PERMAINAN KECIL TEORI DAN APLIKASI

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumpulkan atau memperbayak suatu ciptaan

tentang Hak Cipta, Pasal 72 Ketententuan Pidana

atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling

lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidanakan dengan pidana penjara.

2. Barang siapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mendengarkan, atau

ii  Permainan Kecil: Teori dan Aplikasi

Jusuf Blegur

M. Rambu P. Wasak

Permainan Kecil

Teori dan Aplikasi

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak  iii

Permainan Kecil: Teori dan Aplikasi

Penulis: Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd. & M. Rambu P. Wasak, S.Pd., M.Pd. Penyunting: Prof. Dr. I Made Sriundy Mahardika, M.Pd. Penata sampul: Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd. Penata letak: Zuvyati A. Tlonaen, S.S.

Hak cipta © pada Penulis

Penerbit Jusuf Aryani Learning Jl. Flamboyan, No. 12, RT. 007, RW. 002, Lasiana Kotamadya Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, 85228 Telp. (0380) 8552354, Hp. 082232055550 e-mail. jal_penerbit@yahoo.com

Cetakan pertama, Maret 2017 Cetakan kedua, April 2018 xviii + 299; 15,5 x 21 cm

ISBN: 978-602-61202-0-5

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk dan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

iv  Permainan Kecil: Teori dan Aplikasi

“Untuk kedua orang tua tersayang Semuel Blegur dan Debora M. Minta atas perjuangan dan kerja kerasnya telah memberikan makna dan pentingnya nilai- nilai pendidikan”.

Jusuf Blegur

“Keluarga besar Zakarias Umbu Saki Pekoelimoe yang selalu memberi inspirasi dan spirit dalam menjalani kehidupan serta

medan layanku Universitas Kristen Artha Wacana Kupang”.

M. Rambu P. Wasak

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak v

vi  Permainan Kecil: Teori dan Aplikasi

Sambutan Rektor UKAW

Lajunya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dewasa ini kian menggeliat dan tidak terbendung, penyelenggara pendidikan pun dipacu agar dapat memenuhi berbagai regulasi dan tuntutan zaman yang multi dimensional ini. Universitas Kristen Artha Wacana yang juga merupakan salah satu penyelenggara pendidikan tinggi kristen menyadari akan hal ini sehingga selalu bermetamorfosis dari berbagai sektor guna menjawab kualitas pelayanan pendidikan yang sesuai dengan regulasi dan tuntutan zaman tersebut.

Kedinamisasian Ipteks ini pun berimplikasi pada perbaikan- perbaikan kurikulum yang bermuara dalam proses pembelajaran. Tawaran kualitas tidak terelakkan lagi, setiap pengajar harus aktif berkreasi dalam mendesain, memutakhirkan, dan mengembangkan berbagai pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran yang akseptabel dan koheren dengan tujuan pendidikan nasional. Guna mencapai tujuan tersebut, maka salah satunya dengan menyediakan sumber-sumber belajar sebagai rujukan bagi para mahasiswa agar melatih dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis, analitis, kreatif, dan imajinatif secara berkesinambungan.

Sebagai pengajar di lembaga pendidikan tinggi, Saudara Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd. dan Saudari M. Rambu P. Wasak, S.Pd., M.Pd.,

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak  vii Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak  vii

Atas nama sivitas akademika UKAW, saya mengucapkan profisiat dan terima kasih kepada tim penulis dalam upaya pengembangan tugas akademiknya. Kiranya karya ini dapat memberi manfaat yang besar bagi mahasiswa, guru, pelatih, dan masyarakat pada umumnya.

Kupang, 26 Agustus 2016 Rektor UKAW,

Frankie J. Salean, S.E., M.P. NIDN. 0812066401

viii  Permainan Kecil: Teori dan Aplikasi

Kata Pengantar

Puji dan syukur tim penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kesehatan, anugerah, dan hikmat-Nya buku dengan judul: “Permainan Kecil: Teori dan Aplikasi” dapat diselesaikan dengan baik. Apa yang tersaji dihadapan pembaca ini merupakan kumpulan gagasan-gagasan yang dikontruksikan dengan merujuk pada berbagai referensi, di antaranya: buku permainan kecil, pengalaman mengajar, pengalaman melatih, serta berbagai efikasi dan justifikasi ilmiah untuk memperkaya struktur penulisannya. Secara umum, tim penulis menjabarkan tujuh bagian untuk melengkapi komposisi buku ini, yaitu: 1) Definisi, fungsi, karakteristik, dan jenis kegiatan bermain; 2) Bermain, permainan, dan olahraga: Teori dan aplikasi; 3) Permainan kecil dan perkembangan gerak pada manusia;

4) Permainan kecil tidak menggunakan media; 5) Permainan kecil menggunakan media; 6) Permainan kasti, kipers, bola bakar, dan rounders; dan 7) Peningkatan kualitas pembelajaran melalui permainan kecil.

Lahirnya buku sebagai salah satu cara tim penulis mendifusikan ilmu pengetahuan, khusus di bidang permainan kecil ( traditional games ). Ekspektasinya, para pembaca dapat memperkaya khasanah secara teoritis maupun aplikatif melalui kegiatan visualisasinya serta

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak  ix Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak  ix

Sudah tentu di dalam buku ini masih memerlukan sejumlah perbaikan-perbaikan guna penyempurnaan dan pengembangan sehingga dapat memberikan “ kepuasan” bagi pembaca sekalian. Untuk itu, gagasan yang kritis, analitis, konstruktif, dan solutif dari pembaca sangat diperlukan dalam mencapai penyempurnaan tulisan ini.

Untuk menutup pengantar singkat ini, Thomas A. Edison pernah berkata “ If we did all the things we are capable of, we would literally astound ourselves ”. Marilah kita kejutkan diri kita sendiri dengan karya-karya sederhana untuk kebaikan orang banyak.

Kupang, 26 Juli 2016 Tim penulis,

x  Permainan Kecil: Teori dan Aplikasi

Daftar Pustaka ............................................................................. 277

Glosarium ..................................................................................... 288

Indeks ........................................................................................... 293 Biografi Penulis ............................................................................ 297

xiv  Permainan Kecil: Teori dan Aplikasi

Daftar Tabel

Tabel 1.1. Perbedaan antara bermain dan bekerja ........................

