PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TGT

(Teams Games Tournament)

UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN

PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III

KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh

ERNY YUNIKA PUTRI K7107030

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (Teams Games Tournament) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV

SD NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN 2010/2011

OLEH

ERNY YUNIKA PUTRI

NIM K7107030

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program S1 PGSD

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Erny Yunika Putri, NIM K7107030. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (Teams Games Tournament) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011.

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk: (1) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III, (2) Memaparkan cara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan, (3) Memaparkan cara mengatasi kendala yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan.

Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas terdiri dari tiga siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, pencatatan arsip, dan tes. Teknik analisis data menggunakan model deskriptif komparatif dan analisis interaktif yang terdiri dari tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III, yaitu ditandai dengan: Siswa kelas IV sebanyak 18 anak mengalami peningkatan hasil belajar yaitu sebelum tindakan 39%, siklus I (KKM 60) 50%, siklus II (KKM 65) 94%, dan siklus III (KKM 70) 100% siswa belajar tuntas., (2) Cara penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) merupakan perwujudan lima langkah penerapan pembelajaran tipe TGT (Teams Games Tournament) yaitu presentasi kelas, kerja tim/kelompok, permainan, turnamen, dan rekognisi tim/kelompok. (3) Cara mengatasi kendala yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) ini adalah: (a) Pembentukan tim/kelompok belajar dilakukan oleh guru berdasarkan urutan nomor absen untuk mengatasi kebingungan siswa saat membentuk kelompok. (b) Pemilihan ketua tim/kelompok belajar oleh guru yang bertanggung jawab pada kegiatan kerja kelompok untuk mengatasi kurangnya kerja sama diantara anggota kelompok.

Berdasarkan simpulan yang dibuat, dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran Matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III tahun ajaran 2010/2011.


(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Erny Yunika Putri, NIM K7107030. APPLICATION OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE TGT (Teams Games Tournament) TO INCREASE THE STUDENT’S ABILITY OF STORY FRACTION PROBLEM SOLVING IN IV GRADE SD NEGERI TLOMPAKAN III SUB DISTRICT OF TUNTANG, 2010/2011. Minithesis, Surakarta, Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University of Surakarta, April 2011.

The aim of this classroom action research are (1) to increase the

student’s ability of story fraction problem solving in IV Grade SD Negeri Tlompakan III, (2) describing about cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) to increase their ability in story fraction problem solving, (3) describing about strategies to counter the obstacles in cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) to

increase the student’s ability in story fraction problem solving.

Subjects of this research are students of IV Grade SD Negeri Tlompakan III. Type of research is class action research includes three cyclic, every cyclic includes four stages: they are planning, acting, observing, and reflecting. Data collecting technique used in this research is observation, recording the documentation, and test. Analysis data used in this research is descriptive comparative and interactive analysis includes three components, they are data reduction, data display, and drawn the conclusion or verification.

Based on research results, it concluded that (1) cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) is able to increase

student’s ability in story fraction problem solving in IV Grade SD Negeri

Tlompakan III, it indicated with as much as 18 Fourth Grade students experience the increasing of their learning achievement, that is, before class action 39% Cyclic I (KKM 60) 50%, Cyclic II (KKM 65) 94%, and Cyclic III (KKM 70) 100% of students are mastered their learning, (2) the way of cooperative learning application type TGT (Teams Games Tournament) is a manifestation of five stages learning model application of TGT model, they are class presentation, team working, games, tournament, and team/group recognition, (3) strategies to counter the obstacles in cooperative learning model application type TGT (Teams Games Tournament) are (a) making the team/group learning by teacher based on presentation student number to avoids the student complication in making group, (b) choosing the chief of learning group/team by teacher who responsible in

teamwork activities to counter less teamwork between the members of group. Based on the conclusion it may be proposed about recommendation that

mathematic learning through cooperative learning model type TGT (Teams Games Tournament) is able to increase the student’s ability in story fraction problem solving of IV Grade Students SD Negeri Tlompakan III, 2010/2011.


(7)

commit to user

vii

MOTTO

“Mengajari orang bagaimana belajar tumbuh secara mandiri mungkin merupakan pelayanan terbesar yang kita berikan bagi orang lain.”

(Oliver Wendell Holmes)

“Nilai seseorang itu ditentukan dari keberaniannya memikul tanggung jawab, mencintai hidup dan pekerjaannya.”

(Kahlil Gibran)

“Menjalani kehidupan dengan ketulusan dan kerelaan hati, akan membuahkan hasil yang manis.”


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

~ Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan, dan doa restu ~


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas karunia-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan.

Skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan pada Siswa Kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011” ini diajukan

untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tindakan kelas ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada semua pihak, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Furqon Hidayatullah, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. R. Indianto, M. Pd. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kartono, M. Pd. Selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Dra. Siti Kamsiyati, M. Pd. Selaku Pembimbing I yang mengarahkan dan membimbing dengan sabar hingga selesainya skripsi ini.

5. Drs. Hartono, M. Hum. Selaku Pembimbing II yang mengarahkan dan membimbing dengan sabar hingga selesainya skripsi ini.

6. Tanjiatun, S. Pd. Selaku Kepala Sekolah SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.

7. Orangtua penulis yang telah memberikan doa restu dan dukungan.

8. Kakakku terkasih yang selalu meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini.


(10)

commit to user

x

9. Teman-teman di PGSD sebagai teman seperjuangan dalam pembuatan skripsi ini.

10.Semua pihak yang telah memberi bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan yang ada. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberi manfaat kepada penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Surakarta, April 2011 Penulis


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PENGAJUAN ……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……… iii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iv

HALAMAN ABSTRAK ………. v

HALAMAN MOTTO ………. vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. vii

KATA PENGANTAR ……… viii

DAFTAR ISI ………... xi

DAFTAR TABEL ………... xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Perumusan Masalah ………. 4

C. Tujuan Penelitian ………. 5

D. Manfaat Penelitian ………... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ……….. 7

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) ……….. 7

a. Pengertian Model Pembelajaran ……….. 7

b. Jenis-Jenis Model Pembelajaran ……….. 8

c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ……… 10

d. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif ………. 13

e. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) ……… 14

f. Langkah-Langkah Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) ………. 15


(12)

commit to user

xii

g. Kelebihan dan Kelemahan TGT (Teams Games

Tournament) ……… 17

h. Jenis Skor dan Nilai pada Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)………... 17

2. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan ... 18

a. Pengertian Matematika ………. 18

b. Pengertian Pembelajaran Matematika ……….. 20

c. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD ………. 21

d. Pengertian Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita …... 22

e. Tinjauan Mengenai Soal Cerita ……… 22

f. Pengertian Pecahan ……….. 24

g. Konsep Pecahan di SD ………. 26

h. Macam-Macam Pecahan ……….. 30

i. Materi Pembelajaran ……… 31

j. Langkah-Langkah Pembelajaran Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)………. 36

B. Penelitian yang Relevan ………... 42

C. Kerangka Berpikir ……… 43

D. Hipotesis Tindakan ……….. 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 46

B. Subjek Penelitian ……….. 46

C. Bentuk dan Strategi Penelitian ………. 46

D. Teknik Pengumpulan Data ………... 48

E. Validitas Data ………... 50

F. Teknik Analisis Data ……… 51

G. Indikator Kinerja ……….. 53


(13)

commit to user

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Deskripsi Tempat Penelitian ……….. 62

B. Deskripsi Data Awal ……… 63

C. Deskripsi Data Tindakan ……….. 66

D. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 85

E. Pembahasan Perumusan Masalah ……… 93

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ……….. 100

B. Implikasi ………... 102

C. Saran ……… 103

DAFTAR PUSTAKA ………. 105


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Frekuensi Data Nilai Tes Awal Sebelum Tindakan ………...64

Tabel 2 Hasil Tes Awal ………...65

Tabel 3 Hasil Tes Siklus I ………... 73

Tabel 4 Hasil Tes Siklus II ………..80

Tabel 5 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus I ……… 87

Tabel 6 Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Sebelum dan Setelah Diberikan Tindakan Siklus I ……….. 87

Tabel 7 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus II ……….. 89

Tabel 8 Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa pada Tindakan Siklus I dan Siklus II ………... 89

Tabel 9 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus III ………. 91

Tabel 10 Perbandingan Hasil Tes Awal Sebelum Dilaksanakan Tindakan dan Tes Akhir Setelah Dilaksanakan Tindakan ……… 92


