PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SDN 1 SENTONO KLATEN TAHUN AJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SDN 1 SENTONO KLATEN

TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh:

YULININGSIH X7109123

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user ii

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SDN 1 SENTONO KLATEN

TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh:

Yuliningsih X7109123

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(3)

commit to user iii


(4)

commit to user iv


(5)

commit to user v

ABSTRAK

Yuliningsih. X7109123. PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SDN 1 SENTONO KLATEN TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2011.

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan dengan menggunakan model pembelajaran STAD pada siswa kelas IV SDN Sentono 1 Klaten tahun ajaran 2010/2011.

Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN I Sentono Klaten tahun ajaran 2010/2011 berjumlah 20 siswa yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Sumber data yang digunakan penelitian ini adalah informasi data yaitu siswa dan guru kelas IV, dokumen, dan hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi dan dokumentasi. Untuk menguji validitas data, peneliti menggunakan triangulasi sumber data. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif meliputi tiga buah komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Proses penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SDN 1 Sentono Klaten tahun ajaran 2010/2011. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan yang diperoleh dari nilai rata-rata hasil tes awal kondisi awal yaitu 57,25 dengan ketuntasan klasikal 45%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat mencapai 66,25 dengan ketuntasan klasikal meningkat 70%. Tindakan pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 74,65 dengan ketuntasan klasikal meningkat 90%. Ole karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SDN I Sentono Klaten tahun ajaran 2010/2011.

Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe STAD, kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan.


(6)

commit to user vi

ABSTRACT

Yuliningsih. X7109123. THE USE OF STAD TYPE OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TO IMPROVE THE FRACTIONAL NARRATIVE PROBLEM SOLVING COMPETENCY IN THE IV GRADERS OF SDN 1 SENTONO OF KLATEN REGENCY IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2011.

Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta, July 2011.

The objective of research is to improve the fractional narrative problem solving competency using STAD learning model in the IV graders of SDN 1 Sentono of Klaten Regency in the school year of 2010/2011.

This study belongs to a classroom action research (CAR). The subject of research was the IV graders of SDN 1 Sentono Klaten in the school year of 2010/2011 consisting of 20 students: 8 boys and 12 girls. The data source employed in this research was data information including students and the IV class teacher, document, and result of observation on the learning implementation of fractional narrative problem solving competency using STAD type of cooperative learning model. Techniques of collecting data used were test, observation, and documentation. In order to validate data, the author employed data source triangulation. Technique of analyzing data used was an interactive analysis model including three components: data reduction, data display, and conclusion drawing. The research process was implemented in two cycles. Each cycle consisted of four stages: (1) planning, (2) acting, (3) observing, and (4) reflecting.

Considering the result of research, it can be found that the use of STAD type of cooperative learning model can improve the fractional narrative problem solving competency in the IV graders of SDN 1 Sentono of Klaten Regency in the school year of 2010/2011. It can be seen from the increase in the fractional narrative problem solving competency indicated by the mean value of pre-test in prior condition of 57.25 with classical passing of 45%. In cycle I, this figure increases to 66.25 with classical passing of 70%. In cycle II, this figure increases to 74.65 with classical passing of 90%. Therefore, it can be concluded that the use of STAD type of cooperative learning model can improve the fractional narrative problem solving competency in the IV graders of SDN 1 Sentono of Klaten Regency in the school year of 2010/2011.

Keywords : STAD type of cooperative learning model, the fractional narrative problem solving competency.


(7)

commit to user vii

MOTTO

 Bukan kurangnya pengetahuan yang menghalangi keberhasilan, tetapi tidak cukupnya tindakan. Dan bukan kurang cerdasnya pemikiran yang melambatkan perubahan hidup ini, tetapi kurangnya penggunaan dari pikiran dan kecerdasan (Mario Teguh)

 Tak ada sesuatu yang lebih menyenangkan daripada menimbulkan senyum

pada wajah orang lain, terutama wajah orang yang kita cintai (RA Kartini)

 Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum. (Mahatma Gandhi)

 Hargailah segala yang kau miliki; anda akan memiliki lebih lagi. Jika anda fokus pada apa yang tidak anda miliki, anda tidak akan pernah merasa cukup dalam hal apapun. Be thankful for what you have; you’ll end up having more. If you concentrate on what you don’t have, you will never, ever have enough (Peneliti)


(8)

commit to user viii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Ibuku dan Ayahku tersayang. Terima kasih atas segala panjatan doa, kasih sayang, nasihat, kesabaran, kerja keras, dan pengorbanan yang tiada terbatas.

Keluarga besar FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta dan almamaterku tercinta tempatku menimba ilmu berkarakter kuat dan cerdas untuk masa depan yang cerah.


(9)

commit to user ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Atas kehendak-Nya pula skripsi dengan judul ” Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Pada Siswa Kelas IV SDN 1 Sentono Klaten Tahun Ajaran 2010/2011” dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Peneliti menyadari bahwa penelitian skripsi ini telah melibatkan berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kartono, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Sadiman, M.Pd. selaku pembimbing I skripsi yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Dra. Siti kamsiyati, M.Pd. selaku pembimbing II skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

6. Bapak dan Ibu dosen program studi PGSD FKIP UNS yang telah memberikan motivasi dan pengarahan kepada penulis.

7. Bapak Haryono S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD N 1 Sentono yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

8. Ibu Murowiyatun, S.Pd. selaku guru kelas IV SDN 1 Sentono yang dengan senang hati membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian.


(10)

commit to user x

Peneliti telah berupaya untuk berbuat yang terbaik dalam penyusunan skripsi ini. Namun demikian, disadari hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Semua ini tidak lain karena keterbatasan peneliti baik pengatahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, segala saran dan kritik membangun sangat diharapkan.

Akhirnya, peneliti tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca budiman. Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di atas mendapat pahala dan imbalan dari Allah.

Surakarta, Juli 2011


(11)

commit to user xi

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PENGAJUAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 5

2. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan . 12 B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 25

C. Kerangka Berpikir ... 26

D. Hipotesis Tindakan ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

B. Subjek Penelitian ... 30


(12)

commit to user xii

D. Sumber Data ... 30

E. Teknik Pengumpulan Data ... 31

F. Validitas Data ... 32

G. Teknik Analisis Data ... 33

H. Indikator Kinerja ... 33

I. Prosedur Penelitian ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 44

1. Deskripsi Kondisi Awal ... 44

2. Deskripsi Siklus II ….. ... . 46

3. Deskripsi Siklus II ……….. 53

B. Pembahasan Hasil Penelitian dan Temuan ... 60

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 65

A. Simpulan ... 65

B. Implikasi ... 65

C. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68


(13)

commit to user xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Penelitian ... 29

Tabel 2. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal cerita Pecahan Pada Kondisi Awal ... 44

Tabel 3. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Siklus 1 ... 50

Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 52

Tabel 5. Hasil Observasi Aktivitas Kinerja Guru Siklus I ... 53

Tabel 6. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Siklus II ... 58

Tabel 7. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 60

Tabel 8. Hasil Observasi Aktivitas Kinerja Guru Siklus I ... . 60

Tabel 9. Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas ... 63

Tabel 10. Tabel Keaktifan Siswa Dan Guru Siklus 1 dan Siklus II ... 64

Tabel 11. Skor perkembangan Individu Pada Siklus I dan Siklus II ... 66


(14)

commit to user xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir.. ... 27 Gambar 2. Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas .. ... 34 Gambar 3. Grafik Frekuensi Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal cerita

Pecahan Pada Kondisi Awal ... 45 Gambar 4. Grafik Frekuensi Nilai Rata-rata Kemampuan Menyelesaikan

Soal Cerita Pecahan Siklus I. ... 51 Gambar 5. Grafik Frekuensi Nilai Rata-rata Kemampuan Menyelesaikan

Soal Cerita Pecahan Siklus II ... 59 Gambar 6. Grafik Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas ………. 64 .


