FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK PADA UMKM.

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI

KEUANGAN ENTITAS TANPA

AKUNTABILITAS PUBLIK PADA UMKM

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh Fian Mulyaga NIM 7211412142

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016


(2)

ii

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada:

Hari : Kamis


(3)

(4)

iv

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(5)

v

1. “Jadikan sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya hal itu amat berat, kecuali bagi orang-orang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)

2. “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh

(sesuatu) yang lain.” (QS. Al-Insyirah: 6-7)

3. Barangsiapa yang menapaki suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga (H.R Muslim).

Persembahan

1. Ayah dan Ibu tercinta, Bapak Rofi’i (Alm) dan Ibu Ernawati yang telah memberikan kasih sayang serta tak henti-hentinya memberikan dukungan, doa restu dan semangat.

2. Kakak dan adik yang selalu memberikan dukungan Mbak Fierna, Mas Hendri, Mas Edo, Mbak Linda, dan Laidy.


(6)

vi

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik pada UMKM”.

Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Wahyono, M.M., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah mengesahkan skripsi ini.

3. Drs. Fachrurrozie, M.Si., Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah menyetujui skripsi ini.

4. Drs. Subowo, M.Si., Dosen Wali Jurusan Akuntansi C Angkatan tahun 2012 Program S1 Universitas Negeri Semarang.

5. Drs. Heri Yanto, M.B.A., Ph.D., Dosen Pembimbing yang telah memberi pengarahan, bimbingan, ide, dan motivasi dalam penyusunan skripsi hingga akhir.

6. Agung Yulianto, S.Pd., M.Si., Penguji I yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini.


(7)

vii

8. Dosen pengampu yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

9. Seluruh Staff Tata Usaha baik di tingkat Jurusan maupun Fakultas yang telah membantu seluruh administrasi selama perkuliahan.

10. Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, UMKM Center Provinsi Jawa Tengah, serta Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang yang telah memberikan izin penelitian.

11. Pemilik UMKM di Provinsi Jawa Tengah yang telah menjadi responden dalam penelitian ini.

12. Arga Harsanda yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan bantuannya dalam penelitian ini.

13. Sahabat dan teman seperjuangan Akuntansi C 2012.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya selama penyusunan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Agustus 2016


(8)

viii

Mulyaga, Fian. 2016. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik pada UMKM”. Skripsi

Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Heri Yanto, M.B.A, Ph.D.

Kata Kunci: Sosialisasi SAK ETAP, Tingkat Pendidikan Pemilik, Skala Usaha, Umur Usaha, Budaya Organisasi.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peran penting di dalam perekonomian Indonesia. Akan tetapi, UMKM mempunyai berbagai permasalahan khususnya dalam hal pencatatan laporan keuangan. Pemerintah telah mensahkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) pada tahun 2009 sebagai pedoman penyusunan laporan keuangan yang lebih sederhana sehingga mempermudah dalam penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan standar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sosialisasi SAK ETAP, tingkat pendidikan pemilik, skala usaha, umur usaha, dan budaya organisasi terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM.

Populasi penelitian ini adalah seluruh pemilik UMKM di Provinsi Jawa Tengah. Teknik pengambilan sampel dengan insidental sampling, berdasarkan teknik tersebut diperoleh responden sebanyak 200 UMKM. Teknik pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner, data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi berganda.

Dari hasil analisis deskriptif diperoleh bahwa rata-rata implementasi SAK ETAP pada UMKM di Provinsi Jawa Tengah dalam kriteria cukup rendah, sosialisasi SAK ETAP dalam kriteria jarang, dan budaya organisasi dalam kriteria baik. Hasil penelitian menunjukkan sosialisasi SAK ETAP, tingkat pendidikan pemilik, skala usaha, dan budaya organisasi berpengaruh positif terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM. Sementara umur usaha tidak berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM.

Saran yang dapat diberikan antara lain UMKM diharapkan untuk menyusun laporan keuangan sesuai dengan SAK ETAP, serta pihak-pihak terkait yang dapat memberikan sosialisasi SAK ETAP seperti Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk memberikan sosialisasi SAK ETAP kepada UMKM.


(9)

ix

Mulyaga, Fian. 2016. “Several Factors Influencing the Implementation of Indonesian Accounting Standards for Non-Publicly-Accountable Entities towards SMEs”. Final Project. Accounting Department. Economic Faculty. Semarang State University. Advisor Drs. Heri Yanto, M.B.A, Ph.D.

Keywords: Socialization of SAK ETAP, Owner’s Educational Background,

Enterprises’ Scale, Enterprises’ Age, Organizing Culture.

Micro, Small, and Medium Enterprises (SMEs) plays a big role in Indonesian economy. Somehow, SMEs have several problems, especially in the recording of financial reports. The government has constituted Indonesian Accounting Standards for Non-Publicly-Accountable Entities (SAK ETAP) in 2009 as a guidance of standard in arranging a financial report. The purpose of this research is to test the influence of socialization of SAK ETAP, owner’s

educational background, enterprises’ scale, enterprises’ age, and organizing

culture towards the implementation of SAK ETAP in SMEs.

The population of this research were all of the SMEs owner in Central Java Province. The sampling method in this research was insidental sampling, which later takes 200 SMEs as the samples. The method of collecting the data was using questionnaire. The data was analyzed using descriptive analysis and multiple regression analysis.

Based on the descriptive analysis, it can be inferred that the mean of the implementation of SAK ETAP is low, the socialization of SAK ETAP is rare, and organizing culture is in a good level. The result shows that socialization of SAK ETAP, owner’s educational background, enterprises’ scale, enterprises’ age, and organizing culture positively influence the implementation of SAK ETAP towards SMEs. Otherwise, enterprises’ age is not influential towards the implementation of SAK ETAP to SMEs. The suggestion proposed is SME is expected to arrange their financial reports based on the standard of SAK ETAP. In addition, the important stakeholders in giving socialization of SAK ETAP, like the Department of Cooperatives and SME in Central Java, Indonesia Accountants Association to give more socialization of SAK ETAP to every SMEs.


(10)

x

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

BAB II TELAAH TEORI ... 14

2.1 Grand Theory ... 14

2.1.1 Teori Entitas ... 14

2.1.2 UTAUT... 15

2.1.3 Human Capital Theory ... 17

2.2 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ... 17

2.2.1 Definisi UMKM ... 17

2.2.2 Jenis-Jenis UMKM ... 20

2.2.3 Peran UMKM ... 21


(11)

xi

2.3.3 Indikator Implementasi SAK ETAP ... 32

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi SAK ETAP ... 34

2.4.1 Sosialisasi SAK ETAP ... 34

2.4.2 Tingkat Pendidikan Pemilik ... 37

2.4.3 Skala Usaha ... 38

2.4.4 Umur Usaha ... 39

2.4.5 Budaya Organisasi ... 40

2.5 Penelitian Terdahulu ... 44

2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis ... 46

2.6.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 46

2.6.2 Pengembangan Hipotesis... 54

BAB III METODE PENELITIAN ... 56

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 56

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 56

3.2.1 Populasi ... 56

3.2.2 Sampel ... 57

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 57

3.3 Variabel Penelitian ... 58

3.3.1 Variabel Terikat ... 58

3.3.2 Variabel Bebas ... 60

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 63

3.5 Uji Instrumen Penelitian ... 63

3.5.1 Uji Validitas... 64

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 66

3.6 Teknik Analisis Data ... 67

3.6.1 Statistik Deskriptif ... 67

3.6.2 Uji Asumsi Klasik ... 72


(12)

xii

4.1 Hasil Penelitian ... 77

4.1.1 Deskripsi Responden ... 77

4.1.2 Analisis Deskriptif ... 78

4.1.3 Uji Asumsi Klasik ... 85

4.1.4 Analisis Regresi Berganda ... 89

4.1.5 Uji Hipotesis ... 92

4.2 Pembahasan ... 94

4.2.1 Pengaruh Sosialisasi SAK ETAP terhadap Implementasi SAK ETAP ... 94

4.2.2 Pengaruh Tingkat Pendidikan Pemilik terhadap Implementasi SAK ETAP ... 96

4.2.3 Pengaruh Skala Usaha terhadap Implementasi SAK ETAP 98 4.2.4 Pengaruh Umur Usaha terhadap Implementasi SAK ETAP 100 4.2.5 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Implementasi SAK ETAP ... 102

BAB V PENUTUP ... 104

5.1 Simpulan ... 104

5.2 Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(13)

xiii

Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu ... 44

Tabel 3.1 Indikator Implementasi SAK ETAP ... 58

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Variabel Implementasi SAK ETAP ... 64

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Variabel Sosialisasi SAK ETAP ... 65

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Variabel Budaya Organisasi ... 65

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 67

Tabel 3.6 Kriteria Implementasi SAK ETAP ... 69

Tabel 3.7 Kriteria Sosialisasi SAK ETAP... 69

Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Pendidikan Pemilik ... 70

Tabel 3.9 Kriteria Skala Usaha... 70

Tabel 3.10 Interval Kelas Umur Usaha ... 71

Tabel 3.11 Kriteria Budaya Organisasi ... 72

Tabel 4.1 Rincian Kuesioner ... 77

Tabel 4.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Kab/Kota Provinsi Jawa Tengah ... 78

Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Implementasi SAK ETAP ... 79

Table 4.4 Deskripsi Implementasi SAK ETAP ... 79

Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Sosialisiasi SAK ETAP... 80

Tabel 4.6 Deskripsi Sosialisasi SAK ETAP ... 80

Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Tingkat Pendidikan Pemilik ... 81

