PEMBANGUNANDAERAHSEKTORNASIONALpim3

(1)

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

KEPEMIMPINAN TINGKAT III

Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia 2008


(2)

Hak Cipta© Pada: Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2008

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110

Telp. (62 21) 3868201-06 Ext. 193, 197 Fax. (62 21) 3800188

Pembangunan Daerah, Sektor dan Nasional

Jakarta – LAN – 2008 156 hlm: 15 x 21 cm ISBN: 979-8619-74-9

iii

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menegaskan bahwa dalam rangka usaha mencapai

tujuan nasional, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang

berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional. Untuk

mewujudkan profesionalisme PNS ini, mutlak diperlukan

peningkatan kompetensi, khususnya kompetensi kepemimpinan bagi para pejabat dan calon pejabat Struktural Eselon III baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai pejabat struktural yang berada pada posisi paling depan atau ujung tombak, pejabat struktural eselon III memainkan peran yang sangat penting karena bertanggung jawab dalam mensukseskan pelaksanaan kegiatan-kegiatan secara langsung, sehingga buah karyanya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

Untuk mempercepat upaya peningkatan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat III. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III dapat lebih ditingkatkan sehingga kebutuhan akan pejabat struktural eselon III yang profesional dapat terpenuhi. Agar penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III menghasilkan alumni dengan kualitas yang sama, walaupun diselenggarakan dan diproses oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) yang berbeda, maka LAN menerapkan kebijakan standarisasi program Diklatpim Tingkat III. Proses standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat,


(3)

mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran sampai

pada pengadministrasian penyelenggaranya. Dengan proses

standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni dapat lebih terjamin.

Salah satu unsur penyelenggaraan Diklatpim Tingkat III yang mengalami proses standarisasi adalah modul untuk para peserta

(participants’ book). Disadari sejak modul-modul tersebut

diterbitkan, lingkungan strategis khususnya kebijakan-kebijakan nasional pemerintah juga terus berkembang secara dinamis. Di samping itu, konsep dan teori yang mendasari substansi modul juga mengalami perkembangan. Kedua hal inilah yang menuntut diperlukannya penyempurnaan secara menyeluruh terhadap modul-modul Diklatpim Tingkat III ini.

Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan modul-modul yang telah mengalami penyempurnaan ini, dan mengharapkan agar peserta Diklatpim Tingkat III dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali kedalaman substansinya di antara sesama peserta dan para Widyaiswara dalam berbagai kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung. Semoga modul hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Kepada Dr. Piran W, M.Sc., Dr. I. Made Suwandi, M.Soc, Sc., dan Dr. Dharma Setyawan Salam, M.Ed selaku penulis serta seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami ucapkan terima kasih atas kesungguhan dan dedikasinya.

Jakarta, Juli 2008 KEPALA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUNARNO

v

KATA PENGANTAR

Sejalan dengan upaya mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional melalui jalur pendidikan dan pelatihan (Diklat), pembinaan Diklat khususnya Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat III ke arah Diklat berbasis kompetensi, terus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Salah satu upaya pembinaan yang telah ditempuh adalah melalui penerbitan modul Diklat.

Kehadiran modul Diklatpim Tingkat III ini memiliki nilai strategis karena menjadi acuan dalam proses pembelajaran, sehingga

kebijakan pembinaan Diklat yang berupa standarisasi

penyelenggaraan Diklat dapat diwujudkan. Oleh karena itu, modul ini dapat membantu widyaiswara atau fasilitator Diklat dalam mendisain pengajaran yang akan disampaikan kepada peserta Diklat; membantu pengelola dan penyelenggara Diklat dalam penyelenggaraan Diklat; dan membantu peserta Diklat dalam mengikuti proses pembelajaran. Untuk maksud inilah maka dilakukan penyempurnaan terhadap keseluruhan modul Diklat Kepemimpinan Tingkat III yang meliputi substansi dan format.

Disadari bahwa perkembangan lingkungan strategis berlangsung lebih cepat khususnya terhadap dinamika peraturan perundangan yang diterbitkan dalam rangka perbaikan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, maka kualitas modul terutama kesesuaian isi dengan kebijakan yang berkembang perlu terus dipantau dan disesuaikan manakala terdapat hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Sehubungan dengan hal ini, modul ini dapat pula dipandang sebagai bahan minimal Diklat, dalam artian bahwa setelah substansinya disesuaikan dengan perkembangan yang ada, maka dapat dikembangkan selama relevan dengan hasil belajar yang akan dicapai dalam modul ini. Oleh karena itu, kami harapkan bahwa dalam rangka menjaga kualitas modul ini, peranan widyaiswara termasuk peserta Diklat juga dibutuhkan. Konkritnya, widyaiswara dapat


(4)

melakukan penyesuaian dan pengembangan terhadap isi modul, sedangkan peserta Diklat dapat memperluas bacaan yang relevan dengan modul ini, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dinamis, interaktif dan aktual.

Selamat memanfaatkan modul Diklat Kepemimpinan Tingkat III ini. Semoga melalui modul ini, kompetensi kepemimpinan bagi peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat III dapat tercapai.

Jakarta, Juli 2008 DEPUTI BIDANG PEMBINAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

APARATUR

NOORSYAMSA DJUMARA

vii

DAFTAR ISI

SAMBUTAN... iii

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI ...vii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang...1

B. Deskripsi Singkat...2

C. Hasil Belajar ...2

D. Indikator Hasil Belajar ...3

E. Materi Pokok ...3

F. Manfaat...3

BAB II TUJUAN DAN ASAS DASAR PEMBANGUNAN ..5

A. Pengertian ...5

B. Tujuan dan Asas Dasar Pembangunan ...7

C. Latihan...10

D. Rangkuman...10

BAB III PEMBANGUNAN DAERAH ...12

A. Tujuan dan Ketentuan...12

B. Sasaran dan Tantangan Pembangunan ...17

C. Dana Pembangunan Daerah...20

D. Strategi Pembangunan Daerah...24

E. Rencana Pembangunan...32

F. Perencanaan Pembangunan ...37

G. Penyelenggaraan Pembangunan ...51

H. Pengendalian dan Evaluasi ...53

I. Keterbatasan dan Hambatan ...57

J. Latihan...59

K. Rangkuman...60

BAB IV PEMBANGUNAN SEKTOR ...62

A. Tujuan dan Ketentuan...62


(5)

C. Dana Pembangunan Sektor...69

D. Strategi Pembangunan Sektor...70

E. Rencana Pembangunan Sektor...78

F. Perencanaan Pembangunan Sektor ...80

G. Penyelenggaraan Pembangunan Sektor ...84

H. Pengendalian dan Evaluasi ...87

I. Keterbatasan dan Hambatan ...90

J. Latihan ...92

K. Rangkuman ...93

BAB V PEMBANGUNAN NASIONAL...95

A. Tujuan dan Ketentuan...95

B. Sasaran, Modal Dasar dan Tantangan...100

C. Dana Pembangunan Nasional ...115

D. Strategi Pembangunan Nasional ...121

E. Rencana Pembangunan Nasional...125

F. Perencanaan Pembangunan Nasional ...128

G. Penyelenggaraan Pembangunan Nasional ...132

H. Pengendalian dan Evaluasi ...133

I. Keterbatasan dan Hambatan ...135

J. Latihan ...137

K. Rangkuman ...138

BAB VI PENUTUP...140

A. Simpulan ...140

B. Tindak Lanjut...141

DAFTAR PUSTAKA...142


(6)

1

BAB I

P E N D A H U L U A N

A.

Latar Belakang

Seorang aparatur negara (PNS) perlu memiliki pengetahuan mengenai pembangunan daerah, pembangunan sektor dan pembangunan nasional diperlukan bagi setiap aparatur negara untuk mendukung pelaksanaan pembangunan. Pembangunan nasional pada dasarnya mencakup pembangunan semua daerah dan pembangunan semua sektor. Setiap pembangunan merupakan tanggung jawab setiap warga negara.

Di dalam melaksanakan penyelenggaraan negara, PNS perlu

menyusun Program Pembangunan Nasional (Propenas).

Propenas mengidentifikasi permasalahan pokok dan mendesak untuk kemudian disusun langkah-langkah strategis yang akan ditempuh.

Mata Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) ini berupaya untuk membangun kompetensi mengenai masalah pembangunan, mulai dari penyusunan perencanaan strategis, pelaksanaan sampai evaluasi dan penilaian hasil pembangunan adalah keahlian yang memerlukan pengetahuan pada berbagai bidang. Sehingga pembahasan dalam mata Diklat ini akan dibatasi sesuai dengan cakupan pelaksanaan tugas sesuai kebijakan dan program pembangunan nasional.


(7)

Untuk itu, materi pembelajaran mata Diklat ini disusun berdasarkan uraian berikut:

B.

Deskripsi Singkat

Mata Diklat Pembangunan Daerah, Sektor dan Nasional membahas tentang proses penyusunan Propenas di tingkat nasional dan Program Pembangunan Daerah (Propeda) di tingkat daerah melalui tujuan dan asas dasar pembangunan, dasar penentuan strategi, perencanaan, penyelenggaraan, pengendalian, dan evaluasi pembangunan.

Jangka waktu pembelajaran mata Diklat ini adalah 9 (sembilan) jam pelajaran dan dilaksanakan dengan metode ceramah dan tanya jawab.

`

C.

Hasil Belajar

Setelah membaca modul ini peserta Diklat diharapkan mampu menerapkan, memiliki pemahaman tentang visi, misi, strategi pembangunan nasional serta penjabarannya dalam program pembangunan instansional. Hal ini sangat penting mengingat makna, dasar pemikiran, ketentuan dan kebijaksanaan serta permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan daerah, sektor, dan nasional dalam kerangka sistem administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus dilaksanakan oleh setiap lembaga negara dengan penuh tanggung jawab.

D.

Indikator Hasil Belajar

Indikator-indikator hasil belajar adalah:

1. Peserta mampu memahami dan menjelaskan dasar pemikiran dan kebijakan pembangunan;

2. Peserta mampu memahami dan menjelaskan visi, misi, dan strategi pembangunan nasional;

3. Peserta mampu memahami dan menjelaskan tujuan dan sasaran pembangunan nasiona;

4. Peserta mampu memahami dan menjelaskan keterkaitan antara program pembangunan nasional, sektoral, dan daerah; 5. Peserta mampu memahami dan menjelaskan penjabaran visi,

misi, tujuan, sasaran, strategi dalam Renstra;

6. Peserta mampu memahami dan menjelaskan arti dan manfaat pembangunan daerah, sektor dan nasional.

E.

