pada field spatial dan time-

1.4 Peranan Survei Tanah dalam Pengambilan

Keputusan Pengelolaan Sumber Daya Lahan

Survei tanah dapat memberikan informasi tentang sumber daya alam, terutama tentang sifat-sifat dan faktor-faktor pembatas tanah untuk suatu tujuan-tujuan tertentu. Informasi ini sangat diperlukan untuk keputusan pengembangan sumber daya lahan, baik untuk pertanian maupun untuk kepentingan lain, agar bermanfaat secara optimal dan berkesinambungan.

Setiap tanah mempunyai sifat dan keterbatasan masing-masing yang akan menentukan kapabilitas atau kemampuannya, sehingga untuk mengembangkannya diperlukan suatu tindakan khusus yang berbeda- beda untuk tiap-tiap jenis tanah. Misalnya untuk memutuskan tindakan konservasi dan rehabilitasi lahan yang benar dan tepat, informasi tentang tanah dan kesesuian lahannya untuk suatu penggunaan tertentu sangat diperlukan. Anjuran untuk menanam tanaman tertentu untuk konservasi lahan hanya akan berhasil jika tanaman yang dianjurkan itu memang sesuai ditanam di tempat tersebut. Kalaupun hendakmenanam tanaman tertentu karena memang dianjurkan dari segi konservasi tanah, agar tanaman tersebut bisa tumbuh dengan baik, maka informasi yang diperoleh dari hasil survei tanah dapat membantu pertumbuhan tanaman tersebut dengan resiko kegagalan yang rendah.

Kebenaran informasi akan sangat menentukan ketepatan tindakan yang akan diambil untuk pengembangan sumber daya alam yang langka itu. Untuk mendapatkan informasi yang benar dan teliti, perlu dilakukan dengan cara-cara atau metodologi tertentu yang akan dibahas dalam uraian selanjutnya .

1.4.1 Pandangan Pengguna Survei Tanah

Survei tanah haruslah menghasilkan produk berkualitas tinggi yang bermanfaat bagi satu atau beberapa kelompok pengambil keputusan.

Beberapa pertanyaan tentang metode survei pada akhirnya dapat dipecahkan dengan jalan menyesuaikan metode survei dengan keinginan dan anggaran yang tersedia dari pihak pengambil keputusan.

Rossiter (2000), mencoba memerinci beberapa pengguna survei tanah, seperti yang diuraikan berikut;

Pengelola lahan, yaitu petani, peternak, pengelola hutan dan pengelola perkebunan. Kelompok ini akan memutuskan apa yang

sebaiknya dilakukan atas lahannya, misalnya untuk apa dan bagaimana sistem pengelolaan yang tepat.

Penyuluh lapangan. Kelompok ini bertugas memberikan penyuluhan kepada pengelola lahan. Industri jasa yang berhubungan dengan penggunaan Iahan, misalnya lembaga pemberi kredit, bank dan kelompok investor.

Kelompok ini memfasilitasi penggunaan lahan dan membutuhkan informasi apakah lahan tersebut menghasilkan dan menguntungkan secara ekonomi.

Perencana penggunaan lahan pedesaan dan perkotaan.kelompok pengguna ini merekomendasikan atau memfasilitasi jenis-jenis

pengunaan lahan tertentu di daerah yang berbeda. lembaga pengendali penggunaan lahan, merupakan kelompok perencana penggunaan dengan kewenangan khusus untuk mengatur

penggunaan lahan. Sebagai contoh, di Belanda jumlah pupuk kandang yang boleh diberikan setiap hektar lahan ditentukan oleh jenis tanah untuk menghindari polusi air tanah.

Badan otoritas pajak. Di beberapa negara, pajak atas lahan didasarkan pada produksi potensial lahan. semakin subur tanahnya

semakin tinggi pajak yang harus di bayar pemilik lahan tersebut. Pakar dalam bidang rekayasa. Ahli-ahli rekayasa (keteknikan) sangat memerlukan hasil survei tanah untuk menentukan apa yang

harus diperhatikan dalam membangun gedung, jalan maupun pipa- pipa saluran minyak dan gas bumi agar tidak mudah mengalami korosi.