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pemilik ... 81

Tabel 4.9 Statistik Deskriptif Skala Usaha ... 82

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Skala Usaha ... 82

Tabel 4.11 Statistik Deskriptif Umur Usaha ... 83

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Umur Usaha ... 83

Tabel 4.13 Statistik Deskriptif Budaya Organisasi ... 84

Tabel 4.14 Deskripsi Budaya Organisasi ... 84


(14)

xiv

Tabel 4.18 Hasil Analisis Regresi Berganda ... 90 Tabel 4.19 Hasil Uji t ... 92 Tabel 4.20 Hasil Koefisien Determinasi (R2) ... 94


(15)

xv

Gambar 3.1 Model Kerangka Pemikiran ... 47 Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Grafik P-Plot ... 85 Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 88


(16)

xvi

Lampiran 1. Kisi-Kisi Kuesioner Penelitian ... 110

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian ... 111

Lampiran 3. Tabulasi Data Uji Instrumen ... 120

Lampiran 4. Output SPSS Uji Validitas... 124

Lampiran 5. Output SPSS Uji Reliabilitas ... 126

Lampiran 6. Tabulasi Data Penelitian ... 127

Lampiran 7. Output SPSS Uji Normalitas ... 168

Lampiran 8. Output SPSS Uji Multikolinearitas dan Heteroskedastisitas 169 Lampiran 9. Output SPSS Pengujian Hipotesis, dan Koefisien Determinasi R2... 170

Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian ... 171

Lampiran 11. Surat Keterangan Penelitian ... 176


(17)

1 1.1Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. UMKM mmemiliki peran yang besar di dalam perekonomian nasional, terbukti selain memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto yaitu pada tahun 2013 sebesar 60% atau senilai Rp 5.444 triliun, juga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar yaitu pada tahun 2013 sebanyak 114 juta atau 96% dari seluruh tenaga kerja di Indonesia (Kementerian Koperasi dan UKM, 2014).

UMKM merupakan penyelamat krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997-1998, dan krisis ekonomi global tahun 2008. Disaat banyak perusahaan besar yang bangkrut dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), UMKM mampu menyerap para pengangguran untuk dapat bekerja kembali (Rudiantoro dan Siregar, 2012). Jumlah UMKM di Indonesia merupakan yang paling besar dibanding negara-negara lain, pada tahun 2014 jumlah pelaku UMKM di Indonesia terdapat sekitar 57,9 juta (Sari, 2014). Besarnya jumlah UMKM tersebut mencerminkan bahwa UMKM mempunyai banyak potensi


(18)

yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan untuk dapat lebih berkontribusi bagi negeri ini.

Tuti dan Dwijayanti (2014) menyatakan bahwa pada tahun 2016, Indonesia telah menghadapi Asean Economic Community (AEC), dimana persaingan pasar akan semakin tinggi bagi pelaku UMKM. Jika UMKM tidak melakukan inovasi dan pengembangan usahanya, maka bisa jadi banyak pelaku UMKM yang tidak bisa melanjutkan usahanya. Untuk dapat mengembangkan usahanya, UMKM membutuhkan pendanaan yang cukup besar. Namun, sebagian besar UMKM hanya menggunakan modal pribadi dalam menjalankan usahanya, dan tidak ada pemisah antara uang pribadi dengan uang perusahaan.

Pemerintah telah menyediakan progam pembiayaan UMKM berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang tujuannya untuk membantu UMKM untuk meningkatkan usahanya. Namun realisasi KUR pada tahun 2015 yang ditargetkan sebesar Rp 30 triliun tidak mencapai target, terserap sebesar 75,8% (Novalius, 2016). Bank yang ditunjuk sebagai penyalur KUR sangat berhati-hati dalam penyaluran kredit, karena mereka tidak mendapatkan informasi yang memadai terkait kondisi UMKM (Rudiantoro dan Siregar, 2012).

Laporan keuangan merupakan persyaratan yang penting bagi UMKM untuk dapat mengakses pinjaman dari perbankan (Yanto dkk., 2016). Baas dan Shrooten (2006 dalam Rudinatoro dan Siregar, 2012) menyebutkan bahwa perbankan dalam penyaluran kreditnya kepada UMKM menggunakan soft information dan hard information. Soft information menggunakan teknik relationship lending yakni penyaluran kredit atas dasar kepercayaaan dan hubungan yang telah terbina baik


(19)

antara bank dengan pengusaha. Hard information diantaranya menggunakan: (1)

Financial statement lending, yakni dengan menggunakan laporan keuangan yang telah sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku sebagai sumber informasi untuk prmberian kredit; (2) Assets based lending, yakni dengan menggunakan informasi terkait aset-aset yang dijadikan jaminan; dan (3) Credit scoring, yakni penggunaan teknik statistik dengan menggunakan data-data keuangan dari laporan keuangan dan juga credit worthiness (kelayakan kredit) dan latar belakang dari pemilik UMKM untuk diberikan peringkat.

Penyebab UMKM tidak menyediakan atau menyusun laporan keuangan dalam usahanya yaitu karena kurangnya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dalam menyusun laporan keuangan serta UMKM terlalu fokus pada proses produksi dan operasionalnya, sehingga tidak memperhatikan pencatatan atau pembukuan (Putra dan Kurniawati, 2012). Selain itu karena keterbatasan pengetahuan mengenai akuntansi, rumitnya proses akuntansi, serta anggapan bahwa laporan keuangan bukanlah hal yang penting bagi UMKM (Said, 2009 dalam Rudiantoro dan Siregar, 2012).

Kewajiban menyelenggarakan pencatatan akuntansi yang baik bagi usaha kecil di Indonesia sebenarnya telah tersirat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Namun kenyataannya masih banyak pelaku UMKM yang tidak membuat pembukuan akuntansi yang sesuai standar (Tuti dan Dwijayanti, 2014). Dengan laporan keuangan yang sesuai dengan standar maka dapat memenuhi tujuan dari laporan keuangan yaitu


(20)

memberikan informasi yang reliabel dan akuntabel mengenai posisi keuangan UMKM, sebagai bahan untuk menilai kinerja UMKM, dan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk pengembangan UMKM (Armando, 2015:6).

Lupi (2011 dalam Sarifah, 2012) menyebutkan UMKM berharap mampu menyusun laporan keuangan organisasi yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK), yang akan digunakan untuk kepentingan pengajuan kredit (pembiayaan) dan pembayaran pajak kepentingan internal. Di sisi lain, manajemen UMKM menghadapi masalah kompleksitas Standar Akuntansi Keuangan (SAK), apabila manajemen menerapkan hal ini, maka pos yang akan dikeluarkan oleh entitas tersebut sangat besar. Pelaku UMKM menginginkan adanya perbaikan kualitas dari kondisi pembukuan dan pelaporan keuangan suapaya memberikan manfaat yang lebih besar bagi perkembangan usaha mereka.

Penerapan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memang cocok untuk diterapkan pada badan usaha dengan skala besar namun tidak sesuai dengan keadaan di badan usaha dengan skala UMKM. Pada 17 Juli 2009, untuk mempermudah UMKM dalam menyusun laporan keuangan, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mensahkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) yang berlaku efektif pada 1 Januari 2010.

Meskipun SAK ETAP wajib diimplementasikan pada Januari 2010, UMKM masih kesulitan untuk menyiapkan laporan keuangan sesuai dengan standar (Yanto dkk., 2016). SAK ETAP tidak begitu saja dapat diterima oleh UMKM,


(21)

masih banyak UMKM yang tidak menerapkan pembukuan yang sesuai dengan standar. Penelitian Alfitri dkk. (2014) yang meneliti tentang penerapan SAK ETAP pada UMKM perajin mebel desa Gondangsari Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten, menunjukkan bahwa pencatatan keuangan yang dilakukan hanya sebatas laporan bisnis yang dibuat sesuai dengan pemahaman dan kebutuhan, dan UMKM tidak menerapkan SAK ETAP dalam menyusun laporan keuangan. Kendala-kendala perajin mebel dalam menerapkan SAK ETAP adalah karena kurangnya pengetahuan tentang SAK ETAP, belum adanya tenaga akuntansi yang profesional, kurang memahami pentingnya pencatatan dan penyusunan laporan keuangan, dan kurang efektifnya sosialisasi dari pihak berkompeten tentang SAK ETAP.

Narsa dkk. (2012) juga mengungkapkan bahwa UKM tidak menerapkan SAK ETAP dalam menyusun laporan keuangannya. Demikian juga Tyas dan Fachriyah (2012) menyebutkan bahwa penyusunan laporan aset biologis perusahaan tidak sepenuhnya sesuai dengan SAK ETAP. Serta Armando (2015) juga menyatakan bahwa pencatatan keuangan usaha mikro dan kecil intensitasnya rendah, mereka cenderung untuk tidak melakukan pencatatan transaksi dengan baik.

UMKM merupakan salah satu dari entitas tanpa akuntabilitas publik, karena laporan keuangan yang dimiliki hanya digunakan untuk kepentingan internal. UMKM ini juga belum mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal, atau bahkan bukan entitas yang menguasai aset


(22)

dalam kapasitas fidusia untuk sekelompok besar masyarakat (Putra dan Kurniawati, 2012).

