PENGARUH PERBAIKAN KURSI KERJA TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJAAN MENJAHIT DI DESA SAWAHAN KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN

(1)

commit to user

PENGARUH PERBAIKAN KURSI KERJA TERHADAP

KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJAAN

MENJAHIT DI DESA SAWAHAN KECAMATAN

JUWIRING KABUPATEN KLATEN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Dasri Wulandari

R.0207017

PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta


(2)

(3)

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 24 Juni 2011

Dasri Wulandari R0207017


(4)

commit to user

PRAKATA

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Alhammdulillah, tiada kata yang pantas untuk diucapkan selain Puji Syukur, tiada tempat berserah diri dan bersujud syukur selain kepada Allah SWT sebagai gambaran rasa bahagia ketika petunjuk-Nya telah membimbing setiap langkah perjalanan. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, berbekal iman, ikhtiar, dan tawakal maka tersusunlah laporan skripsi dengan judul ”Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja Terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten”.

Penulisan skripsi ini dalam rangka menyelesaikan tugas akhir serta sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Program Diploma IV Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dalam penulisan skripsi ini, penulis sadar sepenuhnya tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp. PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Putu Suryasa, dr., MS, P.K.K, Sp.Ok., selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode Sebelum 16 Juni 2011.

3. Ibu Ipop Sjarifah, Dra., M.Si, selaku Ketua Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Periode 16 juni 2011 – 16 Juni 2015.

4. Bapak Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg. selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Seviana Rinawati, SKM. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Sumardiyono, SKM., M.Kes selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.

7. Bapak H. Juwanda S.E selaku Kepala Desa “X” yang telah banyak membantu selama penelitian ini.

8. Bapak Sardi selaku Ketua RW 06 Desa “X” yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu yang telah membesarkan penulis dengan cucuran keringatnya, membimbing dengan penuh rasa kasih sayang, dorongan dan do’a demi


(5)

commit to user

kesuksesan penulis. Tidak ada kata yang bisa penulis ucapkan, tidak ada perbuatan yang sanggup penulis berikan untuk membalas segala cinta dan pengorbanan yang mereka berikan.

10.Danang Supriyadi selaku kakak tercinta yang selalu mengalah kepada adiknya, yang selalu memberikan perhatian, do’a dan dorongan kepada penulis untuk selalu bersemangat dalam proses penyelesaian study.

11.Sahabat dan rekan penulis Nia, Wulan, Shinta, Nurwidya, Lina, Novi, Huzna dan Aning yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi. 12.Teman-teman angkatan 2007 di Program D.IV Kesehatan Kerja dan semua

pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Tetapi besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya, serta penulis senantiasa mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis memanjatkan Do’a semoga skripsi ini mendapat berkat dari Tuhan Yang Maha Esa dan bermanfaat.

Wabillahitaufiq Walhidayah,

Wassalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Surakarta, 24 Juni 2011 Penulis


(6)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 6

B. Kerangka Pemikiran ... 36

C. Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

C. Populasi dan Subjek Penelitian ... 39

D. Teknik Sampling ... 40

E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 40

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 42


(7)

commit to user

I. Teknik Analisis Data... ... 52

BAB IV HASIL A. Gambaran Proses Produksi ... 54

B. Observasi kursi tidak ergonomis dalam pekerjaan menjahit ... 57

C. Karakteristik Subjek Penelitian ... 57

D. Hasil pengukuran lingkungan kerja ... 61

E. Hasil pengukuran kursi kerja dan anthropometri ... 64

F. Hasil pengukuran keluhan muskuloskeletal ... 70

G. Hasil persentase keluhan pada masing-masing bagian otot-otot skeletal... 72

BAB V PEMBAHASAN A. Gambar proses produksi ... 74

B. Karakteristik subjek penelitian ... 75

C. Pengukuran lingkungan kerja ... 77

D. Analisa Anthropometri dan Kursi Kerja ... 79

E. Keluhan sistem Muskuloskeletal... 81

F. Persentase Keluhan Muskuloskeletal ... 82

G. Hasil analisa perbedaan keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah perbaikan kursi kerja ... 83

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN


(8)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Beberapa dimensi tubuh yang berguna untuk perancangan tempat duduk ... 15 Tabel 2. Hasil uji normalitas data dengan One-Sample

Kolmogorov-Smirnov Test untuk umur. ... 58 Tabel 3. Identitas Umur Tenaga Kerja Laki-laki Bagian Penjahitan di

Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 58 Tabel 4. Data denyut jantung dari tenaga kerja dibagian penjahitan di desa

“X” kecamatan Juwiring kabupaten Klaten sebelum perlakuan .... 59 Tabel 5. Data denyut jantung dari tenaga kerja dibagian penjahitan di desa

“X” kecamatan Juwiring kabupaten Klaten sesudah perlakuan ... 60 Tabel 6. Hasil uji wilcoxon tentang perbedaan denyut jantung sebelum

dan sesudah perlakuan... 60 Tabel 7. Hasil uji Normalitas data dengan One-Sample

Kolmogorov-Smirnov Test untuk Percepatan Getaran Mekanis Mesin Dinamo Sebelum dan Sesudah Perlakuan. ... 61 Tabel 8. Data Pengukuran Getaran Mekanis pada Mesin Jahit Sebelum

Perlakuan di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 61 Tabel 9. Data Pengukuran Getaran Mekanis pada Mesin Jahit Sesudah

Perlakuan di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 62 Tabel 10. Hasil Uji Wilcoxon tentang Getaran Mekanis Sebelum dan

Sesudah Perlakuan. ... 62 Tabel 11. Data Hasil Pengukuran Mikroklimat untuk Area Kerja di Bagian

Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten sebelum perlakuan.. ... 63


(9)

commit to user

Tabel 12. Data Hasil Pengukuran Mikroklimat untuk Area Kerja di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten sesudah perlakuan.. ... 63 Tabel 13. Hasil Uji Wilcoxon tentang Mikroklimat Sebelum dan Sesudah

Perlakuan ... 63 Tabel 14. Hasil uji Normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov

Test untuk Anthropometri ... 64 Tabel 15. Data pengukuran Anthropometri Subjek penelitian di Bagian

Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten .. 65 Tabel 16. Hasil uji Normalitas Data dengan One-Sample

Kolmogorov-Smirnov Test untuk Kursi Kerja Sebelum perbaikan ... 67 Tabel 17. Data Pengukuran Kursi Kerja di Bagian Penjahitan di Desa “X”

Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Sebelum Perbaikan ... 67 Tabel 18. Data Anthropometri untuk Perbaikan Kursi Kerja... 68 Tabel 19. Perhitungan Total Skor Keluhan Muskuloskeletal Tenaga Kerja di

bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten ... 70 Tabel 20. Hasil Analisa Pre test Sebelum dan Pre test Sesudah Perlakuan

dengan Uji Wilcoxon ... 71 Tabel 21. Hasil Analisa Post test Sebelum dan Sesudah perlakuan dengan

Uji Wilcoxon... 71 Tabel 22. Hasil Analisa Beda nilai Pre test dan Post test Sebelum dan

Sesudah Perlakuan dengan Uji Wilcoxon ... 71 Tabel 23. Persentase Keluhan pada Masing-masing Bagian Otot-otot

Skeletal Tenaga Kerja di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten pada Post test Sebelum Perbaikan Kursi ... 72


(10)

commit to user

Tabel 24. Persentase Keluhan pada Masing-masing Bagian Otot-otot Skeletal Tenaga Kerja di Bagian Penjahitan di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Sesudah Perbaikan Kursi ... 73


(11)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kursi Kerja yang tidak ergonomis ... 3

Gambar 2. Dimensi-dimensi anthropometri yang digunakan dalam perancangan kursi... 15

Gambar 3. Sistem skeletal ... 24

Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran... 36

Gambar 5. Struktur Hubungan Antara Variabel ... 41

Gambar 6. Contoh kursi kerja yang tidak ergonomis ... 42

Gambar 7. Kursi Ergonomis ... 43

Gambar 8. Bagan Desain Penelitian ... 48

Gambar 9. Anthropometer Shet ... 49

Gambar 10. Meteran gulung ... 50

Gambar 11. Proses Pembuatan pola pada kain ... 54

Gambar 12. Proses Pemotongan dengan gunting potong mesin (a) dan gunting potong manual (b) ... 55

Gambar 13. Proses Penjahitan ... 55

Gambar 14. Proses Pemasangan Kancing ... 56

Gambar 15. Proses Penyetrikaan ... 56

Gambar 16. Penggunan kursi tidak ergonomis ... 57

Gambar 17. Kursi sebelum perbaikan (tidak ergonomis) ... 66


(12)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan penelitian Lampiran 2. Kuesioner Nordic Body Map

Lampiran 3. Gambar Kegiatan Penelitian

Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian dari Kepala Desa “X” Lampiran 5. Surat Keterangan Penelitian dari Ketua RW 06 Desa “X”


(13)

commit to user

Dasri Wulandari, R0207017, 2011. PENGARUH PERBAIKAN KURSI KERJA

TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJAAN MENJAHIT DI DESA “X” KECAMATAN JUWIRING KABUPATEN KLATEN.