Pengelola lingkungan yang menggunakan tanah sebagai unsur

Iokasi dalam suatu daerah yang memiliki resiko tinggi jika digunakan untuk kepentingan tertentu.

Peneliti, mengkaji tanggapan lahan terhadap berbagai penggunaan lahan dan strategi pengelolaannya. Termasuk dalam kelompok ini

adalah peneliti pada plot percobaan, yang berharap bahwa satuan tanah yang berbeda akan memberikan tanggapan (respons) yang berbeda pula terhadap macam pengelolaan yang diterapkan.

Dengan demikian,hasil evaluasi lahan tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang bergerak dalam bidang pertanian, seperti yang selama ini kita ketahui. Hasil survei tanah dan evaluasi lahan secara umum mendasari kegiatan-kegiatan perencanaan dan pengembangan wilayah.

Dalam masing-masing kasus, pengguna hanya akan bersedia menggunakan hasil survei tanah dan evaluai lahan, jika hal itu dapat meningkatkan produktivitas mereka. Dengan demikian tuntutan pengguna atas hasil survei tanah adalah:

1. Seberapa teliti dan seberapa tepat hasil survei itu dapat menjawab pertanyaan pengguna

2. Berapa banyak nilai tambah yang diberikan oleh pengambilan keputusan yang benar, yaitu yang didasarkan dari hasil survei tanah, dibandingkan dengan pengambilan keputusan yang keliru (tanpa menggunakan hasil survei tanah).

Tentu saja hal ini harus disadari sepenuhnya oleh pelaku survei tanah dan evaluasi lahan. Pengguna tidak akan memanfaatkan hasil survei dan evaluasi lahan jika ternyata tidak dapat menjawab kebutuhan mereka. untuk itulah, perlu pemahaman serta metode yang benar, yang harus diterapkan sebaik-baiknya dalam melakukan kegiatan ini.

1.4.2 Informasi Apa Saja yang Diperlukan oleh Penggambil Keputusan

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat dijawab hasil survei tanah yang dilakukan olah Rossiter (2000):

1. Menyimpulkan keseluruhan daerah kajian.

a) Apa kelas (taksa) tanah yang dijumpai di daerah yang dikaji?

b) Bagaimana proporsi masing-masing kelas yang ada didaerah tersebut?

c) Berapa persen dari daerah tersebut yang diduduki oleh tanah dengan sifat-sifat tertentu? (Misalnya tanah yang berbatu pada kedalaman kurang dari 50 cm.)

Kelompok pertanyaan pertama ini hanya memerlukan prosedur pengambilan contoh secara statistik (titik atau daerah) dan tidak memerlukan peta. Pertanyaan ini hanya bermanfaat untuk memberikan informasi di tingkat nasional.

Yang dikehendaki oleh pihak pangambil kaputusan adalah informasi tentang sebaran geografis tanah, sehingga harus ditampilkan dalam suatu peta.

Dengan menggunakan peta, diharapkan mampu men jawab beberapa pertanyaan yang akan diuraikan di bawah ini.

2. Pada lokasi tertentu (pada suatu daerah yang dipilih).

a) Apa kelas (taksa) tanah pada lokasi tersebut?

b) Bagaimana sifat tanah pada lokasi tersabut?

c) Bagaimana pola spasial dari kelas tanah pada dan di sekitar lokasi tersebut?

d) Bagaimana pola spasial dari sifat-sifat tanah pada atau di sekitar lokasi tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus diajukan oleh pihak pengelola lahan yang sudah memiliki atau yang sedang mengelola daerag tertentu serta oleh pihak perencana yang telah mengidentifikasi daerah tertetu yang akan dirancang penggunaan lahannya.

3. Memilih lokasi daerah yang diinginkan.

a) Dimana lokasi kelas-kelas (taksa) tanah tertentu (misalnya Mollisol) didaerah tersebut dapatdijumpai? a) Dimana lokasi kelas-kelas (taksa) tanah tertentu (misalnya Mollisol) didaerah tersebut dapatdijumpai?

c) Dimana sifat-sifat tanah dengan pola spasial tertentu (misalnya yang berdrainase baik, KB > 50%, tidak berkerikil dan lain-lain, yang berdekatan dengan tanah yang memiliki drainase buruk, KB > 50%, dekat sumber air dan lain-lain) dapat di jumpai?