Materi Pokok

1. Tujuan dan asas dasar Pembangunan; 2. Pembangunan Daerah;

3. Pembangunan Sektor; 4. Pembangunan Nasional.

F.

Manfaat

Pengetahuan mengenai pembangunan daerah, pembangunan sektor dan pembangunan nasional diperlukan bagi setiap aparatur

negara untuk mendukung pelaksanaan pembangunan.


(8)

semua daerah dan pembangunan semua sektor. Setiap pembangunan merupakan tanggung jawab setiap warga negara. Keahlian mengenai masalah pembangunan, mulai dari penyusunan strategi, perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi dan penilaian hasil pembangunan adalah keahlian yang memerlukan pengetahuan pada berbagai bidang, oleh karenanya lazim disebut bidang keahlian yang bersifat interdisipliner. Pada perguruan tinggi bidang keahlian ini termasuk keahlian program strata dua (S2) dan strata tiga (S3). Bahan mata ajaran pada pendidikan dan latihan pimpinan aparatur negara tingkat tiga ini terbatas sesuai dengan tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.

5

BAB II

TUJUAN DAN ASAS DASAR

PEMBANGUNAN

A.

Pengertian

Pembangunan nasional adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan dunia. Pembangunan daerah adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan manusia dan masyarakat daerah yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan daerah dan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan dan perkembangan keadaan daerah, nasional dan dunia. Pengertian daerah di sini mencakup daerah Kabupaten, daerah Kota dan daerah Provinsi.

Pembangunan sektor adalah usaha untuk meningkatkan sumber daya sektor, kualitas pengaturan penguasaan sumber daya dan

Setelah membaca Bab II ini, peserta Diklat diharapkan mampu memahami dan menjelaskan pengertian, tujuan dan


(9)

pelayanan kepada masyarakat dan pemerintah dalam rangka pembangunan nasional dan pembangunan daerah dengan memperhatikan tantangan daerah, nasional dan dunia sesuai dengan ruang lingkup dan tanggung jawab pembangunan sektor serta sumber daya yang dapat dipergunakan.

Terdapat hubungan timbal-balik dan saling ketergantungan antara pembangunan nasional dengan pembangunan daerah, antara pembangunan sektor dengan pembangunan daerah, antar pembangunan daerah, dan antar pembangunan sektor. Sifat hubungan tersebut dipengaruhi oleh distribusi kewenangan, kekuasaan, dan kekuatan serta sarana.

Dalam pembangunan pada sasaran yang menjadi kewenangan daerah, tugas pusat adalah bersifat koordinatif dan menentukan kriteria atau menetapkan ketentuan-ketentuan pokok serta melakukan pengendalian dan pengawasan agar pembangunan menghasilkan manfaat yang maksimal bagi bangsa. Pada sasaran yang menghasilkan komoditas sejenis perlu terhindar dari persaingan yang saling merugikan di antara daerah.

Dalam pembangunan pada sasaran yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah terbatas memberikan saran dan harapan serta membantu pelaksanaan pembangunan agar sesuai dengan keadaan daerah. Adapun pemerintah pusat berperanan sebagai penyelenggara dan penanggung jawab.

Pembangunan sektoral dapat merupakan bagian dari

pembangunan daerah dan juga dapat merupakan bagian dari

pembangunan nasional, tergantung kepada sumber dana dan penanggungjawabnya.

Keterkaitan kelembagaan antara pembangunan daerah dengan pembangunan sektor dan nasional telah diatur dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 serta beberapa peraturan pemerintah sebagai ketentuan pelaksanaannya, antara lain PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintahan, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Satuan satuan kerja pembangunan daerah dapat merupakan lembaga pelaksana pembangunan daerah untuk kegiatan-kegiatan yang dibiayai dan diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Semua pembangunan di daerah, secara keseluruhan hendaknya bersifat saling mendukung. Untuk ini Kepala Pemerintah Daerah berperanan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dominasi pembangunan suatu sektor yang demikian kuat dapat menghambat atau memacu pembangunan pada sektor yang lain.

B.

Tujuan dan Asas Dasar Pembangunan

Pemahaman mengenai tujuan dan asas dasar pembangunan dapat mendorong penghayatan dan peningkatan tanggung jawab aparatur negara dalam berperan-serta melaksanakan tugas-tugas pembangunan.

Tujuan dan asas dasar pembangunan adalah ketentuan yang benar-benar harus ditaati, dihayati dan digunakan sebagai pedoman dalam menentukan tujuan, strategi, sasaran, seluruh


(10)

rencana pembangunan serta penentuan kelembagaan yang terkait dengan pembangunan daerah, sektor dan nasional serta pelaksanaan pembangunan. Bagi bangsa Indonesia, tujuan dan

asas dasar pembangunan, baik pembangunan daerah,

pembangunan sektor maupun pembangunan nasional adalah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal tujuh belas Agustus 1945 dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Dr. Mohammad Hatta sebagai wakil seluruh bangsa Indonesia adalah pernyataan kebulatan tekad bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan untuk merdeka dan tetap merdeka.

Tujuan dan asas dasar pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut dalam alinea ke-empat pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 serta bab-bab dan pasal-pasal UUD tersebut. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 selengkapnya adalah sebagai berikut:

"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ".

Asas dasar pembangunan menetapkan bahwa setiap

pembangunan baik pembangunan daerah, pembangunan sektor maupun pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan asas pemerataan dan keadilan untuk mencapai peningkatan kesejahteraan yang tinggi serta untuk tetap membina dan menjaga stabilitas nasional, baik stabilitas ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan serta ketahanan nasional pada semua segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan pemerataan tersebut diharapkan setiap rakyat Indonesia memiliki kemampuan, kesempatan dan kebebasan dalam: 1. Memenuhi keperluan pokok, terutama pangan, sandang dan

perumahan secara layak;

2. Memiliki kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan secara layak dan berbudaya;

3. Memperoleh kesempatan kerja dengan penghasilan yang cukup untuk berkehidupan layak sebagaimana manusia berbudaya, memiliki harga diri serta dengan tetap menjaga kehormatan keluarga, masyarakat dan bangsa;

4. Berusaha di semua bidang sesuai dengan kemampuannya; 5. Berperan dalam pembangunan daerah, sektor dan nasional

sesuai dengan kemampuannya;

6. Memperoleh keadilan dan kebebasan sesuai dengan hak asasi manusia asa dasar negara;


(11)

7. Mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan pribadinya dan ketentuan yang berlaku, tanpa tekanan dan keterpaksaan baik oleh diri sendiri, orang lain, masyarakat maupun oleh keadaan dan pemerintah.

Otonomi daerah ditujukan untuk mempercepat pembangunan

nasional dan pembangunan daerah secara serempak

meningkatkan kesejahteraan bangsa secara merata sesuai dengan cita-cita bangsa dan tujuan kemerdekaan.

C.

Latihan

1. Apa yang dimaksud dengan pembangunan daerah,

pembangunan sektor dan pembangunan nasional?

2. Apa tujuan pembangunan daerah, pembangunan sektor dan pembangunan nasional?

3. Apa asas dasar pembangunan? Jelaskan jawaban saudara. 4. Apa keterkaitan antara pembangunan sektor, pembangunan

daerah dan pembangunan nasional?

5. Pembangunan daerah dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apa maksudnya? Jelaskan.

D.

Rangkuman

Pembangunan nasional mencakup pembangunan semua daerah dan semua sektor, yang memiliki hubungan timbal balik dan saling ketergantungan diantara ketiganya.

Tujuan pembangunan didasari oleh tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan pada alinea ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Atas dasar pembangunan manetapkan setiap pembangunan atau

pembangunan daerah, pembangunan sektor maupun

pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan asas pemerataan dan keadilan untuk mencapai peningkatan kesejahteraan yang tinggi serta untuk tetap membina dan menjaga stabilitas nasional, baik stabilitas ekonomi, sosial, budaya, politik, keamanan serta ketahanan nasional pada semua segi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.


(12)

12

BAB III

PEMBANGUNAN DAERAH

Pembahasan mengenai pembangunan daerah diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pada peserta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah, sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Materi pembahasan meliputi dasar pemikiran mengenai pembangunan daerah, tujuan, sasaran, hasil yang diharapkan, strategi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan penilaian mafaat hasil pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah dan nasional.

A.

Tujuan dan Ketentuan

Tujuan pembangunan setiap daerah, baik yang dilaksanakan dalam rangka desentralisasi, dekonsentrasi, tugas perbantuan maupun atas kemauan sendiri, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan kemerdekaan sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dan pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setelah membaca Bab III, peserta Diklat diharapkan mampu memahami dan menghayati dasar pemikiran dan tujuan pembangunan daerah serta memiliki kemauan, kemampuan serta

tanggung jawab yang lebih besar untuk berperan serta dalam pembangunan daerah sesuai dengan tugas dan bidang tugasnya.

Tujuan otonomi daerah adalah untuk mempercepat

pembangunan nasional seperti dinyatakan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan otonomi daerah adalah dalam rangka perjuangan negara Indonesia untuk mencapai:

a. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sepenuhnya merdeka, bebas dari segala bentuk penjajahan dan ketergantungan baik dari negara lain maupun semua negara di dunia;

b. Negara Indonesia yang melindungi segenap bengsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;

c. Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa;

d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial; e. Barang dan jasa yang dihasilkan Indonesia mampu

bersaing di pasar dunia.

2. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan.

Secara lebih rinci, tujuan pembangunan daerah adalah untuk: a. Meningkatkan keadaan ekonomi daerah sehingga mandiri

didalam bidang ekonomi untuk penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan daerah;

b. Meningkatkan keadaan sosial daerah untuk mencapai kesejahteraan sosial secara adil dan merata bagi seluruh anggota masyarakat di daerah;


(13)

c. Mengembangkan setiap ragam budaya daerah sehingga menjamin kelestarian budaya daerah di antara budaya-budaya nasional Indonesia lainnya;

d. Meningkatkan dan memelihara keamanan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan peningkatan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota masyarakat seluruhnya;

e. Membantu pemerintah pusat dalam mempertahankan, memelihara dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Tujuan dan ketentuan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Ketentuan pembangunan daerah.