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh perbaikan kursi kerja terhadap pekerjaan menjahit di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan rancangan penelitian one gruop pre test and post test design. Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling. Random Sampling berarti pemilihan sekelompok subjek melalui restriksi yang diperoleh melalui kriteria inklusi dan eksklusi. Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak 31 tenaga kerja laki-laki. Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik random sampling dengan restriksi sehingga didapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 15 orang. Pengambilan data dilakukan dengan pengukuran Anthropometri, pengukuran kursi kerja sebelum perbaikan, pemberian kursi ergonomis sesuai anthropometri tenaga kerja dan penggunaan kuesioner nordic body map untuk mengetahui keluhan otot-otot skeletal. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik nonparametrik-wilcoxon tes dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0.

Hasil analisis perbedaan keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan uji wilcoxon diperoleh hasil nilai p value 0,001(p value 0,001 < 0,01) yang bermakna sangat signifikan, ini berarti ada perbedaan nilai sebelum dan sesudah perbaikan kursi kerja. Sesudah perbaikan kursi kerja rerata (X) ± SD total score keluhan muskuloskeletal menjadi berkurang dari 65.1 ± 3.1 menjadi 41.3 ± 3.8. Jadi perbedaan keluhan muskuloskeletalnya adalah 23.8 (36.6%).

Simpulan dari penelitian ini dapat menggambarkan bahwa ada pengaruh perbaikan kursi kerja terhadap keluhan muskuloskeletal pada pekerjaan menjahit di Desa “X” Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten. Untuk pencegahan keluhan muskuloskeletal dapat dilakukan dengan menggunakan kursi kerja yang ergonomis seperti dalam penelitian ini.

Kata Kunci :Anthropometri, kursi Ergonomis, Kursi Non Ergonomis, Keluhan


(14)

commit to user

ON THE MUSCULOSKELETAL COMPLAINTS IN SEWING TASK IN “X” VILLAGE OF JUWIRING SUBDISTRICT OF KLATEN REGENCY.

The objective of research is to find out and to study the effect of work seat improvement on the musculoskeletal complaints in sewing task in “X” Village of Juwiring Subdistrict of Klaten Regency.

The research method employed in this study was a Quasi Experiment with one group pre-test and post-test design. The sampling technique used was random sampling. Random sampling means the selection of a group of subject through restriction obtained with inclusion and exclusion criteria. In this research, the population number was 31 male workers. The subject was done using random sampling with restriction so that 15 workers qualifying the inclusion and exclusion were obtained as the sample. The data collection was done using Anthropometry measurement, the work seat measurement before reparation, the administration of ergonomic seat according to the worker’s anthropometry and the use of Nordic body map questionnaire to find out the musculoskeletal complaints. Technique of processing and analyzing data used was nonparametric statistic test-wilcoxon test using SPSS version 16.0 computer software.

The result of analysis on the difference of musculoskeletal complaints before and after the treatment using wilcoxon test shows p value of 0.001 (P Value 0.001 < 0.01) means very significant that there is a value difference before and after the work seat improvement. After the work seat reparation the average (X) ± SD total score of musculoskeletal complaints decreases from 65.1 ± 3.1 to 41.3 ± 3.8. So the difference of musculoskeletal complaints is 23.8 (36.6%).

The conclusion can be drawn that there is an effect of work seat improvement on the musculoskeletal complaints in sewing task in “X” Village of Juwiring Subdistrict of Klaten Regency. To prevent the musculoskeletal complaints, the ergonomic work seat in this research can be used.

Keywords: Anthropometry, ergonomic seat, non-ergonomic seat, musculoskeletal


(15)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tenaga kerja mempunyai peranan penting dalam pembangunan sebagai unsur penunjang keberhasilan pembangunan nasional. Karena tenaga kerja mempunyai hubungan dengan perusahaan dan mempunyai kegiatan usaha yang produktif. Disamping itu tenaga kerja sebagai suatu unsur yang langsung berhadapan dengan berbagai akibat dari kemajuan teknologi dibidang industri, sehingga sewajarnya kepada mereka diberikan perlindungan pemeliharaan kesehatan dan pengembangan terhadap kesejahteraan atau jaminan nasional (Suma’mur, 1996).

Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005).

Rancangan sebuah kursi kerja harus didasarkan pada data antropometrik yang dipilih dengan tepat, karena jika tidak maka akan muncul keraguan bahwa hasil rancangan tersebut akan dapat menciptakan kenyamanan bagi pemakainya. Saat menentukan ukuran kursi, aspek-aspek anthropometri harus dihubungkan dengan kebutuhan biomekanika yang terlibat. Stabilisasi tubuh bukan hanya melibatkan landasan duduk saja, tetapi juga kaki, telapak kaki, punggung yang juga bersandar pada bagian lain


(16)

commit to user

permukaan kursi. Jika karena perancangan antropemetrik yang tidak tepat dan terbentuk suatu kursi yang tidak memungkinkan pemakainya untuk menyandarkan punggung atau kakinya pada permukaan, maka ketidakstabilan tubuh akan meningkat dan tenaga otot tambahan akan diperlukan untuk menjaga keseimbangan. Makin besar tingkat tenaga atau kontrol otot yang diperlukan, makin besar pula kelelahan fisik dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan (Panero, dkk, 2003).

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan dan kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem muskuloskeletal (Tarwaka, 2004).

Di desa Sawahan Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten merupakan salah satu daerah yang terdapat industri yang berupa penjahitan. Di dalam kegiatannya penjahit konveksi di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten untuk menghasilkan produk masih menggunakan tenaga manusia, berdasarkan survey awal di tempat kerja terdapat kursi yang tidak ergonomis yaitu kursi tanpa sandaran, lebar dan tinggi kursi yang tidak sesuai dengan anthropometri tenaga kerja. Dari hasil wawancara setelah bekerja terhadap 10 orang tenaga kerja yang menggunakan kursi tidak ergonomis (tidak ada sandaran punggung, lebar dan tinggi kursi tidak sesuai


(17)

commit to user

anthropometri), 10 dari mereka merasakan keluhan pada sistem muskuloskeletal terutama di bagian pantat, bahu, leher, punggung.

Gambar 1 Kursi kerja yang tidak ergonomis Sumber : Data Primer 2011

Dari uraian di atas terlihat ada beberapa masalah ergonomi, yang menjadi masalah utama dan perlu segera dilakukan perbaikan adalah masalah kursi kerja yang tidak sesuai dengan anthropometri penjahit. Masalah ergonomi tersebut apabila tidak segera diperbaiki, tentunya akan dapat memberikan beban tambahan dan dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dalam upaya mengatasi masalah yang muncul. Untuk maksud tersebut dilakukan penelitian berupa perbaikan-perbaikan kursi kerja yang disesuaikan dengan anthropometri tenaga kerja. Dengan perbaikan-perbaikan ini diharapkan dapat menurunkan gangguan sistem musculoskeletal.

Kebenaran uraian di atas tentu perlu dibuktikan melalui penelitian. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten


(18)

commit to user

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu “Apakah ada Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

1.Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh Perbaikan Kursi kerja pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten. b. Untuk mengetahui tingkat keluhan muskulosekeletal pada Pekerjaan

Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.

2. TujuanUmum

Untuk mengetahui Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Teoritis

Diharapkan sebagai pembuktian teori bahwa ada Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.


(19)

commit to user

2. Praktis

a. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman langsung bagi peneliti dalam melakukan penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah khususnya mengenai masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja.

b. Bagi Institusi

Sebagai bahan pustaka di Program Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dalam pengembangan ilmu Kesehatan Kerja Khususnya di dalam pekerjaan menjahit.

c. Bagi Tenaga Kerja

Sebagai pengetahuan tambahan bagi tenaga kerja tentang tempat kerja yang ergonomis sehingga dapat menghindari keluhan-keluhan akibat tempat kerja yang tidak ergonomis.

d. Bagi Industri yang Bersangkutan

Sebagai pengetahuan bagi pengusaha untuk memberikan kursi kerja yang ergonomis bagi pekerjanya dalam melakukan kegiatan produksi.