(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur Kerangka Berpikir ……… 44

Gambar 2 Bagan Siklus PTK Suharsimi Arikunto ………... 47

Gambar 3 Model Analisis Interaktif ………. 51

Gambar 4 Grafik Data Nilai Sebelum Tindakan ………... 65

Gambar 5 Grafik Tes Siklus I ………... 73

Gambar 6 Grafik Tes Siklus II ……….. 80

Gambar 7 Grafik Data Nilai Tes Akhir Siklus I ………... 87

Gambar 8 Grafik Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Sebelum dan Setelah Diberikan Tindakan Siklus I ………. 88

Gambar 9 Grafik Data Nilai Tes Akhir Siklus II ……….. 89

Gambar 10 Grafik Perbandingan Hasil Tes Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II ………. 90

Gambar 11 Grafik Data Nilai Tes Akhir Siklus III ………. 91

Gambar 12 Grafik Perbandingan Hasil Tes Awal Sebelum Dilaksanakan Tindakan dan Tes Akhir Setelah Dilaksanakan Tindakan ….. 92


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian ……… 108

Lampiran 2 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ………... 113

Lampiran 3 Indikator Pecahan ………. 114

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ……… 115

Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ……….. 122

Lampiran 6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ………. 129

Lampiran 7 Lembar Kerja Kelompok Siklus I ……… 133

Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa Siklus I ……… 136

Lampiran 9 Lembar Kerja Kelompok Siklus II ………... 139

Lampiran 10 Lembar Kerja Siswa Siklus II ………... 142

Lampiran 11 Lembar Kerja Kelompok Siklus III ……….. 145

Lampiran 12 Lembar Kerja Siswa Siklus III ………. 148

Lampiran 13 Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus I ………... 153

Lampiran 14 Hasil Observasi Belajar Afektif Siklus I ……….. 156

Lampiran 15 Hasil Observasi Belajar Psikomotorik Siklus I ……… 159

Lampiran 16 Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus II ………. 161

Lampiran 17 Hasil Observasi Belajar Afektif Siklus II ………. 164

Lampiran 18 Hasil Observasi Belajar Psikomotorik Siklus II …………... 167

Lampiran 19 Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus III ………. 169

Lampiran 20 Hasil Observasi Belajar Afektif Siklus III ……… 172

Lampiran 21 Hasil Observasi Belajar Psikomotorik Siklus III ………….. 175

Lampiran 22 Frekuensi Data Nilai Tes Awal Sebelum Tindakan ………. 177

Lampiran 23 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus I ……….. 178

Lampiran 24 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus II ………. 179

Lampiran 25 Frekuensi Data Nilai Tes Akhir Siklus III ……… 180

Lampiran 26 Nilai Tes Sebelum Tindakan ……… 181

Lampiran 27 Tabel Data Nilai pada Siklus I ……….. 182

Lampiran 28 Tabel Data Nilai pada Siklus II ……… 183


(17)

commit to user

xvii

Lampiran 30 Lembar Kisi-Kisi Soal Siklus I ……… 185 Lampiran 31 Lembar Kisi-Kisi Soal Siklus II ……… 186 Lampiran 32 Lembar Kisi-Kisi Soal Siklus III ……….. 187


(18)

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan membantu manusia dalam pengembangan potensi dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan yang terjadi, sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:

Pendidikan membuat watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Selaras dengan sistem pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003, pelaksanaan pendidikan tentunya perlu mendapat proporsi yang cukup agar diperoleh out put yang unggul. Penanaman pendidikan ini tentunya harus mengacu pada arah perbaikan, khhususnya adalah peningkatan kemampuan akademis. Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan memaksimalkan kegiatan pembelajaran di sekolah.

Kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berlangsung dengan baik apabila ada komunikasi positif antara guru dengan siswa, guru dengan guru, dan antara siswa dengan siswa. Oleh karena itu, komunikasi positif harus diciptakan agar pesan yang ingin disampaikan, khususnya materi pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh siswa. Guru diharapkan mampu membimbing aktivitas dan potensi siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai. Hal ini perlu dilaksanakan agar kualitas pembelajaran pada mata pelajaran apapun menjadi optimal. Salah satu mata pelajaran yang perlu mendapat perhatian lebih adalah Matematika.

Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar abstrak yang dapat berupa fakta, konsep, operasi dan prinsip. Dari objek dasar itu berkembang menjadi objek-objek lain, misalnya pola pikir deduktif dan konsisten,


(19)

struktur-commit to user

struktur dalam Matematika yang ada dewasa ini, juga tidak dapat dipisahkan dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Terbukti dengan banyaknya permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan Matematika. Pelajaran Matematika diberikan pada semua jenjang pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi.

Matematika sebagai ilmu dasar begitu cepat mengalami perkembangan, hal itu terbukti dengan makin banyaknya kegiatan Matematika dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu juga sangat diperlukan siswa dalam mempelajari dan memahami mata pelajaran lain. Akan tetapi pada kenyatannya banyak siswa merasa takut, enggan dan kurang tertarik terhadap mata pelajaran Matematika. Banyak siswa yang kurang tertantang untuk mempelajari dan menyelesaikan soal-soal Matematika.

Soal yang paling rumit dalam Matematika adalah soal cerita dan biasanya nilai siswa akan rendah pada soal dengan tipe seperti ini (soal cerita Matematika), karena untuk dapat menyelesaikan soal cerita Matematika dengan benar seorang siswa perlu memahami apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan. Memahami apa yang diketahui berarti memahami informasi yang tersurat maupun yang tersirat di dalamnya. Sedangkan memahami apa yang ditanyakan berarti mengerti tentang istilah atau konsep-konsep yang berkaitan dengan yang ditanyakan. Setelah itu dilanjutkan dengan langkah atau proses penyelesaian (www. Pontianakpost. com, diakses 14 Januari 2011).

Faktor penyebab rendahnya nilai Matematika pokok bahasan soal cerita pecahan adalah kurangnya variasi pembelajaran yang digunakan guru. Selama pembelajaran Matematika berlangsung, guru hanya menggunakan metode ceramah saja. Hal ini menyebabkan kejenuhan pada siswa dan tidak munculnya keaktifan dari diri siswa. Oleh sebab itu perlu dipilih model pembelajaran yang tepat. Untuk memilih suatu model pembelajaran perlu memperhatikan beberapa hal seperti materi yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, kondisi siswa dan hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Apabila dalam pemilihan model pembelajaran kurang tepat dapat mempengaruhi kemampuan siswa. Kemampuan siswa tidak terlepas dari bagaimana siswa


(20)

commit to user

mengalami proses belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat diharapkan siswa mampu dengan mudah menerima informasi yang diberikan oleh guru. Model-model yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran antara lain model konvensional, kuantum, kontekstual, kooperatif dan sebagainya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas, diketahui bahwa kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III masih rendah. Nilai siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang tahun ajaran 2010/2011 setelah diadakan tes awal, diketahui bahwa dari 18 siswa yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan diperoleh rata-rata kelas 55,6. Siswa yang mendapat nilai di atas nilai ≥ 60 adalah 7 siswa dan 11 siswa memperoleh nilai ≤ 59.

Bertolak dari nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) di SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang, pada mata pelajaran Matematika KKM yang harus dicapai siswa kelas IV adalah 60. Hasil yang diperoleh dari tes awal tersebut, yang memperoleh nilai di atas KKM ada 7 siswa, sedangkan yang lain masih di bawah KKM. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada materi pecahan yaitu menyelesaikan soal cerita, hasil yang diperoleh memang masih rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu alternatif pemecahan agar dapat memberi perubahan yang lebih baik dalam menguasai materi operasi pecahan.

Berkaitan dengan keadaan tersebut, akan digunakan suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). TGT merupakan suatu tipe pembelajaran yang menekankan siswa belajar dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 3 sampai 5 orang. Kelompok heterogen meliputi tingkat kemampuan akademik, jenis kelamin, suku (ras), dan status sosial.

TGT adalah suatu tipe dalam model pembelajaran kooperatif. TGT mendorong siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya, menerapkan dan mempunyai keberanian untuk menyampaikan ide pengetahuannya, belajar memecahkan masalah, dan mendiskusikan masalah pelajaran. Selain itu waktu


(21)

commit to user

kegiatan pembelajaran lebih singkat dan keaktifan siswa lebih optimal karena dalam TGT proses pembelajarannya bervariasi yaitu ada tahap presentasi kelas, diskusi tim, permainan (games), turnamen, dan rekognisi tim.