15 Tabel 3.1. Perbedaan antara permainan kecil dan permainan besar .............................................................................

61 Tabel 3.2. Tahap laku gerak ( motor behavior ) .............................

91

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak  xv

Bab 1 Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

Bermain adalah dunia anak, sambil bermain mereka belajar. … dari menggerakkan anggota tubuhnya hingga mengenali berbagai benda di lingkungannya. Bayangkan keceriaan yang didapatnya ketika dia menyadari baru saja menambahkan pengetahuan dan keterampilan. “Lihat, saya sudah bisa” teriaknya kepada semua orang (Husdarta, 2011:12).

A. Pendahuluan

Bermain merupakan frase yang tidak asing dalam kehidupan kita. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai lanjut usia, baik yang didengarkan, dibacakan, bahkan tidak sedikit juga telah terlibat secara langsung dengan sejumlah pengalaman yang disebut bermain ini. Anak-anak misalnya sebagian besar waktu kecilnya dihabiskan dengan bermain, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Atas inisiatif dan prakarsa sendiri, mencari sejawatnya untuk memilih dan menyepakati satu bentuk permainan untuk dimainkan dengan suasana yang suka cita.

Bermain dan permainan sangat penting bagi manusia di segala jenjang usia. Bagi anak, karena merupakan syarat mutlak

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 1

untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangannya, baik itu psikomotor, afektif, maupun kognitif. Untuk mencapai maturitas perkembangan anak, maka sejak usia dini anak sudah dibentuk habituatifnya sehingga dapat memanajelisir seluruh pontensinya dengan pengalaman-pengalaman konkrit yang salah satunya adalah melalui kegiatan bermain. Seperti halnya yang diutarakan oleh Sukatman (2013:164) bahwa sekolah dasar merupakan titik awal yang baik untuk memulai dan memperkuat kembali moralitas positif anak yang diperoleh dari keluarga, kelompok bermain, dan pendidikan pra sekolah (taman kanak-kanak). Bermain yang dilakukan oleh anak-anak cenderung untuk mengisi hari-harinya dengan kesenangan, mencari teman, menyalurkan energi, mencari pengalaman belajar, dan memecahkan masalah. Akan tetapi pada orang dewasa, lebih disalurkan pada pengembangan potensi-potensi yang dimanifestasi dalam partisipasinya pada klub-klub olahraga (atletik, kempo, sepakbola, bola voli, bola basket, dsb.). Baik pada anak-anak sampai orang dewasa, secara sadar ataupun tidak banyak manfaat yang didapatkan dalam kegiatan bermain terlepas dari motivasi- motivasi ekstrinsik lainnya. Misalnya meningkatkan kebugaran jasmani, sarana pengembangan olahraga prestasi, melatih keterampilan

mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Bermain sebagai kegiatan yang bertalian dengan keseluruhan komponen dalam diri anak, melalui permainan (pada saat anak bermain) anak terdorong mempraktikkan keterampilannya yang diarahkan pada perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan psikomotor, dan perkembangan fisik anak. Pengalaman bermain akan mendorong anak untuk lebih kreatif. Mulai dari perkembangan emosi,

sosial-emosional,

dan

2 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain 2 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

Lieberman menemukan bahwa anak-anak yang diberi label tinggi dalam kualitas bermain menunjukkan bermain yang berbeda dalam bentuk, tingkat energi, dan sosialisasi terhadap orang lain (Barnett, 2012:170). Bermain merupakan media untuk anak mengeksplorasi kebahagiaannya yang meliputi: bagaimana terbentuknya suasana euforia karena mendapatkan kemenangan, kekecewaan kerena kalah, semangat dan disiplin diri karena ingin memenangkan permainan, kerja keras untuk mempertahankan kemenangan, adil untuk menjaga persahabatan, dan jujur untuk selalu diterima di dalam regu. Dengan demikian, maka bermain tidak hanya dikonotasikan dengan domain psikomotor semata, melainkan adanya ekualisasi pada seluruh domain hasil belajar.

Kegiatan bermain telah menawarkan beragam manfaat, namun belum dipahami betul oleh sebagian orang yang masih terbatas pemahamannya tentang bermain. Hal ini terjadi ketika sebagian orang yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas belajar sehingga berdampak pada rendahnya kemampuan intelektualnya. Pendapat ini kurang tepat dan bijaksana, karena dalam berbagai literatur telah menjelaskan para ahli psikologi sepakat bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Dapat dibuktikan secara ilmiah pula.

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 3

B. Bermain dalam Definisi

Kegiatan yang dilakukan secara sukarela dan spontan untuk mendapatkan kepuasan dan kegembiraan merupakan salah satu ciri kegiatan bermain. Bermain dengan imajinasi dan fantasi, memungkinkan anak mengeksplorasi dunianya sendiri. Pertama melalui perasaannya dan kemudian menggunakan pikiran dan logikanya. Melalui eksperimentasi, anak-anak menemukan dan merancang sesuatu yang baru dan berbeda sehingga menimbulkan kepuasan. Selanjutnya, anak dapat mengalihkan minat kreatifnya ke situasi di luar dunia bermain (Zellawati, 2011:164).

Graham mendefinisikan bermain merupakan perilaku motivasi intrinsik yang dipilih secara bebas dan berorientasi pada proses yang disukai. Sementara Sukintaka menyatakan dengan bermain anak-anak dapat mewujudkan potensi dalam bentuk gerakan, sikap, dan perilaku. Dari berbagai teori dan pandangan dapat diidentifikasi bahwa bermain adalah kemajuan anak untuk aktivitas fisik, secara sukarela untuk mengekspresikan dan memperoleh kekuatan dan kesegaran (Hardiyono, 2013:119). Selanjutnya, Brewer (Aulina, 2012:136) mengemukakan bermain adalah kegembiraan, sebuah kegiatan yang menyenangkan ketika melakukannya, bebas dari paksaan atau tekanan luar, spontan dan dilakukan dengan sukarela. Hal ini memberikan anak kesempatan untuk membuat, menemukan, dan mempelajari dunianya dengan perasaan euforia bagi anak dan pemahaman tentang dirinya sendiri dan orang lain.