Teori entitas menyatakan bahwa perusahaan merupakan unit usaha yang berdiri sendiri terpisah dari identitas pemilik. Hal tersebut berarti terdapat pemisah antara kepentingan pribadi pemilik dengan kepentingan perusahaan. Dengan demikian, transaksi/kejadian yang dicatat dan dipertanggungjawabkan adalah transaksi yang melibatkan perusahaan. Perusahaan dianggap bertindak atas nama dan kepentingannya sendiri terpisah dari pemilik (Ghozali dan Chariri, 2014:296). Dengan menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan standar, UMKM dapat memenuhi syarat untuk memperoleh kebutuhan modal (pengajuan kredit), dan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pihak yang memberi modal. Serta dengan menyusun laporan keuangan berbasis SAK ETAP dapat mencerminkan adanya pemisah antara keuangan perusahaan dengan uang pribadi, karena perusahaan merupakan unit usaha yang berdiri sendiri terpisah dari identitas pemilik.

Akuntansi merupakan soft technology (Suwardjono, 2005 dalam Yanto dkk., 2016). Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) menyatakan bahwa penentu pengguna teknologi informasi salah satunya adalah pengaruh sosial (social influence) yaitu sejauh mana persepsi suatu individu akan keyakinan orang lain dalam menggunakan sitem baru (Vanketesh dkk., 2003 dalam Winarko dan Mahadewi, 2013). Teori ini juga menjelaskan bawha adopsi sitem informasi dapat digunakan apabila adanya kondisi yang mendukung (facilitating condition). Implementasi SAK ETAP dapat terlaksana apabila adanya


(23)

pengaruh sosial (social influence), serta adanya kondisi yang mendukung (facilitating condition).

Human Capital Theory menyatakan bahwa manusia merupakan suatu bentuk kapital atau barang modal sebagaimana barang-barang modal lainnya, seperti tanah, gedung, mesin, dan sebagainya (Becker, 1965). Teori ini berpendapat bahwa investasi sumber daya manusia mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan produktivitas, peningkatan produktivitas dapat didorong melalui pendidikan. Teori tersebut menjelaskan bahwa manusia mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan produktivitas yang dapat didorong melalui pendidikan. Implementasi SAK ETAP dapat terlaksana apabila adanya sumber daya manusia (human capital) yang mendukunng.

Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyiapan dan penggunaan informasi akuntansi pada UMKM telah banyak dilakukan. Seperti penelitian Holmes dan Nicholls (1988) yang menyatakan skala usaha, umur usaha, sektor industri, dan pendidikan pemilik/manajer berpengaruh terhadap penyiapan dan penggunaan informasi akuntansi pada perusahaan kecil di Australia. Serta penelitian Solovida (2003) yang menyatakan umur perusahaan, masa memimpin perusahaan, pendidikan formal pemilik/manajer, pelatihan akuntansi yang diikuti pemilik/manajer, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap penyiapan dan penggunaan informasi akuntansi.

Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman UMKM terkait SAK ETAP telah dilakukan oleh Rudiantoro dan Siregar (2012), hasil penelitian tersebut menyatakan pemberian informasi dan


(24)

sosialisasi SAK ETAP, jenjang pendidikan terakhir pengusaha, dan lama usaha berdiri berpengaruh terhadap pemahaman UMKM terkait SAK ETAP.

Pada penelitian ini akan meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi SAK ETAP pada UMKM. Penelitian ini mereplikasi variabel penelitian Rudiantoro dan Siregar (2012), penelitian Solovida (2003), serta penelitian Holmes dan Nicholls (1988) yang diduga dapat berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM, yaitu sosialisasi SAK ETAP, tingkat pendidikan pemilik, skala usaha, umur usaha, dan budaya organisasi.

Beberapa alasan penggunaan variabel tersebut dalam penelitian ini adalah

Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) menyatakan bahwa penentu pengguna teknologi informasi salah satunya adalah pengaruh sosial (social influence) yaitu sejauh mana persepsi suatu individu akan keyakinan orang lain dalam menggunakan sitem baru (Vanketesh dkk., 2003 dalam Winarko dan Mahadewi, 2013). Sosialisasi SAK ETAP merupakan pengaruh sosial yang dapat memberikan pemahaman kepada pengusaha UMKM terkait SAK ETAP sehingga dapat berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP. Rudiantoro dan Siregar (2012) menyatakan bahwa informasi dan sosialisasi SAK ETAP dapat memberikan pemahaman kepada pengusaha UMKM terkait SAK ETAP. Hasil penelitian Rudiantoro dan Siregar (2012) membuktikan bahwa informasi dan sosialisasi SAK ETAP berpengaruh terhadap pemahaman UMKM terkait SAK ETAP.

Human Capital Theory Becker (1965) menyatakan bahwa manusia merupakan suatu bentuk kapital atau barang modal serta sumber daya manusia


(25)

mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan produktivitas, peningkatan produktivitas dapat didorong melalui pendidikan. Holmes dan Nicholls (1988) menyatakan bahwa tingkat pendidikan menentukan kemampuan dan keahlian pengusaha, tingkat pendidikan pemilik menentukan pemahaman terhadap pentingnya penggunaan informasi akuntansi. Solovida (2003) menyatakan bahwa pemilik UMKM sangat dominan dalam menjalankan usaha dalam perusahaan, tingkat pendidikan pemilik mempunyai pengaruh tehadap bagaimana cara pemilik mengelola usahanya.

Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) menjelaskan bawha adopsi sitem informasi dapat digunakan apabila adanya kondisi yang mendukung (facilitating condition). Skala usaha merupakan ukuran perusahaan yang dapat dilihat dari jumlah karyawan, aset perusahaan, dan penjualan perusahaan. Gray (2006) menyatakan ukuran usaha yang besar berimplikasi perusahaan mempunyai sumber daya yang lebih besar dan juga lebih mampu mempekerjakan karyawan dengan keahlian yang lebih baik, sehingga dapat berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP.

Umur perusahaan merupakan lamanya perusahaan telah menjalankan operasionalnya. Holmes dan Nicholls (1988) menyatakan bahwa penyediaan informasi akuntansi dipengaruhi oleh umur perusahaan. Gray (2006) menyatakan terdapat hubungan antara karakteristik kebudayaan dan pengembangan sistem akuntansi dan pengaturan dari praktik-praktik akuntansi berikut sikap terhadap manajemen keuangan dan pengungkapannya.


(26)

Penelitian ini mengambil sampel pada pemilik UMKM di Provinsi Jawa Tengah. Beberapa alasan mengapa pemilihan obyek penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Tengah yaitu karena perkembangan UMKM di Jawa Tengah terbilang baik (Isk News, 2015). Berdasarkan data yang ada di Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah per September 2015, UMKM binaan di Provinsi Jawa Tengah mencapai 107.535 unit dengan jumlah tenaga kerja yang terserap 685.147 orang (Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, 2016).

Meski perkembangan UMKM di Provinsi Jawa Tengah terbilang baik, namun di antara mereka masih dihadapkan sejumlah persoalan, terutama modal. Banyak UMKM feasible namun belum bankable (tidak memiliki jaminan memadai untuk mendapatkan kredit, padahal mempunya karakter dan usaha yang bagus, sehingga kesulitan mendapatkan pinjaman modal dari perbankan maupun lembaga keuangan lainnya (Isk News, 2015). Dari jumlah UMKM di Jawa Tengah, baru sekitar 24 persen yang telah mempunyai akses ke bank untuk melakukan pinjaman kredit (Isk News, 2015).

Berbagai upaya untuk meningkatkan pengembangan usaha UMKM di Provinsi Jawa Tengah untuk menghadapi Asean Economic Community (AEC) telah dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, seperti didirikannya UMKM Center Provinsi Jawa Tengah sebagai tempat penyedia layanan yang dibutuhkan pengusaha UMKM, seperti tempat konsultasi usaha, tempat menimba ilmu, dan sebagai wadah untuk memasarkan produk UMKM yang ada di Provinsi Jawa Tengah (Semarangdaily.com, 30 Desember 2014). Sehingga menarik untuk mengambil obyek penelitian pada UMKM di Provinsi


(27)

Jawa Tengah, karena begitu besarnya perhatian pemerintah untuk mengembangkan UMKM di Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka pada penelitian ini akan meneliti mengenai faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi implementasi SAK ETAP pada UMKM yaitu sosialisasi SAK ETAP, tingkat pendidikan pemilik, skala usaha, umur usaha, dan budaya organisasi. Dengan mengambil sampel penelitian pada UMKM di Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik pada UMKM”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah sosialisasi SAK ETAP berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM?

2. Apakah tingkat pendidikan pemilik berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM?

3. Apakah skala usaha berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM?

4. Apakah umur usaha berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM?

5. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM?


(28)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh sosialisasi SAK ETAP terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM.

2. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh tingkat pendidikan pemilik terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM.

3. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh skala usaha terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM.

4. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh umur perusahaan terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM.

5. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan pengaruh budaya organisasi terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM.

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan yaitu:

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi SAK ETAP pada UMKM. Dengan demikian manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi SAK ETAP pada UMKM. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber


(29)

dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai implementasi SAK ETAP pada UMKM, sosialisasi SAK ETAP, tingkat pendidikan pemilik, skala usaha, umur usaha, dan budaya organisasi pada masa yang akan datang.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Pemilik UMKM

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi pemilik UMKM tentang implementasi SAK ETAP dalam menyusun laporan keuangan usahanya.

b. Bagi Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi Dinas Koperasi dan UMKM di Provinsi Jawa Tengah tentang implementasi SAK ETAP pada UMKM serta untuk mengintensifkan penyelenggaraan sosialisasi SAK ETAP.