Ketentuan dasar atau prinsip pembangunan daerah adalah sebagian dari rambu-rambu yang telah ditentukan bagi pelaksanaan pembangunan daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta ketentuan-ketentuan lain baik yang bersifat umum maupun yang bersifat sektoral di berbagai bidang adalah rambu-rambu yang harus ditaati oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat di dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan nasional dan daerah.

Adapun ketentuan dasar atau prinsip penyelenggaraan pembangunan daerah secara adalah:

1. Tetap berada di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, berarti patuh pada peraturan dan perundang-undangan serta kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

2. Tetap menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.

3. Demokrasi di semua segi kehidupan bernegara.

4. Pemerataan dan keadilan dalam berperan serta pada pembangunan daerah serta dalam memperoleh manfaat yang dihasilkannya.

5. Masyarakat, kelompok usaha kecil dan kelompok usaha menengah serta koperasi lebih dipacu untuk berperan serta secara aktif pada setiap kegiatan pembangunan.

6. Memanfaatkan secara bijaksana semua potensi sumber daya nasional yang berada di daerah sesuai dengan fungsi dan keadaan masing-masing sumber daya.

7. Memperhatikan dan sesuai dengan keragaman dan

kekhususan keadaan daerah.

8. Sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat, baik secara desentralisasi, dekonsentrasi maupun dalam rangka perbantuan.

9. Bekerjasama di bidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang kegiatan yang lain dengan daerah lainnya.

10. Melaksanakan pemerintahan secara baik, berarti urusan pemerintahan daerah otonom dilaksanakan secara tepat-guna, efisien dan memiliki produktifitas yang tinggi serta lepas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.


(14)

11. Investasi disertai ketentuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya yang dihasilkan dan yang berada di daerah masing-masing agar nilai tambah yang dihasilkan dari adanya investasi tersebut lebih banyak dinikmati masyarakat setempat dan membantu pembangunan daerah.

12. Pelaku pembangunan daerah adalah: a. Pemerintah daerah;

b. Masyarakat setempat; c. Badan hukum swasta; d. Pemerintah provinsi; e. Pemerintah pusat;

f. Organisasi internasional dan negara lain.

13. Pembangunan daerah adalah semua pembangunan baik yang dibiayai oleh dana dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat maupun dana lainnya.

Pemerintah Pusat berkewajiban melakukan pembinaan kepada

pemerintahan daerah untuk mendukung kemampuan

pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Apabila setelah dibina secara memadai, pemerintahan daerah masih juga belum mampu menyelenggarakan, maka penyelenggaraan urusan pemerintahan wewenang pemerintahan daerah yang dimaksud untuk sementara diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Provinsi. Pemerintahan Daerah Provinsi

melaksanakan penyelenggaraan urusan pemerintahan pada skala

wilayah provinsi, sedangkan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota melaksanakan penyelenggaraan urusan

pemerintahan pada skala wilayah kabupaten/kota. Ketentuan

lebih lanjut mengenai peng-aturan teknis untuk masing-masing sub-bidang dan sub-sub bidang urusan pemerintahan diatur dengan peraturan menteri/kepala lembaga pemerintahan non-departemen yang membidangi urusan pemerintahan yang bersangkutan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

Ketentuan-ketentuan ini merupakan dasar dalam berpikir, merumuskan, menentukan strategi, merencanakan, melaksanakan pembangunan daerah dan dalam menentukan pemanfaatan hasil pembangunan.

B.

Sasaran dan Tantangan Pembangunan

Sasaran pembangunan daerah adalah semua urusan pemerintahan pada bidang-bidang yang telah ditetapkan menjadi wewenang pemerintahan daerah. Wewenang pemerintahan daerah ditetap-kan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, terutama:

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. PP ini merupakan penjabaran dari UU Nomor 32 Tahun 2004. Pemerintahan Daerah Provinsi menyelenggarakan urusan pemerintahan berdasarkan asas dekonsentrasi, sedangkan pemerintahan daerah kabupaten atau kota dan pemerintahan


(15)

daearah yang lebih kecil menyelenggarakan urusan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi dan tugas pembantuan.

Sasaran pembangunan daerah adalah semua bidang yang ditetapkan menjadi urusan pemerintahan daerah. Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah. Urusan wajib meliputi bidang-bidang:

1. Pendidikan; 2. Kesehatan; 3. Pertanahan; 4. Pekerjaan umum; 5. Penataan ruang;

6. Perencanaan pembangunan;

7. Perumahan;

8. Kepemudaan dan olah-raga;

9. Penanaman modal;

10. Kependudukan dan catatan; 11. Ketenagakerjaan;

12. Ketahanan pangan; 13. Sosial;

14. Perhubungan; 15. Statistik; 16. Kebudayaan;

17. Komunikasi dan informatika; 18. Lingkungn hidup;

19. Kearsipan;

20. Perpustakaan;

21. Pemberdayaan masyarakat dan desa; 22. Koperasi, usaha kecil dan menengah; 23. Keluarga berencana dan sejahtera;

24. Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; 25. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

26. Otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian. Urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan meliputi bidang:

1. Kelautan dan perikanan; 2. Pertanian;

3. Kehutanan;

4. Energi dan sumber daya mineral; 5. Pariwisata;

6. Industri;

7. Perdagangan, dan 8. Ketransmigrasian.

Penentuan urusan pilihan ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan pada pasal 7.

Urusan pemerintahan lintas daerah adalah urusan pemerintahan yang menimbulkan dampak pada lebih dari satu daerah. Urusan pemerintahan lintas daerah diselenggarakan oleh pemerintahan daerah pemerintahan daerah yang terkait dan berpedoman pada


(16)

peraturan perundang-undangan yang berlaku, sesuai dengan ketentuan pada pasal 13 PP Nomor 38. Dampak yang ditimbulkan dapat menguntungkan atau merugikan kedua belah atau salah satu pihak.

Urusan pemerintahan sisa adalah urusan pemerintahan yang tidak tercantum pada PP 38 ini. Untuk mengelola penyelenggaraan urusan sisa, pemerintahan daerah perlu terlebih dahulu mengusulkan kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri. Tantangan pembangunan daerah adalah semua keadaan yang merupakan kekurangan yang menjadi tujuan, sasaran dan target yang akan dicapai melalui pembangunan. Sebagai contoh adalah kekurangan produksi beras untuk memenuhi konsumsi daerah adalah salah satu tantangan pembangunan pertanian pangan daerah. Target pembangunan pertanian pangan daerah salah satunya adalah meningkatkan produksi beras agar dapat mencukupi semua permintaan masyarakat daerah.

C.

Dana Pembangunan Daerah

Kegiatan yang sangat menentukan kelancaran pelaksanaan pembangunan adalah kegiatan untuk menghimpun dana, baik dari usaha pemerintah daerah sendiri, dari masyarakat maupun dari pemerintah pusat. Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004, tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penerimaan daerah berasal dari:

1. Pendapatan asli daerah terdiri atas: a. Pajak;

b. Hasil pengelolaan aset daerah; c. Retribusi;

d. Keuntungan BUMD;

e. Lain-lain, di antaranya hasil penjualan aset daerah. 2. Dana perimbangan, antara lain:

a. Bagi hasil:

1) Pajak bumi dan bangunan (PBB);

2) Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB);

3) Hasil hutan, tambang umum dan perikanan; 4) Hasil minyak bumi;

5) Hasil gas alam.

b. Dana alokasi umum (DAU)

c. Dana alokasi khusus, untuk:

1) Keperluan anggaran di luar DAU; 2) Dana reboisasi;

3) Prioritas nasional; 4) Hibah (matching grant). 3. Pinjaman daerah:

a. Pinjaman dalam negeri; b. Pinjaman luar negeri.

4. Hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan: a. Bagian dari laba;

b. Penjualan saham;

c. Deviden;

d. Lain-lain, antara lain hibah dan dana darurat.

Pembagian dana perimbangan menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 tercantum pada Daftar 2.1.


(17)

Daftar 2.1: Pembagian dana perimbangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Pemerintah Daerah (%)

No Sumber Pendapatan Pemerintah

Pusat Provinsi Kabupaten/ Kota

1 PBB 10(1) 16,2 73,8(2)

2 BPHTB 20 16 64

3 PPh 80 8 12

4 IHPH 20 16 64

5 PSDH 20 48(3) 32

6 DR (dana reboisasi) 60(4) - 40

7 Pertambangan umum iuran tetap explorasi & exploitasi

20 20

16 48(6)

64(5) 32

8 Perikanan 100(7)

9 Tambang minyak bumi 85 9 6

10 Tambang gas bumi 70 18(8) 12

11 Tambang panas bumi 20 48(9) 32

Keterangan:

PBB - pajak bumi dan bangunan,

BPHTB - bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, PPh - pajak penghasilan,

IHPH - iuran hak pengusahaan hutan, PSDH - provisi sumber daya hutan.

1. Dana dari PBB yang diterima Pemerintah, diantaranya 65% atau 6,5% dari seluruh penerimaan PBB dibagikan merata kepada semua daerah kabupaten dan kota, sedangkan yang

35% atau 3,5% dari penerimaan PBB diberikan kepada daerah kabupaten dan kota yang melampaui target penarikan PBB sebagai insentif.

2. Diantaranya sebanyak 9% untuk biaya pemungutan.

3. 32% dari PSDH dibagikan secara merata kepada semua kabupaten dan kota selain daerah penghasil.

4. Digunakan untuk reboisasi dan rehabilitasi lahan secara nasional.

5. Sebagai land-rent atau sewa tanah pada daerah penghasil. 6. 32% di antaranya dibagikan kepada semua daerah kabupaten

dan kota lainnya;

7. dibagikan secara merata kepada daerah kabupaten dan kota di seluruh wIndonesia;

8. 12% di antaranya dibagikan rata kepada daerah kabupaten/ kota lainnya;

9. 32% di antaranya dibagikan rata kepada semua daerah kabupaten dan kota lainnya dalam Provinsi penghasil. Kecuali dana perimbangan, pemerintah daerah menerima: 1. Dana Alokasi Umum (DAU) dan besarnya ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat;

2. Dana Alokasi Khusus (DAK), besarnya ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan usulan pemerintah daerah dan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintah non-Departemen yang terkait serta keadaan keuangan Pemerintah.

