INTERAKSI INFORMASI ASIMETRI, KULTUR ORGANISASI, DAN GROUP COHESIVENESS ANTARA PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK DI PDAM “DELTA TIRTA” SIDOARJO.

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Larasati Laksita Putri

0512010221 / FE /EM

KEPADA

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN`

JAWA TIMUR


(2)

Yang diajukan

Larasati Laksita Putri

0512010221 / FE /EM

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh

Pembimbing Utama

Dra.Ec.Hj.Lucky Susilowaty,MP Tanggal : ………..

Mengetahui

Ketua Program Studi Fakultas Ekonomi

Drs.Ec.Gendut Sukarno, Ms


(3)

MEREFERENSIKAN PRODUK NOTEBOOK ACER

(Studi Kasus di Hi-Tech Mall Surabaya)

Yang diajukan

Larasati Laksita Putri

0512010221 / FE /EM

Disetujui untuk Ujian Lisan oleh

Pembimbing Utama

Dra.Ec.Hj.Lucky Susilowaty,MP Tanggal : ………..

Mengetahui

Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

DRS. EC. SAIFUL ANWAR, Msi. NIP. 030 194 437


(4)

(Studi Kasus di Hi-Tech Mall Surabaya)

Disusun oleh:

Larasati Laksita Putri

0512010221 / FE /EM Telah Dipertahankan Dihadapan

Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur

pada tanggal 26 Maret 2010.

Pembimbing Tim Penguji

Pembimbing Utama Ketua

Dra.Ec.Hj.Lucky Susilowaty,MP DR.Dhani Ichsanudin Nur,SE, MM

Sekretaris

Dra.Ec.Hj.Kustini, MSi

Anggota

Dra.Ec.Mei Retno, MSi Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Dr. Dhani Ichsanudin Nur. SE,MM. NIP. 030 202 389


(5)

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1. Anggaran ... 11

2.2.1.1.Pengertian Anggaran ... 11

2.2.1.2. Proses Penyusunan Anggaran ... 13

2.2.1.3. Fungsi Anggaran ... 15

2.2.1.4. Aspek Keperilakuan Dalam Anggaran ... 15

2.3 Informasi Asimetris ... 19

2.3.1. Pengertian Informasi Asimetris ... 19

2.4. Kultur Organisasi ... 22

2.4.1. Pengertian Kultur Organisasi ... 22

2.4.1.1. Sumber-Sumber Budaya Organisasi ... 24

2.4.1.2. Fungsi Budaya Organisasi ... 24

2.4.1.3. Ciri-Ciri Budaya Organisasi ... 25


(6)

2.6.1.1. Partisipasi Dalam Penyusunana Anggrana 27

2.6.1.2. Kecukupan Anggaran ... 30

2.7. Budgetary Slack ... 30

2.7.1. Pengertian Budgetary Slack ... 30

2.8. Pengaruh Budgeting participation dan Budgetary Slack ... 32

2.8.1. Pengaruh Budgeting participation, dan informasi asimetri Terhadap Budgetary Slack ... 34

2.8.2. Pengaruh Budgeting participation Dan Budaya Organisasi Terhadap Budgetary Slack ... 35

2.8.3 Pengaruh Budgeting participation dan Group Cohesiveness Terhadap Budgetary Slack ... 36

2.9. Model Analisis ... 37

2.10. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definis Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 40

3.1.1. Pengukuran Variabel ... 41

3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 45

3.3. Jenis Dan Sumber Data ... 45

3.4. Prosedur Pengumpulan Data ... 45

3.4.1. Pengumpulan Data ... 45

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 46

3.5.1. Uji Validitas ... 46

3.5.2. Uji reliabilitas ... 46

3.5.3. Uji Normalitas ... 47

3.6. Uji Asumsi Klasik ... 47

3.7. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 49


(7)