(30)

14 BAB II TELAAH TEORI

2.1 Grand Theory 2.1.1 Teori Entitas

Teori entitas menekankan bahwa perusahaan merupakan unit usaha yang berdiri sendiri terpisah dari identitas pemilik. Hal ini berarti terdapat pemisah antara kepentingan pribadi pemilik dengan kepentingan perusahaan. Dengan demikian, transaksi/kejadian yang dicatat dan dipertanggungjawabkan adalah transaksi yang melibatkan perusahaan. Perusahaan dianggap bertindak atas nama dan kepentingannya sendiri terpisah dari pemilik (Ghozali dan Chariri, 2014:296).

Teori entitas memiliki dua versi yaitu: a. Versi Tradisional

Menurut pandangan tradisional, perusahaan beroperasi untuk pemegang ekuitas yaitu pihak yang memberi dana bagi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus melaporkan status investasi dan konsekuensi investasi yang dilakukan pemilik (Ghozali dan Chariri, 2014:297).

b. Versi Baru

Pandangan ini menyatakan bahwa perusahaan beroperasi atas namanya sendiri dan berkepentingan terhadap kelangsungan hidupnya sendiri. Penyajian laporan keuangan kepada pemegang ekuitas dimaksudkan untuk memenuhi syarat legal dan menjaga hubungan baik dengan pemegang ekuitas dalam kaitannya dengan kubutuhan dana yang diperlukan di masa mendatang (Ghozali dan Chariri, 2014:197).


(31)

Implikasi teori entitas pada penelitian ini adalah teori entitas menjelaskan bahwa perusahaan beroperasi atas namanya sendiri dan berkepentingan terhadap kelangsungan hidupnya sendiri, penyajian laporan keuangan kepada pemegang ekuitas dimaksudkan untuk memenuhi syarat legal dan menjaga hubungan baik dengan pemegang ekuitas dalam kaitannya dengan kubutuhan dana yang diperlukan di masa mendatang. Dengan mengimplementasikan SAK ETAP dalam menyusun laporan keuangan, UMKM dapat memenuhi syarat untuk memperoleh kebutuhan modal (pengajuan kredit), dan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pihak pemberi modal. Serta dengan menyusun laporan keuangan berbasis SAK ETAP, dapat mencerminkan adanya pemisah antara keuangan perusahaan dengan uang pribadi, karena perusahaan merupakan unit usaha yang berdiri sendiri terpisah dari identitas pemilik.

2.1.2 Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT)

Teori ini dikembangkan oleh Vankatesh dkk. (2003), teori ini dirumuskan dengan empat macam penentu inti (core determinant) suatu niat dan pengguna teknologi informasi dengan empat moderator dari hubungan pokok (key relationships) (Vankatesh dkk., 2003 dalam Winarko dan Mahadewi (2013). Keempat core determinant yang dimaksud adalah pertama, ekspektasi terhadap kinerja (performance expectancy), yaitu sejauh mana suatu individu percaya bahwa menggunakan sistem akan membantunya untuk mencapai hasil-hasil dalam kinerja pekerjaannya. Kedua, ekspektasi terhadap upaya (effort expectancy), yaitu sejauhmana tingkat kemudahan yang terkait dengan penggunaan dari sistem. Ketiga, pengaruh sosial (social influence), yaitu sejauh mana persepsi suatu


(32)

individu akan keyakinan orang lain dalam menggunakan sistem baru. Keempat, kondisi yang mendukung (facilitating condition), yaitu sejauhmana suatu individu percaya bahwa infrastruktur organisasi dan teknis harus ada untuk mendukung penggunaan sistem.

Implikasi teori ini dalam penelitian ini adalah faktor penentu yang ketiga yaitu pengaruh sosial (social influence) dan keempat yaitu kondisi yang mendukung (facilitating condition). Faktor penentu yang ketiga tersebut digunakan sebagai landasan teori untuk memperkuat kerangka berfikir sosialisasi SAK ETAP berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP, karena sosialisasi yang diterima pemilik UMKM merupakan pengaruh sosial yang dapat mempengaruhi persepsi pemilik UMKM untuk menerapkan SAK ETAP. Sedangkan faktor penentu yang keempat digunakan sebagai landasan teori skala usaha berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP, karena skala usaha yang besar berimplikasi perusahaan mempunyai fasilitas yang mendukung seperti dapat memperkejakan karyawan dengan keahlian khusus.

UTAUT merupakan teori yang cukup komprehensif dalam mengintegrasikan konstruksi faktor-faktor yang menentukan seseorang atau sebuah organisasi didalam mengadopsi teknologi baru. Suwardjono (2005 dalam Yanto dkk., 2016), menyatakan bahwa akuntansi merupakan soft technology, hal tersebut mendukung teori UTAUT untuk digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini.


(33)

2.1.3 Human Capital Theory

Human Capital Theory dikembangkan oleh Becker (1965) yang mengemukakan bahwa investasi dalam pelatihan dan untuk meningkatkan human capital adalah penting sebagai suatu investsi dari bentuk-bentuk modal lainnya.

Human Capital Theory berpendapat bahwa investasi sumber daya manusia mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan produktivitas, peningkatan produktivitas tenaga kerja ini dapat didorong melalui pendidikan dan pelatihan. Teori ini menyatakan bahwa pendidikan menanamkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai kepada manusia dan karenanya mereka dapat meningkatkan kapitas belajar dan produksinya.

Human Capital Theory adalah suatu pemikiran yang menganggap bahwa manusia merupakan suatu bentuk kapital atau barang modal sebagaimana barang-barang modal lainnya, seperti tanah, gedung, mesin, dan sebagainya. Human capital dapat didefinisikan sebagai jumlah total dari pengetahuan, skill, dan kecerdasan rakyat dari suatu negara.

Implikasi Human Capital Theory dalam penelitian ini adalah teori ini digunakan sebagai landasan teori untuk menjelaskan bagaimana tingkat pendidikan pemilik dapat berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM.

2.2 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

2.2.1 Definisi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

Terdapat berbagai definisi berbeda mengenai UMKM berdasarkan kepentingan lembaga yang memberi definisi, definisi tersebut diantaranya:


(34)

a. Definisi UMKM menurut Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Kriteria dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau


(35)

b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

b. Definisi UMKM menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, menurut Badan Pusat Statistik batasan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah:

1. Usaha Mikro: usaha yang memiliki pekerja kurang dari 5 orang, termasuk tambahan anggota keluarga yang tidak dibayar.


(36)

2. Usaha Kecil: usaha yang memiliki pekerja 5 sampai 19 orang. 3. Usaha Menengah: usaha yang memiliki pekerja 20 sampai 99 orang. c. Definisi UMKM menurut Bank Indonesia (BI)

UMKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa: 1. Modalnya kurang dari Rp 20 juta.

2. Untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp 5 juta. 3. Memiliki aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan. 4. Omzet tahunan ≤ Rp 1 miliar.

2.2.2 Jenis-Jenis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM

Berikut jenis-jenis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menurut Nayla (2015:84):

1. UMKM di Bidang Perdagangan.

UMKM di bidang perdagangan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yakni UMKM retail (eceran) dan UMKM grosir (besar).

2. UMKM di Bidang Industri

Berdasarkan proses produksinya, UMKM dibidang industri dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu UMKM pengolahan bahan mentah menjadi bahan baku, UMKM pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi, dan UMKM pengolahan bahan setengah jadi menjadi bahan jadi.

3. UMKM di Bidang Jasa

UMKM di bidang jasa merupakan jenis UMKM yang bergerak dalam bidang penjualan jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Jenis UMKM


(37)

ini memiliki ciri khas bahwa produk jasa yang ditawarkan kepada konsumen tidak berwujud dan hanya bisa dirasakan manfaatnya.

4. UMKM di Bidang Agraris

UMKM di bidang agraris merupakan jenis UMKM yang bergerak dalam bidang pengolahan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, sehingga bisa memberikan manfaat satau mendatangkan keuntungan. Berdasarkan lapangan usahanya, UMKM di bidang agraris dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu UMKM perkebunan, UMKM peternakan, UMKM pertanian, dan UMKM perikanan.

5. UMKM di Bidang Ekstraktif

UMKM di bidang ekstraktif merupakan jenis UMKM yang bergerak dalam bidang pengambilan hasil alam secara langsung, baik dengan mengubah bentuk dan zatnya maupun tidak. Berdasarkan proses kerjanya, UMKM di bidang ekstraktif ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu UMKM penebangan kayu, dan UMKM penambangan.

2.2.3 Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2015:3), peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari:

1. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor.


(38)

3. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat.

4. Pencipta pasar baru dan sumber inovasi.

5. Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.

2.3 Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)

2.3.1 Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)

Berdasarkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (Ikatan Akuntan Indonesia, 2009:1), Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dimaksudkan untuk digunakan entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik adalah entitas yang:

a. Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan, dan

b. Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.

Entitas memiliki akuntabilitas publik signifikan jika:

a. Entitas telah mengajukan pernyataan pendaftaran, atau dalam proses pengajuan pernyataan pendaftaran, pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal; atau


(39)

b. Entitas menguasai aset dalam kapasitas sebagai fidusia untuk sekelompok besar masyarakat, seperti bank, entitas asuransi, pialang dan atau pedagang efek, dana pensiun, reksa dana dan bank investasi.

Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK ETAP.