(20)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Ergonomi

a. Pengertian Ergonomi

Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ”ergon” (kerja) dan ”nomos” (hukum) atau

yang berarti ilmu yang mempelajari tentang hukum-hukum kerja. Dengan demikian ergonomi adalah suatu sistem yang berorientasi kepada disiplin ilmu, yang sekarang diterapkan pada hampir semua aspek kehidupan atau kegiatan manusia (Tarwaka, 2010).

Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan, suatu sistem kerja yang baik agar tujuan dapat dicapai dengan efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana, 2006).

Ergonomi merupakan pertemuan dari berbagai lapangan ilmu seperti antropologi, biometrika, faal kerja, higiene perusahaan dan kesehatan kerja, perencanaan kerja, riset terpakai, dan cybernetika. Namun kekhususan utamanya adalah perencanaan dari cara bekerja yang lebih baik meliputi tata kerja dan peralatannya. Dalam hal ini, diperlukan kerja sama diantara peneliti dan tehnisi serta ahli tentang


(21)

commit to user

pemakaian alat-alat dengan pengukuran, pencatatan dan pengujiannya. Perbaikan kondisi-kondisi kerja buruk dan tanpa perencanaan biasanya mahal, maka usaha sebaiknya dimulai dari perencanaan oleh semua team ergonomi yang memungkinkan proses, mesin-mesin dan hasil produksi yang memenuhi persyaratan. Program ergonomi meliputi penentuan problematik, percobaan untuk pemecahan, penerapan hasil percobaan dan pembuktian efektivitas namun dalam prakteknya sering menggunakan pendekatan trail and error (Suma’mur, 2009).

Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja, baik pada sektor modern, maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor modern, penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata kerja dan perencanaan kerja yang tepat adalah syarat penting bagi efesiensi dan produktivitas kerja yang tinggi (Santoso, 2004).

b. Aspek Ergonomi

Ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu diperhatikan, antara lain :

1) Faktor manusia

Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun dikenal istilah Human Centered Design (HCD) atau perancangan berpusat pada manusia. Perancangan dengan prinsip HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia yang akan berinteraksi dengan produknya. Sebagai titik sentral maka


(22)

commit to user

unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam penataan suatu produk yang ergonomis.

Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external factor). Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh. Sedangkan faktor dari luar (external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia, seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat.

2) Faktor Anthropometri

Anthropometri yaitu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya sistem kerja yang baik.

Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja


(23)

commit to user

yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.

3) Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja

Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain SOP (Standard Operating Procedures) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan.

Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya.

4) Faktor Pengorganisasian Kerja

Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam/hari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena


(24)

commit to user

dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Tarwaka, 2010).

c. Prinsip Ergonomi

Ergonomi memiliki beberapa prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pegangan dalam pembuatan alat-alat kerja atau fasilitas kerja, prinsip-prinsip ergonomi sebagai berikut :

1) Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan penempatan alat-alat petunjuk, cara harus melayani mesin.

2) Ukuran-ukuran antropometri terpenting sebagai dasar ukuran-ukuran dan penempatan alat-alat industri :

Pekerjaan duduk ukurannya : a) Tinggi duduk

b) Panjang lengan atas

c) Panjang lengan bawah dan tangan d) Jarak lekuk lutut dan garis punggung

3) Tempat duduk yang baik memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a) Tinggi dataran duduk yang dapat diukur dengan papan kaki

yang sesuai dengan tinggi lutut sedangkan paha dalam keadaan datar.

b) Papan tolak punggung yang tingginya data diukur dan menekan pada punggung.


(25)

commit to user

4) Beban tambahan akibat lingkungan sebaiknya ditekan menjadi sekecil-kecilnya (Suma’mur, 2009).

2. Anthropometri

a. Pengertian Anthropometri

Anthropometri adalah suatu studi tentang pengukuran yang sistematis dari fisik tubuh manusia, terutama mengenai dimensi bentuk dan ukuran tubuh yang dapat digunakan dalam klasifikasi dan perbandingan antropologis (Tarwaka, 2010).

Penerapan anthropometri adalah merupakan penggunaan data anthropometri di dalam desain dan pemanfaatannya di dalam suatu varietas yang sangat luas, dari yang sangat sederhana seperti membuat kursi kerja sampai kepada hal yang sangat kompleks dengan melibatkan teknologi tinggi.

b. Anthropometri untuk perancangan kursi kerja

Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Tinggi bangku dirumitkan oleh interaksi dengan tinggi tempat duduk. Desain kursi sesuai dengan kriteria agar permukaan kerja tetap dibawah siku seperti bagian sebelumnya (Nurmianto, 2003).

Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan


(26)

commit to user

yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia dan lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain: nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).

Antropometri merupakan ilmu yang berhubungan dengan dimensi-dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi disini dibagi menjadi kelompok statistik dan ukuran presentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang terkecil sampai yang terbesar dalam suatu ukuran atau urutan, hal ini akan bisa diklasifikasikan dari satu presentil sampai seratus presentil. Laki-laki 2,5 presentil berarti bahwa desain tersebut berdasarkan seri dari dimensi yang berkisar 2,5% dari sistem yang digunakan dalam suatu populasi. Jadi 50 presentil berarti bahwa 50% dari populasi akan cocok juga pada sistem yang berdasarkan pengukuran-pengukuran, ini tentu saja termasuk 2,5 presentil sebelumnya (Manuaba, 1996).

Agar rancangan tersebut nantinya dapat sesuai dengan dimensi tubuh manusia yang akan menggunakannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri tersebut ditetapkan dahulu prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran tubuh ekstrim, dimana rancangan produk dibuat agar dapat


(27)

commit to user

memenuhi dua sasaran produk, yaitu : dapat sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan ukuran rata-ratanya, dan tetap dapat digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain, yaitu mayoritas dari populasi yang ada. Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk atau fasilitas kerja akan menetapkan nilai persentil 95 untuk dimensi minimum dan persentil 5 untuk dimensi maksimum (Sanders, 1991).

Sebuah kursi yang secara antropometri benar, belum tentu nyaman. Jika rancangan suatu tempat duduk tidak memperhatikan sama sekali hal-hal yang berkenaan dengan dimensi-dimensi manusia dan besar tubuhnya, tidaklah aneh bila rancangan tersebut tidak nyaman (Panero,dkk, 1979).

Menurut Nurmianto (2003) berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa sarana/ rekomendasi yang bisa diberikan sesuai langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rencana tersebut.

2) Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini perlu juga diperhatikan apakah harus


(28)

commit to user

menggunakan data dimensi tubuh statis ataukah data dimensi tubuh dinamis.

3) Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai “segmentasi pasar” seperti produk mainan anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita dan lain-lain.

4) Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustabel) ataukah ukuran rata-rata.

5) Pilih prosentase populasi yang harus diikuti 90th, 95th, 99th ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.

6) Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuan akibat tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan dan lain-lain.

c. Pertimbangan Antropometri

Sehubungan dengan sulitnya merumuskan kenyamanan duduk dan fakta bahwa duduk merupakan suatu aktifitas dinamik,


(29)

commit to user

maka pendekatan antropometri bagi rancangan tempat duduk merupakan suatu tantangan. Sebuah rancangan harus didasarkan pada data antropometri yang terpilih dengan tepat. Jika tidak, akan muncul keraguan bahwa hasil rancangan tersebut dapat menciptakan kenyamanan bagi pemakainya. Dimensi-dimensi antropometri yang penting bagi suatu perancangan tempat duduk ditunjukkan pada gambar.

Gambar 2 Dimensi-dimensi antropometri yang dibutuhkan bagi perancangan kursi (Tarwaka, 2010).

Tabel 1. Beberapa dimensi tubuh yang berguna untuk perancangan tempat duduk.

Pengukuran Pria

Persentil

5 (cm) 50 (cm) 95 (cm) A Tinggi

Popliteal.

36.5 40.0 45.7

B Panjang

Buttock

-Popliteal

42.7 38.4 52.2

C Tinggi bahu duduk

55.9 60.2 65.1

D Lebar pinggul 30.7 34.0 37.4

E Lebar bahu 41.9 46.5 51.1

Sumber : Tarwaka 2010 A B

C D


(30)

commit to user

Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai rata-rata dan standar deviasi dari suatu distribusi normal. Adapun distribusi normal ditandai dengan nilai rata-rata dan standar deviasi. Sedangkan presentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari data tersebut. Misalnya, 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 presentil, 5% dari populasi.