Di samping sumber dana tersebut diatas Pemerintah Daerah dapat memperoleh dana dari retribusi atau pajak yang ditetapkan oleh


(18)

Pemerintah Daerah serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terutama undang-undang mengenai pajak dan retribusi.

D.

Strategi Pembangunan Daerah

Strategi pembangunan daerah adalah ketentuan mengenai garis besar rencana pembangunan daerah. Menurut jangka waktu pelaksanaannya, dikenal adanya strategi pembangunan daerah jangka panjang atau dua puluh tahun, strategi pembangunan lima tahun dan strategi pembangunan satu tahun. Rencana pembangunan 20 (dua puluh) tahun menetapkan strategi pembangunan jangka menengah (5 tahun) dan rencana pembangunan lima tahun memuat strategi pembangunan tahunan. Strategi yang digunakan merupakan pilihan dari beberapa

strategi. Pemilihan dilakukan berdasarkan berbagai

pertimbangan, terutama pertimbangan ekonomi, pertimbangan sosial politik dan pertimbangan teknis yakni besarnya kemungkinan untuk dapat dilaksanakan. Sebagai contoh digunakan data rekaan sebagai berikut:

Daerah Provinsi Lampung, terdapat keadaan wilayah dan sosial ekonomi berikut:

1. Sekitar 20% luas wilayah merupakan daerah berbukit dan banyak diusahakan sebagai daerah perkebunan rakyat, selebihnya adalah daerah pertanian pangan, pemukiman dan sebagian kecil merupakan daerah industri dan saran umum; 2. Sekitar 90% adalah daerah pedesaan, selebihnya merupakan

daerah perkotaan;

3. Sebagian besar merupakan daerah tertinggal yang terdiri atas desa-desa yang kurang memiliki fasilitas umum;

4. Sarana jalan dan perhubungan sepanjang jalur angkutan yang menghubungkan daerah Sumatra Selatan dan Bengkulu dengan Pulau Jawa cukup baik;

5. Pendapatan penduduk rata-rata Rp.6.000.000,- atau US$ 600,- per kapita/tahun;

6. Jumlah pengangguran mencapai 25% dari seluruh jumlah penduduk;

7. Jumlah penduduk miskin mencapai 40%, sebagian besar terdapat di daerah pedesaan, selebihnya terdapat pada daerah perkotaan. Adapun yang dimaksud dengan penduduk miskin adalah penduduk yang berpenghasilan rata-rata kurang dari Rp.250.000,-/orang/bulan atau Rp. 3 juta/tahun atau US$ 300,-/tahun;

8. Jumlah penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (SD) mencapai 42%, yang tamat SD tetapi tidak tamat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) 38%, yang tamat SLTP tetapi tidak tamat sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) 10%; 9. Penderita penyakit malaria mencapai 15% sebagian besar di

daerah pantai, penderita penyakit kulit 17% sebagian besar di pedesaan, dan penderita penyakit saluran pernafasan dan paru-paru atau tuberkulosis 8% dari jumlah penduduk sebagian besar di daerah perbukitan dan selebihnya di daerah perkotaan.


(19)

Tujuan pembangunan daerah dititikberatkan untuk: 1. Mengurangi pengangguran;

2. Mengurangi kemiskinan sampai nol; 3. Meningkatkan pendapatan;

4. Pemerataan pendapatan; 5. Pendidikan dan; 6. Kesehatan penduduk.

Terdapat dua pilihan strategi yang dapat digunakan sebagai berikut:

Pilihan strategi ke-1

Mengembangkan usaha skala besar dengan mengundang investor dari luar daerah, terutama dari Jakarta, dan dari luar negeri. Untuk memacu masuknya investasi maka Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menawarkan berbagai kemudahan antara lain:

1. Prosedur investasi dipermudah;

2. Bebas bea masuk barang-barang modal terutama mesin dan alat berat;

3. Untuk usahanya investor dapat menggunakan sarana umum terutama jalan, sungai dan pelabuhan, tanpa biaya tambahan; 4. Memperoleh penangguhan kewajiban membayar pajak; 5. Bantuan dalam memperoleh lahan untuk usaha, terutama

pajak perusahaan;

6. Dibantu dalam pemecahan masalah perburuhan antara lain upah regional minimum dibahas bersama dan tidak memberatkan usaha.

Asumsi yang mendukung pilihan atau alternatif ke-1 ini adalah bahwa apabila usaha skala besar bisa terwujudkan maka dapat diharapkan:

1. Banyak tenaga kerja terserap yang berarti peningkatan pendapatan dan pengurangan pengangguran. Peningkatan pendapatan akan memacu peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat serta menekan terjadinya tindak kejahatan;

2. Usaha skala besar memacu tumbuhnya usaha kecil sebagai

trickle-down effect untuk mendukung usaha skala besar

antara lain warung makan, toko pakaian dan usaha angkutan bagi pekerja, serta usaha-usaha kecil untuk memasok keperluan usaha besar;

3. Timbul usaha lanjutan yang memanfaatkan hasil usaha besar sebagai bahan baku, antara lain usaha konveksi, penjahit skala kecil, perdagangan bahan tekstil yang timbul sebagai sebagian multiplier effect adanya pabrik tekstil skala besar; 4. Pendapatan daerah akan meningkat, baik sebagai Pendapatan

Asli Daerah (PAD) maupun sebagai dana perimbangan yang diperoleh dari pemerintah pusat. Peningkatan pendapatan pemerintah daerah dapat digunakan untuk memperbaiki fasilitas dan sarana umum, antara lain fasilitas dan sarana pendidikan dan kesehatan.

Pilihan strategi ke-2

Memacu peningkatan produktifitas masyarakat luas secara lebih merata dengan cara memacu produksi bahan baku baik dari pertanian maupun kehutanan, memacu perkembangan usaha


(20)

kecil, menengah dan koperasi. Kebijakan yang ditetapkan dan dijalankan secara bersamaan atau simultan antara lain adalah: 1. Meningkatkan hasil produksi pertanian, terutama hasil

perkebunan kopi dan damar milik rakyat, melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Peningkatan intensitas usaha perkebunan dengan cara peningkatan pembinaan teknik perkebunan, meliputi teknik pemilihan bibit lokal yang unggul, penanaman, pemeliharaan, pemberantasan hama penyakit dan teknik pemanenan serta pemeliharaan hasil panen. Ekstensifikasi perkebunan terutama pada lahan lahan sekitar tanaman yang ada dan lahan yang layak ditanami secara menguntungkan. Bersamaan dengan usaha ini juga dilakukan pembinaan kemampuan pengelolaan usaha kepada para petani;

2. Meningkatkan usaha tanaman pangan, terutama untuk menghasilkan beras dan jagung serta kacang-kacangan, dengan peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi seperti halnya pada peningkatan usaha perkebunan;

3. Meningkatkan industri rumah tangga dan industri kecil pengolahan hasil pertanian dan perkebunan, melalui bimbingan teknik pengolahan hasil atau industri, disertai peningkatan kemampuan usaha baik dalam produksi maupun dalam pemasaran hasilnya;

4. Memacu pembentukan koperasi-koperasi usaha sejenis

melalui bimbingan. Untuk ini pemerintah daerah

menugaskan tenaga-tenaga bidang keahlian perkoperasian untuk membantu dalam teknik organisasi dan pengelolaan koperasi-koperasi yang telah ada, secara cuma-cuma;

5. Mempermudah, memperlancar serta meningkatkan nilai pemberian bantuan permodalan, baik melalui lembaga perbankan terutama bank daerah dan Bank Rakyat Indonesia maupun lembaga keuangan bukan bank. Bantuan permodalan dan bimbingan teknik produksi dan pengelolaan atau manajemen usaha merupakan satu kesatuan atau paket yang dengan tata cara administrasi yang mudah dan sederhana serta murah untuk mendapatkannya. Dengan demikian semua petani dan para pelaku usaha kecil dan menengah dapat memperoleh modal usaha yang murah dan dengan cara yang mudah dan murah pula;

6. Menyederhanakan dan memperlancar penyaluran pupuk dan bibit tanaman serta sarana produksi pertanian lainnya yang diperlukan oleh petani atau calon petani dengan harga yang cukup murah sehingga usaha di bidang pertanian tetap menghasilkan keuntungan yang cukup menjanjikan serta mampu bersaing dengan usaha yang lain;

7. Meningkatkan jalan dan sarana angkutan bagi hasil pertanian sehingga arus hasil pertanian ke berbagai pasar menjadi lancar, aman dan murah;

8. Meningkatkan kemampuan serta sarana pemasaran hasil pertanian, termasuk hasil industri rumah tangga dan industri kecil hasil pertanian antara lain mengadakan tempat penjualan langsung atau ‘outlet-outlet’ di pusat-pusat perdagangan, sehingga tidak terdapat hambatan pemasaran hasil dan dapat memperoleh harga jual yang cukup menguntungkan bagi para petani;


(21)

9. Dana pembangunan diusahakan diperoleh dari PAD, dana perimbangan dan DAK, kurang mencukupi diusahakan pinjaman dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sekitarnya.