Pada perspektif yang berbeda namun tersirat makna yang sama, Khasanah, dkk. (2011:94) mengutarakan beberapa prinsip bermain berdasarkan perilaku anak, yaitu antara lain bermain adalah sesuatu yang menyenangkan, di luar dari peristiwa sehari- hari. Bermain adalah sarana bereksperimen dalam berbagai hal,

4 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain 4 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

Dari pendapat-pendapat di atas, di bangun konklusi bahwa bermain merupakan wadah bagi anak secara spontan untuk menyalurkan dan merasakan berbagai pengalaman seperti kegiatan motorik, kemampuan fisiologis, emosi, senang, bergairah, kecewa, bangga, marah serta melatih keterampilan berpikir (kritis dan kreatif) yang diprakarsai oleh kuatnya motivasi intrinsik sehingga anak dapat mengeksplorasi dan bereksperimen atas segala potensi yang ada dalam dirinya untuk kepentingannya sendiri baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan demikian, bermain tidak terjadi karena adanya unsur paksaan secara ekstrinsik.

C. Fungsi Bermain

1. Pengembangan jasmaniah

Kegiatan jasmani erat kaitannya dengan gerak. Untuk itu, ketercapaiannya hanya akan nampak ketika anak terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang bersifat gerak pula, misalnya melalui permainan. Saat bermain anak mulai dengan gerakan dasar (lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif), baik menari, lompat, dan melempar (lihat gambar 1.1), untuk melatih kekuatan otot, kelincahan, kelentukan, kecepatan, keseimbangan, daya tahan, dan

koordinasi. Komponen physical fitness ini telah dikolaborasikan secara holistik dalam kegiatan bermain sesuai dengan karakteristik perkembangan usia anak agar

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 5 Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 5

Komponen gerak dasar

Lokomotor Non lokomotor

Lari Memutar

Memukul

Merangkak Menarik

Memantul

Lompat Mendorong

Mongontrol

Loncat Membungkuk

Menangkap

dll Mengayang

dsb

Dalam proses pembelajaran, guru merancang kegiatan

gerak dasar baik secara mandiri maupun regu melalui kegiatan atletik, senam, permainan, dll

Gambar 1.1

Komponen gerak dasar Sukintaka (Hartati, dkk., 2012:35) Bermain dapat meningkatkan kesehatan dan kebugaran

jasmani anak termasuk kemampuan bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan pola hidup sehat. Kesehatan diri sendiri dapat terjadi ketika anak-anak terbiasa dengan sebuah habituatif untuk selalu bergerak sehingga tidak menimbulkan cidera, kelelahan, dan penyakit-penyakit hipokinetik lainnya. Dengan kondisi fisik yang prima, kemampuan fisik anak tidak hanya penting dalam kegiatan bermain saja, tetapi juga penting bagi tugasnya yang lain, seperti belajar dan bekerja. Aspek-aspek organis pun akan

6 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain 6 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

Selain perkembangan fisik seperti yang dideskripsikan di atas, bermain penting pula untuk pengembangan keterampilan teknik lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan analisis yang tepat dan dengan frekuensi yang cukup, sehingga semakin terampil penguasaan terhadap teknik permainan maka semakin besar pula probabilitas ekspansi kepada olahraga prestasi.

2. Pengembangan sportivitas

Jika kita mencermati perkembangan fenomena sosial dewasa ini, baik di bidang pendidikan, olahraga, politik, ekonomi, dan hukum banyak terjadi perilaku-perilaku yang tidak sportif. Perilaku tersebut dapat berupa, nyontek pada saat ujian, nilai ujian disabotase, gelar palsu, ijazah palsu, menggunakan doping , kampanye hitam, dsb. Oknum-oknum tersebut akan menempuh berbagai perilaku curang untuk mewarnai segala kinerjanya dengan tingkat akuntabilitas yang rendah sebagai implikasi lanjutan dari proses pemodelan perilaku tidak sportif. Oknum ini umumnya kental dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Melihat fenomena tersebut, kebiasaan untuk berperilaku sportif harus ditanamkan sejak dini demi terpeliharanya karakter anak. Misalnya dalam kegiatan bermain, anak tidak diperkenankan mengikuti “kemauannya sendiri” jika sudah ada aturan yang telah disepakati bersama dan atas aturan tersebut. Anak akan diawasi dan dinilai baik

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 7 Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 7

Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menganulir kemenangan atau memberikan punishment kepada anak melakukan perilaku tidak sportif. Namun yang terpenting adalah penyadaran konsepsi bahwa menjunjung tinggi sportivitas dalam segala kegiatan (permainan dan perlombaan) itulah kemenangan yang sesungguhnya. Karena hasil yang dicapai adalah dengan karya yang tidak kontradiktif dengan norma dan etika permainan, sehingga meskipun anak terobsesi untuk menang, namun dia tetap menggunakan sportivitas sebagai parameter utamanya. Dengan metode-metode demikian, maka pengembangan sportivitas lebih mudah dicapai dan tertanam dalam kegiatan bermain anak dan pola sosialisasinya.

3. Pengembangan keseimbangan mental

Sifat anak dapat dipengaruhi oleh lingkungan di mana dirinya berada. Baik atau buruknya pengaruh tersebut tergantung dari sifat-sifat yang ada pada lingkungan tersebut. Mudah dan tidaknya anak terpengaruhi, sangat bergantung pada kematangan mental anak untuk menerima intervensi ekstrinsik lingkungan. Umumnya anak yang memiliki mental lemah atau labil lebih mudah terkontaminasi dibandingkan yang bermental kuat atau stabil. Untuk itu, fasilitator

8 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain 8 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

Bermain mempunyai nilai-nilai yang positif, oleh karena itu nilai-nilai positif bermain diharapkan dapat memberikan dampak yang positif pula bagi anak. Seperti halnya dijelaskan oleh Landers & Arend (2007:469) bahwa kegiatan bermain menjadi berkembang melalui latihan tetapi tidak hanya baik untuk kesehatan fisik, tetapi juga itu sangat baik untuk kesehatan mental. Permainan juga dapat dipakai sebagai medan untuk mempraktikkan kompensasi yang positif bagi anak-anak yang mendapat tekanan batin, seperti: anak yang kehilangan sesuatu yang berharga, putus cinta, dsb. Hal ini dilakukan (bermain) untuk menghindari kompensasi negatif, misalnya: berjudi, minum-minuman keras sampai mabuk, seks bebas, pencurian, dll yang mengakibatkan kerusakan mental yang lebih luas pada diri anak. Bermain merupakan salah satu medan untuk menyalurkan emosi atau energi lebih sehingga melalui kegiatan jasmani pilihan (jenis permainan), emosi dan energi tersebut dimanajelisir dan disalurkan secara baik. Dengan demikian, kegiatan bermain juga memiliki nilai rehabilitasi

dan kesehatan mental pada anak.