Kelompok pertanyaan di atas harus dijawab oleh pihak perencana atau pengguna lahan yang akan mencari dan menggunakan lahan sesuai dengan kebutuhan mereka. Lahan tersebut dapat berupa lahan yang sudah di miliki atau telah dikelola atau bisa juga berupa lahan yang dicari untuk dikelola.

Untuk dapat menjawab dua kelompok pertanyaan terakhir di atas diperlukan peta tanah. Tanpa adanya peta tanah, mustahil pertanyaan- pertanyaan tersebut dapat dijawab. Melalui survei dan pemetaan tanah yang benar dapat di buat peta tanah yang akurat sehingga sangat bermanfaat dalam perencanaan penggunaan lahan.

1.5 Perkembangan Survei Tanah di lndonesia

Survei tanah dimulai tahun 1999 di Amerika Serikat, yang merupakan kegiatan penelitian dalam kaitannya dengan tanah-tanah pertanian, serta penelitian hubungan antara tanah dengan iklim dan bahan organik (Soil Survei staff, 1951). Survei tanah berkembang sejalan dengan perkembangan bidang klasifikasi tanah dan teknik survei tanah.

Kegiatan survei dan pemetaan tanah di Indonesia, menurut Pusat Penelitian dan Pengernbangan Tanah dan Agroklimat (2005), dimulai sejak pemerintahan Belanda. Namun investigasi secara intensif untuk mengkaji potensi tanah di Indonesia baru dimulai pada tahun 1905, yaitu dengan berdirinyaLaboratorium voor Agrogeologie en Grondonderzoek Pada tahun 1883, R.D.M. Verbeek melaporkan hasil pemetaan tanah yang mendeskripsikan topografi dan geologi tanah di Pantai Barat sumatera. Konsep pemetaan tanah skala 1 : 1.000.000 untuk Madura dan Jawa

Pada tahun 1927, survei tanah dimulai di Pulau Sumatera, yaitu di sumatera selatan, dengan aspek agrogeologi skala 1: 200.000. Pada tahun 1930 survei tanah untuk Jawa dan Madura dimulai. survei ini bertujuan untuk pertanian dan untuk pengembangan industri bata merah dan genteng, serta untuk infrastruktur jalan raya dan rel kereta api.

Pada tahun 1955, Balai Penelitian Tanah ditugaskan untuk melakukan survei secara sistematis ke seluruh Indonesia untuk kepentingan pertanian, dengan penekanan pada skala eksplorasi (1:1.000.000). Untuk pulau Jawa dan Madura, dilakukan survei skala 1:250.000 untuk mendapatkan informasi dalam rangka penggunaan lahan, perbaikan lahan dan program pemupukan.

Pada tahun 1979 - 1986 survei diprioritaskan untuk persiapan daerah transmigrasi melalui proyek Penelitian pertanian Menunjang Transmigrasi (P3MT). Setelah itu dilanjutkan dengan Proyek land resources and evaluation planning (LREP) fase I (1985-1990) dan fase II (1991-L997). Penilitian ini bertujuan mengetahui potensi lahan untuk tujuan pembangunan pertanian secara umum pada skala 1:250.000 (LREP

I) dan skala 1:50.000 (LREP II). Hampir 50% wilayah Indonesia, terutama bagian Barat Indonesia,

telah dipetakan selama periode 1955 - 2004. Kegiatan pemetaan di rawa pasang surut dilakukan melalui kerjasama pusat penelitian Tanah dengan Departemen Pekerjaan Umum pada Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S).

Sejak tahun 1957, sistem klasifikasi tanah di Indonesia menggunakan klasifikasi Dudal dan Supraptohardjo, yang kemudian mengalami

suhadi (1961) dan soepraptohardjo,(1961) pada skala besar. sistem ini masih dijumpai dalam peta-peta tanah terbitan Pusat Penelitian Tanah hingga tahun 1978.

penyempurnaan

oleh

Setelah kongres HITI II, diperkenalkan sistem Klasifikasi Tanah Nasional yang tidak banyak berbeda dari sistem sebelumnya dan hanya menguraikan sampai pada tingkat marga (great-group).