Penerapan strategi ke-2 ini diharapkan memberikan dampak positif kepada keadaan sosial ekonomi daerah sebagai berikut: 1. Meningkatkan produktifitas daerah baik netto maupun bruto

(pendapatan domistik regional bruto (PDRB));

2. Membuka lapangan kerja secara luas dan merata di seluruh wilayah sehingga meningkatkan pendapatan perkapita secara lebih merata dan cepat;

3. Meningkatkan ketahanan sosial ekonomi daerah dan nasional; 4. Menjamin kelangsungan pembangunan selanjutnya pada

berbagai bidang termasuk pendidikan dan kesehatan;

5. Lebih dapat meningkatkan dan mempertahankan harga diri masyarakat daerah;

6. Meningkatkan pendapatan pemerintah daerah melalui pajak dan bukan pajak.

Perbedaan antara dua strategi tersebut antara lain adalah bahwa pada pilihan strategi ke-1, usaha kecil dan menengah dibiarkan tumbuh dengan sendirinya dan cukup tergantung pada keadaan ekonomi yang lebih ditentukan oleh usaha skala besar. Adapun pada pilihan strategi ke-2, usaha kecil dan menengah serta koperasi dipacu dan dibantu untuk berkembang, sedangkan usaha skala besar dibiarkan tumbuh dengan sendirinya. Usaha besar akan tumbuh apabila mampu bersaing dengan usaha kecil dan menengah serta koperasi, pemerintah sebagai pembina dan

penjaga usaha kecil, menengah dan koperasi wajib dan harus menjaga agar persaingan ekonomi berjalan secara baik tanpa ada kecurangan dan kejahatan tingkah laku ekonomi di masyarakat. Dari contoh ini jelas bahwa strategi bersifat kualitatif, berbeda dengan rencana yang selalu disertai ketentuan sasaran dan target pembangunan yang bersifat kuantitatif, baik volume maupun waktu yang digunakan, dan disertai letak sasaran pembangunan yang lebih pasti dan lebih rinci.

Untuk menentukan pilihan strategi mana yang sesuai dan akan dipilih untuk diterapkan, para peserta pendidikan atau pelatihan perlu melakukan diskusi kelompok dengan bimbingan pengajar atau widyaiswara. Tolak ukur untuk dasar penentuan pilihan adalah efektifitas strategi untuk mencapai tujuan pembangunan. Dalam menetapkan strategi pembangunan ekonomi, sekali lagi perlu ingat bahwa UUD 1945 menetapkan bahwa perekonomian Indonesia dibangun berdasarkan azas kekeluargaan. Secara lebih singkat dinyatakan bahwa harus diusahakan dengan sungguh-sungguh agar rakyat memiliki kemampuan untuk menentukan sikap:

1. Membeli atau tidak membeli; 2. Memilih atau tidak memilih;

3. Mengerjakan atau tidak mengerjakan.

Tidak terdapat keterpaksaan baik secara langsung, tidak langsung maupun karena terdorong oleh keperluan hidup.


(22)

E.

Rencana Pembangunan

Rencana pembangunan daerah adalah ketentuan daerah yang memuat ketetapan mengenai pembangunan daerah yang akan dilaksanakan, meliputi ketetapan mengenai tujuan, sasaran, target yang akan dicapai, tata waktu pelaksanaan, kelembagaan, tata kerja pelaksanaan, dana yang diperlukan, pengendalian dan evaluasi pembangunan. Rencana pembangunan daerah bukan sekedar dokumen akan tetapi adalah ketentuan pemerintah daerah.

Rencana pembangunan diperlukan agar pembangunan daerah: 1. Dapat dilaksanakan secara sistematis dan terarah sesuai

dengan tujuan pembangunan;

2. Dilaksanakan secara lebih efisien dalam penggunaan dana, tenaga dan sumber daya yang lain pada setiap kegiatan; 3. Lebih tepat-guna (efektif) bagi peningkatan kesejahteraan

masyarakat daerah dan pemeliharaan lingkungan serta sumber daya yang lain untuk tetap mendukung kesejahteraan;

4. Memiliki dasar untuk pengendalian dan pengawasan;

5. Memiliki dasar untuk evaluasi pelaksanaan dan manfaat hasil pembangunan daerah.

Rencana pembangunan dapat dibedakan berdasarkan waktu berlakunya, dan wilayah cakupan dan sasaran kegiatannya, sebagai berikut:

1. Menurut kurun waktu berlakunya, dibedakan atas:

a. Rencana induk atau "master plan", memiliki kurun waktu pelaksanaannya lebih dari 25 tahun atau lebih dan pada

umumnya tidak ditentukan. Bersifat sangat ideal dan pelaksanaannya sangat tergantung pada tersediannya dana. Apabila penentu kebijaksanaan pembangunan memiliki harapan untuk menyelesaikan rencana tersebut maka baru disusun rencana yang lebih rinci dan berjangka waktu pelaksanaan lebih pendek;

b. Rencana jangka panjang, memiliki kurun waktu berlaku 25 tahun. Rencana ini memuat tahapan-tahapan pembangunan untuk jangka waktu setiap lima tahun, yaitu rencana lima tahun pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima. Penjelasan mengenai masing-masing rencana tersebut merupakan arahan dan garis besar masing rencana lima tahun;

c. Rencana jangka menengah atau biasa disebut juga rencana lima tahun. Rencana ini lebih teliti daripada rencana

jangka panjang. Terdiri atas tahapan-tahapan

pembangunan tahunan. Ketentuan yang diuraikan pada rencana ini merupakan arahan dan garis besar rencana tahunan;

d. Rencana tahunan, memiliki kurun waktu pelaksanaan satu tahun. Rencana harus demikian teliti karena digunakan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan pembangunan satu tahun. Rencana ini disusun dan telah disahkan sebelum mulai kurun waktu pelaksanaannya. Contoh, rencana tahun 2008 harus telah disahkan sebelum akhir Desember tahun 2007. Memuat ketentuan-ketentuan mengenai kegiatan-kegiatan, biaya dan sarana serta hasil dan waktu pelaksanaan untuk masing-masing kegiatan. Rencana ini


(23)

dijabarkan ke dalam rencana pelaksanaan atau rencana operasional. Rencana operasional ini memuat tata waktu pelaksanaan dan pelaksana serta penanggung jawab pelaksana masing-masing kegiatan. Pada negara-negara yang memiliki keadaan keuangan yang cukup baik, yakni APBN yang selalu surplus dan perdagangan luar negeri yang surplus pula, bahkan memiliki dana cadangan untuk pelaksanaan pembangunan dan kegiatan rutin pemerintah selama beberapa tahun kedepan, penyusunan rencana tahunan dapat ditetapkan lebih teliti dan lebih awal. Indonesia belum pernah mengalami keadaan tersebut. 2. Menurut kutipan kegiatan yang tercantum pada rencana

sebagai berikut:

a. Rencana pembangunan daerah. Memuat semua rencana kegiatan seluruh wilayah dan semua sektor. Rencana ini bisa satu kesatuan dari semua kegiatan dan juga bisa merupakan agregasi dari rencana-rencana yang memiliki ruang lingkup yang lebih terbatas;

b. Rencana pembangunan wilayah bagian daerah otonom. Terbatas memuat kegiatan pembanguan wilayah yang bersangkutan. Penyusunan rencana ini dilaksanakan dengan tata cara yang sama dengan tata cara penyusunan rencana daerah otonom;

c. Rencana pembangunan sektor atau bidang suatu daerah merupakan penjabaran rencana pembangunan daerah. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang perencanaan pembangunan dan PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang tata

cara penyusunan rencana pembangunan nasional memuat sistematika perencanaan sebagai berikut:

a. Skala nasional:

1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

Nasional berjangka waktu 20 tahun;

2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Nasional, jangka waktu 5 tahun;

3) Rencana Kerja Pemerintah (RKP), berjangka waktu satu tahun.

b. Skala Kementerian/Departemen (K) dan Lembaga

Pemerintah non-Departemen (L):

1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

Kementerian atau Departemen atau LPND, jangka waktu 20 tahun (**);

2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian/Departemen/LPND, jangka waktu 5

tahun disebut Renstra-Kementerian atau

Departemen atau LPND;

3) Rencana Kerja Tahunan disebut Renja-Kementerian atau Departemen atau LPND, jangka waktu satu tahun.

c. Skala Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota:

1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

(RPJPD) Provinsi atau Kabupaten/Kota, jangka waktu 20 tahun (**);

2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi atau Kabupaten/Kota jangka waktu 5 tahun;


(24)

3) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi atau Kabupaten/Kota, jangka waktu satu tahun. d. Skala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD):

1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) SKPD

Provinsi atau Kabupaten/Kota, jangka waktu 20 tahun;

2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

jangka waktu 5 tahun disebut Renstra-SKPD Provinsi atau Kabupaten/Kota;

3) Rencana Kerja Tahunan SKPD disebut Renja-SKPD Provinsi atau Kabupaten/Kota, jangka waktu satu tahun.

Catatan: (**) PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional tidak menyebut

adanya rencana pembangunan jangka panjang (RPJP)

kementerian/LPND dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) SKPD. Walaupun demikian RPJP tersebut tetap diperlukan adanya, terutama bagi setiap sektor atau bidang,

terutama sektor/bidang pembangunan yang selalu

berkesinambungan. Sebagai contoh adalah sektor pertanian; apabila pada pembangunan lima tahun pertama dapat dibangun sawah yang luas maka pada pembangunan lima tahun berikutnya harus dapat dibangun saluran irigasi serta bendungan atau industri pengolahan hasil pertanian sebagai kelanjutan pembangunan periode sebelumnya.

Penyebutan RPJM Kementerian/LPND dengan istilah Renstra Kementerian/LPND, dan penyebutan RPJM SKPD dengan istilah

Renstra-SKPD pada hakekatnya tidak tepat, karena setiap rencana pembangunan berdasarkan strategi pembangunan. Pemberian atau perubahan istilah tersebut merancukan pengertian strategi dengan pengertian rencana.

Rencana pembangunan daerah harus memuat tujuan, sasaran, target pada tiap sasaran, dana dan sarana yang dipergunakan pada tiap kegiatan, institusi penanggung jawab pelaksanaan serta waktu pelaksanaannya secara jelas. Rencana pembangunan daerah perlu memuat peta agar dapat menetapkan secara teliti letak-letak kegiatan yang ditetapkannya. Banyak ditemui adanya kegiatan yang tidak jelas letak sasaran yang dimaksudkan sehingga pelaksana secara tergesa-gesa mencari dan menentukan letak sasaran. Setiap rencana pembangunan daerah disusun berdasarkan data dan analisis data kuantitatif, data kualitatif dan data geografis daerahnya.

Semua rencana pembangunan daerah memuat pula rencana pembangunan pemerintah pusat atau Provinsi yang akan dilaksanakan pada daerah yang bersangkutan.

F.

Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan daerah adalah kesatuan dari semua usaha untuk menyusun dan menetapkan rencana pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan dilaksanakan menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan dan keperluan


(25)

Peraturan perundang-undangan mengenai perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat antara lain adalah:

1. UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan

Pembangunan;

2. PP. Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

3. PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;

4. UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005 – 2025.

Perencanaan pembangunan perlu dikendalikan dan diawasi agar rencana disusun berdasarkan data yang terpercaya, asumsi yang realistis serta hasil analisis yang terpercaya pula. Dengan demikian rencana pembangunan yang dihasilkan diharapkan akan sesuai dengan keadaan dan keinginan serta keperluan masyarakat daerah dan rasional, serta layak untuk dilaksanakan, baik secara baik secara administrasi pemerintahan, sosial politik, ekonomi maupun teknik pelaksanaan. Perencanaan pembangunan harus mencakup semua rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh semua pelaku pembangunan daerah.

Kelembagaan, Fungsi dan tugas perencanaan dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Pemerintahan Daerah Provinsi memiliki BAPPEDA Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota memiliki BAPPEDA Daerah Kabupaten/Kota. Fungsi dan tugas pokok organisasi perencanaan tersebut menyerupai fungsi dan tugas Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) seperti yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 35 Tahun 1973. Fungsi dan tugas organisasi perencanaan daerah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan mengenai perencanaan dan PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Tugas pokok dan fungsi Bappeda adalah sebagai berikut:

1. Menyusun rencana-rencana pembangunan daerah untuk

jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek;

2. Melakukan koordinasi perencanaan dan mengusahakan

keserasian di antara rencana-rencana bagian sektoral maupun wilayah dan mengadakan pengintegrasian rencana-rencana tersebut ke dalam rencana Pembangunan Daerah;

3. Menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) bersama-sama dengan organisasi teknis dan organisasi fungsional yang setara dalam koordinasi Sekretaris Pemerintah Daerah;

4. Menyusun kebijaksanaan perkreditan dan kebijaksanaan penanaman modal bersama dengan lembaga-lembaga yang bersangkutan;

5. Menyusun kebijaksanaan penerimaan dan penggunaan kredit dan bantuan dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Pusat dan bantuan lain, untuk pembangunan bersama sama dengan lembaga-lembaga yang bersangkutan;

6. Mengamati persiapan dan perkembangan pelaksanaan

rencana Pembangunan Daerah serta mengusahakan


(26)

7. Melakukan penilaian pelaksanaan rencana pembangunan daerah dengan mempertimbangkan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan pada program-program dan proyek-proyek;

8. Melakukan usaha-usaha survei dan penelitian yang

diperlukan di dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas perencanaan serta penilaian Pembangunan Daerah;

9. Melakukan kegiatan-kegiatan lain yang ditugaskan oleh Kepala Pemerintah Daerah.

Perencanaan pembangunan daerah terdiri atas kelompok kelompok kegiatan sebagai berikut:

1. Persiapan perencanaan; 2. Pengumpulan dan analisis data;

3. Penentuan hasil yang diharapkan dari semua kegiatan pembangunan daerah;

4. Penentuan strategi pembangunan daerah;

5. Penentuan sasaran-sasaran pada setiap sektor pembangunan; 6. Penentuan strategi pelaksanaan untuk mencapai hasil yang

diharapkan pada setiap sasaran pada setiap sektor;

7. Penentuan tahapan-tahapan pembangunan dan hasil yang ingin dicapai pada setiap tahapan pelaksanaan (visi temporal) baik secara keseluruhan maupun pada setiap sektor. Penentuan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan disertai urutan prioritas pelaksanaan pada setiap sektor;

8. Penyusunan rencana pembangunan daerah;

9. Penetapan rencana pembangunan daerah dalam peraturan daerah (PERDA) menjadi Rencana Pembangunan Daerah; 10. Penjabaran kedalam rencana-rencana yang lebih rinci dan

lebih operasional.

Persiapan perencanaan. Kegiatan ini ditujukan untuk menentukan:

1. Arahan untuk menentukan tujuan pembangunan;

2. Ruang lingkup perencanaan pembangunan yang akan

disusun;

3. Metoda perencanaan yang digunakan; 4. Sistem pembangunan daerah yang digunakan;

5. Jenis dan urutan pekerjaan untuk penyusunan rencana;

6. Teknik pengumpulan dan pengolahan data yang

dipergunakan;

7. Tingkat ketelitian data yang dapat dipergunakan;

8. Organisasi dan tata-kerja pelaksana penyusunan rencana; 9. Tenaga kerja yang diperlukan meliputi jumlah, kualitas dan

tata-kerja;

10.Penyediaan dana dan sarana yang diperlukan; 11.Waktu dan tata waktu pelaksanaan pekerjaan;

12.Bentuk, isi dan susunan rencana pembangunan daerah yang akan dihasilkan.

Pada dasarnya terdapat tiga metode penyusunan rencana pembangunan, yakni:

1. Rencana ditetapkan oleh lembaga yang lebih tinggi (top down

planning method). Contoh: penyusunan rencana pembangunan

daerah kecamatan dilakukan oleh Bappeda Kabupaten; 2. Rencana disusun oleh lembaga yang lebih rendah (bottom up

planning method). Contoh: penyusunan rencana pembangunan

daerah kecamatan dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah kecamatan;


(27)

3. Rencana disusun bersama oleh seluruh lembaga (synchronized

planning method). Contoh: penyusunan rencana pembangunan

daerah kecamatan disusun secara bersama oleh pemerintah daerah kecamatan dan Bappeda.

Metode ke-3 lebih banyak digunakan karena lebih dapat menampung keperluan pembangunan nasional dan keperluan masing-masing daerah kecamatan. Rencana pembangunan disusun oleh Bappeda kabupaten dengan memperhatikan keadaan dan usulan masing-masing kecamatan. Demikian pula halnya dengan rencana pembangunan daerah provinsi. Konsep rencana disusun oleh Bappeda Provinsi dengan memperhatikan usulan dan keadaan masing-masing Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota. Perencanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan sistem pembangunan yang akan digunakan.

Terdapat tiga sistem pembangunan daerah, yakni:

1. Sistem pembangunan terpadu (integrated development

system), prioritas utama adalah pada kegiatan pembangunan

yang secara kuat terkait dengan kegiatan pembangunan yang lain, baik dalam kelompok kegiatan, sub sektor, bahkan dengan kegiatan dalam sektor lain. Keterkaitan tersebut bersifat saling tergantung atau saling mendukung. Dasar pertimbangan pada sistem ini adalah hasil pembangunan yang optimal, dapat meningkatkan keadaan ekonomi secara

lebih cepat walaupun tidak merata. Perencanaan

dilaksanakan secara integral (integrated planning);

2. Sistem pembangunan terpisah (partial development system), kegiatan pembangunan pada masing-masing sektor, bahkan

sub-sektor serta wilayah merupakan pembangunan yang mandiri, tidak harus terkait dengan kegiatan dan hasil pembangunan yang lain. Dasar pertimbangan pada sistem ini adalah pemerataan pembangunan. Pembangunan kurang terkoordinir dan sering memberikan hasil dan dampak positif yang lebih rendah;

3. Sistem pembangunan campuran (partial and integrated

development system) disebut juga ”flexible development

system”, prioritas diberikan pada kegiatan pembangunan

yang menghasilkan dampak positif yang lebih tinggi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama dibidang sosial ekonomi dan dilaksanakan pada semua daerah. Dasar pertimbangan pada sistem ini adalah hasil pembangunan yang optimal dan pemerataan. Dalam penerapan sistem ini diperlukan perhatian dan penguasaan data semua daerah dan analisis yang lebih tajam, rasional serta lebih peka terhadap keperluan pembangunan pada setiap bagian daerah. Sebagai contoh, pembangunan wilayah kabupaten dilaksanakan pada semua wilayah kecamatan dan desa secara optimal serta pada semua bidang dan sektor sesuai dengan prioritas masing-masing wilayah pada setiap periode pembangunan.

Data masing-masing sektor yang diperlukan untuk perencanaan meliputi:

1. Jenis kegiatan;

2. Perkiraan manfaat hasil kegiatan bagi pembangunan, meliputi manfaat ekonomi, sosial, budaya, kesehatan rakyat, kualitas lingkungan dan lain sebagainya sesuai dengan fungsi dan tugas sektor;


(28)

3. Urutan prioritas; 4. Rutinitas kegiatan;

5. Berapa tahun anggaran kegiatan akan diperlukan;

6. Besarnya biaya yang diperlukan pada setiap tahun anggaran;

7. Bagi sektor yang mengatur dan/atau melaksanakan

pengelolaan sumber daya alam, perlu menyampaikan data mengenai:

a. Potensi sumber daya alam sektornya untuk mendukung pembangunan, baik pembangunan sosial ekonomi rakyat daerah, pemerintah daerah, perekonomian nasional, pendapatan pemerintah pusat, maupun imbasnya terhadap lingkungan daerah, nasional dan dunia.

b. Pengaturan dan pelaksanaan pengelolaan yang ada, antara lain:

1) Penatagunaan sumber daya, antara lain untuk produksi, wisata, konservasi dan lain sebagainya; 2) Bagian yang telah dikelola dan belum dikelola atau

dimanfaatkan;

3) Pemegang hak pengelolaan dan pelaksana;

4) Hasil yang diperoleh dalam kuantitas, kualitas dan nilai;

5) Manfaat ekonomi bagi masyarakat, termasuk efek ganda (multiplier effect) dan memacu perkembangan usaha kecil (trickle down effect);

6) Jumlah pemasukan kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat;

7) Data lain yang dipandang perlu.

Semua data tercatat dalam daftar dan letaknya tercantum pada peta wilayah. Untuk peta dasar digunakan peta-peta yang telah disusun oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) pada sekala yang memadai. Pembuatan peta tematik memakan waktu yang lama serta amat mahal, walau menggunakan GIS (geographic information system) dengan komputer. Ketelitian peta untuk tidak perlu seteliti peta kadastral atau peta pertanahan.