1. Isi SAK ETAP

SAK ETAP terdiri dari 30 Bab dan daftar istilah. 30 Bab tersebut antara lain: ruang lingkup, konsep dan prinsip pervasif, penyajian laporan keuangan, neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan laba rugi dan saldo raba, catatan atas laporan keuangan, kebijakan akuntansi estimasi dan kesalahan, investasi pada efek tertentu, persediaan, investasi pada entitas asosiasi dan entitas anak, investasi pada joint venture, properti investasi, aset tetap, aset tidak berwujud, sewa, kewajiban diestimasi dan kontijensi, ekuitas, pendapatan, biaya pinjaman, penurunan nilai aset, imbalan kerja, pajak penghasilan, mata uang pelaporan, transaksi dalam mata uang asing, peristiwa setelah akhir periode pelaporan, pengungkapan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, ketentuan transisi, dan tanggal efektif.

2. Tujuan Laporan Keuangan menurut SAK ETAP

Ikatan Akuntan Indonesia (2009:2), tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi posisi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi oleh siapapun yang tidak dalam posisi dapat


(40)

meminta laporan keuangan khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi tertentu. Dalam memenuhi tujuannya, laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

3. Penyajian Laporan Keuangan SAK ETAP

Penyajian wajar dari laporan keuangan yang mematuhi persyaratan SAK ETAP sebagai berikut (Ikatan Akuntan Indonesai, 2009:14-18):

1) Penyajian Wajar

Laporan keuangan menyajikan dengan wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas suatu entitas. Penyajian wajar mensyaratkan penyajian jujur atas pengaruh transaksi, peristiwa dan kondisi lain yang sesuai dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, kewajiban, penghasilan dan beban.

2) Kepatuhan terhadap SAK ETAP

Entitas yang laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tidak boleh menyatakan mematuhi SAK ETAP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK ETAP. 3) Kelangsungan Usaha

Pada saat menyusun laporan keuangan, manajemen entitas yang menggunakan SAK ETAP membuat penilaian atas kemampuan entitas melanjutkan kelangsungan usaha.


(41)

4) Frekuensi Pelaporan

Entitas menyajikan secara lengkap laporan keuangan, termasuk informasi komparatif minimum satu tahun sekali.

5) Penyajian yang Konsisten

Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsiten kecuali jika terjadi perubahan yang signifikan atas sifat operasi entitas atau perubahan penyajian atau pengklasifikasian bertujuan menghasilkan penyajian lebih baik sesuai kriteria pemilihan dan penerapan kebijakan akuntansi.

6) Informasi Komparatif

Informasi harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya kecuali dinyatakan lain oleh SAK ETAP (termasuk informasi dalam laporan keuangan dan catatan atas laporan keuangan). 7) Materialitas dan Agregasi

Pos-pos yang material disajikan secara terpisah dalam laporan keuangan sedangkan yang tidak material digabungkan dengan jumlah yang meiliki sifat atau fungsi yang sejenis.

8) Laporan Keuangan Lengkap

Laporan keuangan entitas meliputi: a) Neraca

b) Laporan laba rugi

c) Laporan perubahan ekuitas yang juga menunjukkan: i) Seluruh perubahan dalam ekuitas, atau


(42)

ii) Perubahan ekuitas selain perubahan yang timbul dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik

d) Laporan arus kas, dan

e) Catatan atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan dan informasi penjelasan lainnya.

9) Identifikasi Laporan Keuangan

Entitas harus mengidentifikasi secara jelas setiap komponen laporan keuangan termasuk catatan atas laporan laporan keuangan. Jika laporan keuangan merupakan komponen dari laporan lain, maka laporan keuangan harus dibedakan dari informasi lain dalam laporan keuangan tersebut.

4. Laporan Keuangan SAK ETAP

Ikatan Akuntan Indonesia (2009:19-34), laporan keuangan SAK ETAP terdiri dari:

a. Neraca

Neraca merupakan laporan keuangan yang menyajikan aset, kewajiban dan ekuitas suatu entitias pada suatu tanggal tertentu sampai akhir periode pelaporan. Neraca minimal mencakup pos-pos: kas dan setara kas, piutang usaha dan piutang lainnya, persediaan, properti investasi, aset tetap, aset tidak berwujud, utang usaha dan utang lainnya, aset dan kewajiban pajak, kewajiban-kewajiban diestimasi, ekuitas. Entitas menyajikan pos, judul dan sub jumlah lainnya dalam neraca jika penyajian seperti itu relevan dalam rangka pemahaman terhadap posisi


(43)

keuangan entitas. SAK ETAP tidak menentukan format atau urutan terhadap pos-pos yang disajikan.

b. Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi memasukkan semua pos penghasilan dan beban yang diakui dalam suatu periode kecuali SAK ETAP menyaratkan lain. SAK ETAP mengatur perlakuan berbeda terhadap dampak koreksi atas kesalahan dan perubahan kebijakan akuntansi yang disajikan sebagai penyesuaian terhadap periode yang lalu dan bukan sebagai bagian dari laba atau rugi dalam periode terjadinya perubahan. Laporan laba rugi minimal mencakup pos-pos: pendapatan, beban keuangan, bagian laba atau rugi dari investasi yang menggunakan metode ekuitas, beban pajak, dan laba rugi neto. Entitas harus menyajikan pos, judul dan sub jumlah lainnya pada laporan laba rugi jika penyajian tersebut relevan untuk memahami kinerja keuangan entitas. Selain itu entitas tidak boleh menyajikan atau mengungkapkan pos pendapatan dan beban sebagai

“pos luar biasa”, baik dalam laporan laba rugi maupun dalam catatan atas

laporan keuangan.

c. Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Laba Rugi dan Saldo Laba 1. Laporan Perubahan Ekuitas

Laporan perubahan ekuitas menyajikan laba atau rugi entitas untuk periode, pos pendapatan dan beban yang diakui secara langsung dalam ekuitas untuk periode tersebut, pengaruh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan yang diakui dalam


(44)

periode tersebut, dan (tergantung pada format laporan perubahan ekuitas yang dipilih oleh entitas) jumlah investasi oleh, dan deviden dan distribusi lain ke pengusaha ekuitas selama periode tersebut. 2. Laporan Laba Rugi dan Saldo Laba

Laporan laba rugi dan saldo laba menyajikan laba atau rugi entitas dan perubahan saldo laba untuk suatu periode pelaporan. Entitas menyajikan laporan laba rugi dan saldo laba menggantikan laporan laba rugi dan laporan perubahan ekuitas jika perubahan pada ekuitas hanya berasal dari laba atau rugi, pembayaran deviden, koreksi kesalahan periode lalu, dan perubahan kebijakan akuntansi. d. Laporan Arus Kas

Entitas menyajikan laporan arus kas yang melaporkan arus kas untuk suatu periode dan mengklasifikasikan menurut aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas pendanaan.

1. Pelaporan Arus Kas dari Aktivitas Operasi

Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan entitas. Oleh karena itu, arus kas tersebut pada umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa dan kondisi lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi. Entitas melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan metode tidak langsung. Dalam metode ini laba atau rugi neto disesuaikan dengan mengoreksi dampak dari transaksi non kas, penangguhan atau akrual dari penerimaan atau pembayaran kas


(45)

untuk operasi dimasa lalu dan masa depan, dan unsur penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi atau pendanaan. 2. Pelaporan Arus Kas dari Aktivitas Investasi dan Pendanaan

Entitas melaporkan secara terpisah kelompok utama penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto yang berasal dari aktivitas investasi dan pendanaan. Jumlah agregat arus kas yang berasal dari akusisi dan pelepasan entitas anak atau unit usaha lain disajikan secara terpisah dan diklasifikasikan sebagai arus kas dari aktivitas operasi.

e. Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan atas laporan keuangan berisi informasi sebagai tambahan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan naratif atau rincian jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan dan informasi pos-pos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.

2.3.2 Siklus Akuntansi Laporan Keuangan SAK ETAP

Priyatno (2009:16-20), siklus akuntansi merupakan tahap-tahap kegiatan akuntansi yang berjalan terus-menerus dan berulang, tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pencatatan dalam Jurnal

Pencatatan dalam Jurnal yaitu mencatat transaksi berdasar bukti-bukti dokumen seperti nota, kuitansi, faktur, dan lain-lain dengan menggolongkan perkiraan mana yang di debet dan di kredit. Dalam pencatatan akuntansi


(46)

jurnal dibedakan menjadi jurnal umum dan jurnal khusus. Jurnal umum penggunaannya bisa luas karena dapat mencatat segala jenis transaksi yang terjadi, sedangkan jurnal khusus adalah jurnal yang dibuat khusus untuk mencatat transaksi tertentu yang sering terjadi, misalnya jurnal pembelian, jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal pengeluaran kas. Pada perusahaan, tidak semua jurnal digunakan karena tergantung pada besar kecilnya skala perusahaan. Untuk perusahaan kecil biasanya cukup digunakan jurnal umum untuk mencatat segala transaksi yang terjadi, sedangkan untuk perusahaan yang transaksinya sudah rumit dan banyak, maka digunakan jurnal khusus.

2. Posting ke Buku Besar

Posting ke buku besar yaitu pemindahan catatan dari jurnal ke buku besar pada masing-masing rekening yang sama dengan tujuan untuk meringkas pencatatan transaksi. Pemindahan ke buku besar ini dilakukan pada akhir periode pencatatan. Dalam buku besar setiap rekening dibuat tabel sendiri, kemudian transaksi-transaksi dengan rekening yang sama pada jurnal dipindahkan dan dijadikan satu ke dalam buku besar pada rekening yang sama, kemudian dihitung saldonya.