(15)

commit to user xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tes Awal Kemampuan menyelesaikan Soal Cerita Pecahan.. 71

Lampiran 2. Hasil Nilai Awal Kemampuan menyelesaikan Soal Cerita Pecahan ………... 72

Lampiran 3. Kisi – kisi Soal ... 73

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I... 74

Lampiran 5. Tes Proses Lembar Diskusi Kelompok Siklus I Pertemuan 1 .. 81

Lampiran 6. Tes Akhir Individu Siklus I Pertemuan 1 ... 82

Lampiran 7. Tes Proses Lembar Diskusi Kelompok Siklus I Pertemuan 2 .. 84

Lampiran 8. Tes Akhir Individu Siklus I Pertemuan 2 ... 85

Lampiran 9. Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 1 ... 87

Lampiran 10. Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 2 ... 88

Lampiran 11. Skor Kemajuan Individu Siklus 1 ... 90

Lampiran 12. Daftar Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Siklus I ….……… 91

Lampiran 13. Lembar Penilaian Kemampuan Guru Siklus 1 Pertemuan 1 .... 92

Lampiran 14. Lembar Penilaian Kemampuan Guru Siklus 1 Pertemuan 2 .... 95

Lampiran 15. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ... 98

Lampiran 16. Tes Proses Lembar Diskusi Kelompok Siklus II Pertemuan 1 105

Lampiran 17. Tes Akhir Individu Siklus II Pertemuan 1... 106

Lampiran 18. Tes Proses Lembar Diskusi Kelompok Siklus I Pertemuan 2 .. . 108

Lampiran 19. Tes Akhir Individu Siklus II Pertemuan 2... 109

Lampiran 20. Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 1 ... 111

Lampiran 21. Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 2 ... 112

Lampiran 22. Skor Kemajuan Individu Siklus I1 ... 114

Lampiran 23. Daftar Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Siklus II ... 115

Lampiran 24. Lembar Penilaian Kemampuan Guru Siklus I1 Pertemuan 1... . 116

Lampiran 25. Skor Perolehan Tim Pada Siklus I dan Siklus II. ... . 116


(16)

commit to user xvi

Lampiran 27. Surat Keterangan Penelitian Kepala SDN Sentono 1 ... 123

Lampiran 28. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS ... 124

Lampiran 29. Surat Permohonan Ijin Penelitian ... 125


(17)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat berguna dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari–hari. Oleh karena itu pelajaran matematika harus sudah diberikan sejak dini kepada anak yaitu sejak anak duduk dibangku Sekolah Dasar. Menurut GBPP (1994:70) mata pelajaran Matematika di SD, tujuan khusus pengajaran Matematika yaitu menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari serta mengembangkan pengetahuan dasar Matematika bekal belajar lebih lanjut. Namun kenyataannya menunjukkan bahwa masih banyak siswa Sekolah dasar yang masih rendah kemampuan berhitungnya.

Matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit bagi sebagian besar siswa. Fenomena tersebut berdampak pada siswa secara umum, yang merasakan ketakutan atau enggan dalam belajar matematika. Minat belajar mereka kecil sekali terhadap mata pelajaran matematika. Dengan kondisi yang demikian, sekolah atau guru tidak berani mematok nilai tinggi dalam membuat kriteria ketuntasan minimal pada setiap semester. Pembelajaran matematika khususnya di SD cenderung sebagai pemindahan pengetahuan dari guru kepada siswa. Siswa cenderung pasif dan hanya menerima apa yang disampaikan guru.

Dalam proses pembelajaran dapat diamati mengenai siswa dalam mengikuti pembelajaran, baik tingkat pemahaman, penguasaan materi, maupun hasil belajarnya. Semakin tinggi tingkat pemahaman, penguasaan materi serta hasil belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan dalam pembelajaran. Namun pada kenyataannya dalam proses belajar mengajar di SDN I Sentono mengalami permasalahan baik dari guru,siswa dan sarana atau alat peraga. Dari guru permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya pengalaman dan pengetahuan tentang pembelajaran inovatif, setiap hari hanya menggunakan metode ceramah dan tugas saja karena guru masih mengalami


(18)

commit to user

kesulitan dalam mengaplikasikan metode yang inovatif. Disamping rasa malas, kreatifitas guru juga masih sangat kurang dalam menciptakan pembelajaran yang ideal. Alat peraga dan sarana penunjang masih belum mencukupi sehingga tidak semua pembelajaran menggunakan alat peraga.

Berdasarkan hasil pengamatan pada siswa kelas IV di SDN 1 Sentono Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten dalam menerima pembelajaran matematika masih mengalami kesulitan bahkan dari hasil observasi yang dilakukan dengan guru kelas terhadap hasil ujian akhir semester, ternyata bidang studi matematika memiliki nilai rata-rata yang lebih rendah dibandingkan bidang studi yang lain. Bahkan setelah dicoba pada siswa kelas IV untuk mengerjakan lima soal cerita, dari 20 siswa yang mengerjakan hanya 9 orang siswa yang memperoleh nilai tuntas. Rendahnya nilai disebabkan oleh kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal pecahan khususnya bentuk cerita karena kurangnya pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal yang berbentuk cerita tersebut, sehingga mengakibatkan ketidak tuntasan dalam pembelajarannya. Sedangkan nilai ketuntasannya 65 hanya 45 % yang tuntas, siswa yang lain tidak tuntas (55 %).

Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan siswa di SDN 1 Sentono terhadap materi bidang studi Matematika masih rendah terutama penguasaan dalam menyelesaikan soal-soal matematika khususnya pecahan yang berbentuk cerita. Menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk cerita bagi siswa tidaklah semudah menyelesaikan soal-soal bentuk hitung biasa karena membutuhkan pemahaman yang lebih dalam mengerjakanya. Dalam soal-soal matematika bentuk cerita sebelum menyelesaikannya terlebih dahulu perlu diubah ke model matematika. Penyelesaian soal-soal matematika bentuk cerita memerlukan berbagai keterampilan dan pemahaman yang tidak hanya membutuhkan kemampuan operasional tetapi juga pemahaman mengenai soal atau masalah yang ditanyakan.

Salah satu alternatif untuk menyelesaikan permasalahan diatas yaitu Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD, karena dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan. Metode STAD adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan,


(19)

commit to user

3

buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model yang baik untuk melatih siswa dalam menguasai konsep, memecahkan masalah melalui proses memberi kesempatan berpikir dan berinteraksi sosial serta dapat meningkatkan kreatifitas, membina berkemampuan berkomunikasi dan terampil berbahasa. Beberapa kelebihan dari metode STAD antara lain : (a) Siswa dan guru mendapatkan kemudahan untuk memahami materi pelajaran; (b) Siswa secara kooperatif dapat menyelesaikan pokok-pokok materi yang dipelajari; (c) Siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya dengan adanya kerja sama semua unsur yang ada dalam kelas; (d) Siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam berdiskusi dan menyelesaikan tugas.

Atas dasar itu, peneliti mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada Siswa Kelas IV SDN 1 Sentono Klaten Tahun Ajaran 2010/2011.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

“ Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada Siswa Kelas IV SDN I Sentono Kabupatan Klaten Tahun Ajaran 2010/2011 ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian tindakan kelas ini untuk :

“Meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada Siswa Kelas IV SDN I Sentono Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2010/2011 ”.


(20)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya yaitu : 1. Manfaat Praktis

a. Untuk Peserta Didik

Peserta didik dapat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain, selain itu juga dapat meningkatkan keterampilannya dalam menyelesaikan soal-soal matematika khususnya pecahan

b. Untuk Guru

Dapat menambah wawasan guru dalam mengembangkan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan dalam pembelajaran matematika. c. Untuk Sekolah

Sekolah memiliki bermacam-macam variasi model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan.

2. Manfaat Teoritis

a. Dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dengan pokok permasalahan yang hampir sama dengan penelitian ini.

b. Menambah jumlah referensi yang berkaitan dengan metode pembelajaran kooperatif metode STAD (Student Teams Achievement Devision)


(21)

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A.KAJIAN PUSTAKA

1. Hakikat Pembelajaran kooperatif metode STAD a. Pembelajaran

Banyak definisi para ahli berkaitan dengan pembelajaran, diantaranya adalah Winkel (1991:78), mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat tindakanyang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan menghitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik. Menurut Gagne, Briggs dan Wager dalam Winataputra (2008 : 119) “pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses

belajar pada siswa”.

Menurut peneliti pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar sehingga akan membantu siswa melakukan kegiatan belajar agar mereka mampu mengubah, mengembangkan dan mengendalikan sikap serta perilakunya sampai batas kemampuan yang maksimal. Pembelajaran yang bermakna dapat menghantarkan siswa mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi ini terkandung dalam tujuan pendidikan nasional, yang seterusnya dijabarkan dalam tujuan-tujuan yang lebih rendah jenjangnya, yaitu tujuan institusional dan tujuan kurikulermata pelajaran.

Dari beberapa pengertian pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa inti dari pembelajaran itu adalah segala upaya yang dilakukan oleh guru (pendidik) agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Secara implisit, di dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasikan materi pelajaran, menyampaikan materi pelajaran, dan mengelola pembelajaran.


(22)

commit to user

b. Model Pembelajaran

Model pembelajaran menurut Joice dan Weil (1990:67) adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran,dan memberi petunjuk kepada pengajar dikelasnya.Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran.Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda.

Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan social dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal ( Isjoni dan Ismail, 2008:146 ). Sedangkan Suprijono ( 2009:46 )

mengemukakan bahwa “model pembelajaran adalah pola yang digunakan

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: Pertama, semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik. Kedua, semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik. Ketiga, sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan. Keempat, dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan model pembelajaran adalah suatu alat atau cara yang digunakan dalam suatu strategi belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

c. Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif (Cooperative) mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif terjadi pencapaian tujuan secara bersama-sama yang sifatnya merata dan menguntungkan setiap anggota kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar konstruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky, yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran,


(23)

commit to user

7

Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang lebih menekankan pada kegiatan belajar siswa secara bersama dalam suatu kelompok sehingga terjadi interaksi antar siswa dalam kelompoknya untuk memecahkan masalah belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Slavin (1995) dalam Isjoni dan Ismail (2008:150) bahwa “Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana siswa akan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya

dalam mempelajari materi pelajaran”. Pengelompokan siswa didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu, kebanyakan melibatkan siswa yang berbeda-beda menurut kemampuan, jenis kelamin dan ras (suku).

Nurhadi (2004 : 113) berpendapat bahwa “Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada

penggunaan kelompok kecil untuk mencapai tujuan belajar”. Pembelajaran ini

memungkinkan siswa belajar dan bekeja sama untuk mencapai pada pengalaman yang optimal, baik yang berupa pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Pengalaman tersebut muncul karena siswa memiliki derajat potensi, latar belakang histories, seta masa depan yang berbeda-beda dalam satu kelompok atau kelompok lainnya.

Menurut Mortarela (1994 : 79) “Pembelajaran kooperatif secara umum menyangkut pengelompokan yang di dalamnya peserta didik bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari lima atau enam siswa”. Pembentukan kelompok didasarkan pada pemerataan karakteristik psikologis individu, yang meliputi kecerdasan, kecepatan belajar, motivasi belajar, perhatian, cara berfikir serta daya ingat.

Menurut Sugiyanto (2009 : 37) “Pembelajaran kooperatif (Cooperatif

Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar

untuk mencapai tujuan belajar”. Pembelajaran akan lebih efektif bila anak-anak lebih terlibat dengan pekerjaan teman-temannya atau dengan kata lain berinteraksi dengan temannya. Menurut John A Van De Walle (2008:30)


(24)

commit to user

membandingkan dan ,menilai cara yang digunakan, menyelidiki kebenaran jawaban, merundingkan ide-ide yang dapat disetujui semua anak”. Selain itu diskusi kelas yang didasarkan pada ide anak sendiri dan penyelesaiannya terhadap soal merupakan yang bersifat mendasar untuk belajar siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam pembelajaran atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan belajar dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Dalam pembelajaran kooperatif dikenalkan empat macam metode pembelajaran (http://educare.e-fkipunla.net ) yaitu : (a) Metode STAD (Student Team Achievement Division); (b) Metode Jigsaw; (c) Metode GI (Group Investigation); (d) Metode Struktural. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif metode STAD atau Student Team Achievement Division.

d. Metode STAD (Student Team Achievement Division)

Metode adalah cara yang tersusun dan teratur, untuk mencapai tujuan, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan. Menurut Peter G Cole dan Lorna Chan

(1994 : 4) “Methods are sets of teaching plans, strategis and techniques used to organize classroom practice”. Sedangkan menurut Hasibuan dan Moedjiono

(2006 : 3) “Metode mengajar adalah alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi belajar mengajar”.

1) Pengertian Metode STAD

Metode pembelajaran STAD atau Student Team Achievement Division secara harfiah dapat diartikan sebagai Pembagian Pencapaian Tim Siswa. STAD adalah salah satu metode dari pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Slavin. Metode pembelajaran ini merupakan teori belajar konstruktivisme yang berdasarkan pada teori belajar kognitif. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator belajar dan betugas menciptakan situasi belajar yang kondusif bagi peserta didik, sedangkan peserta didik bekerja sama dalam kelompoknya dalam


(25)

commit to user

9

memecahkan masalah.Menurut Slavin (2008 : 143) STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode STAD adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.

2) Komponen Metode STAD

Menurut Slavin (2008 : 143) menyatakan bahwa, “STAD terdiri atas lima

komponen utama yaitu – presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi tim”. Materi pertama-pertama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas oleh guru. Dalam presentasi haruslah benar-benar berfokus pada STAD. Kelompok atau tim terdiri dari empat atau lima siswa yang berbeda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan ras (suku). Siswa bekerja dengan kelompok terhadap tugas yang diberikan guru dengan cara didiskusikan bersama anggota kelompoknya. Bila siswa merasa kesulitan maka siswa yang mampu harus membantu kesulitan teman sekelompoknya, jika kelompok tidak dapat mengatasinya maka perlu meminta bantuan guru. Pelaksanaan kuis berlangsung setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan kerja kelompok. Selama kuis setiap siswa harus mengerjakan sendiri dan tidak boleh bekerja sama dengan siswa lain meskipun dengan teman kelompoknya. Berdasarkan hal itu siswa betanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Tujuan adanya skor kemajuan individual adalah untuk memberikan hasil akhir yang maksimal pada setiap peserta didik.

Hal ini akan dapat diperoleh kalau siswa lebih keras dalam melaksanakan kuis. Penghargaan kelompok ditentukan berdasarkan nilai rata-rata kelompok yang diperoleh dengan cara menghitung nilai perkembangan dari setiap anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok tersebut. Penerapan Student


(26)

commit to user

Teams Achievement Division (STAD) dalam poses pembelajaran tidak jauh berbeda dengan tipe kooperatif yang lain. Student Achievement Team Division (STAD) mempunyai ciri khusus yaitu pada akhir pembelajaran guru memberi kuis.

3) Langkah-langkah Metode STAD

Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawan dari Universitas John Hopkins. Metode ini dipandang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Metode STAD digunakan untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis.Menurut Slavin (2008:150) langkah-langkah Metode STAD adalah :

a) Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masingmasing terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yangheterogen. b) Tiap anggota kelompok menggunakan lembar kerja dan kemudian saling

membantu untuk menguasai bahan ajar melalui Tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok.

c) Secara individual atau kelompok tiap minggu atau tiap dua minggu guru mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.

d) Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau kelompok yang meraih prestasi tinggi diberi penghargaan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti dari STAD adalah guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan soalsoal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru. Yang terakhir adalah adanya pengharagaan terhadap tim.

4) Kelebihan dan Kelemahan Metode STAD

Linda lundgren (1994 :6) mengatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya.


(27)

commit to user

11

Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam memahami konsep-konsep yang sulit”.Setiap metode pembelajaran tidak ada yang sempurna. Masing- masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan dari metode STAD antara lain : (a) Siswa dan guru mendapatkan kemudahan untuk memahami materi pelajaran; (b) Siswa secara kooperatif dapat menyelesaikan pokok-pokok materi yang dipelajari; (c) Siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya dengan adanya kerja sama semua unsur yang ada dalam kelas; (d) Siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam berdiskusi dan menyelesaikan tugas.

Beberapa kelemahan dari metode STAD adalah; (a) Apabila ada siswa yang tidak cocok dengan anggota kelompoknya, maka siswa tersebut kurang bisa bekerjasama dalam memahami materi; (b) Ada siswa yang kurang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam kelompok belajar; (c)Apabila ada anggota kelompok malas, maka usaha kelompok dalam memahami materi maupun untuk memperoleh penghargaan kelompok tidak berjalan sebagai mana mestinya.

2. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan a. Matematika Sekolah Dasar

Dalam GBPP disebutkan bahwa yang dimaksud Matematika Sekolah adalah Matemetika yang diajarkan di sekolah SD dan di sekolah Menengah. Matematika tersebut terdiri atas bagian–bagian Matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan–kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta mengikuti perkembangan IPTEK. Ini berarti bahwa Matemetika sekolah tidak dapat dipisahkan sekali dan ciri – ciri penting yang dimiliki Matematika yaitu sebagai berikut.

1) Memiliki obyek yang abstrak.

2) Memiliki pola pikir deduktif dan konsisten (Depdikbud 1995:1).