Standar Pengukuran Dimensi Anthropometri Statis Posisi Duduk :

a. Kepala adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai ujung kepala. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak yang diperlukan antara alas duduk sampai objek yang dapat menghalangi yang berada di atas kepala. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat, variabel lain seperti topi adalah 2,5 cm dan helm adalah 3,5 cm.

b. Tinggi mata adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai sudut mata dalam. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus dan mata menghadap lurus ke depan. Contoh aplikasi : Sama dengan untuk tinggi mata berdiri. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat.

c. Tinggi Bahu adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai titik tengah bahu. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus. Contoh aplikasi: Seputar pusat rotasi anggota tubuh bagian atas dan merupakan titik


(31)

commit to user

tulang bahu. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat.

d. Tinggi siku adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai titik bawah siku duduk. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, kedua lengan atas lurus ke bawah di samping badan dan siku ditekuk membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : menentukan ketinggian sandaran tangan merupakan data referensi yang penting untuk ketinggian letak keyboards, daskboards, tinggi permukaan landasan kerja pada berbagai pekerjaan lainnya.

e. Tinggi pinggang adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai ruas pinggang (titik tengah lumbar). Subjek di ukur dengan posisi duduk tegak lurus. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat.

f. Tinggi pinggul adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai tulang pinggang paling atas. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus. Faktor koreksi : 1 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat.

g. Panjang Buttock-Lutut adalah jarak horizontal dari titik belakang pantat sampai titik depan lutut. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak antara titik belakang pantat dengan benda yang dapat menghalangi di depan lutut. Faktor koreksi : 2 cm untuk pakaian tebal yang dapat mengganjal pantat.


(32)

commit to user

h. Panjang Buttock-Popliteal (panjang tungkai atas) adalah jarak horizontal dari titik belakang pantat sampai lekuk lutut atau sudut

Popliteal. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Menentukan tentang kedalaman duduk maksimal yang dapat diterima.

i. Tinggi telapak kaki-lutut adalah jarak vertikal dari lantai sampai titik bagian atas lutut dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk suduk 90 derajat. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak yang diperlukan untuk akses atau masuk di bawah meja kerja. Faktor koreksi : Pemakaian sepatu untuk laki-laki ±2,5 cm dan wanita ±4 cm. j. Tinggi Telapak kaki-Popliteal (Panjang Tungkai Bawah) adalah jarak

vertikal dari lantai sampai lekuk lutut. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Dimensi jangkauan untuk menentukan ketinggian duduk maksimal yang masih dapat diterima. Faktor koreksi : Pemakaian sepatu untuk laki-laki ± 2,5 cm dan wanita ± 4 cm.

k. Panjang Kaki adalah jarak pararel sepanjang kaki diukur dari tumit bagian paling belakang sampai ujung jari kaki paling panjang. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak untuk kaki, untuk mendesain pedal, alat kontrol yang dioperasikan oleh kaki dan lain-lain. Faktor koreksi : Pemakaian sepatu untuk laki-laki ± 3 cm dan wanita ± 4 cm.

l. Tebal paha adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai bagian atas paha. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak lurus, lekuk lutut


(33)

commit to user

membentuk sudut 90 derajat. Contoh aplikasi : Ruang bebas gerak yang diperlukan antara tempat duduk dengan ujung bawah meja atau benda-benda yang dapat menghalangi lainnya (Tarwaka,2010).

3. Desain kursi

Esensi dasar dari evaluasi ergonomi dalam proses perancangan desain adalah sedini mungkin mencoba memikirkan kepentingan manusia agar bisa terakomodasi dalam setiap kreativitas dan inovasi sebuah „man

made object’ (Sritomo, 2008). Fokus perhatian dari sebuah kajian ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah perancanganan desain suatu produk yang memenuhi persyaratan ‘fitting the task to the man’ (Grandjean, 1988), sehingga setiap rancangan desain harus selalu memikirkan kepentingan manusia, yakni perihal keselamatan, kesehatan, keamanan maupun kenyamanan. Sama seperti yang diungkapkan Sritomo (2008), desain sebelum dipasarkan sebaiknya terlebih dahulu dilakukan kajian/evaluasi/pengujian yang menyangkut berbagai aspek teknis fungsional, maupun kelayakan ekonomis seperti analisis nilai, reliabilitas, evaluasi ergonomis, dan marketing.

Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Tinggi bangku dirumitkan oleh interaksi dengan tinggi tempat duduk. Desain


(34)

commit to user

kursi sesuai dengan kriteria agar permukaan kerja tetap di bawah siku seperti bagian sebelumnya (Nurmianto, 2003).

Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada lingkungan seharusnya disesuaikan dengan manusia lingkungan tersebut. Apabila tidak ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada kondisi yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain: nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).

Perancangan tempat kerja untuk pekerjaan duduk lebih sulit, karena dalam perancangan ini selain harus memperhitungkan tinggi bangku (meja) kerja juga interaksinya dengan tinggi tempat duduk. Misalnya jika kita merancang dengan kriteria agar permukaan tempat kerja tetap di bawah siku, maka sering kali rancangan tersebut tidak nyaman pada ruang untuk lutut. Untuk menjamin cukupnya ruang bagi lutut orang dewasa, maka direkomendasikan mengambil presentil 95 dari ukuran-ukuran telapak kaki sampai puncak lutut dan menambahkan dengan kelonggaran-kelonggarannya (Pramono, 2003).

a. Kursi Ergonomis

Kursi hendaknya memakai sandaran punggung dan pinggang (Grandjean, 1988). Sebuah kursi yang baik dapat mendukung pekerja dengan posisi kerja yang nyaman dan mempermudah perubahan posisi


(35)

commit to user

tubuh yang sering terjadi (OSH, 1998). Menurut Suma’ mur (2009), ukuran-ukuran kursi adalah :

1) Tinggi kursi 40 cm – 48 cm (sedikit lebih pendek dari tinggi

popliteal)

2) Kedalaman kursi 40 cm (lebih pendek dari jarak Popliteal– pantat) 3) Lebar kursi 40 cm – 44 cm (lebih lebar dari lebar pinggul)

Penerapan ergonomis dalam pembuatan kursi dimaksudkan untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis dalam bekerja. Sikap ergonomi ini diharapkan efesiensi kerja dan produktivitas meningkat. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada begian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian tersebut. Dalam mendesain kursi kerja yang ergonomis harus memenuhi kriteria-kriteria atau aturan baku tentang tempat duduk dan meja kerja dengan berpedoman pada ukuran-ukuran antropometri orang Indonesia. Sesuai dengan norma-norma ergonomi yang telah disepakati pada lokakarya penyusunan norma-norma ergonomi di tempat kerja tanggal 13-16 juli 1987 sebagai berikut :

1) Tinggi Tempat Duduk

Diukur dari lantai sampai pada permukaan atas bagian depan atas tempat duduk. Kriteria yang di usulkan : tinggi alas duduk harus


(36)

commit to user

sedikit lebih pendek dari panjang tekuk lutut sampai ke telapak kaki. Ukuran yang diusulkan adalah 34-38 cm.

2) Panjang alas duduk

Diukur dari pertemuan garis Proyeksi permukaan depan sandaran tempat duduk permukaan atas alas duduk sampai garis punggung. Ukuran yang diusulkan adalah 36 cm.

3) Lebar tempat duduk

Diukur pada garis tengah alas duduk melintang, harus lebih besar dari lebar pinggul. Ukuran yang diusulkan adalah 44 - 48 cm.

4) Sandaran pinggang

Kriteria: Bagian atas sandaran pinggang tidak melebihi tepi bawah ujung tulang belikat dan bagian bawahnya setinggi garis pinggul. 5) Sandaran tangan

Kriteria : Jarak antara tepi kedua sandaran lebih lebar dari lebar pinggul dan tidak melebihi bahu. Tinggi sandaran tangan adalah setinggi siku. Panjang sandaran tangan adalah sepanjang lengan atas. Ukuran yang diperkenankan :

a) Jarak antara tepi dalam kedua sandaran tangan adalah 46 - 48 cm

b) Tinggi sandaran tangan adalah 20 cm dari alas duduk c) Panjang sandaran tangan adalah 21 cm

d) Sudut alas duduk Kriteria : Alas duduk harus sedemikian rupa sehingga memberikan kemudahan bagi pekerja untuk


(37)

commit to user

melaksanakan pemilihan-pemilihan gerakan dan posisi. Ukuran yang diusulkan adalah horisontal untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan sedikit membungkuk kedepan alas duduk miring ke belakang 3 - 5 derajat (Sarwono, 2002).

b. Kursi Non Ergonomis

Selain kursi ergonomi dapat pula kursi yang tidak ergonomis (kursi yang tidak sesuai dengan anthropometri tenaga kerja), adapun kriteria-kriterianya adalah sebagai berikut :

1) Kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar sehingga bagian depan terlalu ke depan sehingga pekerja akan memajukan posisi duduknya dan menyebabkan bagian punggung tidak dapat bersandar.