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 54

4.1.1. Sejarah PDAM “Delta Tirta Sidoarjo” ... 54

4.1.2. Struktur Organisasi ... 56

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 58

4.2.1. Karakteristik Jawaban Responden ... 58

4.2.1.1. Hasil Penelitian Variabel Bebas Partisipasi Anggaran(X1) ... 59

4.2.1.2. Hasil Penelitian Variabel Bebas Informasi Asimetris (X2) ... 60

4.2.1.3. Hasil Penelitian Variabel Bebas Budaya Organisasi (X3) ... 61

4.2.1.4. Hasil Penelitian Variabel Bebas Group Cohesiveness (X4) ... 62

4.2.1.5. Hasil Penelitian Variabel Budgetary slack (Y) 63 4.2.6. Hasil Penelitian Variabel Budgetary Slack (Y) ... 65

4.3. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 64

4.3.1. Uji Validitas ... 64

4.3.2. Uji Reliabilitas ... 67

4.3.3. Uji Normalitas ... 67

4.3.4. Uji asumsi Klasik ... 68

4.4. Analisis Dan Hasil Pengujian Hipotesis ... 70

4.4.1. Analisis Interaksi Regresi Pada Hipotesis 1 ... 70

4.4.1.1. Analisis Interaksi Regresi Partisipasi Anggaran Variabel Moderat Informasi Asimetri Terhadap Budgetary Slack ... 71

4.4.1.2.. Analisis Interaksi Regresi Partisipasi penganggaran, Variabel Moderat Budaya Organisasi Terhadap ... 73


(8)

Budgetary Slack ... 75

4.5. Hasil Pengujian Uji F ... 77

4.6. Pembahasan Hasil Penelitian Dan Pengujian ... 81

4.6.1. Pembahasan Hipotesis I ... 81

4.6.2. Pembahasan Hipotesis II ... 82

4.6.3. Pembahasan Hipotesis III ... 84

4.6.4. Pembahasan Hipotesis IV ... 85

4.7. Perbedaaan Hasil Penelitian ... 86

4.8. Keterbatasan Penelitian ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 89

5.2. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

Tabel 4.1. Tabel Frekuensi Jawaban Variabel Partisipasi Anggaran (X1) . 59

Tabel 4.2. Tabel Frekuensi Jawaban Variabel Informasi Asimetris (X2) ... 60

Tabel 4.3. Tabel Frekuensi Jawaban Variabel Budaya Organisasi (X3) 61

Tabel 4.4. Tabel Frekuensi Jawaban Variabel Group Cohesiveness (X4) 62

Tabel 4.5. Tabel Frekuensi Jawaban Variabel Group Cohesiveness (Y) ... 63

Tabel 4.6. Hasil Uji Validitas Partisipasi Anggaran (X1) ... 65

Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas informasi asimetris (X2) ... 65

Tabel 4.8. Hasil Uji Validitas budaya organisasi (X3) ... 65

Tabel 4.9. Hasil Uji Validitas group cohesiveness (X4) ... 66

Tabel 4.10. Hasil Uji Validitas Budgetary slack (Y) ... 66

Tabel 4.11. Hasil Uji reliabilitas ... 67

Tabel 4.12. Uji Normalitas ... 68

Tabel 4.13. Uji Multikolonieritas ... 69

Tabel 4.14. Uji Heterokedastiitas ... 69

Tabel 4.15. Hubungan Regresi Sederhana Antara Variabel Bebas Partisipasi Anggaran dan Budgetary Slack ... 70

Tabel 4.16 Hubungan Regresi Antara Variabel Bebas Partisipasi anggaran, informasi asimetris Sebagai Variabel Interaksi Terhadap Budgetary Slack ... 71

Tabel 4.17 Hubungan Regresi Antara Variabel Bebas Partisipasi anggaran, Budaya Organisasi Sebagai Variabel Interaksi Terhadap Budgetary Slack ... 73

Tabel 4.18. Hubungan Regresi Antara Variabel Bebas Partisipasi anggaran, Group Cohesiveness Sebagai Variabel Interaksi Terhadap Budgetary Slack ... 75

Tabel 4.19 Uji F ... 77

Tabel 4.20 Uji Hipotesis I ... 78


(10)

(11)

Gambar 1. Gambar Kerangka Pikir ... 39 Gambar 2. Struktur Organisasi ... 57


(12)