Matematika sekolah (School Mathematic) adalah unsur atau bagian dari Matematika yang dipilih berdasarkan dan berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti yang


(28)

commit to user

dikemukakan oleh Soedjadi (2000: 37). Di sini Matematika sebagai bidang studi pendidikan yang diajarkan di sekolah dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah (SMU/SMK). Ruang lingkup materi atau bahan kajian Matematika untuk Sekolah Dasar berbeda dengan di tingkat SLTP atau SMU/SMK. Sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa Sekolah Dasar yang berada pada tahap operasi konkret, maka cakupan materinya lebih sedikit dan bersifat dasar. Kemampuan mereka yang cenderung rendah dibanding siswa pada jenjang sekolah di atasnya, sehingga kemampuan bernalarnya relatif lebih rendah. Oleh karena itu pada jenjang Sekolah Dasar penggunaan pola pikir induktif dalam pengajaran suatu topik sering dilakukan, sebaliknya penggunaan pola pikir deduktif jarang dilakukan. Bidang studi matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar mencakup tiga cabang yaitu aritmatika, aljabar dan geometri

Di lain pihak Hudoyo (1981:134) menyatakan bahwa Matematika sekolah dasar adalah untuk mempersiapkan anak didik agar sanggup untuk menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan dunia yang senantiasaberubah melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis dan rasional, kritis dan cermat, obyektif, efektif,diperhitungkan secara analisis–sintesis serta untuk mempersiapkan anak didik agar menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari – hari dan didalam ilmu pengetahuan.

Dijelaskan pula bahwa fungsi matematika sekolah adalah sebagai salah satu unsur masukan instrumental yang memiliki obyek dasar abstrak dan berlandaskan kebenaran konsistensi dalam sistem proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.

b. Ruang Lingkup Matematika Kelas IV SD

Berdasarkan KTSP 2006 Pelajaran Matematika pada kelas IV terdapat 8 standar kompetensi yang harus tercapai. Salah satu standar kompetensi yang harus tercapai pada semester 2 sebagai berikut :


(29)

commit to user


(30)

commit to user

3. Hakikat Pecahan a) Pengertian pecahan

Pecahan adalah bagian dari bilangan rasional yang dapat di tulis dalam bentuk dengan a dan b bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol. Secara simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu : (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal,(3) pecahan persen, (4) pecahan campuran. Menurut Kennedy (1994: 425-427) makna dari pecahan dapat muncul dari situasi-situasi sebagai berikut :

i) Pecahan sebagai bagian yang berukuran sama dari yang utuh atau keseluruhan. Pecahan biasa dapat digunakan untuk manyatakan makna dari setiap bagian dari yang utuh. Apabila ibu mempunyai sebuah roti yang akan diberikan kepada 4 orang anggota keluarganya, dan masing-masing harus mandapat bagian yang sama, maka masing-masing anggota akan memperoleh 1/4 bagian dari keseluruhan cake itu. Pecahan 1/4 mewakili usuran dari masing-masing potongan. Bagian-bagian dari sebuah pecahanbiasa menunjukkan hakikat situasi dimana lambang bilangan tersebut muncul. Dalam lambang bilangan, 1/4 “4” menunjukkan banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan (utuh) dan disebut sebagi 8 “penyebut”. Sedangkan banyaknya bagian yang menjadi perhatian padasaat tertentu dan disebut pembilang.

ii)Pecahan sebagai bagian dari kelompok-kelompok yang beranggotakan sama banyak, atau juga menyatakan pembagian. Apabila sekumpulan obyek dikelompokkan menjadi bagian yang beranggotakan sama banyak, maka situasinya jelas dihubungkan dengan pembagian. Situasi dimana sekumpulan obyek yang beranggotakan 12, dibagi menjadi 2 kelompok yang beranggotakan sama banyak, maka kalimat matematikanya 12 : 2 = 6 atau 1/2 x 12 = 6. Sehingga untuk mendapatkan 1/2 dari 12, maka siswa harus memikirkan 12 obyek yang dikelompokkan menjadi 2 bagian yangberanggotakan sama. Banyak anggota masing-masing kelompok terkait dengan banyaknya obyek semula, dalam hal ini 1/2 dari banyaknya obyek semula. Demikian halnya bila sehelai kain yang pajangnya 3 meter dipotong enjadi 4 bagian yang berukuran sama,


(31)

commit to user

15

mengilustrasikan situasi yang akanmenuntun ke kalimat pecahan yaitu 3 : 4 atau 3/4

iii)Pecahan sebagai perbandingan (rasio)

Hubungan antara sepasang bilangan sering diyatakan sebagai sebuah perbandingan. Berikut diberikan contoh situasi yang biasa memunculkan rasio.contoh :

Sebuah tali A panjangnya 10 m dibandingkan dengan tali B yang panjangnya 30 m. Rasio panjang tali A terhadap tali B tersebut adalah 10 : 30 atau panjang tali A ada 1/3 dari tali B.

Menurut Muchtar A. Karim (1998:6.4) pecahan adalah perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda atau himpunan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan semula. Maksud dari “perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda” adalah apabila suatu benda dibagi menjadi beberapa bagian yang sama, maka perbandingan setiap itu dengan keseluruhan bendanya menciptakan lambang dasar suatu pecahan. Sedangkan maksud dari “himpunan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan

semula” yaitu suatu himpunan dibagi atas himpunan bagian yang sama, maka perbandingan setiap himpunan bagian yang yang sama itu terhadap keseluruhan himpunan semula akan menciptakan labang dasar suatu pecahan.

Cholis Sa`dijah (2003:73) mengemukakan bahwa pecahan merupakan bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan dua bilangan cacah a dan b, ditulis a/b dengan syarat b ≠ 0. Dengan demikian secara simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu : (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal,(3) pecahan persen, (4) pecahan campuran.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah bilangan yang mempunyai jumlah kurang atau lebih dari utuh, yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan dua bilangan cacah a dan b, ditulis a/b dengan b ≠ 0 yang terdiri dari pembilang dan penyebut, pembilangan merupakan bilangan terbagidan penyebut merupakan bilangan pembagi.


(32)

commit to user

b) Macam-macam pecahan

i) Pecahan sederhana yaitu pecahan yang pembilang daan penyebut merupakaan bilangaan-bilangan bulat yang koprim (FPB dari pembilang dan penyebut adalah 1)

Contoh ; ,2/3, 4/9, 11/15 dst

ii)Pecahan Murni yaitu pecahan yang peeembilangnyaa lebih kecil dari penyebut Contoh: 1/2, 1/3, 3/4, 9/10 dst

iii)Pecahan tidak murni yaitu pecahan yang pembilangnya lebih besar dari penyebut.

Contoh ; 7/5, 12/10, 4/3, 8/7 dstt

iv)Pecahan mesir yaitu pecahaan dengan pembilang 1 Contoh : 1/2, 1/3, 1/4, 1/5

v) Pecahan Campuran yaitu suatu bilangan yang terbentuk atas bilangan cacah dan pecahan biasa

Contoh: 4 11/3, 7 1/2, 2 3/4

c) Konsep Pecahan Di SD

Konsep pecahan sudah dikenalkan semenjak siswa berada di kelas II sekolah dasar. Adapun operasi terhadap bilangan pecahan baru disampaikan pada siswa kelas IV. Bilangan pecahan tersebut meliputi konsep bilangan, urutan dan operasinya serta penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari masalah yang sederhana hingga masalah yang lebih kompleks. Rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap penguasaan pecahan akan mempengaruhi pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika untuk selanjutnya. Penekanan permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari banyak berbentuk soalcerita di samping dalam bentuk hitungan angka. Anak akan selalu menjumpai hal baru berinteraksi dengan lingkungannya. Bila hal baru tersebut ditanggapi secara matematis maka ia perlu membawa persoalan matematika ke dalam kalimat matematika yang kemudian dicari pemecahannya, namun tidak semua anak mampu dengan segera memahami kalimat matematika yang berkaitan dengan persoalan yang ada. Hal ini dapat dimengerti karenamembawa persoalan sehari-hari yang ada hubungannya dengan matematika yang sesuai


(33)

commit to user

17

diperlukan suatu penalaran anak. Kalimat matematika banyak mendapat perhatian khusus karena dia dapat memberikan arah atau tata cara pada saat matematika diterapkan selain itu menterjemahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bahasa matematika yangbenar.

Kegiatan mengenal konsep pecahan akan lebih berarti jika di dahului dengan soal cerita yang menggunakan obyek buah, misalnya apel, sawo, jeruk atau kue dll. Peraga selanjutnya berupa bangun datar seperti persegi, lingkaran yang nantinya akan sangat menbantu dalam pemahaman konsep. Pecahan dapat di peragakan dengan melipat kertas berbentuk lingkaran atau persegi sehingga lipatannya tepat menutupi bagian yang lainya. Selanjutnya bagian yang di lipat di buka dan di arsir sesuai bagian yang di kehendaki.

Menurut Bill (1983:119- 120) didalam bukunya “A Review of Research in Mathematical Educational Part A” dikemukakan bahwa konsep pecahan di SD terdiri atas 7 subkonsep yang diurutkan menurut tingkat kesulitan yaitu :

i) Bagi suatu himpunan, bagian-bagianya konkruen (Part group congruent part),

Siswa mengasosiasikan pecahan dengan memperhatikan “a” obyek himpunan

tersebut.