4. Pengembangan solidaritas

Solidaritas sebagai perasaan atau ungkapan dalam sebuah regu yang dibentuk oleh kepentingan bersama dan merupakan integrasi oleh individu dengan orang lain yang berada disekitarnya. Hal ini mengacu pada hubungan sosial

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 9 Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 9

Dengan mengintegrasikan nuansa pluralisme dalam sebuah situasi yang cair dan netral dengan mengetengahkan sikap-sikap saling menghargai, kohesif, kolektif, dan altruistis maka fungsi bermain untuk pengembangan solidaritas dapat terbentuk dengan baik. Fasilitator hendaknya melibatkan anak-anak yang tidak homogen tetapi heterogen baik latar belakang agama, kebudayaan, ras, suku, dsb, pada saat kegiatan bermain untuk melatih kepekaan sosial mereka dengan saling mengenal dan mengetahui “dunia lain” yang merupakan kekayaan Indonesia. Misalnya dalam permainan dalam permainan benteng dan mission imposible , setiap anggota akan berjuang keras untuk menyelamatkan rekan regunya yang disandera oleh regu lain tanpa adanya pengelompokkan-pengelompokkan tertentu.

Selain itu, bagi fasilitator yang kreatif dapat memberdayakan anak-anak yang memiliki kelebihan- kelebihan baik dalam bidang akademik, olahraga, maupun ekonomi untuk selalu berbagi bersama-sama dengan teman lainnya yang membutuhkan bantuan. Contohnya adalah anak yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat mendampingi (bukan mengerjakan tugas secara langsung) anak lain dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah. Hal ini melatih anak untuk bagaimana memberikan simpati dan empati kepada orang lain yang sedang membutuhkan bantuan secara ikhlas tanpa adanya iming-iming lainnya.

10 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

Alhasil, pengembangan solidaritas anak dalam bermain akan terbentuk serta untuk menjaga kohesivitas, kolektivitas, dan sikap altruistis.

Gambar 1.2 Solidaritas siswa dalam pembelajaran Penjasorkes

5. Pengembangan kecintaan terhadap olahraga

Kecintaan terhadap olahraga sebenarnya bukan hanya penting bagi pribadi anak semata (individualis), tetapi penting juga untuk pengembangan olahraga baik bersifat lokal, regional, maupun nasional (sosialis). Kecintaan ini sebagai motivasi intrinsik awal anak yang akan memberikan pengalaman gerak yang dasar untuk gerak-gerak lanjutan yang lebih sempurna dan kompleks untuk olahraga profesional. Presiden Indonesia pun sering mengibarkan semangat kecintaan terhadap olahraga dengan semboyan: “Mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga.”

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 11

Banyak waktu luang yang anak-anak dapat isi dengan kegiatan-kegiatan positif untuk mengembangkan dirinya yang tidak hanya di sekolah tetapi berlanjut ketika berada di luar sekolah. Keterbatasan maupun kesalahan dalam mengisi waktu luang tersebut juga dapat memberikan dampak negatif bagi anak (kenakalan remaja) dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Aksioma bahwa bermain telah digemari dari anak-anak sampai pada lanjut usia. Karena bermain mendatang kesenangan, kepuasan, dan sarana menyalurkan emosi-emosi. Bermain dalam tahapan yang lebih kompleks menjadi embrio dan dapat mendorong dalam ekspansi kepada olahraga prestasi tentu dengan rasa kecintaan anak terhadap olahraga pilihannya tersebut.

Di sekolah misalnya pada saat jam kosong, anak-anak yang memiliki homogenitas hobi meluangkan waktunya untuk terlibat dalam kegiatan bermain sepakbola. Hal ini dilakukan anak karena atas ketertarikan dan kecintaannya terhadap permainan sepakbola. Oleh sebabnya, anak-anak ikhlas meluangkan waktunya untuk berpartisipasi dalam permainan dimaksud. Tidak sebatas di sekolah, namun kegiatan tersebut akan berlanjut ketika anak telah berada di luar sekolah. Untuk itu, modal kecintaan anak ini seyogianya diafirmasi oleh fasilitator dengan menyediakan ruang, waktu, sarana, prasarana yang tidak saat pada kegiatan intra (pembelajaran) akan tetapi juga pada saat ekstrakurikuler. Dengan intensitas yang repetisi yang tinggi, keterampilan- keterampilan anak akan terbentuk secara baik. Serta digunakan untuk kepentingan aktualisasi dan sosialisasi diri di lingkungan masyarakat baik dalam bentuk olahraga prestasi maupun kehidupan sosial kemasyarakatan.

12 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

6. Pengembangan kecepatan proses berpikir

Kesangsian terhadap sumbangan kegiatan bermain bagi pengembangan kecepatan proses berpikir anak masih dijumpai. Orang masih terbatas mengatakan bahwa bermain hanya menghabiskan waktu dan tenaga saja, bermain hanya membentuk otot agar menjadi kuat dan kekar saja, atau paling-paling bermain hanya membuat anak untuk melakukan beberapa kecakapan seperti menendang bola dalam permainan sepak takraw atau sepakbola, men -driblle dalam permainan bola basket, memukul dalam permainan kasti, soft ball , bolavoli, dsb. Perspektif demikian menjelaskan bahwa orang hanya melihat bermain pada sudut pandang geraknya saja (psikomotor). Tidak heran kegiatan bermain masih disangsikan sumbangannya oleh berabagai kalangan dalam mencapai hasil belajar yang holistik.