Analisis data diarahkan untuk dapat mengambil kesimpulan yang tepat untuk dasar penentuan:

1. Tujuan, sasaran dan target pembangunan; 2. Strategi pembangunan daerah;

3. Rencana pembangunan jangka pendek, lima tahunan dan jangka panjang;

4. Sumber dana utama untuk pembangunan;

5. Dana yang dapat diperoleh sesuai dengan jumlah, dan waktu yang diperlukan;

6. Tata waktu pelaksanaan; 7. Persiapan pelaksanaan; 8. Pelaksanaan.

Analisis data memperhatikan setiap kegiatan sektor dan sub-sub sektor saling mempengaruhi keadaan dan kegiatan sektor dan sub-sektor yang lain. Sektor-sektor yang tergabung dalam kelompok ekonomi mempengaruhi keadaan dan perkembangan keadaan politik, pertahanan, keamanan, sosial, dan budaya. Demikian pula sektor-sektor yang lain. Di dalam pembangunan daerah dan nasional, semua potensi dan sumber daya manusia


(29)

serta teknologi dan sarana yang dimilikinya merupakan modal dasar untuk mendorong pembangunan. Sektor yang kurang potensial dan memerlukan perbaikan-perbaikan dengan biaya yang lebih tinggi, dapat menjadi beban daerah dan nasional. Keadaan ekonomi merupakan unsur utama dalam membentuk kesejahteraan, karena memiliki pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur yang lain. Sebagai contoh, keadaan ekonomi rakyat yang dinyatakan dengan sangat rendahnya taraf hidup rakyat

karena kesukaran ekonomi, dapat memacu banyaknya

kriminilitas, ketidakstabilan politik, rendahnya rasa sosial, dan terkikisnya asas budaya yang mendasari kehidupanan budaya masyarakat. Oleh karenanya pembangunan atau perbaikan keadaan ekonomi lebih sering dan bahkan selalu dijadikan titik utama tujuan pembangunan dan bahkan digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Data ekonomi yang umum digunakan untuk tolok ukur keberhasilan pembangunan daerah serta menjadi bahan utama pertimbangan pada perencanaan dan pelaksanaannya adalah:

a. Pendapatan perkapita rata-rata;

b. Jumlah penduduk miskin atau prasejahtera di daerah;

c. Kesempatan kerja yang sesuai dengan perikemanusiaan dengan pendapatan yang cukup untuk memenuhi keperluan kehidupan manusia yang sehat dan berbudaya bagi buruh dan seluruh keluarganya;

d. Kesempatan berusaha dan pembinaan serta perlakuan yang adil dari pemerintah terhadap pelaku ekonomi;

e. Pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu.

Sebagai gambaran keadaan suatu daerah dan pembangunan pada salah satu bidang, digunakan data Kabupaten Bogor sebagai berikut.

Data Kabupaten Bogor

Terdapat delapan kelompok kegiatan ekonomi yang nyata berperanan di dalam menentukan besarnya Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bogor. Besarnya andil masing-masing pada PDRB tercantum pada daftar 2.2 berikut: Daftar 2.2. Kegiatan ekonomi dan PDRB Daerah Kabupaten Bogor

No Kegiatan Ekonomi PDRB

Rp. (milyar) %

1 2 3 4 5 6 7 8 Pertanian Jasa Perdagangan, hotel dan restoran Industri pengolahan

Pengangkutan dan komunikasi Bangunan Keuangan

Listrik, gas dan air bersih

1.475,9 911,9 2.460,3 5.500,0 554,9 692,0 340,2 364,8

11,41 7,05 19,02 42,52 4,29 5,35 2,63 2,82

J u m l a h 12.300,0 100,00 %

Dihitung berdasarkan PDRB tahun 1999:

Sumber: Pendapatan regional kabupaten BOGOR (BPS Kabupaten Bogor).

APBD tahun 2001 sebesar Rp.596,06 milyar, berasal dari:

PAD + lain-lain 76,06

DAU + dana perimbangan 520,00 milyard


(30)

Jumlah penduduk 3.489.096 orang

Kepadatan rata-rata 1471,44 orang/km2

Kepadatan penduduk terendah, ada di kecamatan:

Kecamatan Cigudeg, luas 232,07 km2, 592.10 jiwa /km2,

Kecamatan Cariu, luas 197,50 km2, 441.23 jiwa/km2,

Kecamatan Sukamakmur, luas 133,36 km2, 472.57 jiwa/km2. Tiga kecamatan yang memiliki PAD tertinggi berturut-turut adalah Kecamatan Ciawi, Bojong Gede dan Cibinong. Adapun Kecamatan yang memiliki PAD terendah adalah Cariu, Cigudek dan Nanggung. Tiga kecamatan terakhir ini juga memiliki rata-rata produktifitas (GDB/km2) terendah.

Besarnya PAD dan APBD tidak menunjukan besarnya kegiatan ekonomi seluruhnya dan bahkan tidak menunjukan besarnya pembangunan yang dilaksanakan di daerah ini, karena belum mencakup kegiatan sektor swasta, baik yang berperan sebagai inti kegiatan maupun kegiatan ekonomi yang timbul sebagai imbas kegiatan ekonomi inti. Dari analisis data potensi sektor pertanian ternyata kegiatan sektor ini masih dapat ditingkatkan untuk PDRB yang lebih besar dan sekaligus menyerap tenaga kerja yang belum seluruhnya dimanfaatkan. Peluang peningkatan tersebut adalah sebagai berikut:

Daftar 2.3: Peluang meningkatkan kegiatan sektor pertanian No Kegiatan Lahan digunakan Peluang perluasan

1 Tanaman pangan - extensif 13.450 ha 14.569 ha

- intensif 25.760 19.870

2 Perkebunan - rakyat 18.554 9.545

- BUMN/D 21.780 16.980

3 Perikanan darat

- rakyat 4.767 13.780

4 Kehutanan

- intensif 18.980 5.860

Jumlah 103.191 80.604

Luas seluruh lahan yang dapat diusahakan untuk sektor pertanian adalah 103.191 + 80.604 = 183.795 ha. Selebihnya, seluas 237.121 ha - 183.795 ha = 52.326 ha digunakan untuk pemukiman, pertambangan, sarana umum, sungai, serapan air, serta lahan yang belum dapat dimanfaatkan secara lebih ekonomis. Dengan peningkatan kegiatan ekonomi tersebut maka PDRB dari sektor ini diharapkan meningkat sekitar dua kali lipat, menjadi Rp. 2.970,6 milyar, dari semula sebesar Rp.1.475,9 milyar. Peningkatan usaha pertanian ini tidak dapat dicapai seluruhnya dalam satu tahun, oleh karenanya perlu disusun rencana bidang, artinya peningkatan usaha pertanian setidak-tidaknya merupakan bagian dari Renstra Dinas Pertanian. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah serta evaluasi pelaksanaan pembangunan adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus tanpa henti. Seluruh kegiatan tersebut merupakan siklus seperti terlukis pada gambar 2.1.


(31)

Setiap kegiatan ekonomi menyebabkan timbulnya kegiatan ekonomi yang lain, sebagai "trickle-down effect" atau sebagai "multiplier effect". Antara lain, peningkatan kegiatan pertanian memacu kegiatan ekonomi di bidang lain, oleh karenanya pembangunan daerah memasukkan dan memperhatikan

kegiatan-Evaluasi Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Gambar 2.1 : Siklus umum

pembangunan daerah

Rencana Pembangunan Daerah

Pelaksanaan Pembangunan Daerah

Hasil Pembangunan Daerah

Kesimpulan dan saran berdasarkan evaluasi Prinsip dan Tujuan Pembangunan Daerah

Perencanaan Penyusunan Rencana

Penyusunan Rencana Pembangunan

Keadaan dan Potensi So-Ek Daerah Rencana Pembangunan

Nasional/Provinsi

kegiatan pembangunan nasional dan provinsi yang berada di daerahnya serta pengaruh pembangunan daerah sekitarnya.

G.

Penyelenggaraan Pembangunan

Tahapan penyelenggaraan pembangunan meliputi kegiatan-kegiatan:

1. Persiapan;

2. Pelaksanaan penyelenggaraan; 3. Menyusun laporan pelaksanaan, dan

4. Menyelesaikan pertanggungjawaban pelaksanaan sesuai dengan ketentuan.

Tujuan persiapan pelaksanaan adalah agar rencana pembangunan dapat dilaksanakan sebaik-baiknya dalam waktu yang telah ditetapkan dan benar-benar mencapai tujuan pembangunan serta menghasilkan dampak yang baik, positif, pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam urutan pengelolaan atau manajemen, (POAC, planning, organizing, actuating, controlling), tercakup pada pelaksanaan. Persiapan pelaksanaan mencakup kegiatan penyiapan organisasi. Penyiapan organisasi tidak berarti membentuk organisasi pelaksana secara khusus, lepas dari organisasi yang telah ada.

Kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap persiapan pelaksanaan pembangunan sangat tergantung kepada kesesuaian antara keadaan kelembagaan dan sarana yang telah ada dengan keadaan kelembagaan dan sarana yang diperlukan untuk melaksanakan rencana yang telah ditetapkan serta prinsip


(32)

pelaksanaan pembangunan. Persiapan pelaksanaan pembangunan daerah meliputi berbagai kegiatan, antara lain kelembagaan, penetapan tenaga pelaksana dan pencarian dana.

Penentuan kelembagaan memegang peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam kelembagaan ini adalah keseimbangan beban tugas dan penetapan fungsi dan tugas untuk masing-masing lembaga, serta asas manfaat dan efisiensi dalam pelaksanaan pembangunan seluruhnya. Langkah-langkah kelembagaan untuk pelaksanaan pembangunan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Menyusun ketentuan ketentuan pelaksanaan yang baku

(standard operation procedure). Pada umumnya setiap

sumber dana memiliki ketentuan pelaksanaan yang berbeda; 2. Menentukan organisasi dan tata-kerja pelaksanaan dan

pengendalian kegiatan-kegiatan;

3. Apabila dipandang perlu, melakukan perubahan susunan dan tata kerja organisasi pemerintahan yang ada agar sesuai dengan keperluan pelaksanaan pembangunan daerah serta sesuai dengan prinsip prinsip pelaksanaan pemerintahan; 4. Apabila dipandang perlu, dapat melakukan perubahan

pengaturan personalia pada setiap bidang kegiatan agar setiap

kegiatan dilaksanakan oleh tenaga yang memiliki

kemampuan dan kemauan kerja sesuai dengan tuntutan keperluan;

5. Menyelenggarakan pengadaan dana dan sarana kerja sesuai dengan ketentuan;

6. Menyusun dan menetapkan rencana operasional;

7. Meningkatkan koordinasi antar instansi dan antar aparat

untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan kegiatan

pembangunan.