¾ objek yang diberi bayangan atau yang diarsir

ii) Bagian suatu daerah, bagian-baagianya kongruen (Parts whole congruent part). Siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan daerah geometris yang dibagi kedalam b bagian yang kongruen dan memperhatikan a bagian.

Contoh :

¾ gambar yang diberi bayangan/diarsir

iii)Baagian suatu himpunan, bagian-bagianya tidak kongruen (paart group non congruen part). Siswa mengasosiasikaan pecahan a/b deengan suatu himpunan


(34)

commit to user

terdiri dari b objek yang tidak kongruen dan memperhatikan a obyek dalam himpunan tersebut

Contoh :

¾ objek yang diberi bayangan/diarsir

iv)Bagian suatu himpunan, perbandingan(Parts group comparison). Siswa mengasoosiasikan pecahan a/b dengan perbandingan relatif dua himpunan A dan B. Dalam hal ini banyaknya objeknya objek pada himpunan A adalh a dan himpunan B adalah bsemua objek kongruen

Contoh:

Himpunan a adalah ¾ himpunan B v) Garis bilangan

Siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan suaatu titik pada garis bilangan setiap satuan. Segmen garis itu sudah dibagi kedalam b bagian yang sama dan titik a pada garis bilangan mengatakan relasi ini.

Contoh:

0 X 1

Titik pada garis bilangan yang diberi tanda X mengatakan ¾

vi) Bagian suatu daerah perbandingan (Parts whole comparison) Siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan perbandingan relative dua geometri A dan B . Jumlah bagian yang kongruen dalam gambar A adalah a, sedang dalam gambar B adalah b semua gambar A dan B kongruen

Contoh:


(35)

commit to user

19

vii) Bagian suatu daerah, bagian-bagianya tidak kongruen (Part whole non congruen part) siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan daerah geometri yang sudah dibagi kedalam b bagian yang sama dalam luas tetapi tidak kongruen dan memperhatikan a bagian.

Contoh:

¾ gambar yang diberi bayangan/diarsir

Dengan demikian konsep pecahan yang harus dikuasai oleh guru yang akan mengajar pecahan di Sekolah Dasar.

d) Cara Pembelajaran Konsep pecahan

Konsep pecahan sering sukar dipahami anak-anak, karena mereka terbiasa

bekerja dengan bilangan bulat. Memahamkan konsep pecahan dapat dilakukan

antara lain melalui kegiatan membagi makanan. Hal tersebut sesuai dengan

tahap perkembangan kognitifnya yaitu pada tahap operasional konkrit yang

masih terikat dengan objek konkret yang mampu ditangkap oleh pancaindera.

Dengan adanya kegiatan membagi makanan tersebut diharapkan mampu

memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru khususnya pada materi

pecahan. Sehingga melalui kegiatan membagi makanan pula siswa memahami

pecahan dengan melihat hubungan antara bagian dan keseluruhan.

Diawal pengajaraan konsep bilangan pecahan diperlukan alat-alat peraga yang tepat dan sesuai dengan kondisi anak. Alat-alat peraga tersebut dapaat berupa gambar-gambar bangun datar yang dari karton yang dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil dan saling kongruen atau bilah dari bambu atau kayu pipih (triplek ) yang diberi warna per bagian. Alat-alat peraga diatas sangat berguna untuk memperluas pemahamaan siswa terhadap bilangan pecahan. Contoh ;

Siswa disuruh menggambar bangun bangun berbentuk lingkaran, persegi dan persegi panjang (masing-masing menyatakaan satu). Kemudian siswa disuruh membuat garis yang membagi bangun-bangun di atas menjadi beberapa yang


(36)

commit to user

1/2 1/2

sama luasnya (sama besar) dalam berbagai cara. Misalnya gambar bentuk sebagai berikut :

Persegi Panjang Lingkaran Persegi Panjang

Gambar peraga diatas juga dapat digunakan untuk memahami penyederhanaan pecahan. Dari peragaan diatas , seterusnya anak diajak untuk menemukan rumus/pola yang menyatakan bahwa sebuah pecahan akan tetaap nilainya jika pembilang penyebut dikalikan dengan bilangan yang sama, Penggunaan alat-alat peraga hanya untuk awal memahami konsep. Jika siswa telah paham benar, maka penggunaan alat peraga sudah dapat ditinggalkan (tidak diperlukan lagi).

4. Soal Cerita

Soal cerita adalah soal Matematika yang dinyatakan dalam bentuk cerita dan berkaitan dengan keadaan yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam mengerjakan soal cerita, seorang siswa melakukan kerja membaca dan memahami soal. Dari membaca soal itu diharapkan siswa dapat menceritakan kembali soal tersebut dengan bahasanya sendiri, dan mencari apa-apa yang belum diketahui serta apa yang telah diketahui dari soal tersebut. Langkah ini disebut dengan abstraksi. Dalam hal ini siswa akan mengambil atau menentukan bilangan yang ada dan menentukan hubungannya dalam bentuk hubungan matematika, bila hubungan tersebut telah dapat ditentukan kemudian menyusun rencana penyelesaiannya yang selanjutnya membuat model matematikanya dengan kemampuan bahasa dankemampuan memahami soal cerita akan terlihat dari kalimat matematika yang berhasil dibuat oleh siswa tersebut.

Pentingnya soal cerita bagi siswa yang disebutkan oleh Kiemer (1975:378) (dalam penelitian Andayani), One of the main objective in the

1/4

1/3

1/4

1/4

1/4

1/3

1/3


(37)

commit to user

21

teaching of secondary is thedevelopment of the ability to solve verbal problems. Pemberian soal cerita merupakan suatuupaya dalam mencapai tujuan pengajaran Matematika yang bersifat formal dan material. Aspek formal terlihat dengan adanya langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita. Sedangkan aspek material terlihat pada soal cerita yang disajikan dalam bentuk cerita dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Disamping itu, soal cerita merupakan salah satu bahan ajar yang dapat melatih ketrampilan siswa dalam pemecahan masalah. Menurut Soedjadi (2000:45) Kegiatan pemecahan masalah diharapkan pemahaman materi Matematika agar lebih mantap dan kreatifitas siswa dapat ditumbuhkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa soal cerita pecahan adalah sebarang tugas atau kegiatan siswa dalam pelajaran matematika khususnya pecahan yang erat kaitannya dengan masalah kehidupan sehari-hari, di mana soal tersebut dapat digunakan untuk melatih siswa berpikir secara deduktif, membiasakan siswa untuk melihat hubungan kehidupn sehari-hari dengan pengetahuan matematika yang telah diperoleh di sekolah, dan memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep matematika tertentu.

5. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita

Kemampuan berasal dari kata mampu yang memperoleh awalan ke- dan akhiran –an yang berarti sanggup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kemampuan diartikan kesanggupan atau kecakapan untuk melakukan sesuatu.

Menurut Nurhasanah (2007 : 423 ) mampu artinya kuasa ( bisa, sanggup ) melakukan sesuatu sedangkan kemampuan artinya kesanggupan, kecakapan dan kekuatan. Menurut Poerwadarminta ( 2007 : 742 ) mampu artinya kuasa ( sanggup melakukan sesuatu ) sedangkan kemampuan artinya kesanggupan, kecakapan dan kekuatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kesanggupan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh siswa dengan jalan keuletan dari sesuatu kegiatan yang telah dikerjakan secara individu.

Kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan adalah kemampuan atau kecakapan dalam menyelesaiakan tugas atau soal dalam pelajaran matematika


(38)

commit to user

mengenai pecahan yang erat kaitannya dengan masalah kehidupan sehari-hari, di mana soal tersebut disajikan dalam bentuk cerita.

6. Langkah-langkah Menyelesaikan Soal Cerita

Tingkat kesulitan soal cerita berbeda dengan tingkat kesulitan soal bentuk hitungan ( kalimat matematika ) yang dapat dilakukan penyelesaiannya secara langsung. Penyelesaian soal cerita memerlukan tingkat pemahaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyelesaian soal berbentuk hitungan (Syafri Ahmad , 2001 : 172). Selain itu pemilihan soal cerita akan mempengaruhi strategi yang akan digunakan oleh siswa untuk menyelesaikannya. Menurut Gatot Muhsetyo (2008 : 113) kendala utama peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita adalah mereka mengalami kesulitan memahami makna bahasa dari kalimat yang digunakan karena adanya istilah matematika yang perlu diganti dalam bentuk lambang.