3. Neraca Saldo

Neraca saldo menunjukkan saldo masing-masing rekening yang disusun dalam kolom debet dan kredit dengan jumlah yang sama.


(47)

4. Jurnal Penyesuian

Jurnal penyesuaian yaitu untuk menyesuaikan nilai rekening agar menunjukkan nilai yang seharusnya. Penyesuaian ini dilakukan pada setiap akhir periode pencatatan.

5. Neraca Lajur

Neraca lajur yaitu pencatatan untuk mempermudah dalam penyususnan laporan keuangan. Kolom-kolom dalam neraca lajur terdiri dari nomor rekening, nama rekening, neraca saldo, penyesuaian, neraca saldo setelah disesuaikan, laba rugi, dan neraca.

6. Laporan Keuangan

Laporan Keuangan yaitu penyajian laporan keuangan dengan menyajikan hasil pencatatan akuntansi berupa laporan laba rugi, neraca, laporan perubahan modal, dan sebaginya.

Berdasarkan siklus akuntansi laporan keuangan yang dikemukakan oleh Priyatno (2009) dapat disimpulkan bahwa untuk menyusun laporan keuangan SAK ETAP maka dimulai dari:

1. Mengidentifikasi bukti transaksi penerimaan kas 2. Mengidentifikasi bukti transaksi pengeluaran kas 3. Mencatat (menjurnal) trenasaksi ke dalam buku jurnal 4. Memposting jurnal ke buku besar

5. Membuat neraca saldo 6. Membuat jurnal penyesuaian 7. Menyusun neraca lajur


(48)

8. Membuat jurnal penutup dan pembalik

9. Membuat laporan keuangan dimulai dari laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

2.3.3 Indikator Implementasi SAK ETAP

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel implementasi SAK ETAP merujuk pada siklus laporan keuangan yang dikemukakan oleh Priyatno (2009), dan pedoman Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2009). Berdasarkan siklus laporan keuangan SAK ETAP yang dikemukakan oleh Priyatno (2009) serta pedoman penyusunan laporan keuangan SAK ETAP yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2009), kemudian diringkas dan dikembangkan hingga dihasilkan indikator yang dapat mewakili dan mampu mengukur atau menggambarkan variabel implementasi SAK ETAP, sehingga indikator dari implementasi SAK ETAP adalah sebagai berikut:

1. Siklus Laporan Keuangan SAK ETAP

Siklus laporan keuangan SAK ETAP mengacu pada siklus laporan keuangan yang dikemukakan oleh Priyatno (2009) yang kemudian dikembangkan, sehingga diperoleh indikator yang dapat mengukur siklus laporan SAK ETAP, anatara lain:

a. Mengidentifikasi bukti transaksi penerimaan kas. b. Mengidentifikasi bukti transaksi pengeluaran kas. c. Mencatat (menjurnal) trenasaksi ke dalam buku jurnal d. Memposting jurnal ke buku besar


(49)

e. Membuat neraca saldo f. Membuat jurnal penyesuaian g. Menyusun neraca lajur

h. Membuat jurnal penutup dan pembalik

2. Laporan Keuangan yang sesuai dengan pedoman SAK ETAP

Laporan keuangan yang sesuai dengan pedoman Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2009) yang kemudian diringkas yang sudah mewakili laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP, antara lain:

a. Persediaan

Entitas harus mengungkapkan nilai persediaan pada nilai mana yang lebih rendah antara biaya perolehan dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual.

b. Kelengkapan Laporan Keuangan

Laporan keuangan SAK ETAP terdiri dari: a) Neraca

b) Laporan laba/rugi

c) Laporan perubahan modal/ekuitas d) Laporan arus kas


(50)

c. Frekuensi Laporan Keuangan

Entitas menyajikan secara lengkap laporan keuangan, termasuk informasi komparatif minimum satu tahun sekali.

d. Kepatuhan terhadap SAK ETAP

Entitas yang laporan keuangannya mematuhi SAK ETAP harus membuat suatu pernyataan eksplisit dan secara penuh (explicit and unreserved statement) atas kepatuhan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tidak boleh menyatakan mematuhi SAK ETAP kecuali jika mematuhi semua persyaratan dalam SAK ETAP.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi SAK ETAP

Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi implementasi SAK ETAP pada UMKM dalam penelitian ini yaitu sosialisasi SAK ETAP, tingkat pendidikan pemilik, skala usaha, umur usaha, dan budaya organisasi.

2.4.1 Sosialisasi SAK ETAP

1. Pengertian Sosialisasi SAK ETAP

Sosialisasi adalah proses seseorang memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlakukannya agar dapat berfungsi sebagai orang dewasa dan sekaligus sebagai pemeran aktif dalam suatu kedudukan atau peranan tertentu masyarakat (Ritcher, 1987:139). Sosialisasi SAK ETAP yaitu sosialisasi yang didapatkan oleh pemilik UMKM mengenai SAK ETAP yang merupakan usaha yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang dapat memberikan sosialisasi SAK ETAP seperti Dinas Koperasi dan UMKM,


(51)

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), atau lembaga lainnya (Rudiantoro dan Siregar, 2012).

2. Sumber-Sumber Sosialisasi SAK ETAP

Sosialisasi SAK ETAP dapat diperoleh melalui sumber-sumber sebagai berikut (Rudiantoro dan Siregar, 2012):

1) Media, seperti koran, majalah, dan internet.

Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau pesan. Coontoh media antara lain: media visual (koran, majalah, buku), media audio (radio, televisi), dan media visual (internet). Media adalah suatu sarana yang dapat digunakan untuk menyampaikan sosialisasi mengenai SAK ETAP kepada pemilik UMKM.melalui media, pesan-pesan maupun pengetahuan mengenai SAK ETAP dapat disampaikan dan dipelajari.

2) Seminar atau pelatihan akuntansi.

Seminar merupakan suatu diskusi yang diselenggarakan untuk mensosialisasikan suatu ilmu. Pelatihan akuntansi menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan akuntansi dengan waktu yang relatif singkat. Seminar dan pelatihan akuntansi dapat berperan dalam sosialisasi SAK ETAP yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan akuntansi bagi pemilik UMKM.

3) Instansi Pemerintah, seperti: Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, dan atau dinas lainnya.


(52)

Instansi pemerintah yang dapat memberikan sosialisasi SAK ETAP adalah Dinas Koperasi dan UMKM. Dinas Koperasi dan UMKM adalah salah satu instansi pemerintah yang membidangi usaha koperasi dan usaha kecil dan menengah.

4) Lembaga Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Lembaga Ikatan Akuntan Indonesia adalah organisasi profesi yang mewakili para akuntan profesional di Indonesia. IAI dapat mensosialisasikan tentang SAK ETAP kepada pemilik UMKM.

5) Pelatihan akuntansi dari Lembaga Pendidikan Tinggi.

Lembaga Pendidikan Tinggi dapat memberikan peran dalam sosialisasi SAK ETAP. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan akuntansi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan akuntansi.

6) Pelatihan akuntansi dari organisasi, seperti: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan atau organisasi lainnya.

Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi masyarakat yang berkaitan dengan perekonomian dan UMKM dapat mengadakan sosialisasi SAK ETAP. Pelatihan yang diadakan untuk sosialisasi SAK ETAP dapat dilakukan dengan menghadirkan pembicara yang memahami tentang SAK ETAP bagi UMKM.


(53)

3. Indikator Sosialisasi SAK ETAP

Indikator sosialisai SAK ETAP merujuk pada sumber-sumber yang dapat memberikan sosialisasi SAK ETAP yang dikemukan oleh Rudiantoro dan Siregar (2012), yaitu sebagai berikut:

a. Media, seperti koran, majalah, internet. b. Seminar atau pelatihan akuntansi.

c. Instansi Pemerintah, seperti: Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, dan atau dinas lainnya.

d. Lembaga Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

e. Pelatihan akuntansi dari Lembaga Pendidikan Tinggi.

f. Pelatihan akuntansi dari organisasi, seperti: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan atau organisasi lainnya.

2.4.2 Tingkat Pendidikan Pemilik

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan


(54)

nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan informal merupakan kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan.

Pemilik UMKM sangatlah dominan dalam menjalankan usaha dalam perusahaan (Solovida, 2003). Tingkat pendidikan pemilik adalah tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pemilik UMKM (Rudiantoro dan Siregar, 2012). Indikator tingkat pendidikan pemilik menurut Rudiantoro dan Siregar (2012) yaitu pendidikan yang diperoleh dibangku sekolah formal antara lain: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Diploma, dan Sarjana.

2.4.3 Skala Usaha

Skala perusahaan pada dasarnya adalah pengelompokan perusahaan ke dalam beberapa kelompok, diantaranya perusahaan besar, sedang, dan kecil. Skala perusahaan merupakan ukuran yang dipakai untuk mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang didasarkan kepada total aset perusahaan (Suwito dan Herawaty, 2005)

Skala perusahaan menggambarkan besar kecilnya perusahaan. Besar kecilnya usaha tersebut ditinjau dari lapangan usaha yang dijalankan. Penentuan skala besar kecilnya perusahaan ditentukan berdasarkan total penjualan, total aset, rata-rata tingkat penjualan (Seftianne, 2011).