Untuk keperluan survei dan pemetaan tanah daerah transmigrasi, Pusat Penelitian Tanah menerbitkan panduan tentang jenis dan macam talah di Indonesia beserta kuncinya (Suhardjo dan Soepraptohardjo, 1981). Beberapa penamaan jenis dan macam tanah, sebagian besar diambil dari definisi sistem FAO-UNESCO, dengan berbagai penyesuaian terhadap kondisi di Indonesia (Sitorus, 1986).

Sejak kongres HITI ke IV di Medan bulan Desember 1989, menurut USDA-SCS, (1989) tetah diputuskan untuk menggunakan sistem taksonomi tanah (Soil Taxonomy) untuk semua kegiatan survei dan penelitian tanah di Indonesia. HaI ini dilakukan secara konsekuen oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimatologi (Puslittanak) dalam kegiatan survei dan pemetaan tanah dalam proyek LREP I (skala 1 : 250.000) pada tahun 1989 yang menerapkan metode fisiografi dengan satuan tanah menggunakan taksonomi tanah pada kategori sub-grup. Pada kegiatan survei dan pemetaan semi detail (skala 1: 50.000) dalam LREP II (1993 - 1995), tetap digunakan taksonomi tanah (Soil Survey Staff, I992;1994) sebagai satuan tanah pada kategori 'seri' (Hardjowigeno, 2003).

Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia dan dunia secara umum pada tahun 1998, kegiatan survei tanah di Indonesia praktis mengalami stagnasi. Seri tanah yang direncanakan untuk diolah menjadi seri publikasi hingga saat ini (2005) terhenti sama sekali. Hal ini tentu sangat disayangkan, mengingat informasi sumber daya lahan yang akurat dan lengkap dari seluruh wilayah di Indonesia sangat menentukan keberhasilan bidang pembangunan pertanian maupun bidang rekayasa yang menunjang pengembangan wilayah.

II TANAH, PETA TANAH DAN LEGENDA PETA

I tiga dimensi di permukaan bumi yang terbentuk dari interaksi antara

stilah tanah menurut Arsyad (1999) memiliki 3 pengertian, yaitu: (1) tanah sebagai media tumbuh tanaman, (2) tanah sebagai benda alami

bahan induk, iklim, organisme topografi dalam kurun waktu tertentu, (3) tanah sebagai ruangan atau tempat di permukaan bumi yang digunakan oleh manusia untuk melakukan segala macam aktivitasnya. Dalam pengertian yang pertama, perhatian lebih ditekankan kepada kualitas tanah. Dalam pengertian yang kedua, tanah diperlakukan sebagai bahan galian atau tambang dan bahan nyatakan dalam berat (ton, kg) atau

volume (m 3 ), sedangkan pada pengertian yang ketiga tanah dinilai berdasarkan luas (ha, m 2 ). Dalam Bahasa Inggris, dua pengertian yang pertama setara dengan kata soil sedangkan pengertian yang ketiga setara dengan istilah land.

2.1 Tanah Sebagai Objek Survei

Sifat tanah berubah secara berangsur ke arah vertikal dan horizontal di mana perubahan satu sifat tidak selalu setahap dengan perubahan sifat lainnya, sehingga kombinasi yang identik jarang ditemukan pada bentang

alam.

Meskipun demikian, tanah sebagai suatu individu juga diakui batas-batasnya, baik sebagai suatu transisi maupun sebagai intergrades. Sebagai suatu individu, tanah sangat berbeda dengan dunia hayati yang tiap individunya mempunyai ciri tersendiri. Masing-masing spesies Meskipun demikian, tanah sebagai suatu individu juga diakui batas-batasnya, baik sebagai suatu transisi maupun sebagai intergrades. Sebagai suatu individu, tanah sangat berbeda dengan dunia hayati yang tiap individunya mempunyai ciri tersendiri. Masing-masing spesies

dengan lainnya.

Tanah menurut SoiI Survey Staff (1999; 2003) adalah kumpulan benda alami di permukaan bumi yang dimodifikasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari bahan-bahan tanah, mengandung gejala-gejala kehidupan dan mampu menopang pertumbuhan tanaman di lapangan. Tanah meliputi horizon-horizon tanah yang terletak di atas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, mahluk hidup (organisme), bahan induk dan relief. Pada umumnya, tanah kearah bawah beralih ke batuan yang kukuh (amat keras) atau ke bahan tanah (yang tidak kukuh) yang tidak mengandung akar tanaman, hewan atau tanda-tanda kegiatan biologi lainnya. Konsep tanah menurut sistim taksonomi tanah merupakan suatu ‘kontinum' dan mempunyai pengertian yang lebih luas, karena mencakup juga danau yang dangkal serta tanah pertanian tua buatan manusia seperti yang terdapat di Belanda.