Pada saat anak terlibat dalam suatu permainan, akan dibentuk daya sensivitas dan daya persepsi yang tinggi terhadap situasi yang dihadapinya. Daya sensivitas dan persepsi tersebut akan mendorong anak untuk bertindak secara cepat dan tepat agar tidak tertangkap atau ketinggalan oleh lawan bermainnya maupun untuk mengelabui regu lawan. Atau dalam permainan sepak takraw, saat sedang menendang bola (tekong atau smash ), maka seluruh elemen menjadi penting baik itu kognitif, afektif, maupun psikomotor sehingga mendapatkan akurasi dalam menendang. Akan tetapi, jika perspektif yang digunakan untuk melihat peristiwa tersebut hanya dari sudut pandang psikomotor, maka kegiatannya akan menjadi sederhana, yaitu adanya awalan, perkenaan, dan akhiran selanjutnya bola akan masuk ke daerah permainan lawan (hanya masalah teknik).

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 13

Keberhasilan menekong atau men- smash bola tidak hanya bergantung pada kemampuan tekniknya saja (parsial). Daya persepsi, kecepatan proses bepikir, pengambilan keputusan, serta fungsi kejiwaan yang lain ikut terlibat. Pada saat bola dilemparkan, anak secara cepat membuat persepsi dan sensivitas sehingga menentukan keputusan dalam mengayunkan kakinya ke arah bola untuk mendapatkan hasil tendangan yang benar, tentu saja dengan kondisi mental yang siap, misalnya kepercayaan diri dan konsentrasi tinggi. Alhasil determinasi bermain untuk melatih kecepatan proses berpikir juga dapat dirasakan dan dibuktikan.

Sensitivitas berpikir dalam menendang bola takraw

D. Bermain: Bagaimana Karakteristiknya?

Kaitannya dengan bermain, Hardiyono (2013:120-121) mengemukakan tiga karakteristik penting yang harus

14 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain 14 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

Tabel 1.1 Perbedaan antara bermain dan bekerja

No Bermain Bekerja

1 Sukarela Kewajiban

2 Mendapatkan kesenangan Mendapatkan pengakuan

3 Secara alamiah Secara ilmiah

4 Spontanitas dan fleksibel Rutinitas dan sistematis

5 Bersifat sosialis Bersifat materialis Merujuk pada karakteristik bermain, maka suatu kegiatan

yang dilakukan anak dapat saja memiliki bentuk yang sama, namun memiliki tujuan dan makna yang berbeda dalam motif dan motivasi partisipasinya. Pada saat anak bermain bolavoli secara tradisional atau konvensional dengan menggunakan lapangan permainan, peraturan permainan, dan media yang dimodifikasi, maka kegiatan tersebut syarat dengan kegiatan bermain. Namun, jika bolavoli dilakoni oleh anak dengan melibatkan segala komponen yang telah diorganisasikan, memiliki landasan yuridis, dan menuntut target yang dicapai karena adanya konsekuensi

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 15 Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 15

Selain tiga karakteristik yang telah dikemukakan oleh Hardiyono (2013:120-121) di atas, maka pada kesempatan ini penulis mencoba untuk memberikan enam karakteristik bermain adalah sebagai berikut:

1. Atas dasar motivasi dari dalam diri ( intrinsic motivation )

Motivasi digambarkan sebagai konsekuensi dari makna, yang merupakan kombinasi faktor pribadi dan sosial, termasuk tujuan pribadi atau insentif, harapan, persepsi pengalaman, gerakan, dan kegiatan sosial (Lewthwaite, 1990:808). Bermain hendaknya lahir dari inisiatif sendiri. Hal ini dimaksudkan bahwa kegiatan bermain diprakarsai oleh anak-anak yang terlibat dalam kergiatan bermain tersebut. Dengan motivasi intrinsik yang kuat, maka kegiatan bermain lebih menyenangkan, partisipatif, semangat, bermakna ( meaningful ) serta anak-anak lebih optimal dalam mengeksplorasi seluruh potensi yang ada pada dirinya. Potensi-potensi tersebut dapat meliputi, kecepatan, kelincahan, kelenturan, keterbukaan, keberanian, kejujuran, kreativitas, dan kekritisan sehingga dapat melatih kesehatan fisik, mental, emosional, kreativitas berpikir anak.

Justifikasi ilmiah Park (2012:101) menemukan adanya perbedaan yang berarti dalam motivasi intrinsik antara anak dengan tingkat partisipasi/ kegiatan yang lebih tinggi dan anak dengan tingkat partisipasi/ kegiatan yang lebih rendah. Motivasi intrinsik anak ekstrover lebih meningkat dari anak introsver dalam pembelajaran berbasis permainan. Anak dengan motivasi intrinsik yang kuat, lebih aktif dan partisipatif dalam setiap kegiatan bermain yang dilaksanakan

16 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain 16 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

2. Berpikir yang positif ( possitive thinking )

Perasaan anak melalui kecenderungan berpikir positif harus dapat mewarnai kegiatan bermainnya agar kegiatan bermain dapat membentuk dan membangun keharmonisan sosial-emosional dalam kehidupannya. Berpikir positif akan mendorong anak untuk selalu aktif dan partisipatif dalam berbagai hal. Misalnya anak secara kooperatif dan kolaboratif membangun interaksi dan komunikasi dengan sesamanya untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan bermain. Seperti halnya yang dijelaskan Maksum (2011:151) bahwa: “Dengan membiasakan berpikir positif dapat menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan motivasi, dan menjalin kerjasama antara berbagai pihak. Pikiran positif akan diikuti dengan perkataan dan tindakan positif pula, karena pikiran

akan menuntun tindakan.” Sikap kooperatif, motivasi, kepercayaan diri, akan tercapai jika mulai dibangun dengan cara berpikir yang positif (lihat gambar 1.4). Artinya, berpikir positif harus dijadikan sebagai fondasi dari segala kegiatan yang hendak dilakukan sehingga berdampak positif pada kegiatan (apapun sifatnya) dan mengoptimalisasi potensi dalam dirinya. Orlick (Gilbert & Orlick, 2002:55) juga menambahkan perkembangan setiap individu untuk mencapai potensi optimalnya tergantung pada kombinasi dari mengakuisisi

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 17 Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 17

Model hubungan antara pikiran, perasaan, perilaku, dan prestasi (Maksum, 2011:151)

3. Fleksibel ( flexible )

Rubin dan rekan-rekannya menyampaikan bahwa fleksibel ditandai dengan mudahnya kegiatan beralih dari satu bentuk ke bentuk lainnya (Hartati, dkk., 2012:4).