(55)

Skala usaha merupakan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata-rata total aktiva (Ferry dan Jones, 1979 dalam Ambarwati dkk., 2015). Menurut Holmes dan Nicholls (1988), ukuran usaha merupakan kemampuan perusahaan dalam mengelola usahanya dengan melihat berapa jumlah karyawan yang dipekerjakan dan besar pendapatan yang diperoleh perusahaan dalam satu periode akuntansi. Indikator skala usaha menurut Holmes dan Nicholls (1988) adalah dapat dilihat dari jumlah karyawan dan jumlah pendapatan yang diperoleh perusahaan.

Setiyadi (2007) menyatakan skala usaha yang bisa dipakai untuk menentukan tingkatan perusahaan adalah:

a. Tenaga kerja, merupakan jumlah pegawai tetap dan honorer yang terdaftar atau bekerja di perusahaan pada suatu saat tertentu.

b. Tingkat penjualan, merupakan volume penjualan suatu perusahaan pada suatu periode tertentu.

c. Total utang, merupakan jumlah utang perusahaan pada periode tertentu. d. Total aset, merupakan keseluruhan aset yang dimiliki perusahaan pada saat

tertentu.

2.4.4 Umur Usaha

Umur usaha adalah lamanya sebuah perusahaan berdiri, berkembang dan bertahan. Khusna (2013 dalam Tuti dan Dwijayanti, 2014) menyatakan umur usaha adalah banyaknya waktu yang ditempuh oleh usaha dalam menjalankan usahanya untuk menunjukkan kemampuan bersaingnya. Umur perusahaan


(56)

merupakan lamanya suatu perusahaan telah berdiri dan menjalankan operasi usahanya yang dapat dinyatakan dalam tahun.

Umur usaha merupakan lamanya perusahaan berdiri yang dihitung dari tahun perusahaan berdiri. Indikator untuk mengukur umur usaha menurut penelitian Rudiantoro dan Siregar (2012) yaitu umur perusahaan diukur berdasarkan waktu (dalam tahun) sejak pendirian perusahaan sampai dengan penelitian dilakukan.

2.4.5 Budaya Organisasi

1. Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan norma, nilai-niali, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga berpengaruh pada pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi (Wirawan, 2007:10).

Robbins dan Coulter (2010:63), budaya organisasi adalah nilai-nilai, prinsip-prinsip, tradisi, dan cara-cara bekerja yang dianut bersama oleh para anggota organisasi dan mempengaruhi cara mereka bertindak.

2. Asal Usul Terbentuknya Budaya Organisasi

Robbins (2001:523-524) mengungkapkan budaya asli ditunjukkan dari filsafat pendirinya, selanjutnya budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam memperkerjakan karyawannya. Tindakan dari manajemen


(57)

puncak menentukan iklim umum dari perilaku baik yang diterima maupun tidak. Bagaimanapun karyawan diasosiasikan, tingkat sukses yang dicapai akan tergantung pada kecocokan nilai-nilai yang dianut oleh karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi. 3. Penggolongan Budaya Organisasi

Wallach (1983, dalam Anwar dan Amalia (2010), menggolongkan budaya organisasi menjadi tiga observed variable/indocator variables, yaitu:

a. Birokrat tercemin dalam lingkungan kerja yang terstruktur, teratur, tertib, dan berurutan serta mempunyai regulasi yang jelas. Lingkungan dengan kultur atau budaya birokrat mempunyai garis batas tanggungjawab yang jelas antar bagian atau level birokrasi organisasi.

b. Inovatif, memiliki lingkungan kerja yang penuh tantangan, menyediakan tugas-tugas berisiko, dan memerlukan kreativitas untuk menyelesaikannya. Lingkungan kerjanya bersifat menekan, kompetitif, dan berorientasi hasil.

c. Suportif ditandai dengan lingkungan kerja yang bersahabat, ramah, saling percaya, adil, saling membantu, dan memberikan kebebasan individu. Kultur ini lebih mengutamakan pembinaan hubungan kepada semua pihak.

4. Dimensi Budaya Organisasi

Robbins dan Coulter (2010:63) menyatakan ada 7 (tujuh) dimensi yang menjabarkan budaya organisasi:


(58)

a. Inovasi dan pengambilan risiko (inovation and risk taking), yaitu seberapa besar organisasi mendorong para karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.

b. Perhatian pada detail (attention to detail), yaitu seberapa besar dalam ketelitian, analisis, dan perhatian pada detail yang dituntut oleh organisasi dari para karyawannya.

c. Orientasi hasil (outcome orientation), yaitu seberapa besar organisasi menekankan pada pencapaian sasaran (hasil), ketimbang pada cara mencapai sasaran (proses).

d. Orientasi manusia (people orientation), yaitu seberapa jauh organisasi bersedia mempertimbangkan faktor manusia (karyawan) di dalam pengambilan keputusan manajemen.

e. Orientasi tim (team orientation), yaitu seberapa besar organisasi menekankan pada kerja kelompok (tim), ketimbang kerja individu, dalam menyelesaikan tugas-tugas.

f. Agresivitas (agressiveness), yaitu seberapa besar organisasi mendorong para karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dari pada santai.

g. Kemantapan (stability), yaitu seberapa besar organisasi menekankan pada pemeliharaan status quo di dalam pengambilan berbagai keputusan dan tindakan.


(59)

5. Indikator Budaya Organisasi

Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel budaya organisasi merujuk pada 7 (tujuh) dimensi budaya organisasi yang dikemukakan oleh Robbins dan Coulter (2010) yang secara keseluruhan menangkap hakikat budaya organisasi, 7 (tujuh) budaya organisasi tersebut dikembangkan sehingga dapat mengukur atau menggambarkan variabel budaya organisasi, antara lain:

a. Inovasi dan pengambilan risiko (inovation and risk taking), yaitu adanya tuntutan oleh perusahaan untuk melakukan inovasi dan keberanian mangembil risiko pada setiap pekerjaan.

b. Perhatian pada detail (attention to detail), yaitu seberapa besar dalam ketelitian, tanggung jawab, dan perhatian pada detail seperti adanya tata tertib, struktur organisasi, dan kebersihan dalam perusahaan.

c. Orientasi hasil (outcome orientation), yaitu seberapa besar perusahaan menekankan pada pencapaian sasaran (hasil), serta adanya pantauan terhadap kinerja karyawan.

d. Orientasi manusia (people orientation), yaitu adanya hubungan yang harmonis antara manajer dengan karyawan serta adanya penghargaan berbasis kerja.

e. Orientasi tim (team orientation), yaitu seberapa besar organisasi menekankan pada kerja kelompok (tim), ketimbang kerja individu, dalam menyelesaikan tugas-tugas.


(60)

f. Agresivitas (agressiveness), yaitu seberapa besar organisasi mampu memahami kebutuhan karyawan serta adanya usaha untuk meningkatkan kulitas perusahaan.

g. Kemantapan (stability), yaitu adanya stabilitas dalam produktivitas, mampu menjaga stabilitas laba yang diperoleh, serta mempunyai konsep arah visi dan misi.

2.5 Penelitian Terdahulu

Ringkasan dari hasil penelitian terdahulu dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1

Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu No Peneliti,

Tahun Judul Variabel Penelitian Hasil

1. Holmes dan Nicholls, 1988

An Analysis of The Use of Accounting Information by Australian Small Business.

Variabel dependen: Penggunaan informasi akuntansi.

Variabel independen: Skala usaha, umur usaha, sektor industri, dan pendidikan pemilik/ manajer.

Semua variabel independen berpengaruh terhadap penggunaan informasi akuntansi. 2. Solovida,

2003

Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Penyiapan dan Penggunaan Informasi Akuntansi pada Perusahaan Kecil dan Menengah di

Variabel dependen:

penyiapan dan

penggunaan informasi akuntansi.

Variabel independen: Umur perusahaan, masa memimpin perusahaan, skala usaha, sektor industri, pendidikan formal pemilik/manajer, pelatihan akuntansi yang diikuti pemilik/manajer,

Semua variabel independen, kecuali skala usaha dan sektor industri

berpengaruh signifikan terhadap

penyiapan dan penggunaan informasi akuntansi.


(61)

No Peneliti,

Tahun Judul Variabel Penelitian Hasil

Jawa Tengah. budaya organisasi. 3. Astuti,

2007 Pengaruh Karakteristik Internal Perusahaan terhadap Penyiapan dan Penggunaan Informasi Akuntansi Perusahaan Kecil dan Menengah.

Variabel dependen:

Penyiapan dan

penggunaan informasi

akuntansi pada

perusahaan kecil dan menengah.

Variabel independen: Skala usaha, masa memimpin perusahaan, pendidikan

manajer/pemilik,

pelatihan akuntansi yang diikuti, umur perusahaan.

Semua variabel independen berpengaruh positif terhadap penyiapan dan penggunaan informasi

akuntansi pada perusahaan kecil dan menengah.

4. Rudianto ro dan Siregar, 2012

Kualitas laporan Keuangan UMKM serta Prospek

Implementasi SAK ETAP

Variabel dependen: Pemahaman pengusaha UMKM terkait SAK ETAP

Variabel independen: Pemberian informasi dan sosialisasi SAK ETAP, jenjang pendidikan terakhir pengusaha, latar belakang pendidikan pengusaha, ukuran usaha, lama berdiri usaha.