Alasan pemilihan TGT adalah karena pelaksanaan TGT dibagi menjadi lima tahap pembelajaran yaitu tahap presentasi kelas, diskusi tim, permainan

(games), turnamen, dan rekognisi tim. Dalam tiap tahapan kegiatan dilakukan untuk saling bekerja sama dalam setiap tim. Selain itu pembelajaran akan lebih bervariasi dan menyenangkan karena disertai dengan permainan-permainan akademik. Dengan penerapan TGT, diharapkan siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan soal cerita pecahan sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi siswa, guru, dan pihak sekolah dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis mengambil judul penelitian: “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TGT (Teams Games Tournament) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI TLOMPAKAN III KECAMATAN TUNTANG TAHUN AJARAN 2010/2011”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament)

dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011?

2. Bagaimana langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT

(Teams Games Tournament) dalam rangka meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011?


(22)

commit to user

3. Bagaimana cara mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011.

2. Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dalam rangka meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011.

3. Mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri Tlompakan III Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT akan merangsang keaktifan dan kreatifitas siswa, sehingga siswa akan mempunyai kesempatan dalam meningkatkan kemampuan masing-masing.

b. Pembelajaran kooperatif tipe TGT mendorong siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya dan bekerja sama mendiskusikan


(23)

commit to user

masalah yang dihadapi sehingga dapat mempermudah siswa dalam mempelajari Matematika khususnya soal cerita pokok bahasan pecahan. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, menambah pengalaman mengajar.

b. Bagi peneliti, bermanfaat untuk menemukan solusi dalam kemampuan menyelesaikan soal cerita pokok bahasan pecahan pada mata pelajaran Matematika siswa kelas IV SD.

c. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan.

d. Bagi sekolah, dapat memberikan masukan kepala sekolah dalam usaha perbaikan proses pembelajaran para guru dalam menggunakan sarana dan prasarana sehingga hasil belajar siswa lebih baik dan mutu sekolah dapat meningkat.


(24)

commit to user 7

BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)

a. Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Aunurrahman (2009:75), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Atau dapat diartikan sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Agus Suprijono (2009:46) mengemukakan bahwa “model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial”.

Akhmad Sudrajat (2010) menjelaskan model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

(http:/akhmadsudrajat.wordpress.com/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/ diakses 3 Januari 2011)

Arends dalam Trianto (2007:5) menyatakan “The term teaching model

refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax,

environment, and management system”. Istilah model pembelajaran mengarah

pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.

Menurut Dahlan dalam Isjoni (2009:72) menguraikan bahwa “model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam


(25)

commit to user

menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas”.

Joice dan Weil (1992) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

(http:/zaifbio.wordpress.com/model-model-pembelajaran/ diakses 6 Januari 2011)

Adapun Soekamto dalam Trianto (2007:5) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola mengajar yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran di kelas.

b. Jenis- Jenis Model Pembelajaran

Banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli. Pengembangan model tersebut didasarkan pada konsep teori yang selama ini dikembangkan. Mengingat banyaknya model pembelajaran yang telah dikembangkan, Bruce Joyce et.al (2000) mengelompokkan menjadi empat rumpun yaitu: model pemrosesan informasi (processing informatioan model), model pribadi (personal model), model interaksi sosial (social model), dan model perilaku (behavior model).

(http:/blog.bukukita.com/users/putrid/?1102 diakses 3 Januari 2011)

Model pembelajaran pemrosesan informasi terdiri dari model pembelajaran yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Dalam prosesnya ditempuh langkah-langkah seperti mengorganisasi data, memformulasikan masalah, membangun konsep, dan rencana pemecahan masalah, serta penggunaan simbol verbal dan nonverbal. Banyak model pembelajaran yang tergolong pada kelompok


(26)

commit to user

model ini, yaitu: Inductive Thinking (Classification-Oriented), Concept Attainment, Scientific Inquiry, dan Inquiry Training.

Model pribadi berorientasi pada perkembangan diri individu. Pelaksanaannya lebih menekankan pada upaya membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik serta lebih memperhatikan kehidupan emosional siswa. Upaya pembelajaran lebih diarahkan pada menolong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Yang tergolong pada kelompok model pembelajaran ini adalah: Nondirective teaching dan Enhancing self esteem.

Model interaksi sosial mengutamakan pada hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses dimana realita yang ada dipandang sebagai negosiasi sosial. Prioritas utama diletakkan pada kecakapan individu dalam berhubungan dengan orang lain. Yang tergolong pada kelompok model pembelajaran ini diantaranya : Partner in learning, Structured inquiry, Group Investigation, dan Role Playing.

Model pembelajaran perilaku dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu kerangka teori perilaku. Salah satu cirinya adalah kecenderungan memecahkan tugas belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan serta dapat terukur. Belajar dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyeluruh, tetapi diuraikan dalam langkah-langkah yang konkrit dan dapat diamati. Mengajar berarti mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa, dan perubahan tersebut haruslah teramati. Termasuk dalam model perilaku ini adalah: Mastery learning, Direct Instruction, Simulation, Social learning, dan Programmed Schedule.

Stalling dalam Aunurrahman (2009:76) membagi model pembelajaran menjadi lima kelompok, yaitu:

1)The Exploratory Model, model ini bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan independensi siswa.

2)The Group Process Model, model ini diarahkan untuk mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab, dan kemampuan bekerja sama antara siswa.

3)The Developmental Cognitive Model, yang menitikberatkan untuk


(27)

commit to user

4)The Programmed Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan melalui modifikasi tingkah laku.

5)The Fundamental Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan dasar melalui pengetahuan faktual.

Joyce dan Weil (1992) menjelaskan model pembelajaran menjadi empat kelompok, yaitu: model interaksi sosial, model pemrosesan informasi, model personal, dan model modifikasi tingkah laku.

(http:/zaifbio.wordpress.com/model-model-pembelajaran/ diakses 6 Januari 2011)

Lapp dkk dalam Aunurrahman (2009:76) berpendapat model pembelajaran dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

1) The Classical Model, guru lebih menitikberatkan peranannya dalam pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang disajikannya.

2) The Tecnological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan sebagai transisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi individual siswa.

3) The Personalized Model, proses pembelajaran dikembangkan dengan

mmperhatikan minat, pengalaman, dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasi potensi-potensi individualitasnya.

4) The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran.

Abdul Azis Wahab (2007:56) mengemukakan jenis-jenis model pembelajaran adalah a) interaksi sosial, b) pemrosesan informasi, c) personal, dan d) modifikasi perilaku.

Berpijak dari uraian tersebut di atas, maka jenis-jenis model pembelajaran adalah interaksi sosial, informasi, personal, dan perilaku.

c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Eggen and Kauchak dalam Trianto (2007:42) mengemukakan bahwa

“pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.

Robert E. Slavin (2009:8) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.

Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono (2009:58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif.


(28)

commit to user

Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: (1) positive interdependence (saling ketergantungan positif), (2) personal responsibility

(tanggung jawab perseorangan), (3) face to face promotive interaction (interaksi promotif), (4) interpersonal skill (komunikasi antaranggota), dan (5) group processing (pemrosesan kelompok).

Isjoni dan Mohd. Arif Ismail (2008:134) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.

David W. Johnson, Roger T. Johnson, dan Mary Beth Stanne (2000)

menyatakan bahwa “Cooperative learning is one of the most widespread and

fruitful areas of theory, research, and practice in education”. Yang berarti

pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang memiliki banyak keberhasilan dalam riset maupun dalam pendidikan.

(http:/www.cooperation.org/pages/cl-methods.html diakses 3 Januari 2011)

Richard M. Felder dan Rebecca Brent (2007) berpendapat “Cooperative

learning is an approach to groupwork that minimizes the occurrence of those unpleasant situations and maximizes the learning and satisfaction that result from working on a high-performance team”. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan yang dibentuk kelompok kerja yang memperkecil kesalahan individu dan memaksimalkan pelajaran serta kepuasan karena keaktivan kerja kelompok. (http:/www4.ncsu.edu/unity/lockers/users/f/felder/public/papers/CLChapter.pdf

diakses 3 Januari 2011)

Agus Suprijono (2009:54) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuknya yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.