Pelaksanaan kegiatan pembangunan dapat dimulai setelah

persiapan pelaksanaan selesai dilaksanakan. Adapun

pengendalian kegiatan dilaksanakan secara melekat dengan tugas pimpinan dan tugas koordinasi para penanggungjawab pelaksanaan kegiatan pembangunan.

H.

Pengendalian dan Evaluasi

Pengendalian dan evaluasi pembangunan dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

Pengendalian pembangunan daerah adalah pemantauan dan pengarahan kegiatan-kegiatan pembangunan, dilakukan oleh setiap kepala satuan kerja pemerintahan daerah, sebagai penanggungjawab program atau sebagai penanggungjawab proyek pembangunan sesuai dengan bidang tugas dan wewenangnya. Pengendalian dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan:

1. Penyusunan rencana atau konsep strategi pembangunan; 2. Penyusunan rencana dan konsep rencana pembangunan; 3. Persiapan penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan; 4. Rencana dan pelaksanaan evaluasi pembangunan;


(1)

138 Pembangunan Daerah, Sektor dan Nasional

4. Uraikan keterkaitan antara RPJP Nasional dengan RPJM Nasional;

5. Tuliskan saran saudara untuk mengatasi keterbatasan dan hambatan pembangunan nasional.

K.

Rangkuman

Pembangunan Nasional merupakan penjabaran dari tujuan kemerdekakan bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Pembangunan nasional memiliki tiga landasan yaitu landasan idiil, konstitusional dan operasional. Landasan idiil adalah Pancasila, landasan konstitusional adalah UUD 1945 dan landasan operasional adalah seluruh peraturan perundangan yang terkait langsung dengan pembangunan nasional. Modal dasar pembangunan nasional adalah seluruh kekayaan, keadaan dan kemampuan bangsa Indonesia, kemerdekaan dan hubungan baik dengan semua negara di dunia.

Sasaran pembangunan nasional mencakup pembangunan semua segi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tantangan pembangunan nasional meliputi bidang politik, sosial budaya, lingkungan, ekonomi dalam negeri dan kondisi perdagangan luar negeri.

Modul Diklatpim Tingkat III 139

Dana pembangunan nasional berasal dari produksi barang dan jasa, dana pinjaman dan hibah dari negara lain dan organisasi internasional.

RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional periode 20 tahun dan menjadi acuan dalam perencanaan RPJM. Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas melaksanakan evaluasi secara umum terhadap penyelenggaraan semua kegiatan pembangunan baik yang dibiayai dana APBN maupun dana lain.


(2)

BAB VI

P E N U T U P

A.

Simpulan

Modul kebijakan dan Program Pembangunan Nasional membahas tujuan dan atas dasar pembangunan, pembangunan daerah pembangunan sektor dan pembangunan nasional.

Tujuan dan asas dasar pembangunan tercantum dalam alinea ke empat pembukaan UUD 1945.

Pembangunan daerah adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan manusia dan masyarakat daerah yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan daerah dan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan dan perkembangan keadaan daerah, nasional dan dunia. Pengertian daerah di sini mencakup daerah Kabupaten, daerah Kota dan daerah Provinsi.

Pembangunan sektor adalah usaha untuk meningkatkan sumber daya sektor, kualitas pengaturan penguasaan sumber daya dan pelayanan kepada masyarakat dan pemerintah dalam rangka pembangunan nasional dan pembangunan daerah dengan memperhatikan tantangan daerah, nasional dan dunia sesuai dengan ruang lingkup dan tanggung jawab pembangunan sektor serta sumber daya yang dapat dipergunakan.

Pembangunan nasional adalah usaha untuk meningkatkan kualitas dan perikehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan dunia.

Pembangunan dalam tiga scope tersebut memiliki ketergantungan yang dipengaruhi oleh distribusi kewenangan, kekuatan, dan kekuatan serta sarana.

B.

Tindak Lanjut

Berbekal pemahaman tentang kebijakan dan program pembangunan nasional, peserta Diklat diharapkan dapat menerapkan pengetahuan tersebut guna peningkatan kinerja instansinya.

Pengetahuan tentang hal ini juga memberikan konstribusi kepada pejabat eselon III dalam memperluas wawasan kebangsaan yang selanjutnya mewarnai pola kepemimpinannya di unit organisasinya.


(3)

142

DAFTAR PUSTAKA

Abuwary, S., (Juli 2001). Bungarampai Amanat Rakyat, jilid I.

Institute of socio-economics and political studies

"People message" (AMRA) Jl.Bunga Rampai I Nomor

40 Jakarta 13460.

Anonimus, (2001): Putusan Sidang Istimewa MPR RI Tahun 2001. CV.Mini Jaya Abadi, Jakarta.

Anonimus, (1999): TAP MPR '99. Hasil Sidang Umum MPR RI Tahun 1999. PT. Pabelan Jayakarta, Jl.Utan Kayu Jakarta Timur 13120.

Anonimus, (1991). Info Fiskal moneter, Tantangan Pembangunan Dalam Era Globalisasi Ekonomi. Bull. Perencanaan Pembangunan Nomor 02/91 hal 64-92. Korpri Bappenas, Jakarta.

Anonimus, (1995). Panduan Program INPRES Desa Tertinggal. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Departemen Dalam Negeri.

Anton Hermanto Gunawan, (1991): Anggaran pemerintah dan Inflasi di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Azwir Dainy Tara. (2001): Strategi Membangun Ekonomi Rakyat;

Masa Sulit Pasti Berlalu. PT. Nuansa Madani, Jakarta. Bachrawi Sanusi, (2000): Sistem Ekonomi, Suatu Pengantar.

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

143

Bank Indonesia, (1992). Keputusan Gubernur Bank Indonesia tentang Perkreditan Bagi Usaha Menengah dan Usaha Kecil. BI Jakarta.

BAPPEDA, (2005). Analisa Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor. Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Bogor dengan PT. Wicaksana Megacipta.

BPS, (2005). PDRB Kabupaten Bogor menurut lapangan usaha, tahun 2004. Kerjasama BAPPEDA Kabupaten Bogor dengan BPS Kabupaten Bogor.

Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaya A.R., (1983): Teori Strategi Pembangunan Nasional. P.T. Gunung Agung, Jakarta MCMLXXXIII.

Byham, William C. and Jeff Cox, (1992): Zapp! The Lightning Of Empowerment. Fawcett Columbia, New York.

Deddy Supriady Bratakusumah dan Dadang Solihin, (2001): Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Faisal Basri, (1997): Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI; Distorsi, Peluang dan Kendala. Penerbit Erlangga. Jl.H.Baping Raya Nomor 100. Ciracas Jakarta 13740. Gunawan Sumodiningkrat, Juni (1999): Sistem Ekonomi Pancasila,

Dalam Prospektif. Impact Wahana Cipta, Jakarta. Lembaga Administrasi Negara, (1997): Sistem Administrasi Negara

Republik Indonesia, edisi ketiga. PT. Toko Gunung Agung – Jakarta.

Neufeldt, Victoria dan D.B. Guralnik, (1988): Webster's New World Dictionary of American English, Webster's New World, Cleveland & New York.


(4)

Ninik Widiyanti dan Y.W. Sunindhia, (1998). Koperasi dan Perekonomian Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.

Piran Wiroatmodjo, 2000: Administrasi Kehutanan pada Pelaksanaan Otonomi Daerah. Silvika Nomor 4/2000, Kehutanan, Bogor

Sajogyo dkk., (1997): Gerakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan: Kajian Bersama Pengembangan Kebijaksanaan. BAPPENAS-Pusat P3R-YAE, Jakarta. Tadaro, M.P. (1999). Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Alih

bahasa: Drs. Haris Munandar. Penerbit Erlangga, Jakarta.

DAFTAR DOKUMEN

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pemerintahan Daerah disahkan pada tanggal 23 Nopember 1945;

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, disahkan pada tanggal 10 Juli 1948;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 (sebagai hasil pemerintahan parlementer);

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965;

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pengganti Undang-Undang Nomor 22, 7 Mei 1999, tentang Pemerintahan Daerah, dimuat pada lembaran negara Nomor 60 Tahun 1999 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839. T.a. 134 pasal. Menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa; Undang-Undang Nomor 25, 19 Mei 1999, tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956, tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dengan Daerah-Daerah, yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya Sendiri;

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pajak dan Retribusi; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus

Bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua;


(5)

146

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang;

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005 – 2025; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, Serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

PP Nomor 16, Tanggal 10 Maret 2000, tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Lembaran negara 36 Tahun 2000;

PP Nomor 25, tanggal 6 Mei 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom; PP Nomor 84, 25 September 2000, tentang Pedoman Organisasi

Perangkat Daerah. Sebagai ketentuan pelaksanaan pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 diganti PP Nomor 8 Tahun 2003 tentang Organisasi Perangkat Daerah;

PP Nomor 100, tanggal 10 Nopember 2000, tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Sebagai

147

tindak lanjut pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan tertentu. T.a. 24 pasal. Lembaran negara Nomor 197 Tahun 2000 dan tambahan lembaran negara Nomor 4018 Tahun 2000;

PP Nomor 101, tanggal 10 Nopember 2000, tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Pengganti PP Nomor 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil;

PP Nomor 104, tanggal 10 Nopember 2000, tentang Dana Perimbangan sebagai ketentuan pelaksanaan pasal 10 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

PP Nomor 105 tanggal 10 Nopember 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Sebagai ketentuan pelaksanaan pasal 86 Undang-Undang Nomor 22 dan pasal 26 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999; PP Nomor 106 tanggal 10 Nopember 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Sebagai ketentuan pelaksanaan pasal 17 dan pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. T.a. 15 pasal. Lembaran negara Nomor 203 Tahun 2000 dan tambahan lembaran negara Nomor 4023 Tahun 2000;


(6)

PP Nomor 107 tanggal 10 Nopember 2000 tentang Pinjaman Daerah. Sebagai ketentuan pelaksanaan pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. T.a. 17 pasal. Lembaran negara Nomor 204 Tahun 2000 dan tambahan lembaran negara Nomor 4024 Tahun 2000;

PP Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah; PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran

Kementerian/LPNA;

PP Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

PP Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;

PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 6 Tahun 1959;