Pemberian

informasi dan sosialisasi serta jenjang

pendidikan terakhir pengusaha berpengaruh positif. Lama usaha berdiri berpengaruh negatif. Latar belakang

pendidikan dan ukuran usaha tidak

berpengaruh. 5. Aufar,

2014

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Penggunaan Informasi pada UMKM

Variabel dependen: Penggunaan Informasi Akuntansi

Variabel independen: Jenjang pendidikan, ukuran perusahaan, lama usaha, dan latar belakang

Semua variabel independen berpengaruh secara parsial dan simultan.


(62)

No Peneliti,

Tahun Judul Variabel Penelitian Hasil

pendidikan. 6. Zahro

dan Wahyun daru, 2015 Determinan Kebutuhan SAK ETAP bagi UMKM

Variabel dependen: Kebutuhan SAK ETAP bagi UMKM

Variabel independen: Pendidikan pemilik, pemahaman teknologi informasi, karakteristik kualitatif laporan keuangan, sosialisasi SAK ETAP, skala usaha.

Semua variabel independen kecuali pemahaman teknologi

informasi, dan sosialisasi SAK ETAP tidak berpengaruh terhadap

kebutuhan SAK ETAP.

Sumber: Penelitian terdahulu 1988-2015

2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis 2.6.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Pada penelitian ini terdapat 5 (lima) variabel independen yaitu sosialisasi SAK ETAP, tingkat pendidikan pemilik, skala usaha, umur usaha, dan budaya organisasi. Sedangkan variabel dependennya adalah tingkat implementasi SAK ETAP. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan model kerangka pemikiran seperti pada Gambar 3.1 berikut:


(63)

H2 (+) H3 (+) H4 (+) H5 (-) H6 (+)

H1 (+)

Keterangan:

: Pengaruh secara parsial : Pengaruh secara simultan

Gambar 3.1

Model Kerangka Pemikiran

1. Pengaruh Sosialisasi SAK ETAP terhadap Implementasi SAK ETAP

Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT) menyatakan bahwa penentu pengguna teknologi informasi salah satunya adalah pengaruh sosial (social influnce) yaitu sejauh mana persepsi suatu individu akan keyakinan orang lain dalam menggunakan sistem baru (Vanketesh dkk., 2003). Sosialisasi yang diterima pemilik UMKM merupakan pengaruh sosial yang dapat mempengaruhi persepsi pemilik UMKM untuk menerapkan SAK ETAP.

Pemberian sosialisasi SAK ETAP yang dilakukan oleh pihak eksternal UMKM, baik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) atau lembaga lainnya mampu memberikan pemahaman pemilik terkait SAK ETAP dan memberikan pengaruh kepada pemilik UMKM untuk menerapkan SAK ETAP dalam menyusun laporan keuangan perusahaan. Pemahaman terkait SAK ETAP erat kaitannya dengan proses pemberian sosialisasi, apabila pemilik UMKM

Sosialisasi SAK ETAP Tingkat Pendidikan Skala Usaha Umur Usaha Budaya Organisasi Implementasi SAK ETAP


(64)

mendapatkan sosialisasi SAK ETAP dengan baik, maka pemahaman mereka terkait SAK ETAP menjadi lebih baik dan mendukung proses implementasi SAK ETAP (Rudiantoro dan Siregar, 2012).

Penelitian Holmes dan Nicholls (1988) menunjukkan bahwa pelatihan berhubungan positif terhadap sejauh mana penyediaan informasi akuntansi untuk membuat keputusan dalam perusahaan kecil. berdasarkan hasil tersebut diduga apabila pemilik UMKM mendapatkan sosialisasi SAK ETAP, maka dapat berpengaruh terhadap penyediaan laporan keuangan yang sesuai dengan SAK ETAP. Sehingga semakin sering sosialisasi SAK ETAP yang diperoleh pemilik UMKM, maka akan berpengaruh terhadap semakin diterapkannya SAK ETAP dalam menyusun laporan keuangan UMKM.

Hasil penelitian Rudiantoro dan Siregar (2012) menyatakan bahwa informasi dan sosialisasi SAK ETAP berpengaruh positif terhadap tingkat pemahaman pengusaha terkait SAK ETAP, sehingga mendukung implementasi SAK ETAP dalam menyusun laporan keuangan perusahaan. 2. Pengaruh Tingkat Pendidikan Pemilik terhadap Implementasi SAK ETAP

Human Capital Theory menyatakan bahwa pendidikan menanamkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai kepada manusia dan karenanya mereka dapat meningkatkan kapasitas belajar dan produktivitasnya. Jadi pendidikan dapat berfungsi meningkatkan produktivitas dan berperan sebagai sinyal kemampuan (Zahro dan Wahyundaru, 2015:120).

Pendidikan formal pemilik dapat berpengaruh terhadap pengetahuan tentang akuntansi, karena materi akuntansi didapatkan pada jenjang


(65)

pendidikan yang lebih tinggi, pengetahuan akuntansi yang lebih tinggi terutama didapatkan apabila seseorang menempuh pendidikan dengan jurusan akuntansi. Menurut Gray (2006), pendidikan juga dapat berpengaruh terhadap peningkatkan kemampuan menyerap (termasuk kemampuan akuisisi, asimilasi, transformasi, dan eksploitasi) dari pengetahuan baru.

Solovida (2003:25) menyatakan pemilik atau manajer perusahaan kecil dan menengah sangatlah dominan dalam menjalankan usaha dalam perusahaan, kemampuan dan keahlian pemilik atau manajer perusahaan kecil dan menengah sangat ditentukan dari pendidikan formal yang pernah ditempuh. Murniati (2002) juga menyatakan bahwa persiapan yang memadai dalam penggunaan informasi akuntansi pada suatu entitas usaha cenderung dimiliki oleh pengusaha yang mempunyai jenjang pendidikan formal lebih tinggi dibandingkan dengan pengusaha dengan jenjang pendidikan formal yang rendah.

Hasil penelitian Yanto dkk. (2016) menyatakan bahwa pendidikan pemilik berpengaruh terhadap niat menggunakan SAK ETAP, pendidikan pemilik dapat berpengaruh terhadap persepsi kemudahan penggunaan SAK ETAP pada UMKM, persepsi kemudahan menggunakan SAK ETAP dapat berpengaruh terhadap niat untuk menggunakan SAK ETAP. Hasil penelitian tersebut mendukung bahwa tingkat pendidikan pemilik dapat berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP pada UMKM, apabila pemilik UMKM memiliki niat untuk menggunakan SAK ETAP maka dapat berpengaruh terhadap implementasi SAK ETAP.


(66)

Hasil penelitian Rudiantoro dan Siregar (2012) menyatakan jenjang pendidikan terakhir berpengaruh positif terhadap pemahaman pengusaha terkait SAK ETAP. Hasil penelitian Aufar (2014) juga menyatakan bahwa pendidikan terakhir pemilik UMKM berpengaruh terhadap penggunaan informasi akuntansi.

3. Pengaruh Skala Usaha terhadap Implementasi SAK ETAP

Unified Theory of Acceptence and Use of Technology (UTAUT) menjelaskan bahwa adopsi sistem informasi dapat digunakan apabila adanya kondisi yang mendukung (Facilitating Condition). Menurut Gray (2006) semakin besar ukuran perusahaan berimplikasi perusahaan mempunyai sumber daya yang lebih besar dan juga lebih mampu memperkerjakan karyawan dengan keahlian yang lebih baik, sehingga mendukung implementasi SAK ETAP.

Pinasti (2001 dalam Rudiantoro dan Siregar, 2012) menemukan bahwa ukuran usaha dapat mempengaruhi pemikiran pengusaha terkait dengan kompleksitas dan semakin tingginya tingkat transaksi perusahaan sehingga diharapkan dengan makin besarnya ukuran usaha dapat mendorong seseorang untuk berpikir dan belajar terkait solusi untuk menghadapinya.

Hasil penelitian Aufar (2014) menyatakan bahwa ukuran usaha berpengaruh terhadap penggunaan informasi akuntansi. Murniati (2002) menemukan adanya pengaruh yang positif signifikan antara skala usaha dengan penyediaan dan penggunaan informasi akuntansi. Demikian juga


(1)

(2)

(3)

(4)

176 Lampiran 11


(5)

(6)

178 Lampiran 12


Dokumen yang terkait

Pengaruh Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik yang Mempengaruhi Kualitas Laporan Keuangan UMKM dan Implikasinya Terhadap Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 (Survei pada UMKM di Kota Bandung)

2 39 60

ANALISIS IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK PADA KOPERASI (Studi Kasus Pada Koperasi di Bandarlampung)

1 17 53

Implementasi laporan keuangan sesuai SAK ETAP(Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) pada CV.Sapta Putra Mekar

10 71 68

Ilustrasi Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (Sak Etap) sebagai Pedoman Pelaporan Keuangan pada CV Indo Karya.

1 3 18

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH.

0 0 12

ANALISIS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK ATAS PERSEDIAAN PADA APOTIK UNO MEDIKA

0 2 10

PEMAHAMAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK (SAK ETAP) PADA PEGAWAI BANK PERKREDITAN RAKYAT PEMAHAMAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK (SAK ETAP) PADA PEGAWAI BANK PERKREDITAN RAKYAT

0 0 15

KOLABORASI RISET ANALISIS FAKTOR YANG MEMBENTUK PEMAHAMAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK PADA KOPERASI DI SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 15

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK (SAK ETAP) PADA UMKM (Di Kelurahan Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta) - STIE Widya Wiwaha Repository

0 0 96

Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi standar akuntansi keuangan entitas mikro kecil menengah pada UMKM kota Surabaya - UWKS - Library

0 0 15