Anita Lie (2008:28) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah

“pembelajaran gotong royong”, yaitu sistem pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah


(29)

commit to user

terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2008:31) menyatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus ditetapkan. Kelima unsur tersebut yaitu:

1) Saling ketergantungan positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil.

2) Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur Model Pembelajaran Kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan model pembelajaran kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.

3) Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Jadi, para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.


(30)

commit to user

4) Komunikasi antaranggota

Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajar tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Proses ini sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5) Evaluasi proses kelompok

Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif, waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa kali siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif.

Berpijak dari berbagai pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berbasis kelompok dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan orang lain dalam memahami suatu materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

d. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2009:73) dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan, yaitu: 1) Student Team Achievement Division (STAD), 2) Jigsaw, 3) Teams Games Tournament, 4) Group Investifation, 5) Rotating Trio Excghange, dan 6) Group Resume.

Ada 4 macam model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Arends (2001), yaitu: (1) Student Team Achievement Division (STAD), (2) Group Investigation, (3) Jigsaw, dan (4) Structural Approach. Sedangkan dua pendekatan lain yang dirancang untuk kelas-kelas rendah adalah (1) Cooperatif Integrated Reading and Compositio (CIRC) digunakan pada pembelajaran membaca dan menulis pada tingkat 2-8 tahun (setingkat TK sampai SD), dan

Team Accelerated Instruction (TAI) digunakan pada pembelajaran Matematika untuk tingkat 3-6 (setingkat TK).


(31)

commit to user

(http://ayobelajarfisika.blogdetik.com/metode-pembelajaran-kooperatif/ diakses 3 Januari 2011)

Robert E. Slavin (2009:10) menyebut beberapa tipe pembelajaran kooperatif antara lain Student Team Achievement Division (STAD), Jigsaw, Teams Games Tournaments, Cooperatif Integrated Reading and Compositio (CIRC), dan

Team Accelerated Instruction (TAI).

Bertolak dari berbagai pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tipe-tipe model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah Student Team Achievement Division (STAD), Jigsaw, Teams Games Tournaments, Group Investifation(GI), Rotating Trio Excghange, Group Resume, Cooperatif Integrated Reading and Compositio (CIRC), dan Team Accelerated Instruction (TAI).

e. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)

Isjoni (2009:83) berpendapat bahwa “TGT adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda”.

Robert E. Slavin (2009:163) menyatakan Teams Games Tournament

(TGT) artinya adalah bentuk pembelajaran yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam penelitian pendidikan, termasuk juga dalam penyampaian materi di kelas. Dalam TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Fengfeng Ke dan Barbara Grabowski (2007) dalam British Journal of

Educational Technology: “TGT cooperation is more effective than interpersonal competition in facilitating positive maths attitudes, but not in promotting maths performance”. Pembelajaran kooperatif TGT sangat efektif untuk bersaing

antarindividu dan juga untuk memudahkan siswa berpikir positif dalam matematika, tetapi tidak dapat memelihara pekerjaannya dalam pembelajaran matematika.


(32)

commit to user

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli di atas, model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah model pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok yang berbeda kemampuan yang menggunakan sistem turnamen akademik yang diikuti oleh seluruh siswa dan efektif untuk memudahkan siswa berpikir positif dalam matematika.

f. Langkah-Langkah Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)

Langkah-langkah pembelajaran TGT (Teams Games Tournament)

menurut Robert E. Slavin (2009:143) meliputi 5 tahap yaitu: 1) Presentasi kelas, 2) Kerja tim atau kelompok, 3) Permainan atau games, 4) Turnamen, dan 5) Rekognisi tim.

1) Presentasi Kelas

Tahap awal yang dilakukan dalam pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) yaitu presentasi kelas. Pada tahap ini guru memberikan penjelasan kepada para siswa tentang materi yang akan dipelajari. Kegiatan ini bisa divariasi oleh guru dengan mengadakan tanya jawab dengan siswa atau menugaskan siswa untuk mengerjakan soal di papan tulis.

2) Kerja Tim/Kelompok

Tahap berikutnya setelah presentasi kelas yaitu kerja tim/kelompok. Pada tahap ini yang harus dilakukan pertama kali adalah pembentukan tim/kelompok. Siswa satu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang berbeda jenis kelamin, ras/suku, agama, dan berbeda kemampuan. Tetapi pada dasarnya semua siswa mempunyai kemampuan yang setara sewaktu diadakan pembelajaran dengan menerapkan TGT (Teams Games Tournament). Setelah tim/kelompok terbentuk, guru memberikan tugas yang harus dikerjakan oleh semua anggota tim/kelompok. Hal yang paling penting pada tahap ini adalah kerja sama oleh semua anggota tim/kelompok. Jika ada anggota tim/kelompok yang belum menguasai materi pembelajaran, tugas anggota yang lain adalah membantu agar anggota yang belum bisa tersebut mampu menguasai materi pembelajaran.


(33)

commit to user

3) Permainan

Tahap selanjutnya yaitu permainan. Sebelum dilakukan permainan harus dibentuk kelompok bermain yang anggotanya berbeda dari tim/kelompok saat kerja tim/kelompok. Permainan yang dilakukan adalah permainan akademik yang menggunakan kartu soal yang masing-masing kartu mempunyai skor yang berbeda tergantung pada tingkat kesukaran soal yang tertera pada kartu soal.

Langkah-langkah permainan yang dilakukan yaitu:

a) Siswa menempatkan diri pada kelompok bermainnya. b) Siswa menyiapkan alat tulis.

c) Salah satu siswa pada kelompok bermain mengacak kartu soal yang sudah disediakan guru.

d) Tiap siswa dalam kelompok bermain dibagikan sebuah kartu olaeh siswa yang telah mengacak kartu.

e) Siswa boleh menukar kartu soal yang didapatkan dengan siswa lain dalam satu anggota. Pnukaran kartu soal berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak.

f) Siswa mulai menjawab/mengerjakan kartu soal yang telah didapatkan.

g) Siswa boleh mengambil kartu soal yang berikutnya asal sudah selesai menjawab kartu soal yang sebelumnya.

h) Kelompok bermain menyudahi permainan jika kartu soalnya sudah habis.

i) Tiap siswa mempunyai skor bermain yang berbeda. Skor didapat jika jawaban kartu soal benar.

j) Skor bermain digunakan untuk menentukan siswa yang akan maju ke turnamen pada akhir unit.

4) Turnamen

Tahap selanjutnya yaitu turnamen. Turnamen dilakukan pada akhir unit yang dipimpin oleh guru. Turnamen diikuti oleh perwakilan satu orang


(34)

commit to user

siswa dari tim/kelompok kerja yang memperoleh skor bermain tertinggi. Pada tahap ini akan terpilih satu kelompok terbaik.

5) Rekognisi Tim

Pada turnamen sudah terpilih satu tim/kelompok belajar yang terbaik. Kelompok yang terbaik akan mendapatkan penghargaan dari guru berupa pujian dan hadiah dari guru. Hal ini dilakukan untuk memacu kelompok lain agar terus giat belajar.

g. Kelebihan dan Kelemahan TGT(Teams Games Tournament)

1) Kelebihan TGT (Teams Games Tournament)

Kelebihan TGT antara lain: (a) Mudah divariasikan dengan berbagai media pembelajaran seperti komik, VCD, teka-teki silang, roda impian, kartu bridge, scrabble, dan kartu soal. (b) Meningkatkan rasa percaya diri pada siswa. (c) Meningkatkan kekompakan antaranggota kelompok. (d) Mengeratkan hubungan antaranggota kelompok. (e) Waktu pembelajaran lebih singkat. (f) Keterlibatan siswa lebih optimal.

2) Kelemahan TGT (Teams Games Tournament)

Kelemahan TGT (Teams Games Tournament) menurut Slavin (2009:7) yaitu: (a) Memerlukan persiapan yang rumit dalam pelaksanaannya. (b) Bila terjadi persaingan yang negative maka hasilnya akan buruk. (c) Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam kelompok maka pembelajaran tidak akan berjalan dengan semestinya. (d) Adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam kelompok belajar akan dapat mengganggu berjalannya proses pembelajaran.

h. Jenis Skor dan Nilai pada Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)

Jenis skor dan nilai yang ada pada pembelajaran kooperatif tipe TGT

(Teams Games Tournament) adalah: 1) Skor permainan

Skor permainan didapat dari tahap permainan yang dilakukan siswa. Siswa yang mengerjakan kartu soal dengan benar, cepat, dan jumlahnya banyak akan memperoleh skor yang tinggi.Skor permainan digunakan


(35)

commit to user

untuk menentukan siswa yang akan maju mewakili tim/kelompoknya mengikuti turnamen.