2) Kursi yang terlalu dan tidak dilengkapi dengan sandaran pinggang tidak dapat dimanfaatkan oleh karena mereka harus duduk maju ke depan agar dapat melakukan pekerjaannya. Ruang antara alas duduk dan tepi bawah meja terlalu sempit sehingga menyebabkan paha pekerja tertekan.

3) Sandaran pinggang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gerakan bahu dan tangan terbatas dan posisi kerja yang tidak nyaman. (Panero, dkk. 2003).

Penggunaan kursi tidak ergonomi dapat menyebabkan timbulnya keluhan nyeri pada pinggang. Di Amerika akibat nyeri pinggang ini sebuah perusahaan merugi hingga jutaan dollar, untuk


(38)

commit to user

mengurangi timbulnya keluhan nyeri pinggang maka diberikan kursi yang ergonomi (kursi dengan desain yang sesuai dengan antropometri pekerja) (Samara, 2003).

4. Keluhan Muskuloskeletal

Upper extremity

Lower extremity

Gambar 3 Sistem Skeletal Sumber : Adjeng, 2008.

Keluhan pada sistem muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan


(39)

commit to user

musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem

musculoskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka 2010). Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut (Tarwaka, 2010).

Otot-otot skeletal merupakan otot-otot sadar dimana kita dapat mengendalikan/memerintahkannya untuk melakukan sesuatu. Bersama-sama otot skeletal dan tulang memberikan kekuatan dan tenaga pada tubuh. Pada banyak kasus, otot skeletal ini melekat pada salah satu ujung tulang. Otot-otot ini menekan seluruh bagian sendi dan lantas melekat lagi pada ujung tulang yang lain. Otot-otot skeletal melekat pada tulang dengan bantuan tendon. Tendon adalah semacam cord yang terbuat dari material kuat dan bekerja sebagai penghubung khusus antara tulang dan otot. Tendon ini juga melekat dengan bagus sehingga saat kita menggerakkan salah satu otot kita, tendon dan tulang akan bergerak bersama pula. Otot skeletal ini muncul dalam banyak bentuk dan ukuran yang berbeda yang membuat mereka mampu melakukan banyak pekerjaan. Otot-otot ini yang melakukan pekerjaan paling besar dan paling berat adalah otot-otot di


(40)

commit to user

punggung dekat pinggang kita yang memungkinkan kita berdiri tegak. Otot-otot ini juga memberikan tenaga pada saat kita mendorong atau menarik sesuatu. Otot-otot di dekat leher dan bagian atas punggung kita tidak begitu besar namun mampu melakukan sesuatu yang sangat mengagumkan: menahan beban saat kepala kita berputar, bergerak ke kiri kanan dan ke atas serta ke bawah. Bahkan otot-otot inilah yang mampu menahan posisi kepala agar tetap berada di atas (Adjeng, 2008).

Studi tentang Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut adalah Low Back Pain (LBP) yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (Tarwaka, 2004).

Faktor Penyebab Keluhan pada Sistem Muskulosekeletal : a. Kesalahan dan lamanya waktu duduk

Sakit pinggang terjadi karena kesalahan dan lamanya waktu duduk. Saat bekerja tubuh dituntut untuk berada dalam posisi yang sama untuk waktu yang lama terutama pekerja dalam bidang manufaktur. Jika kondisi tidak nyaman terjadi, maka tubuh akan tertekan dan berakibat timbulnya sakit pinggang atau pegal-pegal.


(41)

commit to user

b. Pengaruh kursi kerja

Kursi yang ergonomic adalah kursi yang dapat diatur agar sesuai dengan kondisi badan baik tinggi maupun sandaranya. Hal ini akan membuat bagian belakang tubuh seseorang merasakan rileks sebab terdapat sandaran untuk menopang bagian punggungnya. Jika kursi terlalu tinggi kita dapat menggunakan bantalan atau pijakan untuk kaki agar kaki kita tidak menggantung. Kita juga dapat menggunakan kursi yang empuk dengan meletakkan busa pada letak dudukan. Ini akan menyebabkan pinggang kita merasakan nyaman. Terakhir jika kita menggunakan kursi yang memiliki sandaran tangan kita harus memperhatikan bentuk sandaran itu agar posisi tangan tidak ketinggian. Dalam bekerja faktor tempat duduk sangat penting karena dengan tempat duduk yang nyaman kita akan dapat bekerja dengan baik dan sehat. (Suma’mur, 2009).

Peter Vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal antara lain sebagai berikut :

a. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja di mana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan


(42)

commit to user

melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

b. Aktivitas Berulang

Aktivitas Berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

c. Sikap Kerja Tidak alamiah

Sikap Kerja Tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat grafitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjean, 1993; Anis & McConville, 1996; Waters & Anderson,1996 & Manuaba, 2000).


(43)

commit to user

Adapun faktor penyebab sekunder antara lain : a. Tekanan

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot menetap (Tarwaka, 2010).

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982) dalam Tarwaka 2010.

c. Mikroklimat

Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan kekuatan otot menurun (Astrand & Rodhl,1977;Pulat, 1992;Wilson & Corlett, 1992) dalam (Tarwaka,2010). Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot. Sebagai


(44)

commit to user

akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982;Grandjean,1993) dalam Tarwaka 2010

Beberapa faktor internal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu : a. Umur

Chaffin (1979) dan Guo, dkk. (1995) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai pertama dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada umur setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2004). Sebagai contoh, Betti’e, dkk 1989 dalam Tarwaka 2010 telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan diatas 60 tahun. Penelitian difokuskan untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20 - 29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur.

b. Jenis kelamin

Beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Astrand, dkk (1997) menjelaskan


(45)

commit to user

bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot priapun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hasil penelitian Betti’e, dkk (1989) menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Chiang, dkk. (1993), Bernard, dkk. (1994), Heles, dkk. (1994) dan johanson (1994) yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah 1:3. Dari uraian tersebut, maka jenis kelamin perlu dipertimbangkan dalam mendesain beban tugas (Tarwaka, 2004).

c. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pergerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh. Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady, dkk. (1979) menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang rendah, maka risiko terjadinya keluhan adalah 7,1%, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8%. Hal ini juga diperkuat Betti’e, dkk (1989) yang menyatakan hasil penelitian


(46)

commit to user

terhadap para penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai risiko yang sangat kecil terhadap risiko cedera otot.

Dari uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa, tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan bertambahnya aktivitas fisik (Tarwaka, 2004).

d. Kondisi Kesehatan

Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Pengertian sehat tersebut sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai berikut : sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial. Faktor eksternal penyebab keluhan otot-otot skeletal, yaitu :

a. Lama kerja/waktu kerja

Waktu kerja bagi seseorang menentukan efesiensi dan produktivitasnya. Lamanya seorang bekerja sehari baik pada umumnya 6 – 8 jam. Dalam Seminggu orang hanya bisa bekerja dengan baik selama 40 - 50 jam. Lebih dari itu kecenderungan timbulnya hal-hal yang negatif. Makin panjang waktu kerja, makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Jumlah


(47)

commit to user

kepada berbagai faktor. Penelitian-penelitian menunjukan bahwa pengurangan jam kerja dari delapan jam lebih seperempat ke delapan jam disertai meningkatnya efesiensi kerja dengan kenaikan produktivitas 3 sampai 10%. Kecenderungan ini lebih terlihat pada pekerjaan yang dilakukan dengan tangan (Suma,mur, 1991).

b. Tekanan melalui fisik (beban kerja)

Beban kerja pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut–larut mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau kronis. Perasaan lelah pada keadaan ini kerap muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja, misalnya berupa perasaan kebencian yang bersumber dari perasaan emosi (Sugeng, dkk, 2002). Sejumlah orang kerapkali menunjukkan gejala seperti berikut :

1) Meningkatnya ketidakstabilan jiwa 2) Depresi

3) Kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja 4) Meningkatnya sejumlah penyakit fisik


(48)

commit to user

5. Hubungan Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan

Muskuloskeletal

Pekerjaan menjahit adalah suatu pekerjaan yang dilakukan dengan duduk, sedangkan duduk tidak lepas dari peralatan kerja (kursi kerja). Antara manusia dengan peralatan kerja harus diatur kesesuaiannya dengan ilmu ergonomi (Sutalaksana, 2000). Aspek dalam penerapan ergonomi antara lain : faktor manusia, anthropometri, sikap tubuh dalam bekerja, faktor pengorganisasian kerja. Ergonomi juga memiliki beberapa prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pegangan dalam pembuatan alat-alat kerja (kursi kerja) yang termasuk didalamnya adalah anthropometri untuk perancangan kursi kerja.