Lampiran 2 : Hasil Rekap Jawaban Responden

Lampiran 3 : Hasil Uji Validitas, Reliabilitas dan Normalitas Lampiran 4 : Hasil Normalitas dan Asumsi Klasik

Lampiran 5 : Uji Interaksi Regresi

Lampiran 6 : Frekuensi Jawaban Responden


(13)

Keyword : Interaksi Informasi Asimetri, Kultur Organisasi, dan Group

Oleh :

Reysa Annastasya

PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”, selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, untuk dapat menyusun RAPBD berdasarkan prestasi kerja atau anggaran berbasis kinerja (ABK) diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya, Kegiatan operasional dalam penyusunannya yang dampaknya terhadap kinerja manajernya, namun realitas yang terjadi bahwa proses penyusunan anggaran di PDAM “Delta Tirta Sidoarjo” masuh bergantung pada pemerintah daerah setempat, artinya adanya kebergantungan dalam proses anggaran dengan pemerintah daerah setempat. Penelitian mengenai budgetary slack disektor publik khususnya Pemerintah daerah belum banyak dilakukan, padahal di organisasi sektor publik yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, orsospol, yayasan, LSM, dan koperasi, Mardiasmo, (2002: 2) mempunyai karakteristik anggaran yang sangat berbeda baik sifat, penyusunan, maupun pelaporannya. Perbedaan dalam perencanaan dan persiapan anggaran sektor publik, serta adanya pendanaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah cenderung menyebabkan ketergantungan keuangan yang menimbulkan terjadinya slack

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo yaitu sebanyak 290 responden. Sampel yang di ambil karyawan yang memiliki otoritas dalam menyusun anggaran di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo yaitu sebanyak 68 responden

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah didapatkan bahwa 1). partisipasi anggaran memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

budgetary slack, maksudnya bahwa partisipasi anggaran akan meningkatkan budgetary slack di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo. 2) informasi asimetri merupakan variabel yang memoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Informasi asimetri membuat pegawai lebih berpartisipasi dalam penyusunan anggaran untuk meningkatkan kesenjangan anggaran. 3). Budaya organisasi merupakan variabel pemoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo. 4) group cohesiveness merupakan variabel pemoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Di dalam PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo Dalam kaitannya dengan Budgetary Slack..


(14)

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Setiap organisasi termasuk pemerintah pusat maupun daerah dalam melaksanakan tugas yang diemban mutlak mempunyai rencana-rencana yang disusun an dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas Negara, sejalan dengan tugas yang iemban tersebut, maka pemerintah merumuskan berbagai kebijakan yang dituangkan alam bentuk anggaran, melalui anggaran, akan diketahui seberapa besar kemampuan emerintah dalam melaksanakan berbagai urusan pemerintahan yang menjadi ewenangnya dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.

Sebagai wujud dari akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, diperlukan kewajiban pertanggungjawaban mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam mewujudkan visi dan misi serta tujuan yang telah itetapkan sehingga dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat ang diwujudkan dalam bentuk penetapan anggaran., hal ini diperlukan agar optimalisasi dalam pelayanan publik menjadi prioritas utama karena masih ditemui banyak keluhan msyarakat mengenai pengalokasian anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kala prioritas masyarakat serta berbagai bentuk pengalokasian anggaran yang kurang mencerminkan aspek ekonomis, efesiensi dan efektivitas dalam pengelolaan anggaran. Mardiasmo, (2002)


(16)

Perilaku positif terjadi jika terdapat usaha pencapaian tujuan yang saling mendukung dan terkait (congruence) antara tujuan organisasi secara umum dan perilaku operasional para manajer, dengan demikian, tujuan anggaran adalah mendukung terciptanya kesatupaduan aktivitas dari berbagai elemen dan level manapun di dalam organisasi untuk mencapai tujuan akhir organisasi maka di sini letak pentingnya system evaluasi terhadap pencapaian target maupun sasaran organisasi diciptakan sehingga seorang manajer tidak saja termotivasi mencapai indikator kinerja yang telah direncanakan, pada saat yang bersamaan juga melakuikan tindakan koneksi berdasarkan kepentingan strategis suatu entitas sektor publik.