2) Skor turnamen

Skor turnamen diperoleh siswa saat mengikuti turnamen. Skor yang didapat merupakan hasil usaha dari individu siswa tetapi atas nama kelompok. Skor turnamen digunakan untuk menetukan kelompok terbaik dalam pembelajaran menggunakan TGT (Teams Games Tournament).

3) Nilai kelompok

Nilai kelompok diambil dari Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang diberikan guru untuk dikerjakan secara kelompok. Pengambilan nilai kelompok dilakukan pada saat kerja tim/kelompok. Nilai kelompok yang diperoleh akan membantu siswa dalam perolehan nilai akhir karena nilai akhir diambil dari rata-rata nilai kelompok dan nilai individu.

4) Nilai individu

Nilai individu didapat dari Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikerjakan siswa setelah tahap permainan atau setelah turnamen. Nilai individu merupakan nilai yang mengukur kemampuan tiap individu dalam penguasaan materi pembelajaran yang dipelajari.

5) Nilai akhir

Nilai akhir merupakan nilai dari hasil rata-rata nilai kelompok dan nilai individu.

2. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan

a. Pengertian Matematika

Mata pelajaran Matematika adalah kumpulan bahan kajian dan pelajaran tentang bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga dapat meningkatkan ketajaman penalaran siswa untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan kemampuan berkomunikasi dengan mnggunakan bilangan dan simbol-simbol serta lebih


(36)

commit to user

mengembangkan sikap logis, kritis, cermat, disiplin, dan menghargai kegunaan Matematika. Di bawah ini dikemukakan pendapat tentang Matematika.

Istilah Matematika seperti yang dikutip Andi Hakim Nasution dalam Karso (1998:1.33) berasal dari bahasa Yunani methein atau manthenein yang artinya mempelajari, namun diduga kata itu erat hubungannya dengan kata Sanskerta, medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi.

Ruseefendi dalam Karso (1998:1.33) menyatakan bahwa Matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

Taylor dan Francis Group (2008) dalam International Journal of Education in Science and Technology: Mathematics is pervanding every study and technique in our modern world. Bringing ever more sharpy into focus the responsibilities laid upon those whose task it is to teach it. Most prominent among these is the difficulty of presenting an interdisciplinary approach so that one professional group may benefit from the experience of others. Matematika mencakup setiap pelajaran dan teknik di dunia modern ini. Matematika memfokuskan pada teknik pengerjaan tugas-tugasnya. Hal yang sangat mencolok yaitu mengenai kesulitan dalam mengaplikasi pendekatan interdisciplinary

(antarcabang ilmu pengetahuan, oleh karena itu para pakar bisa memperoleh pengetahuan dari cabang ilmu lain.

(www.tandf.co.uk/../0020739x.asp diakses 6 Januari 2011)

Menurut Kline dalam Karso (1998:1.34) menyatakan bahwa Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat disempurnakan karena dirinya sendiri, tetapi keberadaannya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial ekonomi dan alam.

Johnson dan Myklebust yang dikutip Mulyono Abdurrahman (2003:252) menyatakan bahwa Matematika adalah bahasa simbolis dan praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan berpikir.


(37)

commit to user

Menurut Lerner dikutip Mulyono Abdurrahman (2003:252) Matematika disamping sebagai bahan simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kualitas.

Sutawijaya sebagaimana dikutip Nyimas Aisyah dkk (2007:11), menyatakan bahwa Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun menggunakan lambang dan penalaran deduktif.

Sedangkan menurut Gail A. William (1983:3) menyatakan Matematics is beautiful and useful creation of the human mind and spirit. Matematika adalah sebuah kreasi yang indah dan berguna dalam pikiran dan jiwa manusia.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2007 menyatakan bahwa Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah ilmu deduktif dan universal yang mengkaji benda abstrak, disusun dengan menggunakan bahasa simbol untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memajukan daya pikir manusia serta berguna untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pengertian Pembelajaran Matematika

Menurut Nyimas Aisyah (2007:1.4), pembelajaran Matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah.

Menurut Bruner dalam Nyimas Aisyah (2007:21.5), pembelajaran Matematika adalah pembelajaran mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.

Depdikbud dalam http://pembelajaran matematika.htm diakses 6 Januari 2011 menyebutkan bahwa pembelajaran Matematika mempunyai ciri-ciri, yaitu:


(38)

commit to user

1) memiliki obyek yang abstrak, 2) memiliki pola pikir yang deduktif dan konsisten, 3) tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika adalah proses yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana yang memungkinkan siswa mempelajari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur Matematika yang bersifat deduktif, konsisten, dan tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

c. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Tujuan mata pelajaran Matematika di SD menurut KTSP (2007:42) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran dalam pola dan sifat, melakukan manipulasi dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan umum dan khusus yang ada dalam KTSP SD/MI merupakan pelajaran Matematika di sekolah yang memberikan gambaran belajar tidak hanya di bidang kognitif saja, tetapi meluas pada bidang psikomotor dan afektif. Pembelajaran Matematika diarahkan untuk pembentukan kepribadian dan pembentukan kemampuan berpikir yang bersandar pada hakikat Matematika, ini


(39)

commit to user

berarti hakikat Matematika merupakan unsur utama dalam pembelajaran Matematika. Oleh karenanya hasil-hasil pembelajaran Matematika menampakkan kemampuan menggunakan Matematika sebagai bahasa dan alat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Hasil lain yang tidak dapat diabaikan adalah terbentuknya kepribadian yang baik dan kokoh.

d. Pengertian Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita

Robbins (1996:50) menyatakan kemampuan (ability) merujuk ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

(http://www.scribd.com/doc/Proposal-Penelitian-Pengaruh-Kemampuan-Dan- Motivasi-Kerja-Kepala-Sekolah-Terhadap-Kualitas-Penerapan-Manajemen-Berbasis-Sekolah diakses 14 Januari 2011)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:801), menyelesaikan adalah (1) menyudahkan (menyiapkan) pekerjaan dsb, menyempurnakan (kalimat dsb); (2) menjadikan berakhir; menamatkan. Jadi menyelesaikan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk menyudahi atau mengakhiri suatu pekerjaan yang telah dimulainya.

Soal cerita adalah persoalan dalam Matematika yang biasanya diwujudkan dalam kalimat dimana di dalam kalimat tersebut tersembunyi suatu persoalan atau permasalahan.

Kemampuan menyelesaikan soal cerita merupakan suatu kapasitas yang dimiliki seseorang untuk menyudahi atau mengakhiri persoalan dalam Matematika yang tersembunyi di dalam suatu kalimat dengan segala pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya terdahulu atau sebelumnya.

e. Tinjauan Mengenai Soal Cerita

Soal cerita merupakan salah satu bentuk dari soal tes uraian dimana tes uraian ini akan berfungsi untuk mendiagnosis kesulitan yang dialami siswa. Permasalahan Matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata biasanya dituangkan melalui soal-soal berbentuk cerita (verbal).

Menurut Abidia dalam Marsudi Raharjo (2009:2), soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot masalah


(40)

commit to user

yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin besar bobot masalah yang diungkapkan, memungkinkan semakin panjang cerita yang disajikan. Sementara itu, menurut Haji dalam Marsudi Raharjo (2009:2), soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang Matematika dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan. Dalam hal ini, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Soal cerita yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah soal Matematika yang berbentuk cerita yang terkait dengan pokok bahasan yang diajarkan pada mata pelajaran Matematika.

Dalam soal cerita, siswa dituntut kemampuannya untuk mengorganisir jawaban yang meliputi beberapa langkah yang harus dilakukan sehingga soal cerita dapat digunakan sebagai indikator ketidakmampuan/kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan seperangkat tes soal cerita.