Dalam pengajaran atau pembelajaran matematika seringkali berorientasi kepada pendekatan pemecahan masalah atau penyelesaian suatu soal. Menurut Polya dalam Ruseffendi (1988:177) menyatakan bahwa langkah-langkah yang siswa lakukan dalam memecahkan masalah atau menyelesaikan soal adalah :

a) Memahami persoalan

Untuk mengetahui apakah seorang siswa mengeti persoalannya siswa dapat menulis kembali soal itu dengan kata-kata sendiri, menulis soal itu dalam baentuk lain, menulis dalam bentuk yang lebih operasional, menulis dalmbentuk rumus maupun dalam bentuk gambar.

b) Membuat rencana atau cara untuk menyelesaikannya

Dalam pembuatan rencana untuk menentukan cara yang akan digunakan dalam menyelesaiakan soal, dan dimungkinkan untuk membuat hipotesis sebagai jawaban sementara.

c) Menjalankan rencana

d) Menyelesaikan soal itu dengan cara yang telah ditentukan pada langkah sebelumnya.


(39)

commit to user

23

Langkah ini untuk mengecek benar tidaknya kita menyelesaikan soal itu, juga untuk melihat alternatif penyelesaian atau cara yang lebih baik (praktis, efisien dan lain-lain).

Terdapat empat langkah untuk menyelesaikan soal cerita seperti dikemukakan oleh Nandang dalam Syafri Ahmad (2001:172) sebagai berikut: a) memahami soal cerita dengan menentukan apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan dari soal tersebut.

b) Menerjemahkan soal itu ke dalam model (kalimat) matematika. c) Menyelesaikan model (kalimat) matematika.

d) Memeriksa kembali hasil (jawaban) yang diperoleh.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah mengerjakan soal cerita adalah sebagai berikut, langkah pertama menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal, langkah kedua membuat kalimat dengan mencari hubungan antara yang diketahui dan yang ditanyakan atau dengan kata lain memilih operasi hitung yang sesuai atau rumus-rumus yangsesuai, langkah ketiga mengubahnya menjadi kalimat matematika, langkah keempat menyelesaikan kalimat matematika, dan langkah yang terakhir menyimpulkan hasil jawaban yang diperoleh.

B. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

Yohana Tatik Listyowati (2008) dengan judul “Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Anak Berkesulitan Belajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Di Kelas VB SD Negeari Cemara Dua No.13 Kecamatan Banjarsari Kota

Surakarta”, menyimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif terbukti

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sebelum tindakan pencapaian KKM rata-rata nilai ulangan harian 70%, pada siklus I menjadi 90% dan siklus II menjadi 95%. Terjadi peningkatan kreativitas dan keaktifan siswa, antara lain mengajukan , menyampaikan pandapat, bekerja sama dan menghargai pendapat teman.

Darmawan Satyananda (2007) dalam http://lemlit.um.ac .id/wp- dengan


(40)

commit to user

Pembelajaran Kooperatif dalam Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep

Matematika pada Perkuliahan MAU4O9 Teori Bilangan” (Jurnal Ilmiah

Nasional), menyimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif STAD pada teori bilangan cukup efektif membantu mahasiswa dalam menguasai konsep matematika. Hal ini terbukti pada hasil kuis siklus I 58,62% mahasiswa mendapatskor dibawah 60 dan hanya 41,38% mahasiswa yang mendapat skor di atas 65, kemudian pada siklus II menjadi 78,58% mahasiswa yang mendapat skor di atas65. Sedangkan pada hasil tugas kelompok pada siklus I ada 96,55% mahasiswa yang mendapat nilai di atas 65 dan siklus II menjadi 100% mahasiswa yangmendapat nilai di atas 65.

Dengan penelitian tersebut mempunyai persamaan dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan penguasaan konsep matematika tetapi untuk perbedaanya peneliti bermaksud mengadakan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika khususnya pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

C. KERANGKA BERFIKIR

Menyelesaikan soal cerita merupakan materi yang paling sukar dikuasai oleh siswa, jika dibandingkan dengan materi yang lain dalam mata pelajaran metematika. Untuk itu diperlukan beberapa prasyarat antara lain memiliki kemampuan memahami kalimat cerita, kemampuan menganalisis soal, kemampuan mengubah kalimat cerita menjadi kalimat matematika dan kemampuan berhitung. Sedangkan guru selama ini masih menggunakan model pembelajaran pembelajaran konvensional sehingga mengakibatkan kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita pecahan sangat rendah.

Proses pembelajaran menyelesaikan soal cerita perlu dirancang dengan mengutamakan kegiatan–kegiatan yang banyak menuntut siswa mengalami sendiri. Siswa perlu didudukan sebagai subyek, sehingga mereka dapat mengekpresikan ide-ide,merasakan adanya manfaat dan termotivasi untuk selalu mengikuti pembelajaran. Rancangan pembelajaran yang demikian dapat diwujudkan jika model pembelajaran berbentuk kooperatif tipe STAD. Oleh


(41)

commit to user

25

karena itu dilakukan perbaikan melalui penggunaan model pembelaran kooperatif tipe STAD dengan tindakan dan indikator pencapaian target dari setiap siklus. Jika pada siklus pertama belum mencapai indikator pencapaian maka penelitian dilanjutkan padasiklus berikutnya.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan tindakan dan indikator pencapaian target dari setiap siklus diharapkan kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita pecahan meningkat.

Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dapat dilihatdalam gambar 1 berikut:

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Kondisi Awal

Guru

menggunakan pembelajaran konvensional

Kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan rendah rendah

Tindakan

Guru menggunakan Model Pembelajaran kooperatif tipe STAD pada penyelesaian soal cerita bilangan pecahan

Kondisi Akhir

Diduga model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan

Siklus I


(42)

commit to user

D. HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

“Penggunaan model Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada Siswa Kelas IV SDN I Sentono Klaten Tahun Ajaran 2010/2011”


(43)

commit to user 27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN I Sentono Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten, karena Peneliti sebagai salah satu tenaga pendidik pada SD tersebut, sehingga akan memudahkan dalam melaksanakan penelitian.

Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II selama enam bulan yakni mulai Januari sampai Juni tahun ajaran 2010/2011. Untuk jelasnya jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Jadwal penelitian

N o

Kegiatan Penelitian

Bulan

Jan Feb Maret April Mei Juni

1 Persiapan v 2 Koordinasi v 3 Pengumpulan

data

v V v

4 Perencanaan tindakan

V

5 Pelaksanan siklus1

v V v

6 Pelaksanan siklus2

v v v

7 Penyusunan laporan

v v

8 Penyelesaian laporan

v v

9 Ujian penelitian

v


(44)

commit to user

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 1 Sentono, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten Tahun ajaran 2010/2011 pada semester II sebanyak 20 siswa. Dari 20 siswa tersebut terdiri dari12 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki.

C. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian

Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yang menekankan pada masalah perbaikan proses di kelas, maka jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Wardhani (2007 : 119) menyatakan bahwa sasaran akhir PTK adalah perbaikan pembelajaran. Dengan menggunakan bentuk Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan akan mendapat informasi yang sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelassecara professional.

2.Strategi Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan jenis penelitiannya adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menggunakan pendekatan jenis ini karena data yang akan diperoleh atau dikkumpulkan berupa data yang langsung tercatat dari kegiatan di lapangan. Alasan mengadakan penelitian tindakan kelas adalah, karena PTKmengkaji masalah pendidikan yang berkaitan dengan pembelajaran di dalam kelas yang dilaksanakan oleh guru. Selain itu PTK dapat memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi guru kelas. Dalam penelitian ini menggunakan strategi model siklus. Wardhani (2007 : 2.3) menyatakan bahwa PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur atau siklus yang terdiri dari empat tahap, yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati dan melakukan refleksi.

D. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN I Sentono Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2010/ 2011, teman sejawat, guru dan Kepala Sekolah. Dalam penelitian ini sumber data yang dapat dimanfaatkan antaralain :


(45)

commit to user

29

1. Informasi data dari nara sumber yang terdiri siswa kelas IV serta wali kelas IV SD Negeri 1 Sentono.

2. Data nilai akademik mata pelajaran matematika kelas IV SD Negeri 1 Sentono, baik nilai ulangan harian atau nilai Ulangan Akhir Semester. 3. Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran matematika kelas IV SD

Negeri 1 Sentono.