Demikian pula jika anggaran tidak dikelola secara tepat, perilaku negatif

(dysfunctional behaviour) para manajer bisa muncul, hal ini terjadi manakala perilaku manajer kontra produktif dengan tujuan organisasi, sebagai contoh, seorang manajer yang mendapat hukuman akibat tidak tercapainya sasaran yang ditargetkan oleh anggaran, hal ini akan mendorong mereka menyusun budget yang secara relative mudah diperoleh (budget slack), tentu saja, hal demikian merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan kepentingan perusahaan karena anggaran yang ada tidak mencerminkan espektasi yang realistis, namun, harus diakui penyusunan anggaran dan sistem evaluasi kinerja yang mampu mengurangi perilaku negative para manajer bukanlah merupakan tugas yang mudah karena kadang kala kepentingan umum organisasasi tidak sesuai dengan kepentingan individu, sebagai contoh, suatu entitas sektor publik berencana memotong anggaran untuk meningkatkan efisiensi penyediaan layanan publik, sementara pada saat yang sama seorang manajer


(17)

menghendaki tambahan dana untuk meningkatkan efektivitas operasional unit kerjanya.

Adapun menurut Hilton (Falikhatun, 2007: 2), tiga alasan utama manajer melakukan budgetary slack :

1. Orang-orang selalu Percaya bahwa hasil pekerjaan mereka akan terlihat bagus dimata atasan jika mereka dapat mencapai anggarannya;

2. Budgetary slack selalu digunakan untuk mengatasi Kondisi ketidakpastian, jika tidak ada kejadian yang tidak terduga, yang terjadi manajer tersebut dapat melampaui atau mencapai anggarannya;

3. Rencana anggaran selalu dipotong dalam proses pengalokasian sumber daya. Falikhatun (2007: 7), menguji interaksi informasi asimetri, budaya organisasi, dan group cohesiveness dalam hubungan antara partisipasi penganggaran dan budgetary slack. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap budgetary slack, informasi asimetri mempunyai pengaruh negative tetapi signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack, budaya organisasi tidak mempunyai pengaruh terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack.

Group cohesiveness yang didefinisikan sebagai tingkat yang menggambarkan suatu kelompok dengan anggota yang mempunyai pertalian dengan anggota lainnya dan keinginan untuk tetap menjadi bagian dari kelompok tersebut. Kelompok dengan tingkat kohesivitas tinggi menyebabkan individu cenderung lebih sensitif kepada


(18)

anggota lainnya dan lebih mau untuk membantu dan menolong mereka (Scachter, Ellertson, McBride, dan Gregory dalam Falikhatun, (2007: 4). Selanjutnya tingkat kohesivitas dipengaruhi oleh jumlah waktu yang dihabiskan bersama oleh para anggota kelompok, tingkat kesulitan dari penerimaan anggota baru ke dalam kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang mungkin, dan sejarah keberhasilan dan kegagalan kelompok dimasa lalu.

Penelitian mengenai budgetary slack disektor publik khususnya Pemerintah daerah belum banyak dilakukan, padahal di organisasi sektor publik yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, orsospol, yayasan, LSM, dan koperasi, Mardiasmo, (2002: 2) mempunyai karakteristik anggaran yang sangat berbeda baik sifat, penyusunan, maupun pelaporannya. Perbedaan dalam perencanaan dan persiapan anggaran sektor publik, serta adanya pendanaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah cenderung menyebabkan ketergantungan keuangan yang menimbulkan terjadinya slack.Mardiasmo, (2002: 21).

Penelitian ini dilakukan di PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”, selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, untuk dapat menyusun RAPBD berdasarkan prestasi kerja atau anggaran berbasis kinerja (ABK) diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk melaksanakannya, dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia tersebut, BPKP berusaha berperan aktif membantu Pemerintah Daerah dengan menyusun Pedoman Penyusunan APBD Berbasis Kinerja.