Haji dalam Marsudi Raharjo (2009:2) mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan soal cerita dengan benar diperlukan kemampuan awal, yaitu kemampuan untuk:

a. menentukan hal yang diketahui dalam soal, b. menentukan hal yang ditanyakan,

c. membuat model matematikanya, d. melakukan perhitungan,

e. menginterpretasikan jawaban model permasalahan semula.

Hal ini sejalan dengan langkah menyelesaikan soal cerita sebagaimana yang dituangkan dalam Pedoman Umum Matematika Sekolah Dasar dalam Marsudi Raharjo (2009:2), yaitu:

a. membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal,

b. menuliskan kalimat matematika,

c. menyelesaikan kalimat matematika, dan

d. menggunakan penyelesaian untuk menjawab pertanyaan.

Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa hal yang paling utama dalam menyelesaikan suatu soal cerita adalah pemahaman terhadap suatu masalah


(41)

commit to user

sehingga dapat dipilah antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. Hudoyo dan Surawidjaja dalam Marsudi Raharjo (2009:3) memberikan petunjuk:

a. baca dan bacalah ulang masalah tersebut; pahami kata demi kata, kalimat dmi kalimat,

b. identifikasikan apa yang diketahui dari masalah tersebut, c. identifikasikan apa yang dicari,

d. abaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan, dan

e. jangan menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga masalahnya menjadi berbeda dengan masalah yang dihadapi.

Pendapat-pendapat di atas sejalan dengan pendapat Soedjadi dalam Marsudi Raharjo (2009:3), bahwa untuk menyelesaikan soal Matematika umumnya dan terutama soal cerita dapat ditempuh langkah-langkah:

a. membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap kalimat,

b. memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam soal, apa yang diminta/ditanyakan dalam soal, operasi apa yang diperlukan,

c. membuat model matematika dari soal,

d. menyelesaikan model menurut aturan-aturan matematika sehingga mendapat jawaban dari model tersebut, dan

e. menuliskan jawaban akhir sesuai dengan permintaan soal.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk bisa menyelesaikan soal cerita dengan benar, siswa harus mampu memahami soal, membedakan apa yang diketahui dan ditanyakan, membuat model matematikanya, menyelesaikan model matematika tersebut, dan menuliskan jawaban akhir sesuai permintaan soal.

f. Pengertian Pecahan

Cholis Sa’dijah (2003:73) mengemukakan bahwa pecahan merupakan

bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan dua bilangan cacah a dan b,

ditulis

b a

dengan syarat b ≠ 0. Dengan demikian secara simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu: (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal, (3) pecahan persen, dan (4) pecahan campuran.


(42)

commit to user

Menurut Muchtar A. Karim (1998:6.4) pecahan adalah perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda atau himpunan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan semula.

Maksud dari “perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda” adalah apabila suatu benda dibagi menjadi beberapa bagian yang sama, maka setiap perbandingan itu dengan kseluruhan bendanya menciptakan lambang

dasar suatu pecahan. Sedangkan maksud dari “himpunan bagian yang sama

terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan semula” yaitu suatu himpunan dibagi atas himpunan bagian yang sama, maka perbandingan setiap himpunan bagian yang sama itu terhadap keseluruhan himpunan semula akan menciptakan lambang dasar suatu pecahan.

Menurut Heruman (2008:43), pecahan diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan dengan pembilang. Adapun yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan dan dinamakan penyebut.

Pecahan (Roy Hollands dalam www.wikipedia.org.wiki/pecahan.com

diakses 3 Januari 2011) terdiri dari pembilang dan penyebut. Pecahan adalah suatu bentuk bilangan, dengan a, b bilangan bulat dan b tidak sama dengan 0. a disebut pembilang dan b disebut penyebut.

Soewito, dkk (1993:152) menyatakan pecahan adalah bilangan yang lambangnya terdiri dari pasangan berurutan bilangan bulat a dan b (dengan b≠0) yang merupakan penyelesaian persamaan bx = a, ditulis

b a

atau a : b.

Menurut Kamus Matematika, pecahan adalah 1) hasil dari pembagian; 2) suatu perbandingan. Suatu pecahan dapat ditulis dengan

b a

dimana a dan b adalah

yang dibandingkan dengan 1.

Pecahan yang dipelajari anak Sekolah Dasar merupakan bagian dari bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk

b a


(43)

commit to user

bilangan bulat dan tidak sama dengan nol. Secara simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu dari: (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal, (3) pecahan persen, dan (4) pecahan campuran.

Bertolak dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah suatu bentuk bilangan perbandingan yang ditulis dalam bentuk

b a

,

dengan a dan b bilangan bulat dan b ≠ 0. g. Konsep Pecahan di SD

Menurut Bell di dalam bukunya “A Riview of Research in Mathematical

Educational Part A” dalam Siti Kamsiyati (2006:342) mengemukakan bahwa konsep pecahan di SD terdiri atas 7 subkonsep yang diurutkan menurut tingkat kesulitan yaitu:

1) Bagi suatu himpunan, bagian-bagiannya kongruen (Part group congruent part). Siswa mengasosiasikan pecahan dengan memperhatikan “a” objek himpunan tersebut.

Contoh:

4 3

objek yang diberi bayangan atau yang diarsir.

2) Bagian dari suatu daerah, bagian-bagiannya kongruen (Part whole congruent part). Siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan daerah geometris yang dibagi ke dalam b bagian yang kongruen dan memperhatikan a bagian.

Contoh:

4 3

gambar yang diberi bayangan atau yang diarsir.

3) Bagian suatu himpunan, bagian-bagiannya tidak kongruen (Part group noncongruent part). Siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan suatu


(44)

commit to user

himpunan yang terdiri dari b objek yang tidak kongruen dan memperhatikan a objek dalam himpunan tersebut.

Contoh:

4 3

objek yang diberi bayangan atau yang diarsir.

4) Bagian dari suatu himpunan, perbandingan (Part group comparison). Siswa mengasosiasikan himpunan a/b dengan perbandingan relatif dua himpunan A dan B. dalam hal ini banyaknya objek pada himpunan A adalah a dan himpunan B adalah semua objek kongruen.

Contoh:

HIMPUNAN A

HIMPUNAN B Himpunan A adalah

4 3

himpunan B.

5) Garis bilangan Contoh:

0 X 1

Titik pada garis bilangan yang diberi tanda X mengatakan 4 3

.

6) Bagian suatu daerah perbandingan (Parts whole comparison). Siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan perbandingan relative dua geometri A dan B. Jumlah bagian yang kongruen dalam gambar A adalah a, sedang dalam gambar B adalah b semua gambar A dan B kongruen.

Contoh:

A B

Gambar A adalah 4 3


(45)

commit to user

7) Bagian suatu daerah, bagian-bagiannya tidak kongruen (Parts whole noncongruent part). Siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan daerah geometri yang sudah dibagi ke dalam b bagian yang sama dalam luas, tetapi tidak kongruen dan memperhatikan a bagian.

Contoh:

4 3

bagian yang diberi bayangan atau diarsir.

Dengan demikian tujuh subkonsep tadi dapat dikelompokkan menjadi tiga model, yaitu:

a) Model bagian suatu himpunan (Parts group model), terdiri dari subkonsep 1, 3 dan 4.

b) Model bagian suatu daerah luasan atau geometri (Parts whole model), terdiri dari subkonsep 2, 6 dan 7.

c) Model garis bilangan (Number ine model), terdiri atas subkonsep 5. Sedangkan menurut Purwoto (2003:44), cara menanamkan konsep pecahan diperlukan alat peraga yang tepat dan sesuai dengan kondisi anak, misalnya beberapa gambar bangun-bangun datar dari karton yang telah dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil dan saling kongruen atau bilah dari bambu/kayu pipah (triplek) yang diberi warna perbagian. Alat-alat peraga di atas sangat berguna untuk memperluas pemahaman siswa terhadap bilangan pecahan. Contoh 1:

Siswa disuruh menggambar bangun berbentuk lingkaran, persegi, dan persegi panjang (masing-masing mnyatakan satu). Kemudian siswa disuruh membuat garis yang membagi bangun-bangun di atasnya menjadi dua bagian yang sama besarnya dalam berbagai cara misalnya untuk bentuk persegi menjadi:

Setiap bagian diberi tabel 2 1

. Siswa harus menentukan dalam beberapa


(46)

commit to user

(pada gambar di atas ada 6 cara, atau jika dilanjutkan dapat lebih dari 6 cara). Cara di atas dapat diteruskan untuk membentuk daerah tertentu menjadi bagian

3 1

dan 3 2

atau pecahan-pecahan yang lain.