Penggunaan kursi tidak ergonomi dapat menyebabkan timbulnya keluhan nyeri pada pinggang. Di Amerika akibat nyeri pinggang ini sebuah perusahaan merugi hingga jutaan dollar, untuk mengurangi timbulnya keluhan nyeri pinggang maka diberikan kursi yang ergonomi (kursi dengan desain yang sesuai dengan antropometri pekerja) (Samara, 2003).

Kursi yang baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan memiliki penyangga punggung (Wasi, 2005). Penerapan ergonomis dalam pembuatan kursi dimaksudkan untuk mendapatkan sikap tubuh yang ergonomis dalam bekerja. Sikap ergonomi ini diharapkan efesiensi kerja dan


(49)

commit to user

produktivitas meningkat. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan sensibilitas bagian-bagian tersebut.

Dalam perancangan kursi kerja agar rancangan tersebut nantinya dapat sesuai dengan dimensi tubuh manusia yang akan menggunakannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri tersebut ditetapkan dahulu prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran tubuh ekstrim. Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk atau fasilitas kerja akan menetapkan nilai persentil 95 untuk dimensi minimum dan persentil 5 untuk dimensi maksimum (Sanders, 1991). Dimensi tubuh yang diukur antara lain : tinggi duduk, tinggi bahu duduk, lebar bahu, lebar pinggul, panjang tungkai atas, panjang tungkai bawah.

Selain kursi kerja ada faktor penyebab keluhan muskuloskeletal yang lain meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain : Umur, jenis kelamin, kesegaran jasmani. Sedangkan faktor eksternal meliputi lama/waktu kerja, beban kerja, dan fakor lingkungan kerja (getaran mekanis dan mikroklimat).


(50)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 4. Bagan Kerangka Pemikiran Faktor internal :

1. Jenis kelamin 2. Umur

3. Kesegaran jasmani 4. Kondisi Kesehatan

Kursi Tidak Ergonomis

Terjadi keluhan Muskuloskeletal

Faktor eksternal : 1. Lama waktu kerja 2. Beban kerja 3. Lingkungan kerja.

a. Getaran b. Mikroklimat Kerja dengan posisi tidak alamiah

atau posisi duduk terlalu dipaksakan

Penimbunan asam laktat

Tidak ada kesesuaian antara kursi kerja dengan anthropometri tenaga kerja

Jenis Pekerjaan Menjahit

Pekerjaan dengan posisi duduk

Penekanan pada bagian tubuh tertentu

Sirkulasi darah terganggu


(51)

commit to user

C. Hipotesis

Ada Pengaruh Perbaikan Kursi Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerjaan Menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten.


(52)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen yang artinya penelitian tidak mungkin untuk dapat mengendalikan semua variabel luar, sehingga perubahan yang terjadi bukan sepenuhnya akibat dari perlakukan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik one group pre test and post test design, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk menilai satu kelompok saja secara utuh (Taufiqurohman, 2004).

Rancangan penelitian ini adalah one group pre test and post tes design. Pada penelitian ini, peneliti melakukan treatment yaitu melakukan perbaikan pada kursi kerja sesuai dengan anthropometri pekerja kemudian dinilai pengaruhnya pada pengujian kedua.

O X O 1 2

O1 : Sebelum diberi perbaikan, sebagai kontrol (pre test dan post test) O2 : Setelah diberi perbaikan (pre test dan post test)

X : Diberi perlakuan berupa perbaikan kursi kerja sesuai dengan anthropometri subjek penelitian (intervensi)


(53)

commit to user

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di home industri penjahitan di desa Sawahan kecamatan Juwiring, Klaten pada bulan Maret-Mei 2011. Jadwal ada dalam lampiran 1.

C. Populasi dan Subjek Penelitian

Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah penjahit yang tinggal di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten yang pekerjaannya menjahit pakaian dengan jumlah populasi laki-laki sebanyak 31 orang.

Subjek adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut dengan penetapan ciri-ciri populasi yang menjadi sasaran dan akan diwakili oleh subjek di dalam penyelidikan/berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi :

a. Jenis kelamin : laki-laki b. Umur : 35 - 55 tahun

c. Lama kerja 8 jam per hari (7 jam kerja dan 1 jam istirahat) d. Jenis pekerjaan menjahit

2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian b. Jenis kelamin perempuan

c. Sedang sakit


(54)

commit to user

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling dengan

restriksi. Menurut Murti (2006), restriksi yaitu metode untuk membatasi subjek penelitian menurut kriteria tertentu pada populasi target (populasi sasaran), maka diperoleh populasi sumber (populasi yang merupakan himpunan subjek dari populasi sasaran yang digunakan sebagai sumber pencuplikan subjek penelitian). Selanjutnya dilakukan random sampling

sehingga diperoleh sampel penelitian. Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak 31 orang pekerja laki-laki. Dengan random sampling didapatkan subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 15 orang.

E. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang berpengaruh atau menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat, dan merupakan variabel pengaruh yang paling diutamakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini adalah perbaikan kursi kerja.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang diduga nilainya akan berubah karena adanya pengaruh dari variabel bebas. Dalam penelitian ini adalah keluhan muskuloskeletal.


(55)

commit to user

3. Variabel Pengganggu

Variabel penggangu adalah variabel yang secara teoritis berpengaruh terhadap variabel terikat, namun tidak diingini pengaruhnya. Dalam penelitian ini ada 2 variabel pengganggu.

a. Variabel pengganggu terkendali : jenis kelamin, umur, lama kerja, jenis pekerjaan.

b. Variabel pengganggu tidak terkendali : getaran, mikroklimat, kesegaran jasmani, kondisi kesehatan, beban kerja.

Berdasarkan Identifikasi variabel penelitian maka dapat digambarkan seperti bagan dibawah ini :

Gambar 5. Struktur Hubungan Antara Variabel

Variabel Bebas : Perbaikan kursi kerja

Variabel terikat : Keluhan muskuloskeletal Variabel Penganggu

terkendali :

a. Jenis kelamin b. Umur

c. Lama kerja d. Jenis pekerjaan

Variabel Penganggu tidak terkendali :

1. Getaran 2. Mikroklimat 3. Kesegaran jasmani 4. Kondisi kesehatan 5. Beban Kerja


(56)

commit to user

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Perbaikan Kursi Kerja

Perbaikan kursi kerja artinya melakukan perbaikan pada kursi kerja yang semula tidak ergonomis menjadi egonomis sesuai dengan kriteria-kriteria atau aturan baku tentang tempat duduk dengan berpedoman pada ukuran-ukuran antropometri.

Untuk melakukan usaha perbaikan kursi kerja, membutuhkan data dari : a. Kursi kerja

Kursi kerja adalah tempat duduk tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaan menjahit. Dalam penelitian ini ada 2 jenis kursi kerja yaitu :

1) Kursi tidak Ergonomis

Kursi tidak ergonomis adalah kursi dengan bahan dari plastik seperti pada gambar 6.

Gambar 6. Contoh kursi kerja yang tidak ergonomis Sumber : Data Primer 2011

Alat ukur : Meteran gulung


(57)

commit to user

Skala Pengukuran : Nominal 2) Kursi Ergonomis

Kursi ergonomis adalah kursi yang mempunyai 4 kaki, tinggi kursi sesuai anthropometri tenaga kerja (tidak terlalu rendah maupun terlalu tinggi), panjang alas dan lebar alas sesuai anthropometri tenaga kerja serta mempunyai sandaran punggung. Dalam penelitian ini digunakan desain kursi yang sesuai anthropometri tenaga kerja seperti pada gambar 7.

Gambar 7. Kursi Ergonomis Sumber : Data Primer 2011 Keterangan :

a. Tinggi Kursi (50 persentile tinggi popliteal)

b. Panjang alas duduk (95 persentile panjang buttock-popliteal) c. Lebar alas duduk (95 persentile lebar pinggul)

d. Tinggi sandaran punggung (50 persentile tinggi bahu) e. Lebar sandaran punggung (95 persentile lebar bahu)

b d

c

a e


(58)

commit to user

Alat ukur : Meteran gulung

Satuan : cm

Skala Pengukuran : Nominal b. Anthropometri

Anthropometri merupakan pengukuran unsur tubuh manusia pada penjahit yang berkaitan dengan kursi kerja. Anthropometri yang diukur disini adalah anthropometri tenaga kerja penjahitan di desa Sawahan kecamatan Juwiring, Klaten.