(19)

Kegiatan operasional dalam penyusunannya yang dampaknya terhadap kinerja manajernya, namun realitas yang terjadi bahwa proses penyusunan anggaran di PDAM “Delta Tirta Sidoarjo” masuh bergantung pada pemerintah daerah setempat, artinya adanya kebergantungan dalam proses anggaran dengan pemerintah daerah setempat. Berikut realisasi anggaran PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo selama kurun waktu 5 tahun antara tahun 2004 – 2009 sebagai berikut:

Tabel.1. Reliasisasi Anggaran PDAM “Delta Tirta Sidoarjo” 2004 – 2009 TAHUN

Target Anggaran pendapatan

Realisasi Anggaran

pendapatan SELISIH % 2004 497.011.000 483.581.300 13.429.700 2,70% 2006 477.797.481,3 468291043,8 9.506.437,5 1,98% 2007 464.081.956,3 450.445.193,8 13.636.762,5 2,94% 2008 385.625.000 384.506.000 1.119.000 0,29% 2009 336.891.000 334.538.800 2.352.200 0,70%

Sumber : PT. Mardika Sarana Engineering

Berdasarkan data target dan realisasi anggaran pendapatan PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo yang telah ditetapkan perusahaan menunjukkan penurunan anggaran pendapatan dimana antara realisasi dengan target tidak sesuai, hal tersebut dapat dilihat dari tabel di atas yaitu tahun 2004 target anggaran pendapatan sebesar Rp.497.011.000,- dan realisasinya sebesar Rp.483.581.300,- dengan prosentase

2,70% yaitu mengalami penurunan sebesar Rp.13.429.700,-. Slack anggaran adalah

perbedaan antara anggaran yang dinyatakan dan estimasi anggaran terbaik yang secara jujur dapat diprediksikan. Manajer menciptakan slack dengan mengestimasikan pendapatan lebih rendah dan biaya lebih tinggi. Manajer melakukan hal ini agar target anggaran dapat dicapai sehingga kinerja manajer terlihat baik. Karena karakter dan perilaku manusia yang berbeda-beda, partisipasi penganggaran


(20)

dapat berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap slack. Pendukung partisipasi akan menciptakan slack mengemukakan bahwa semakin tinggi partisipasi yang diberikan pada bawahan dalam penganggaran cenderung mendorong bawahan menciptakan

slack. Kelompok yang tidak mendukung pendapat itu menyatakan bahwa partisipasi dapat mengurangi slack yang ditandai dengan komunikasi positif antara para manajer. Sering kali perusahaan menggunakan anggaran sebagai satu-satunya pengukur kinerja manajemen. Penekanan anggaran seperti ini dapat memungkinkan timbulnya slack. Penilaian kinerja berdasarkan tercapai atau tidaknya target anggaran akan mendorong bawahan untuk menciptakan slack dengan tujuan meningkatkan prospek kompensasi Berdasarkan pada kajian di atas seharusnya penting untuk dikaji kesesuaian antar komponen anggaran dalam konteks prosedur anggaran. Kesesuaian antar komponen anggaran dalam prosedur anggaran akan bermanfaat dalam penentuan kebijakan anggaran pada setiap tahapan anggaran. Penelitian kontinjensi antara komponen partisipasi anggaran terhadap budgetary slack tidak secara eksplisit menggunakan kerangka konsep prosedur anggaran. Sedangkan pengujian dan penjelasan efektivitas kesesuaian antara komponen anggaran dalam prosedur anggaran belum pernah dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Interaksi Informasi Asimetri, Kultur Organisasi, dan Group Cohesiveness antara Partisipasi Penganggaran dan Budgetary Slack Di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo”.


(21)

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah partisipasi penganggaran berpengaruh terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo?

2. Apakah informasi asimetri sebagai variabel pemoderasi berpengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo?

3. Apakah budaya organisasi sebagai variabel pemoderasi berpengaruh antara partisipasi penganggaran berpengaruh terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo?