Contoh 2:

Siswa disuruh menggambar daerah yang dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang kongruen. Mereka disuruh mengarsir bagian-bagian sejumlah bangun seperti gambar di bawah ini.

Dengan memandang keseluruhan bagian satu, mereka menggunakan pecahan untuk memberi nama bagian yang diarsir. Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut untuk setiap daerah.

Misalnya:

- Menjadi berapa bagian kongruen daerah yang dipisah-pisahkan? - Berapa bagiankah daerah yang diarsir?

- Apa nama pecahan bagi daerah yang diarsir? - Apa nama pecahan bagi daerah yang tidak diarsir?

Untuk menemukan nama-nama lain bagi bilangan pecah yang sama dapat dilakukan pembelajaran sebagai berikut:

(1) Kepada siswa dibagikan kertas yang bergambar seperti:

1

1/4

1/2 1/4

1/4

1/4 1/2

1/3

1/3

1/3

1/6 1/6

1/6 1/6


(47)

commit to user

(2) Siswa disuruh menggunting daerah-daerah persegi panjang dan bagian-bagiannya. Dengan menempelkan guntingan daerah yang sesuai antara yang satu dengan yang lainnya, mereka mengisi titik-titik yang kosong berikut sehingga pernyataan matematikanya menjadi benar. 2 1 = 4 ... ; 3 1 = 6 ... dst

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konsep bilangan pecahan di Sekolah Dasar sangatlah diperlukan, hal ini bertujuan agar siswa mudah dalam memahami pengertian pecahan. Untuk itu dalam menanamkan konsep pecahan diperlukan alat peraga yang tepat dan sesuai dengan kondisi anak.

h. Macam-Macam Pecahan

Menurut Purwoto (2003:44) macam-macam pecahan meliputi:

1) Pecahan sederhana, yaitu pecahan yang pembilang dan penyebutnya merupakan bilangan-bilangan bulat yang koprim. (FPB dari pembilang dan penyebut adalah 1).

Contoh: 5 2 , 9 4 , 15 14 , dst

2) Pecahan murni, yaitu pecahan yang pembilangnya lebih kecil dari penyebut. Contoh: 2 1 , 3 2 , 4 3 , dst

3) Pecahan tidak murni, yaitu pecahan yang pembilangnya lebih besar dari penyebut. Contoh: 3 4 , 5 6 , 7 8 , dst

4) Pecahan Mesir, yaitu pecahan dengan pembilang 1. Contoh: 2 1 , 3 1 , 4 1 , dst


(48)

commit to user

5) Pecahan campuran, yaitu suatu bilangan yang terbentuk atas bilangan cacah dan pecahan biasa.

Contoh: 4 3 1

, 2 3 2

, 6 9 4

, dst

i. Materi Pembelajaran

Cara terbaik untuk menjelaskan pecahan adalah dengan membagi makanan, buah, kertas, atau benda-benda lain menjadi dua, tiga, empat, atau lima bagian yang sama. Dalam pembelajaran ini peneliti menggunakan kertas lipat dan alat peraga lainnya untuk media pembelajaran.

1)Pecahan 2 1

dan 4 1

a) Mengenal Pecahan 2 1

dan 4 1

.Daerah yang diarsir adalah 1 bagian dari keseluruhan (2 bagian). Artinya

2 1

dari keseluruhan.

Daerah yang diarsir adalah 1 bagian dari kseluruhan (4 bagian). Artinya

4 1

dari keseluruhan.

b) Menuliskan Nilai Pecahan secara Visual atau Melalui Gambar Nilai pecahan

2 1

dapat digambarkan dengan

Nilai pecahan 3 1


(49)

commit to user

c) Penjumlahan Pecahan

(1) Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Sama Silvi telah menyelesaikan

5 1

pekerjaan, sedangkan Robi telah

menyelesaikan 5 2

bagian. Berapa bagian pekerjaan yang telah

diselesaikan oleh mereka berdua? Diketahui : Pekerjaan Silvi

5 1

dan pekerjaan Robi 5 2

.

Ditanyakan : Jumlah pekerjaan mereka berdua? Jawab :

Dalam peragaan berikut, kita akan menunjukkan hasil penjumlahan

5 1 + 5 2 =…

dipotong dan ditempelkan pada kertas yang satunya

5 1 5 1 + 5 2 = 5 2 1 = 5 3

Ada hal yang harus diperhatikan dalam penulisan proses penjumlahan ini, terutama dalam penulisan penyebut, karena penyebut tidak dijumlahkan. Adapun penulisan penyebut menjadi satu penyebut harus dilakukan agar terbntuk dalam pemikiran siswa bahwa bilangan penyebut harus sama dan tidak dijumlahkan.

Jadi, pekerjaan yang telah mereka selesaikan adalah 5 3


(50)

commit to user

(2) Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Tidak Sama Budi mempunyai kue

2 1

bagian. Kemudian diberi ibu 4 1

bagian.

Berapa jumlah kue Budi sekarang? Diketahui : Kue Budi

2 1

bagian. Diberi ibu 4 1

bagian.

Ditanyakan : Jumlah kue Budi? Jawab :

Melalui peragaan akan ditunjukkan penjumlahan pecahan yang berpenyebut tidak sama, dalam soal ini

2 1

+ 4 1

= …. Kata kunci “penjumlahan” dalam peragaan pecahan dapat diganti dengan kata “penggabungan”.

satu bagian dipotong lalu digabungkan

2 1 + 4 1 = 4 3

Dari peragaan tampak 2 1 + 4 1 = 4 3

(Biarkan dulu sementara jika

siswa mengalami kebingungan). Biarkan siswa menganalisis sendiri permasalahan ini. Sangat diharapkan agar siswa secara sendiri atau berkelompok dengan bimbingan guru dan dibantu dengan media peraga, dapat menentukan pecahan senilai dari

2 1 = 4 2 sehingga

dapat mengubah penjumlahan dari pecahan berpenyebut tidak sama menjadi penjumlahan pecahan berpenyebut sama. Pada akhirnya, jika sudah terbentuk dalam pemikiran siswa bahwa dalam


(51)

commit to user

penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama ini penyebut harus disamakan terlebih dahulu, dan dua penyebut diganti dengan satu penyebut, sehingga dapat ditulis:

2 1 + 4 1 = 4 2 + 4 1 = 4 1 2 = 4 3

Jadi, jumlah kue Budi ada 4 3

bagian.

(3) Pengurangan Pecahan Berpenyebut Sama Ani mempunyai kue

3 2

bagian. Kemudian ia memakannya 3 1

bagian. Berapa kue Ani yang tersisa? Diketahui : Kue Ani

3 2 bagian. Dimakan 3 1 bagian.

Ditanyakan : Sisa kue? Jawab :

Dengan peragaan kita akan menunjukkan pengurangan 3 2 - 3 1 = …

Satu bagian yang diarsir dihapus 3 2 - 3 1 = 3 1 2 = 3 1

Penulisan dua penyebut menjadi satu penyebut harus dilakukan agar terbentuk dalam pemikiran siswa bahwa bilangan penyebut harus sama dan tidak dikurangkan.

Jadi, sisa kue Ani ada 3 1

bagian.

(4) Pengurangan Pecahan Berpenyebut Tidak Sama Ibu mempunyai kue

2 1

bagian, kemudian dimakan adik 4 1

bagian.


(52)

commit to user

Diketahui : Kue ibu 2 1

bagian. Dimakan adik 4 1

bagian.

Ditanyakan : Sisa kue ibu? Jawab :

Akan diperagakan pengurangan pecahan yang berpenyebut tidak sama, yaitu 2 1 - 4 1

= …. Dalam peragaan, kata “pengurangan” dapat diganti dengan “diambil”.