Batas atas tanah adalah batas antara tanah dan udara, air dangkal, tumbuhan hidup atau bahan-bahan tumbuhan yang belum mulai melapuk. Daerah yang dianggap tidak mempunyai tanah adalah apabila permukaannya secara permanen tertutup oleh air yang terlalu dalam (lebih dalam dari 2,5 meter) untuk pertumbuhan tumbuhan berakar. Batas-batas horizontal tanah adalah wilayah di mana tanah berangsur beralih ke air dalam, daerah-daerah tandus, batuan atau es (Gambar 2.1) Padasebagian wilayah, pemisahan antara tanah dan bukan-tanah sedemikian berangsur sehingga sulit ditentukan.

Batas bawah yang memisahkan tanah dari bahan bukan tanah yang terletak di bawahnya adalah yang paling sulit ditetapkan. Tanah terdiri atas horizon-horizon dekat permukaan bumi yang sangat berbeda dengan bahan induk di bawahnya dan telah mengalami alterasi (perubahan) oleh interaksi antara iklim, relief, dan jasad hidup selama kurun waktu tertentu. Pada umunyanya, pada batas bawah tanah beralih berangsur ke batuan keras atau ke bahan-bahan tanah yang sama sekali bebas dari fauna tanah, perakaran, atau tanda-tanda kegiatan biologis lain. Meskipun demikian, batas terbawah kegiatan biologis sulit dilihat dan seringkali terjadi secara Batas bawah yang memisahkan tanah dari bahan bukan tanah yang terletak di bawahnya adalah yang paling sulit ditetapkan. Tanah terdiri atas horizon-horizon dekat permukaan bumi yang sangat berbeda dengan bahan induk di bawahnya dan telah mengalami alterasi (perubahan) oleh interaksi antara iklim, relief, dan jasad hidup selama kurun waktu tertentu. Pada umunyanya, pada batas bawah tanah beralih berangsur ke batuan keras atau ke bahan-bahan tanah yang sama sekali bebas dari fauna tanah, perakaran, atau tanda-tanda kegiatan biologis lain. Meskipun demikian, batas terbawah kegiatan biologis sulit dilihat dan seringkali terjadi secara

Dalam beberapa hal, batuan-batuan yang tersementasi Iernah (bahan paralitik) harus dideskripsikan dengan teliti dan digunakan untuk membedakan seri tanah (penggal penentu seri), sekalipun bahan-bahan paralitik yang terletak di bawah kontak paralitik tidak dapat dianggap sebagai tanah dalam pengertian yang sesungguhnya. Pada wilayah di mana tanah mempunyai horizon-horizon tersementasi tipis yang tidak tembus akar, tanah meluas ke bawah hingga sedalam horizon tersementasi yang terdalam, tetapi tidak lebih dari 200 cm. Untuk tujuan-tujuan pengelolaan tanah tertentu, lapisan-lapisan yang terletak lebih dalam dari batas bawah tanah yang diklasifikasi (200 cm), harus juga dideskripsi apabila lapisan tersebut memengaruhi kandungan dan gerakan air serta udara atau apabila lapisan tersebut memengaruhi penggunaan tanah.

Mengacu kepada definisi tanah yaitu bahwa tanah harus mampu menopang tumbuhan di lapangan (outsites), maka daerah yang tidak Mengacu kepada definisi tanah yaitu bahwa tanah harus mampu menopang tumbuhan di lapangan (outsites), maka daerah yang tidak

Tanah sebagai satuan tiga dimensi dengan variasi internal disajikan dengan cara ‘multifactorial' dalam bentuk peta tanah, sebagai satuan dua dimensi digambarkan pada peta tanah, sedang dimensi vertikal (kedalaman) serta sifat-sifat internalnya disajikan dalam legenda Peta.