Alat ukur : Anthropometer shet

Satuan : cm

Skala Pengukuran : Nominal

2. Variabel Terikat

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah Keluhan Muskulosekeletal.

Definisi : Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal (pegal-pegal) yang dirasakan oleh tenaga kerja bagian penjahitan mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit pada saat penelitian dilakukan. Cara pengisian Kuesioner Nordic Body Map

dengan cara memegang dan menanyakan tiap bagian otot sekeletal kepada subjek penelitian.

Alat ukur : Kuesioner Nordic body map


(59)

commit to user

Skala pengukuran : Ordinal

Skoring pada kuesioner ini sebagai berikut :

Tidak sakit : 1 (apabila tidak ada rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal pada bagian tubuh tertentu).

Agak sakit : 2 (apabila timbul rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal pada bagian tubuh tertentu, tetapi gejala yang timbul tidak terlalu parah dan masih dapat menjalankan pekerjaan).

Sakit : 3 (apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal pada bagian tubuh tertentu dan terasa sakit untuk beraktifitas).

Sakit sekali : 4 (apabila mengalami rasa nyeri atau keluhan otot-otot skeletal yang amat sangat sakit pada bagian tubuh tertentu dan mengganggu dalam beraktifitas).

3. Variabel Pengganggu

a. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah kriteria atau ciri-ciri biologis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah laki-laki.

Alat ukur : Wawancara dan kartu identitas pekerja Satuan : Laki-laki/Perempuan


(60)

commit to user

b. Umur

Umur adalah perhitungan waktu yang dihitung dari tahun kelahiran sampai hari pada tahun saat dilakukan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah tenaga kerja yang berumur 35 - 55 tahun.

Alat ukur : Wawancara dan kartu identitas diri

Satuan : Tahun

Skala Pengukuran : Nominal c. Lama Kerja

Lama kerja adalah jumlah waktu kerja tiap harinya pada pekerjaan menjahit. Dalam penelitian ini lama kerjanya 8 jam per hari (7 jam kerja dan 1 jam istirahat).

Alat ukur : Wawancara

Satuan : Jam

Skala Pengukuran : Nominal d. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan adalah pekerjaan yang diselesaikan oleh tenaga kerja.

Alat ukur : Wawancara dan observasi Skala Pengukuran : Nominal


(61)

commit to user

e. Beban Kerja

Beban Kerja adalah kemampuan tubuh untuk dapat menyelesaikan pekerjaan.

Alat Ukur : Perabaan pada nadi tangan.

Satuan : Denyut/menit

Skala : Nominal

f. Getaran Mekanis

Getaran mekanis adalah getaran yang dihasilkan oleh mesin jahit yang dijalankan oleh dinamo.

Alat ukur : Vibration Meter Satuan : m/s2 (percepatan)

Skala : Nominal

g. Mikroklimat

Mikroklimat adalah paparan suhu panas di area kerja bagian penjahitan dengan mengukur suhu kering (DB), suhu basah (WB), suhu globe (TG) dan Index Suhu Basah dan Bola (ISBB) dalam ruangan.

Alat ukur : Quest Temp

Satuan : Celcius


(62)

commit to user

G. Desain Penelitian

Random sampling

Pretest Post test

Pretest Post test

Gambar 8. Bagan Desain Penelitian Populasi

31 orang laki-laki

Jenis kelamin laki-laki, umur 35 – 55 tahun, lama kerja 8 jam (7jam kerja, 1jam istirahat), jenis pekerjaan menjahit.

Pemberian Kursi Ergonomis Sebelum Perbaikan (O1)

Muskuloskeletal Subjek 15 orang

Setelah Perbaikan (O2) Muskuloskeletal

Wilcoxon

Kuesioner

Nordic Body Map

Kuesioner

Nordic Body Map

Perbaikan

Intervensi

Adaptasi 1 minggu


(63)

commit to user

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :

1. Anthropometer shet

Anthropometer shet adalah alat untuk mengukur dimensi tubuh manusia baik pada posisi duduk maupun pada posisi berdiri dengan satuan cm.

Gambar 9. Anthropometer Shet Sumber : Data Primer 2011 Cara Kerja:

a. Pasang stik A dengan stik bertanda huruf A dan B, tetapi pilih yang bertanda A dengan A, B dengan B dan seterusnya.

b. Pasang jarum pengukur dengan cara memasukkannya pada lubang jarum pengukur yang ada pada stik A dengan arah jarum ke dalam.


(64)

commit to user

c. Ukur bagian tubuh yang diingikan sesuai dengan norma ergonomi pengukuran anthropometri kemudian catat hasilnya.

2. Meteran Gulung

Meteran Gulung adalah alat untuk mengukur kursi kerja dengan satuan cm.

Gambar 10. Meteran gulung Sumber : Data Primer 2011 Cara Kerja:

a. Tekan penahan ukuran dan tahan untuk membebaskan gulungan meteran.

b. Setelah ukuran bisa digerakkan, pasang lis meteran yang ada pada ujung meteran dan taruh pada tepi ujung kursi kerja yang akan diukur lalu tarik meteran kearah berlawanan.

c. Ukur bagian yang diingikan, kemudian kunci dengan melepas penahan gulungan meteran dan catat hasilnya.

3. Kuesioner Nordic Body Map

Kuesioner Nordic Body Map berupa lembaran berisi pertanyaan-pertanyaan yang dikirim pada responden yang telah dipilih, dengan


(65)

commit to user

harapan akan dikembalikan, kemudian dinilai dengan skoring sehingga dapat digolongkan tentang keluhan muskuloskeletalnya dengan kriteria tidak sakit (28 - 49), agak sakit (50 - 70), sakit (71 - 91), sakit sekali (92 - 112). Kuesioner Nordic Body Map dapat dilihat di Lampiran 2.

4. Quest temp

Quest temp adalah suatu termometer yang dilengkapi dengan sensor listrik (baterai) yang lengkap untuk mengukur kelembaban nisbi, panas, radiasi dan mengetahui lama pendinginan hanya dengan menekan tombol sesuai dengan apa yang akan diukur. Pilih satuannya dalam °C atau °F. Lihat dan catat hasilnya.

5. Vibration meter

Vibration meter adalah alat untuk mengukur kecepatan getaran pada mesin jahit dengan satuan cm/detik. Amati dan catat hasilnya. 6. Perlengkapan alat tulis

Perlengkapan alat tulis digunakan untuk penulisan data yang diambil. 7. Kamera

Untuk pengambilan gambar sebagai data pendukung.

I. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya bagaimana proses mengolah data menjadi informasi yang benar yang dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Agar analisis menghasilkan informasi


(1)

Tabanan” didapatkan hasil bahwa setelah dilakukan perbaikan kondisi kerja dengan pendekatan ergonomi total dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal sebesar 5.53%.

F. Prosentase Keluhan Muskuloskeletal

1. Sebelum Perbaikan Kursi Kerja

Bagian otot-otot skeletal yang persentasenya 80% adalah bagian pantat dan pinggul, hal ini disebabkan karena lebar alas kursi yang terlalu sempit dan kursi terbuat dari plastik yang dapat membuat bokong panas, sehingga menyebabkan otot-otot pada bokong menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak disekitarnya sehingga apabila hal ini tidak segera mendapatkan perhatian secara serius akan dapat menyebabkan timbulnya sakit pada daerah pantat dan pinggul secara permanen.

Peringkat keluhan muskuloskeletal kedua sebesar 70 % sampai 76,7 % adalah keluhan pada bagian punggung, pinggang, paha kiri dan paha kanan. Keluhan tersebut timbul karena panjang dan lebar kursi kerja lebih pendek dari anthropometri subjek penelitian dan kursi tersebut tidak ada sandaran punggungnya. Sehingga bisa dimimungkinkan terjadinya penekana pada jaringan lunak.

Peringkat keluhan ketiga sebesar 60% sampai 66,7% adalah keluhan pada betis kiri, lutut kanan, lutut kiri, leher atas dan tengkuk.


(2)

commit to user

yang tidak ergonomis yang tidak sesuai dengan anthropometri subjek penelitian. Dengan demikian sikap kerja menjadi tidak alamiah yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal.