2 1 dilipat menjadi 4 2 sisa = 4 1 diambil 4 1 bagian

Dari peragaan tampak 2 1 - 4 1 = 4 1

(sementara ini biarkan siswa

kebingungan). Gugahlah siswa untuk menganalisisnya, baik secara sendiri atau berkelompok Biarkan siswa menganalisis sendiri permasalahan ini. Sangat diharapkan agar siswa secara sendiri atau berkelompok dengan bimbingan guru dan dibantu dengan media peraga, dapat menentukan pecahan senilai dari

2 1 = 4 2 sehingga

dapat mengubah pengurangan dari pecahan berpenyebut tidak sama menjadi pengurangan pecahan berpenyebut sama. Pada akhirnya, jika sudah terbentuk dalam pemikiran siswa bahwa dalam pengurangan pecahan berpenyebut tidak sama ini penyebut harus


(53)

commit to user

disamakan terlebih dahulu, dan dua penyebut diganti dengan satu penyebut, sehingga dapat ditulis:

2 1

- 4 1

= 4 2

- 4 1

= 4 1

Jadi, sisa kue ibu sekarang 4 1

bagian.

j. Langkah-Langkah Pembelajaran Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)

Pembelajaran menyelesaikan soal cerita pecahan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) membutuhkan persiapan yang matang. Persiapan yang perlu dilakukan oleh guru meliputi:

1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang di dalamnya memuat Standar Kompetensi, Komptensi Dasar, Indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, dan aspek lain yang dibutuhkan dalam pembelajaran.

2) Membuat media, kartu soal, Lembar Kerja Kelompok (LKK), Lembar Kerja Siswa (LKS), Lembar Penilaian Kelompok, Lembar Penilaian Individu, dan Lembar Observasi.

Setelah persiapan yang dilakukan selesai, langkah-langkah pembelajaran menyelesaikan soal cerita pecahan menggunakan tipe TGT (Teams Games

Tournament) yaitu:

1) Presentasi Kelas

Guru menjelaskan materi pembelajaran penjumlahan, pengurangan, dan soal cerita pecahan dengan menggunakan media gambar pecahan.


(1)

commit to user

Tabel Data Nilai Pada Siklus II NO NAMA NILAI

KELOMPOK

NILAI INDIVIDU

RATA-RATA

1 A 70 60 65

2 B 70 87 78,5

3 C 70 93 81,5

4 D 70 87 78,5

5 E 100 97 98,5

6 F 100 97 98,5

7 G 100 83 91,5

8 H 100 100 100

9 I 100 33 66,5

10 J 100 100 100

11 K 100 87 93,5

12 L 100 87 93,5

13 M 100 87 93,5

14 N 100 100 100

15 O 80 47 63,5

16 P 80 83 81,5

17 Q 80 90 85

18 R 80 83 81,5

JUMLAH 1600 1501 1550,5

RATA-RATA KELAS


(2)

commit to user

Tabel Data Nilai Pada Siklus III NO NAMA NILAI

KELOMPOK

NILAI INDIVIDU

RATA-RATA

1 A 100 58 79

2 B 100 88 94

3 C 100 88 94

4 D 100 76 88

5 E 88 82 85

6 F 88 94 91

7 G 88 62 75

8 H 88 100 94

9 I 88 88 88

10 J 100 100 100

11 K 100 84 92

12 L 100 94 97

13 M 100 60 80

14 N 100 94 97

15 O 88 76 82

16 P 88 52 70

17 Q 88 82 85

18 R 88 52 70

JUMLAH 1692 1430 1561

RATA-RATA KELAS


(3)

commit to user

LEMBAR KISI-KISI SOAL SIKLUS I KD Indikator Pokok

Bahasan

C1 C2 C3 Alat

Penilaian

M S D

S K

M S D

S K

M S D S K 6.2 Men Jumlah kan pecahan Proses 6.2.1 Menggu nakan media untuk menyele saikan soal operasi penjumla han pecahan. Penjum lahan pecahan X X X X LKK (A no. 1-5) LKK (A no. 6-10) LKK (B no. 1) LKK (B no 2) Produk 6.2.2 Menyele saikan soal operasi penjumla han pecahan. X X X X LKS (A no. 1-5) LKS (A no. 6-10) LKS (B no. 1 dan 2)

LKS (B no. 3 dan 4) Ketrampil an Sosial 6.2.3 Bekerjasa ma dan berinterak si dengan teman kelompok saat mengerja kan soal operasi penjumla han pecahan Lembar Observa si Hasil Belajar Afektif dan Lembar Observa si Hasil Belajar Psikomo torik


(4)

commit to user

LEMBAR KISI-KISI SOAL SIKLUS II KD Indikator Pokok

Bahasan

C1 C2 C3 Alat

Penilaian

M S D

S K

M S D

S K

M S D S K 6.3 Mengu rangkan pecahan Proses 6.3.1 Menggu nakan media untuk menyele saikan soal operasi pengura ngan pecahan. Penjum lahan pecahan X X X LKK (A no. 1-5) LKK (A no. 6-10) LKK (B no. 1 dan 2) Produk 6.3.2 Menyele saikan soal operasi pengura ngan pecahan. X X X X LKS (A no. 1-5) LKS (A no. 6-10) LKK (B no. 2 dan 4) LKK (B no. 1dan 3) Ketrampil an Sosial 6.2.3 Bekerjasa ma dan berinterak si dengan teman kelompok saat mengerja kan soal operasi pengura ngan pecahan Lembar Observa si Hasil Belajar Afektif dan Lembar Observa si Hasil Belajar Psikomo torik


(5)

commit to user

LEMBAR KISI-KISI SOAL SIKLUS III KD Indikator Pokok

Bahasan

C1 C2 C3 Alat

Penilaian

M S D

S K

M S D

S K

M S D

S K

6.3 Menye lesaikan masalah yang berkait an dengan pecahan

Proses 6.3.1 Menggu nakan media untuk menyele saikan masalah pecahan.

Penjum lahan pecahan

X X

LKK (no. 2 dan 5) LKK (no. 1, 3, dan 4)

Produk 6.3.2 Menyele saikan masalah pecahan.

X LKS (no. 1-10)

Ketrampil an Sosial 6.3.3 Bekerjasa ma dan berinterak si dengan teman kelompok saat menyele saikan masalah pecahan

Lembar

Observa si Hasil Belajar Afektif dan Lembar Observa si Hasil Belajar Psikomo torik


(6)

commit to user

SURAT KETERANGAN

No.

Yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala SD Negeri Tlompakan III menerangkan bahwa:

Nama : Erny Yunika Putri

NIM : K7107030

Tempat/Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 11 Februari 1988 Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Jurusan : IP

Program Studi : PGSD

Tingkat/Semester : IV/VIII

Alamat : Tlompakan RT 4 RW 2, Tuntang, Kab. Semarang. Universitas : Universitas Sebelas Maret

Yang bersangkutan telah melaksanakan penelitian di SD Negeri Tlompakan III, Tuntang, Kab. Semarang pada tanggal 2-20 Maret 2011 dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan pada Siswa Kelas IV SD Negeri Tlompakan III

Kecamatan Tuntang Tahun Ajaran 2010/2011.”

Demikian surat ini dibuat dengan sebenar-benarnya agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Kab. Semarang, 22 Maret 2011 Kepala SD Negeri Tlompakan III

Tanjiatun Anastasia, S. Pd NIP. 19571213 197802 2 001

SEKOLAH DASAR NEGERI TLOMPAKAN III

Alamat: Desa Tlompakan Kec. Tuntang Kab. Semarang 50773


Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika di Sekolah Menengah Pertama

0 12 193

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading and composition) terhadap kemampuan menyesaikan soal cerita matematika (studi eksperimen di SMPN 238 Jakarta)

0 5 88

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SDN 1 SENTONO KLATEN TAHUN AJARAN 2010 2011

0 12 82

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM GAMES TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tgt (Team Games Tournament) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas Iv Sd Negeri 02 Brujul Kecamatan

0 1 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA DI KELAS IV SD ALWASHLIYAH PEMATANG BANDAR TAHUN AJARAN 2011/2012.

0 1 23

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI KARANGASEM I SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 0 20

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECKS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV SDN Sondakan No.11 Tahun Ajaran 2015/2016.

0 0 18

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA TENTANG PECAHAN (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SD Negeri 2 Gadingharjo Tahun Ajaran 2016/2017) - UNS Institutional Repository

0 0 19

PENERAPAN MODEL MEANS ENDS ANALYSIS (MEA) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SD Negeri Boyolali Tahun Ajaran 20162017)

0 1 18

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas IV SD di Surakarta Tahun Ajaran 20162017) HALAMAN JUDUL - IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJAR

0 0 17