18 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

Karakteristik fleksibel memberikan kesempatan pada setiap subjek yang terlibat dalam kegiatan bermain (guru dan siswa) untuk tidak kaku dengan situasi, lingkungan, sarana, aturan, melainkan adanya unsur fleksibilitas dan pengembangan untuk mencapai sasaran. Sehingga kegiatan bermain tidak dapat berjalan dengan alasan-alasan yang dikemukakan sebelumnya (sarana tidak standar, aturan harus ideal, dsb.).

Permainan tidak boleh tiga salah satu contohnya. Jika populasi siswa yang terlibat dalam permainan tersebut sangat besar, maka dapat dimodifikasi menjadi permainan empat tidak boleh, lima tidak boleh dan seterusnya. Contoh tersebut juga dapat berlaku pada situasi dan kondisi yang lain, menggunakan lapangan in - door jika cuaca tidak bersahabat (hujan) atau menggunakan akar kayu sebagai tali tambang, kapur sebagai lintasan, dsb. Pada prinsipnya, kegiatan bermain melalui permainan didesain untuk mencapai tujuan (kesenangan), sehingga segala kemungkinan atau peluang untuk dilakukan modifikasi (karakteristik keluwesan) sangat dibutuhkan dalam proses pelaksanaannya.

4. Menekankan pada proses ( emphasize of processes )

Pada saat bermain, anak harus lebih difokuskan pada kegiatan yang berlangsung (prosesnya) dari pada hasil akhir yang dicapai. Tidak adanya penekanan untuk mencapai prestasi, sehingga anak bebas untuk mengekspresikan berbagai variasi gerak dalam permainan. Sejauh ini baik dalam kegiatan bermain atau kegiatan-kegiatan formal lainnya, kita hanya difokuskan prestasi/ hasil, sehingga tingginya tendensi untuk mempraktikkan perilaku distortif ( missbehavior ) dengan curang dan tidak sportif serta adanya tekanan psikologi (stres, cemas, dsb) pada diri anak. Jika

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 19 Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 19

bermartabat serta mengintegrasikan domain pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotor) secara ekuilistis.

yang

yang

Pentingnya proses dalam menjalankan kegiatan telah menjamur pada setiap ruang lingkup ilmu, salah satunya pada kegiatan pembelajaran. Metode yang menekankan pada proses telah berkontribusi terhadap kinerja anak, misalnya Oliver-Hoyo, et al . (2004:441) yang menerapkan model pembelajaran aktif berbasis masalah mempengaruhi pengembangan konseptual dan menekan miskonsepsi pada

siswa, Dyson, et al . (2004:238) sport education , tactical games , cooperative learning , theoritical pedagogical considerations melatih siswa dalam pengambilan keputusan, interaksi sosial, dan pemahaman kognitif terhadap berbagai kegiatan fisik, Hackathorm, et al . (2011:40) menemukan

active learning / learning by process memberikan bantuan kepada anak dalam meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran, Kumar & Deepla (2011:28), menerapkan

permainan untuk membangkitkan motivasi berprestasi, Mustafa, et al . (2012:43) anak yang terlibat dalam metode pembelajaran aktif, berhasil dalam meningkatkan prestasi membaca secara komperehensif, Chee & Tan (2012:185) pendekatan pembelajaran inkuiri berbasis permainan meningkatkan kinerja.

20 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

5. Bebas memilih ( free of choice )

Salah satu critical point yang Jacman ajukan dalam mendefinisikan bermain adalah kegiatan bebas memilih yang dilakukan anak-anak (Aulina, 2012:136). Bermain merupakan salah satu bentuk kegiatan yang menyenangkan bila kegiatannya dilakukan secara sukarela, atas konasi dan kesadaran sendiri, sesuai preferensi anak, dan tanpa ada paksaan, maka kegiatan tersebut lebih menyenangkan dan bermakna. Untuk itulah, setiap anak yang bermain harus melakukannya dengan penuh kesadaran bahwa bermain itu lahir atas prakarsa sendiri. Jika bermain dalam nuansa kesenangan, maka anak secara mudah memilih sesuai keinginan, kebutuhan, dan karakteristiknya terkait dengan bentuk-bentuk kegiatan bermain yang hendak/ sementara dilakukannya. Musfiroh (Trinova, 2012:211) menjelaskan bahwa: “…bermain bersifat fleksibel anak dapat dengan

bebas memilih dan beralih ke kegiatan bermain apa saja yang diinginkannya. Adakalanya anak berpindah-pindah dari satu kegiatan bermain ke kegiatan bermain lainnya yang tidak terlalu lama.”

Preferensi anak untuk memilih kegiatan bermain juga mengindikasikan bahwa anak sedang berlatih untuk mencoba hal-hal baru yang belum diketahui/ dipelajarinya, sehingga dalam bermain, sebagai guru/ fasilitator harus mampu memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih kegiatan bermain yang disukainya tanpa adanya intervensi. Misalnya, dalam bermain ada anak yang senang bermain bolavoli dan juga ada anak yang senang bermain sepakbola, maka sebagai guru/ fasilitator harus dapat memahami kondisi psikologis anak dengan memfasilitasi anak untuk mencapai kebutuhan

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 21 Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 21

Keunggulan metode reward and pusnisment dapat melatih kepercayaan diri (Siedentop, 1983:103), menangani perilaku indisipliner (Indrawati & Maksum, 2013:304) serta melatih kekritisan berpikir siswa dalam melahirkan sebuah persepsi/ pendapat/ keputusan dan dipertanggungjawabkan secara baik.