Peta tanah merupakan peta yang dibuat untuk memperlihatkan sebaran taksa tanah dalam hubungannya dengan kenampakan fisik dan budaya dari permukaan bumi. Gambar 2.2 menyajikan ilustrasi sederhana tentang tanah di alam dan kenampakannya pada Peta tanah.

Pada setiap peta tanah digambarkan garis-garis batas (delineasi) tanah-tanah yang dijumpai di lapangan. Garis batas tersebut berupa poligon-poligon yang digambarkan pada peta tanah yang lazim disebut satuan peta tanah (SPT), merupakan tubuh tanah yang mewakili keadaan sebenarnya di lapangan (serupa dengan polipedon).

Dalam setiap peta tanah selalu berisikan lebih dari satu satuan peta tanah. Pada setiap satuan peta tanah, dapat terdiri atas satu satuan (taksa) tanah tertentu atau dapat pula terdiri atas dua atau lebih taksa tanah, baik berupa asosiasi maupun kompleks tanah yang didefinisikan dalam istilah taksonomi tanah atau sistem klasifikasi tanah lainnya. Hal ini perlu ditegaskan, karena dengan demikian, peta yang hanya menyajikan karakteristik-tunggal (single value) bukanlah merupakan peta tanah.

2.2 Macam-macam Peta Tanah

Survei tanah menghasilkan sebaran geografi kelas-kelas (taksa) tanah atau sifat-sifat tanah yang disajikan dalam peta. Peta tanah dapat dibedakan atas bermacam-macam jenis, tergantung dari berbagai sudut pandang yaitu berdasarkan penyajian, tujuan (intensitas pengamatan) dan teknik pelaksanaannya.

2.2.1 Berdasarkan Cara Penyajian

Berdasarkan cara penyajiannya, peta tanah dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Peta tanah bersimbolkan titik (Point soil maps). Peta yang menunjukkan lokasi titik-titik pengamatan yang sesungguhnya dilakuaan, disertai dengan nama taksa (kelas) tanah atau satu atau lebih sifat-sifat tanah. Peta ini memberikan beberapa keuntungan, yaitu dapat menyajikan secara langsung apa saja dan di mana telah dilakukan pengamatan. Pengamatan hanya dilakukan pada beberapa lokasi, sehingga tidak seluruh daerah survei diamati. Pada peta ini tidak dapat diberlakukan pemodelan keragaman spasial.

2. Peta tanah poligon kelas-areal. Daerah survei dibagi atas beberapa poligon dengan menggunakan garis batas secara tegas. Masing- masing- poligon diberi simbol dengan nama kelas dan tiap-tiap kelas dalam legenda. Hampir semua peta survei tanah disajikan dalam bentuk peta dalam kelompok dengan model vektor dalam Sistem Informasi Geografi (SIG). Secara konseptual, peta ini 2. Peta tanah poligon kelas-areal. Daerah survei dibagi atas beberapa poligon dengan menggunakan garis batas secara tegas. Masing- masing- poligon diberi simbol dengan nama kelas dan tiap-tiap kelas dalam legenda. Hampir semua peta survei tanah disajikan dalam bentuk peta dalam kelompok dengan model vektor dalam Sistem Informasi Geografi (SIG). Secara konseptual, peta ini

Nama lain dari peta ini adalah peta tanah ‘chloropleth’ (yaitu peta yang menggunakan gradasi rona atau warna yang berbeda untuk menyajikan perbedaan satuan peta. Misalnya peta kebutuhan kapur, peta kesesuaian tahan untuk tanaman tertentu dan lain- lain).

3. Peta Lapangan Kontinyu yang dibuat dengan metode interpolasi. Peta ini umumnya di sajikan dengan isoline atau pada grid halus (Model Raster pada SIG). Peta ini memperlihatkan kontinyuitas sebaran sifat tanah yang diduga dengan jalan interpolasi. Secara konseptual, peta ini memenuhi model kontinyu dari variasi spasial. Tidak ada batas yang tegas, semua variasi yang memotong lansekap dianggap kontinyu

4. Peta Lapangan Kontinyu yang dibuat melalui pengamatan langsung diseluruh daerah survei. Pada peta ini terdapat pengukuran aktual yang dilakukan pada tiap-tiap ‘titik’ (dalam prakteknya yang relatif tidak luas). Peta ini umumnya disajikan dengan peta grid (model raster dalam SIG). Peta ini memperlihatkan sebaran sifat tanah kontinyu yang diukur. Peta semacam ini sudah jarang digunakan dan saat ini, peta semacam ini banyak digunakan dari parsel individu untuk ‘ precision farming ‘. Contoh yang umum adalah peta elevasi, indeks vegetasi (bukan peta tanah) yang menggunakan bantuan wahana satelit atau pesawat terbang atau bahkan dengan survei lapangan.