E. Teknik Pengumpulan Data

Didalam melakukan penelitian ini yang digunakan peneliti untuk teknik adalah tes, dokumentasi, observasi dan wawancara. Setiap teknik tersebut ada kekuranganya namun dapat ditunjang oleh teknik yang lain, sehingga antara teknik yang satu dengan teknik yang lain saling melengkapi. Untuk memperoleh data yang sesuai dengan apa yang diharapkan dalam penelitian diperlukan alat atau metode untuk mendapatkan data yang tepat dan obyektif. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah :

a. Tes

Tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan siswa dalam menerima bahan ajar matematika khususnya kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Tes yang diberikan kepada siswa yakni tes tertulis (mengerjakan soal kuis dalam bentuk esay) . Tes ini diberikan disetiap pertemuan suatu siklus untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan

b. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa data-data tertulis yaitu hasil ulangan harian. Kegiatan ini selain untuk mencatat semua dokumen dan arsip juga untuk mendapatkan gambaran secara lengkap tentang dokumen hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan khususnya kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan.

c. Observasi

Observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai seluruh aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika khususnya kemampuan


(46)

commit to user

menyelesaikan soal cerita pecahan ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung di kelas. Hasil observasi digunakan untuk mendapatkan data kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan yang diperlukan sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut.

F. Validitas Data

Di dalam penelitian diperlukan adanya validitas data, maksudnya adalahsemua data yang dikumpulkan hendaknya dapat mencerminkan apa yang sebenarnya diukur atau diteliti. Data yang telah berhasil digali , dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian harus diusahakan kebenarannya. Untuk menjamin dan menguji kesahihan data yang digunakan, maka validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi data. Trianggulasi data maksudnya yaitu mengumpulkan data sejenis dari sumber yang berbeda. Jadi data dan informasi yang diperoleh selalu dikomparasi dan diujidengan data dan informasi lain, baik dari segi koheren sumber yang sama atau sumber yang berbeda. Trianggulasi data dalam penelitian ini seperti saat pengambilan data keaktifan siswa dengan di observasi oleh peneliti dan guru kelas, hasil tes di nilaioleh peneliti dan guru kelas.

Validitas data menunjukan sejauhmana alat ukur itu mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk lebih jelasnya kisi-kisi soal yang dapat dilihat dilampiran 3 halaman 73. Tinggi rendahnya instrumen menunjukan sejauhmana fakta yang terkumpul dari dari gambar tentang variabel yang dimaksud. Dalam penelitian ini untuk memperoleh validasi data dan keahlian data melalui triangulasi (triangulasi data, triangulasi peneliti dan triangulasi teori). Triangulasi dokumen peneliti ini melibatkan guru, peneliti dan teman sejawat.

G. Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis kulitatif dengan model interaktif. Menurut Sugiyono (2003:91) model analisis interaktif mempunyai tiga buah komponen pokok, yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan (verifikasi) Model


(47)

commit to user

31

analisis interaktif mempunyai tiga buah komponen pokok, yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan (verifikasi).

Adapun rincian model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Reduksi Data adalah proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan – catatan tertulis dilapangan.

b. Penyajian Data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambil tindakan. Dalam penyajian ini dapat dilakukan melalui berbagai macam cara visual misalnya gambar, grafik dan tabel.

c. Kesimpulan – kesimpulan merupakan bagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh, sehingga kesimpulan – kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung Aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Untuk lebih jelasnya, proses analisis kualitatif dengan model interaktifdapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Melakukan analisis awal bila data yang didapat di kelas sudah cukup,maka dapat dikumpulkan.

2. Mengembangkan dalam bentuk sajian data, dengan menyusun coding danmatrik yang berguna untuk penelitian lanjut.

3. Melakukan analisis data di kelas dan mengembangkan matrik antar kelas.

4. Melakukan verifikasi, pengayaan dan pendalaman data apabila dalam persiapan analisis ternyata ditemukan data yang kurang lengkap atau kurang jelas, maka perlu dilakukan pengumpulan data lagi secara terfokus.

5. Merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian.

H. Indikator Kinerja

Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Keberhasilan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatnya kemaampuan siswa dalam menyelesaaikan soal cerita


(48)

commit to user

pecahan pada siswa kelas IV SDN 1 Sentono melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu 65

Pada siklus 1 pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan siswa mencapai rata-rata kelas 65 dan siswa yang memperoleh nilai > 65 mencapai 70%. Sedangkaan pada siklus 2 pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan siswa mencapai rata-rata kelas 65 dan siswa yang memperoleh nilai > 65 mencapai 80%.

I. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan kerangka dasar berbentuk rangkaian siklus yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Prosedur penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini akan dilakukan dalam 2 siklus yang masing-masing siklus meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, mengamati kegiatan pembelajaran dan hasilnya, kemudian merefleksi kegiatan tersebut. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas model Kemmis dan Mc Taggart dapat digambarkan pada gambar 2 berikut :

Gambar 2: Penelitian Tindakan Kelas model Kemmis dan Mc Taggart (2001:63)

SIKLUS II PELAKSANAAN

PENGAMATAN PERENCANAAN

REFLEKSI

PELAKSANAAN

REFLEKSI

PENGAMATAN PERENCANAAN


(49)

commit to user

33

Adapun rancangan penelitian yang digambarkan dalam tahap-tahap PTK adalah sebagai berikut :

a. SIKLUS I

Deskripsi pada siklus I terdiri dari paparan data perencanaan, data pelaksanaan, data observasi dan data refleksi. 1) Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan dilaksanakan sebagai awal untuk melakukan tindakan pada kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-langkah persiapan peneliti dalam tahap perencanaan antara lain adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang kemudian didiskusikan dengan guru kelas IV. Perancangan RPP mencakup penentuan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, dampak pengiring. materi, kegiatan pembelajaran, sumber/alat/media, dan penilaian. Rencana pelaksanaan tindakan berarti perlakuan yang dilaksanakan dalam rangka mengatasi permasalahan penelitian. Tindakan yang ditempuh adalah belajar kelompok dengan metode STAD untuk menyelesaikan beberapa soal cerita tentang operasi hitung penjumlahan bilangan pecahan . Pelaksanaan tindakan siklus I disepakati untuk dilaksanakan menjadi dua kali pertemuan yang masing-masing pertemuan alokasi waktunya 3 x 35 menit yaitu pada hari Rabu tanggal 23 Maret 2011 dan hari Jumat tanggal 25 Maret 2011.

Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD kelas IV, peneliti melakukan langkah-langkah perencanaan pembelajaran materi penjumlahan pecahan terutama dalam menyelesaikan soal cerita matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif metode STAD.

2) Pelaksanaan Tindakan

Dalam siklus I ini dibagi menjadi dua kali pertemuan. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif metode STAD, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:


(50)

commit to user a) Pertemuan Pertama

Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal di sini adalah sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa , menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian apersepsi. Apersepsi yang dilakukan adalah siswa diajak pada satu hal yang sering dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari tentang pecahan. Sedangkan kegiatan intinya adalah melaksanakan pembelajaran mengenai penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang diterapkan dalam soal-soal cerita. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

- Guru mempresentasikan atau menjelaskan secara singkat tentang penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan cara menyelesaikan masalah penjumlahan pecahan dalam kehidupan sehari-hari (soal cerita) dan menjelaskan cara penilaian tim dalam kelompok.

- Siswa dibagi menjadi kelompok dengan anggota tiap kelompok lima siswa.

- Masing-masing kelompok diberi lembar kerja untuk dikerjakan /diselesaikan secara berkelompok atau berdiskusi.

- Siswa dengan dibimbing guru melakukan diskusi.

- Siswa membantu teman sekelompoknya yang belum paham cara menyelesaikanya agar bisa, karena keberhasilan timnya nanti tergantung dari masing-masing individu.

- Setelah diskusi selesai perwakilan dari masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya.

Kegiatan penutup adalah melaksanakan kuis atau evaluasi secara individu dan hasilnya digunakan untuk perolehan nilai kelompok. Setelah kuis selesai dan diperoleh hasil nilai kelompok


(1)

commit to user

termotivasi belajarnya, lebih bersemangat dan antusias delam mengikuti proses pembelajaran. Pengaruh positif dari meningkatnya partisipasi dalam belajar ini adalah meningkatnya kegiatan belajar kelompok lewat berdiskusi. Kemampuan siswa mengidentifikasi, mengubah soal cerita, keaktipan dalam diskusi, serta kemampuan menentukan hasil akhir sudah sangat baik sudah mencapai batas tuntas yang telah ditetapkan. Siswa juga sudah tampak aktif mengikuti proses pemebelajaran. Hanya pada kegiatan berdiskusi masih perlu banyak mendapat perhatian agar lebih meningkat lagi. Peningkatan motivasi belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan krateria baik dapat diketahui dari hasil pengamatan atau observasi.

Pada akhir pembelajaran siklus II dari hasil penilaian melalui tes soal cerita menunjukan angka kenaikan dengan nilai rerata 74,63 dan sejumlah 2 siswa mendapat kurang dari 65 , dan 18 siswa mendapat nilai sama dengan atau diatas 65 dengan ketuntasan klasikal 90 %.