2. Setelah Perbaikan Kursi Kerja

Sesudah adanya perbaikan kursi kerja nilai persentase keluhan muskuloskeletal maksimal yaitu 50% pada bagian tengkuk, pinggang, pinggul, pantat, paha kiri, paha kanan, lutut kanan, lutut kiri. Hal ini dikarenakan penggunaan kursi yang sesuai dengan anthropometri tenaga kerja yang dilengkapi dengan busa pada alas kursinya mampu mengurangi risiko penekanan langsung pada jaringan otot yang lunak selain itu dengan menggunakan kursi sesuai dengan anthropometri maka mampu memberikan sikap kerja yang alamiah sehingga keluhan otot skeletal dapat dikurangi.

G. Hasil Analisa Perbedaan Keluhan Muskulosekeletal Sebelum dan

Sesudah perbaikan Kursi Kerja

Berdasarkan hasil pengukuran pre test sebelum dan sesudah perlakuan diperoleh hasil bahwa nilai P Value adalah 0.116 (P value > 0.05) yang artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara keluhan sebelum kerja pada sebelum dan sesudah perlakuan.

Dari hasil Uji Wilcoxon antara post test sebelum dan sesudah perlakuan diperoleh hasil bahwa nilai P Value adalah 0.001 (P Value ≤


(3)

0.01) yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara keluhan muskuloskeletal sesudah kerja pada sebelum dan sesudah perlakuan.

Dari hasil Uji Wilcoxon antara perbedaan pre test-post test

sebelum dan sesudah perlakuan diperoleh bahwa nilai P Value adalah 0.001 (P Value < 0.01) yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara keluhan sebelum dan sesudah perlakuan.

Jadi ada pengaruh perbaikan kursi kerja terhadap keluhan muskuloskeletal pada pekerjaan menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten dengan nilai p value 0,001 yang artinya ada beda yang sangat signifikan.

Hal ini dikarenakan pemberian perbaikan kursi kerja yang sesuai dengan anthropometri tenaga kerja yang dilengkapi dengan busa pada alas kursinya mampu mengurangi risiko penekanan langsung pada jaringan otot yang lunak selain itu dengan menggunakan kursi sesuai dengan anthropometri maka mampu memberikan sikap kerja yang alamiah sehingga keluhan otot skeletal dapat dikurangi.

Penelitian serupa dilakukan oleh Purwanti, 2008. Dengan judul “Hubungan Antara Ergonomi Kerja Terhadap Timbulnya Gangguan Kesehatan Akibat Kerja Pada Pekerja di PG KREMBOONG Sidoarjo”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ergonomi kerja terhadap timbulnya gangguan kesehatan akibat kerja pada pekerja PG KREMBOONG. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang


(4)

commit to user

akibat kerja dengan nilai R sebesar 0,608. Gangguan kesehatan akibat kerja berupa : nyeri pinggang, nyeri lutut, pusing.

Penelitian sejenis lainnya juga dilakukan oleh Pratomo, 2006. Dalam judul “Hubungan Antara Kursi Kerja dengan Timbulnya Keluhan Nyeri Pinggang Pada Pekerja Tenun Kain Sarung di JAVA ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Desa Kebunan Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang” dengan hasil analisis uji statistik didapatkan p untuk hubungan antara kursi kerja dengan timbulnya keluhan nyeri pinggang pada pekerja tenun kain sarung sebesar 0.02 artinya ada hubungan antara kursi kerja dengan timbulnya keluhan nyeri pinggang pada pekerja tenun kain sarung.

Penelitian jenis lainnya juga dilakukan oleh Subagyo, 2010. Dalam judul “Pengaruh Ergonomis Stasiun kerja terhadap Keluhan otot-otot skeletal Pekerja laki-laki Kantor Administrasi Dokumen Building PT Krakatau Steel Cilegon” dengan hasil uji statistik dimana nilai p= 0,000, dimana nilai tersebut (p < 0,01), maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh sikap kerja duduk pada stasiun kerja terhadap keluhan otot-otot skeletal pada pekerja laki-laki pada kantor Adminitrasi Dokumen Building, karena ada beda rata-rata antara nilai sebelum bekerja dengan setelah bekerja dan hasil uji dinyatakan sangat signifikan.


(5)

commit to user BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Perbaikan kursi kerja dapat menurunkan total score keluhan muskuloskeletal pada pekerjaan menjahit sebesar sebesar 23.8 (36.6%). Dalam penelitian ini keluhan muskuloskeletal tidak bisa dihilangkan 100% karena kemungkinan adanya faktor lain yang mempengaruhi antara lain mikroklimat dan getaran mekanik yang melebihi NAB.

2. Persentase keluhan muskuloskeletal sebelum perbaikan kursi kerja yang paling tinggi adalah 80% pada bagian pantat dan pinggul setelah perebaikan menjadi 50%. Urutan kedua 70% sampai 76,7% adalah keluhan pada bagian pinggang, paha kiri, paha kanan, punggung setelah perbaikan menjadi 50%, 50%, 50% dan 46.7%. Urutan ketiga 60% sampai 66,7% adalah keluhan pada betis kiri, lutut kanan, lutut kiri, leher atas dan tengkuk setelah perbaikan menjadi 46,7%, 45%, 50%, 46.7% dan 50%. 3. Ada pengaruh perbaikan kursi kerja terhadap keluhan muskuloskeletal

pada pekerjaan menjahit di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten yang dinyatakan dengan uji wilcoxon dengan hasil P Value 0,001, P ≤ 0.010 yang artinya sangat signifikan (ada perbedaan nilai antara keluhan sebelum perbaikan dan sesudah perbaikan), jadi

4. Rata-rata getaran mekanis sebelum dan sesudah perlakuan melebihi NAB ( X getaran mekanis > 4 m/s2) yaitu sebesar 5.1 m/s2 dan 4.9 m/s2 namun


(6)

commit to user

demikian pengaruhnya terhadap kelompok sebelum dan sesudah perlakuan tidak berbeda, sedangkan rata-rata mikroklimat sebelum dan sesudah perlakuan juga melebihi NAB (X mikroklimat > 28oC) yaitu sebesar 33.7oCdan 34.1oC namun demikian pengaruhnya terhadap kelompok sebelum dan sesudah perlakuan tidak berbeda.

B. SARAN

1. Hendaknya tenaga kerja penjahitan di Desa Sawahan Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten memakai rancangan kursi ergonomis yang sesuai dengan anthropometri tenaga kerja dalam penelitian ini.

2. Sebaiknya getaran mekanis diminimalisasi dengan cara memberi bantalan pada dinamo sebagai peredam.

3. Untuk mengatasi masalah mikroklimat dilakukan dengan penggunaan kipas angin untuk mengurangi suhu ruangan.

4. Bagi Peneliti-peneliti lain diharapkan melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh getaran mekanis dan mikroklimat terhadap keluhan otot-otot skeletal.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR PEKERJAAN DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL AKIBAT KERJA (STUDI PADA NELAYAN DI DESA PUGER WETAN KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER)

69 391 123

PERBAIKAN POSTUR KERJA MENURUNKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL DAN WAKTU PROSES PEMAHATAN PERBAIKAN POSTUR KERJA MENURUNKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL DAN WAKTU PROSES PEMAHATAN DI JAVA ART STONE YOGYAKARTA.

0 2 12

PENGARUH PEMBERIAN PEREGANGAN OTOT (STRETCHING) TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL DAN KEJENUHAN PADA Pengaruh Pemberian Peregangan Otot (Stretching) Terhadap Keluhan Muskuloskeletal Dan Kejenuhan Pada Pekerja Bagian Menjahit Divisi Garment Di Pt. Tyfounte

0 5 15

PENGARUH PEMBERIAN PEREGANGAN OTOT (STRETCHING) TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL DAN KEJENUHAN PADA Pengaruh Pemberian Peregangan Otot (Stretching) Terhadap Keluhan Muskuloskeletal Dan Kejenuhan Pada Pekerja Bagian Menjahit Divisi Garment Di Pt. Tyfounte

1 8 16

Pengaruh Sikap Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Perajin Batu Bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar

0 0 18

Pengaruh Sikap Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Perajin Batu Bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar

0 0 2

Pengaruh Sikap Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Perajin Batu Bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar

0 0 10

Pengaruh Sikap Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Perajin Batu Bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar

0 0 15

Pengaruh Sikap Kerja terhadap Keluhan Muskuloskeletal pada Perajin Batu Bata di Kecamatan Darussalam Aceh Besar

0 0 2

PENGARUH TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL TENAGA KERJA DI PT

0 0 51