6. Mempertimbangkan imajinasi ( imagination equired )

Imajinasi sebagai dasar dari semua aktivitas kreatif, merupakan komponen penting dari berbagai aspek kehidupan. Ahmadi (2009:80) dalam bukunya berjudul “Psikologi umum” mendefinisikan imajinasi sebagai

kemampuan jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan atau bayangan baru. Dengan kekuatan imajinasi anak dapat menjelaskan diri dari keadaan yang dihadapinya dan menjangkau kepada masa depan (keadaan yang akan datang). Selanjutnya, Mbaya & Chetty (2012:572) menambahkan manifestasi imajinasi dapat berupa persepsi, kemampuan mental, visualisasi, dan penyampaian makna melalui benda atau gagasan-gagasan baru. Pada dasarnya setiap anak memiliki sifat dasar untuk berimajinasi. Sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap berpikir kritis dan kreatif bagi anak. Untuk mengembangkannya, kegiatan bermain merupakan salah satu medan yang harus dimanajelisir sehingga mengafirmasi perkembangan sifat imajinasi anak-anak.

22 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

Melalui suasana bermain, guru/ fasilitator dapat memberikan reward atau apresiasi atas hasil kerja atau kinerja anak, dapat juga dilakukan dengan mengajukan pertanyaan atau pernyataan yang “provokatif” atau “konfrontatif” serta mendorong anak untuk bereksperimentasi dalam kegiatan bermainnya. Dalam bukunya yang berjudul: “ Teaching english creativity”, Cremin, et al . (2009:1) menyatakan energi imajinasi dapat mengembangkan kinerja, kepercayaan diri, kreativitas, membangun sikap positif untuk belajar. Implementasi kegiatan bermain yang membutuhkan daya imajinasi anak sangat penting, untuk itu guru/ fasilitator harus mampu memediasi proses bermain yang tidak kaku, monoton, dan konvensional sehingga daya imajinasi anak dapat berkembang secara optimal. Misalnya, dalam permainan tarian bombastik, anak berimajinasi laksana sedang bergoyang sehingga harus melakukan gerakan goyang sebaik mungkin untuk mempertahankan hula-hop sehingga tidak terjatuh ke tanah.

E. Jenis-Jenis Kegiatan Bermain

Untuk merealisasikan permainan, guru/ fasilitator dapat memilih jenis kegiatan bermain yang sesuai dengan karakteristik dan tujuan yang hendak dicapainya demi kepentingan anak. Jenis kegiatan bermain ini sendiri ada berbagai pengelompokkan. Pengelompokkannya tersebut meliputi: 1) Jenis bermain aktif dan pasif; 2) Jenis bermian individual dan beregu; 3) Jenis bermain menggunakan media dan tidak menggunakan media; 4) Jenis bermain menggunakan lapangan in - door dan out - door ; 5) Jenis bermain menggunakan perlombaan dan tidak menggunakan perlombaan; dan 6) Jenis bermain bola besar dan bola kecil.

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 23

Keenam pengelompokkan jenis kegiatan bermain yang dipaparkan di atas saling berkaitan satu dengan lainnya (tidak dapat dipisahkan), sehingga guru/ fasilitator tinggal memilih jenis kegiatan bermain yang sesuai dengan karakteristik situasi dan kondisi anak dan pencapaian tujuan permainan. Jenis-jenis kegiatan bermain yang hendak dijelaskan dalam buku ini hanya merupakan panduan umum bagi guru/ fasilitator untuk mengimplementasikannya

proses pembelajaran Penjasorkes. Jenis kegiatan bermain ini dapat meiliputi: 1) Bermain fisik; 2) Bermain intelektual; 3) Bermain ekspresi; 4) Bermain manipulasi; dan 5) Bermain simbolik.

dalam

1. Bermain fisik

Bermain fisik meliputi kegiatan yang menggunakan fisiknya dalam menyalurkan energi anak secara bebas dan memberikan kesempatan untuk anak mengembangkan keterampilan motoriknya secara optimal. Bermain fisik juga manfaat kesehatan anak dan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya (pengetahuan dan afektif anak), misalnya pada saat anak merangkak, berjalan, berguling, dan berlari.

Bermain fisik membantu anak untuk mengembangkan hubungan antara sel-sel saraf dan otak dan sebagai koneksi eskalasi keterampilan motorik halus dan kasar anak, sosialisasi, kesadaran pribadi, bahasa, kreativitas, dan pemecahan masalah. Guru/ fasilitator dapat menggunakan bermain fisik sebagai kegiatan yang akseptabel untuk melatih dan mengembangkan berbagai manfaat kesehatan dengan mengurangi resiko kesehatan seperti penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, diabetes melitus, obesitas, dan kondisi kesehatan lainnya.

24 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

2. Barmain intelektual

Meskipun dikatakan bermain intelektual bukan serta merta tidak membutuhkan kegiatan motorik lainnya serta sebaliknya bukan menegaskan juga bahwa jenis kegiatan bermain yang lainnya tidak memerlukan intelektual. Pada kegiatan bermain intelektual lebih difokuskan pada kecerdasan intelektual semata. Bermain jenis ini memerlukan pemikiran dan konsentrasi yang tinggi dan hanya sedikit menggunakan kegiatan fisik untuk mengimplementasinya, misalnya dalam permainan catur, billiard, bridge, menembak, dsb.

Meskipun bermain jenis ini juga menjaga bagian dari rumpun kegiatan bermain (salah satu jenisnya), namun tetaplah perlu digaris bawahi bahwa anak-anak dalam masa perkembangan lebih membutuhkan kegiatan fisik yang optimal dalam bermain. Tubuh yang masih muda memerlukan latihan-latihan fisik yang giat dan sistematis untuk meningkatkan fungsi-fungsi organ secara bertahap dan berkelanjutan.

3. Bermain ekspresi

Ekspresi merupakan pengungkapan atau proses untuk menyatakan gagasan, perasaan, maupun maksud dari seorang individu lain disekitar kita. Pada saat anak bermain ekspresi, anak akan melatih perasaannya (bahagia, senang, sedih, terharu, kecewa, benci, dan lain sebagainya) untuk memberikan isyarat kepada orang lain yang berada disekitarnya agar mengerti dan memahami maksud dan tujuan anak. Bentuk-bentuk tertentu dari kegiatan bermain memberikan anak kesempatan dalam mengungkapkan perasaan dengan melibatkan berbagai media disekitarnya.