4. Hubungan Antar Siklus

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada siklus I dan siklus II dapat dinyatakan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan metode STAD dapat meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita matematika pada siswa kelas IV SDN 1 Sentono dan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

Demikian perbandingan ketuntasan belajar siswa sejak kondisi awal sebelum tindakan, siklus I dan siklus II mengalami peningkatan, maka dapat dibuat tabel 9 berikut ini :

Tabel 9. Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas

Hasil Tes Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2

Nilai Rata-rata Kelas 57,25 66,25 74,65

Siswa tidak tuntas 11 6 2

Siswa Sudah Tuntas 9 14 18


(2)

commit to user

Berdasarkan tabel 9, maka dapat digambarkan perbandingan dengan keadaan awal, siklus 1 dan siklus 2 pada gambar 6 di bawah ini:

Gambar 6. Grafik Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas

Perkembangan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan mengalami perkembangan yaitu dari keadaan awal sebelum dilakukan pembelajaran kooperatif siswa yang tuntas KKM hanya 55% dari jumlah 20 siswa. Pada siklus I dilaksanakan pembelajaran kooperatif dengan metode STAD, siswa yang tuntas KKM menjadi 70% atau meningkat sebanyak 15% dari keadaan awal.Setelah dilakukan tindak lanjut kembali dalam siklus II, siswa yang tuntas KKM menjadi 90% atau meningkat 35% dari keadaan awal atau meningkat 20% dari siklus1.

Selain data nilai tiap siklus juga ada data aktivitas siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran pada siklus I dan siklus II juga mengalami peningkatan. Pada kegiatan observasi terlihat bahwa observasi aktivitas siswa meningkat dari siklus I dari aspek ketepatan menjawab, aspek tanggung jawab dan aspek kerja sama dari 5,9 dalam kategori kurang baik menjadi 7,15 dalam kategori baik sehingga mengalami peningkatan sebanyak 1,25. Aktivitas siswa dalam pembelajaran siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Pada kegiatan observasi guru terlihat bahwa observasi aktivitas guru meningkat dari aspek (1) Guru dalam melaksanakan kegiatan pra pembelajaran (2) Guru dalam aspek membuka pelajaran (3) Pada kegiatan inti dalam

0 20 40 60 80 100

Kondisi Awal Siklus 1 Siklus2

45%

70%

90%

KETU

NTAS

AN (

%

)


(3)

commit to user

penguasaan materi pelajaran (4) Penggunaan/strategi pembelajaran guru (5) Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran (6) Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa (7) Guru di dalam melakukan aspek penilaian proses dan hasil (8) Penggunaan bahasa yang dilakukan guru pada saat pembelajaran (9) Kegiatan penutup yang dilakukan oleh guru. Tabel hasil observasi proses pembelajaran oleh guru dapat dilihat pada lampiran 16.

Berdasarkan data dapat disimpulkan nilai rata-rata kegiatan pembelajaran guru adalah 3,65 dengan kategori baik dari 3,25 dalam kategori kurang baik menjadi 3,65 dalam kategori baik sehingga mengalami peningkatan. Aktivitas guru dalam proses pembelajaran menyelesaikan soal cerita pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Dari analisis data dan observasi selama pembelajaran matematika, secara umum menunjukan perubahan yang signifikan. Guru telah berhasil menerapkan pembelajaran kooperatif dengan metode STAD untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan.

5. Temuan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti telah menemukan beberapa temuan-temuan selama dalam penelitian tindakan kelas. Temuan-temuan itu antara lain sebagai berikut:

a. Siswa belum terbiasa dengan adanya diskusi dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Matematika terutama kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan sehingga siswa belum terarah dengan proses pembelajaran saat berdiskusi.

b. Pembagian team secara heterogen juga ada siswa yang belum aktif semua, ini dikarenakan siswa yang prestasinya tinggi ada yang mendominasi dalam kegiatan diskusi sedangkan siswa yang prestasinya kurang kebanyakan pasif dan cenderung menggantungkan anggota yang lebih pintar.

c. Selain itu juga saat siswa disuruh untuk menanggapi hasil diskusi dari team lain, ada juga siswa yang masih pasif dan tidak mau mengungkapkan pendapatnya.


(4)

commit to user

d. Guru kurang memanfaatkan waktu yang efisien saat pelaksanaan tindakan siklus I.

e. Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe STAD membuat siswa lebih antusias dalam proses pembelajaran kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini

dikarenakan karena dapat menjadikan pembelajaran kemampuan

menyelesaikan soal cerita pecahan lebih menyenangkan sehingga siswa menjadi antusias dan membuat siswa memahami tentang materi soal cerita. Jadi pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri I Sentono Klaten tahun ajaran 2010/2011.


(5)

commit to user BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dapat dibuat kesimpulan, bahwa kemampuan menyelesaikan soal ceritaatematika dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kooperatif metode STAD pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Sentono, Kecamatan Karandowo, Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2010/2011.

1. Perkembangan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan

Hasil penelitian tindakan kelas menunjukkan kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita pecahan pada kondisi awal sebelum tindakan ratarata nilai kelas 57,25 dengan ketuntasan belajar siswa hanya 55% atau hanya sembilan siswa dari dua puluh siswa yang dapat mencapai nilai KKM. Pada siklus I diperoleh nilai rata-rata kelas 66,25 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 70% yang berarti meningkat 15% dari kondisi awal. Sedangkan pada siklus II nilai rata-rata kelas 74,63 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 90% yang berarti meningkat 20% dari siklus I atau meningkat 35% dari kondisi awal.

2. Perkembangan Keaktifan Siswa

Dari observasi selama pembelajaran matematika dengan metode STAD berlangsung, diperoleh data keaktifan siswa mengalami peningkatan. Pada siklus I dilaksanakan pembelajaran kooperatif dengan metode STAD keaktifan siswa semula 5,9 kemudian dilakukan tindak lanjut kembali dalam siklus II, keaktifan siswa menjadi 7,15 atau dengan kata lain keaktifan siswa meningkat dari siklus I. 3. Perkembangan Kinerja Guru

Aktivitas guru dalam proses pembelajaran menyelesaikan soal cerita pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dari 3,25 dalam kategori kurang baik menjadi 3,65 dalam kategori baik sehingga meningkat dari siklus I ke siklus II. Dari analisis data dan observasi selama pembelajaran pecahan, secara umum menunjukan perubahan yang signifikan. Guru telah berhasil menerapkan pembelajaran kooperatif dengan metode STAD untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan.


(6)

commit to user

B. Implikasi

Berdasarkan simpulan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka implikasi penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan pembelajaran kooperatif dengan metode STAD hendaknya digunakan oleh guru dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa SD kelas IV.

2. Pembelajaran kooperatif metode STAD dapat digunakan sebagai acuan dalam memilih metode untuk pembelajaran matematika terutama meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan.

3. Dapat dijadikan bahan refrensi dalam penelitian lain yang hampir sama pokok permasalahannya dengan penelitian ini.

C. Saran

Sesuai dengan simpulan dan implikasi hasil penelitian, serta dalam rangka ikut menyumbangkan pemikiran dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan, maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut :

1. Bagi Siswa

a) Hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran. b) Selalu melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.

c) Dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa hendaknya lebih berusaha dan mau berinteraksi dengan temannya. 2. Bagi Guru

a) Memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan pembelajaran.

b) Lebih mempersiapkan perencanaan pembelajaran sebelum pembelajaran.

c) Menggunakan pembelajaran kooperatif metode STAD dalam

meningkatan kemampuan menyelesaiakan soal cerita matematika. 3. Bagi Sekolah

a) Menyediakan fasilitas yang mendukung dalam proses pembelajaran. b) Perlu menggiatkan adanya kelompok belajar baik di dalam kelas

maupundi luar kelas.

c) Ikut mendorong siswa untuk berinteraksi dengan temannya dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan.


Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika di Sekolah Menengah Pertama

0 12 193

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading and composition) terhadap kemampuan menyesaikan soal cerita matematika (studi eksperimen di SMPN 238 Jakarta)

0 5 88

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN 2010 2011

0 6 205

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

0 1 53

Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Melalui Penerapan Model Pembelajaran The Power Of Two Pada Siswa Kelas IV SDN Tirtoyoso No. 111 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.

0 1 20

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITATENTANG PECAHAN PADA SISWA KELAS V SDN 1 KRAKAL TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 0 18

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECKS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV SDN Sondakan No.11 Tahun Ajaran 2015/2016.

0 0 18

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN MELALUI MODEL KOOPERATIF THE POWER OF TWO PADA SISWA KELAS IV SDN KENEP 01 TAHUN AJARAN 201/2012.

0 0 17

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHITUNG PECAHAN PADA SISWA KELAS V SDN 01 MACANAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010.

0 0 80