2.2.2 Berdasarkan Teknik Pelaksanaannya

Terdapat dua pendekatan yang dapat ditempuh oleh pemeta,dalam membagi permukaan tanah sebagai suatu 'kontinum' kedalam suatu satuan-satuan tertentu dalam membuat peta tanah. Kedua pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengamati, mendeskripsi dan mengklasifikasikan profil-profil tanah (pedon) pada beberapa lokasi di daerah survei. Kemudian membuat (mendelineasi) batas di sekitar daerah yang mempunyai profil tanah yang serupa (memiliki taksa tanah yang sama), sesuai dengan kriteria klasifikasi yang digunakan. Pendekatan ini disebut pendekatan sintetik (synthetic approach).

2. Membagi kontinum' atas persil-persil atau satuan-satuan berdasarkan pada pengamatan,perubahan dalam sifat-sifat tanah 'eksternal' (sifat bentang-alam), melalui interpretasi foto udara, yang diteruskan

melakukan pengamatan dan pengklasifikasian tanah untuk masing-masing satuan yang dibuat tersebut. Pendekatan ini disebut pendekatan analitik (analytical approach).

dengan

Gambar 2.3 menyajikan teknik pelaksanaan (cara pengamatan tanah) survei tanah. Pendekatan sintetik (gambar paling atas) biasanya dilakukan dengan menggunakan metode survei grid, sedangkan pendekatan analitik menggunakan metode fisiografi, yaitu dengan jalan menentukan batas (mendelineasi) satuan fisiografi/wujud-lahan (landform) terlebih dahulu sebelum ke lapangan (gambar paling bawah). Pada survei skala kecil, pendekatan kedua lebih sering digunakan, sedangkan pada skala besar biasanya digunakan pendekatan sintetik. Namun demikian, dalam praktiknya biasanya kombinasi keduanya digunakan (gambar bagian tengah).

2.2.3 Berdasarkan Tujuan (lntensitas Pengamatan)

Tanah yang diamati dalam kegiatan survei tanah, setelah diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi tanah yang digunakan perlu digambarkan penyebarannya dalam peta tanah. Sebagai dasar pembuatan peta tanah digunakan peta dasar yang umumnya berupa peta topografi atau peta rupa bumi.

Jenis informasi dan tingkat ketelitian yang diperlukan sangat ditentukan oleh tingkat survei tanah yang diterapkan.

Survei dan pemetaan tanah tidak hanya dapat memberikan gambaran tentang macam tanah yang dijumpai, tetapi harus dapat menggambarkan secara tepat di mana tanah tersebut dijumpai. Hal ini tidak berarti bahwa tanah yang dijumpai haruslah homogen, melainkan harus dapat menggambarkan bahwa pada suatu poligon yang dicantumkan dalam satuan peta tanah (SFT) dapat diketahui satuan tanah utama (yang mendominasi) dan satuan tanah pendamping. Untuk menghindari rumitnya satuan dalam peta tanah, Van Wambeke (1986) menyarankan luasan terkecil suatu satuan peta tanah (SPT) yang masih

diperbolehkan untuk disajikan dalam peta tanah adalah seluas 0,4 cm 2 . Berdasarkan tujuannya (yang akan menentukan intensitas

pengamatan), survei tanah dibedakan atas 6 macarn, yaitu peta tanah bagan, eksplorasi, tinjau, semi-detail, detail dan sangat detail (Tabel 2.1). Masing-masing peta tersebut memiliki skala peta yang berbeda-beda.

Skala peta menunjukkan perbandingan jarak antara dua tempat (titik) pada peta, dengan jarak sebenarnya di lapangan. Berikut ini akan diuraikan secara singkat tentang masing-masing peta tersebut.

1. Peta Tanah Bagan