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 25

Jika media yang digunakan dalam bermain ekspresi termasuk kain, pensil, spidol, kertas, air, dsb untuk mencipta sebuah karya seni, maka anak telah melatih ekspresinya secara kreatif pada media tersebut. Namun, jika ekspresi pada anak disalurkan hanya semata-mata untuk membebaskan dirinya dari perasaan tertentu, maka itu merupakan bentuk ekspresi yang tidak kreatif dari anak. Untuk itu, sebagai guru/ fasilitator harus mengambil peran aktif dengan memoderatori situasi dan kondisi secara baik sehingga anak dapat menggunakan media-media tersebut untuk mengekspresikan perasaannya secara kreatif dalam kegiatan bermainnya.

4. Bermain manipulasi

Anak-anak dapat mengontrol atau menguasai lingkungannya melalui kegiatan bermain pada saat anak bermain manipulasi. Pada dasarnya bermain manipulasi adalah sebuah situasi rekayasa yang memuat beberapa realita untuk menstimulasi respons dunia nyata anak-anak yang terlibat dalam kegiatan bermain. Ketika anak bermain, maka lingkungan distrukturalisasi dan orang lain atau subjek dimanipulasi sedemikan rupa untuk keberlangsungan dan pencapaian makna dari koneksi kegiatan bermain anak dengan dunia nyata.

Bermain manipulasi dimaksudkan untuk merangsang dan meningkatkan keterampilan berpikir pada anak serta berbagai manfaat-manfaat lainnya yang secara inklusif melatih kecerdasan kinestetik anak. Kecerdasan kinestetik anak dibentuk secara baik dengan manipulasi lingkungan bermain dengan media-media pendukung, misalnya, anak menjatuhkan bola dan guru/ fasilitator mengambilnya, anak membunyikan bola secara sengaja dan fasilitator berusaha

26 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain 26 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

5. Bermain simbolik

Permainan ini secara simbolik mengungkapkan masalah-masalah yang dijumpai anak dalam kehidupannya. Anak dapat menggunakan drama atau ilustrasi untuk memperkuat kegiatan bermainnya dengan imajinasi-imajinasi untuk mengubah pengalaman menyakitkan dalam hidupnya. Jika anak yang berada dalam keluarga yang tidak harmonis (kasar), maka anak cenderung berpura-pura menjadi seorang ibu yang mencintai dan memeluk anaknya untuk memberikan kenyamanan dan kedamaian. Atau jika sebaliknya anak mengadopsi peran “kasar” dalam keluarga, maka anak cenderung terpolarisasi dengan perilaku antagonis dengan memukul atau berteriak pada temannya atau boneka sebagai media yang melambangkan subjek/ anak lainnya.

Pada kegiatan bermain lainnya, anak mungkin berpura- pura menjadi seorang model/ pahlawan (misalnya superman , power ranger , naruto, dsb.) yang disimaknya melalui buku atau televisi. Pada tahapan perkembangan tertentu anak-anak percaya bahwa dirinya dapat terbang atau hilang, selain itu kemanjuran terapi bermain simbolik juga digunakan oleh guru/ fasilitator untuk mengatasi rasa takut pada anak ketika terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang tidak menyenangkan bagi anak (ke sekolah, ke rumah sakit, dsb.).

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak _ 27

Tugas dan Latihan

1. Jelaskan pengertian bermain dan permainan menurut Anda!

2. Uraikanlah persamaan dan perbedaan antara bermain ( play ) dan permainan ( game )!

3. Uraikanlah karakteristik kegiatan bermain menurut Anda!

4. Nilailah kelebihan dari lima jenis kegiatan bermain!

5. Kembangkanlah jenis kegiatan bermain berdasarkan pengalaman Anda!

28 _ Definisi, Fungsi, Karakteristik, dan Jenis Kegiatan Bermain

Bab 2 Bermain, Permainan, dan Olahraga: Teori dan Aplikasi

Pada saat bermain, fisik anak melakukan kegiatan yang dapat merangsang perkembangan gerak halus dan gerak kasar. Anak juga mendapatkan sistem keseimbangan, misalnya pada saat anak melompat atau berayun. Anak juga berkesempatan untuk melibatkan koordinasi mata dan tangan (Khasanah, dkk., 2011:95).

A. Pendahuluan

Jika kita mencermati atlet-atlet profesional dalam bidang olahraga ( peak performance ), mereka begitu lincah dan anggun dalam mengelolah tubuhnya serta mampu menguasai media- media yang digunakan dalam suatu pentas olahraga (misalnya: sepakbola, bolavoli, silat, senam, dsb.). Sebut saja Leonel Andres Messi, kemampuannya dalam mengolah si kulit bundar baik itu control , passing , dan shooting sangat anggun dan memiliki akurasi serta nilai estetika yang tinggi, maka tidak heran dirinya

pernah menyabet pemain terbaik dunia ( Ballon d’Or) sebanyak empat kali beruntun. Peak performance tersebut, menegaskan bahwa ada level-level yang sudah tentu dilewati oleh atlet untuk mencapai

usia

emasnya

( golden age ). Jika kita

Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak  29 Jusuf Blegur & M. Rambu P. Wasak  29

Surplus energy theory (Herbert Spencer); 2) Recreation theory (Lazarus Moritsz); 3) Pre - exercise theory (Karl Groos); 4) Recapitulation theory (Granville S. Hall); 5) Psychoanalytic theory (Sigismund S. Freud); 6) Cognitive theory (Jean Piaget); dan 7) Sociocultural theory (Lev S. Vygotsky). Plato, Aristoteles, dan Frobel mengungkapkan bermain sebagai kegiatan yang bernilai praktis. Artinya, bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan praktis (Hartati, dkk., 2012:6-7). Permainan merupakan kegiatan bermain yang diorganisasikan serta melibatkan kompetisi, dengan demikian permainan memiliki anturan-aturan untuk para pemainnya. Situasi alamiah yang membawa anak dalam kegiatan bermain dan permainan memberi implikasi dalam melatih pengalaman gerak anak baik lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif. Sedangkan olahraga memiliki karakteristik permainan yang telah dilembagakan serta mempertunjukkan keterampilan-keterampilan yang khas dalam mencapai kemenangan.