4. Apakah group cohesiveness sebagai variabel pemoderasi berpengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat disusun tujuan dalam penelitian ini yaitu :

1. Untuk menemukan bukti empiris adanya pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo.

2. Untuk menemukan bukti empiris informasi asimetri sebagai variabel pemoderasi berpengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo.

3. Untuk menemukan bukti empiris budaya organisasi sebagai variabel pemoderasi berpengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM


(22)

“Delta Tirta” Sidoarjo.

4. Untuk menemukan bukti empiris group cohesiveness sebagai variabel pemoderasi berpengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo kalan Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja.

2. Dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat dan tertarik memperdalam penelitian akuntansi, khususnya konsentrasi akuntansi sektor publik.

3. Dapat menambah wacana tentang penerapan anggaran kinerja pada organisasi sektor publik yang selanjutnya dapat dijadikan informasi tambahan atas penelitian sejenis dimasa mendatang


(23)

2.1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Dalam menunjang penelitian ini, maka didukung oleh penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Falikhatun, (2007).

a. Judul “Interaksi Informasi Asimetri, budaya organisasi, dan Group

Cohesiveness dalam hubungan antara partisipasi anggaran dan budgetary

slack”.

b. Permasalahan :1) Apakah partisipasi penganggaran berpengaruh terhadap budgetary slack?, dan (2) Apakah informasi asimetri, budaya organisasi, dan Group Cohesiveness sebagai variabel pemoderasi dapat memperkuat pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack?

c. Hasil penelitian diatas yaitu bahwa (1) Partisipasi penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap budgetary slack, (2) informasi asimetri mempunyai pengaruh negatif tetapi signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack, (3) budaya organisasi tidak mempunyai pengaruh terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack, (4) Group Cohesiveness yang tinggi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack.


(24)

2. Ikhsan,Arfan dan Ane.La. 2007

a. Judul penelitian “Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran Dengan Menggunakan Lima Variabel Pemoderasi”.

b. Permasalahan : 1). Apakah gaya kepemimpinan, komitmen organisasi, ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian strategik dan kecukupan anggaran sebagai variabel moderating dalam menguji hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan senjangan anggaran.

c. Hasil penelitian menunjukkan bahwa output yang dihasilkan menunjukkan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran. Simpulan ini didasarkan pada nilai F yang didapat sebesar 8,2339 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,007. Apabila dibandingkan dengan tingkat signifikansi sebesar 5%, maka derajat signifikansi yang dihasilkan dari nilai jauh lebih kecil dibandingkan dengan derajat signifikansi yang telah ditentukan sebesar 5%. Disamping itu, koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan sebesar 0,072 atau sebesar 7,2%. Ini menunjukkan bahwa masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi senjangan anggaran selain dari partisipasi anggaran. Variabel kecukupan anggaran dalam penelitian ini berlaku sebagai pure moderator dalam hubugannya antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran.

Sedangkan variabel ketidakpastian strategik, ketidakpastian lingkungan, komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan berlaku sebagai quasi moderator


(25)

3. Suhartono, Ehrmann dan solichin, Mochammad. 2006.

a. Judul penelitian “Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran Instansi Pemerintah Daerah Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Pemoderasi”.

b. Permasalahan : 1) Kejelasan Sasaran Anggaran Berpengaruh Negatif Terhadap Senjangan Anggaran Instansi Pemerintah Daerah. 2). Semakin Tinggi Kesesuaian Kejelasan Sasaran Anggaran Dengan Komitmen Organisasi, Semakin Rendah Senjangan Anggaran Instansi Pemerintah Daerah.

c. Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi moderate, pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji pengaruh moderasi dengan menggunakan model nilai selisih mutlak.

d. Hasil penelitian menunjukkan kejelasan sasaran anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap senjangan anggaran instansi pemerintah daerah sehingga adanya kejelasan sasaran anggaran akan mengurangi terjadinya senjangan anggaran. Selain itu, komitmen organisasi berperan sebagai variabel pemoderasi dalam hubungan antara kejelasan sasaran anggaran dengan senjangan anggaran instansi pemerintah daerah.

2. 2. Landasan Teori 2.2.1. Anggaran

2.2.1.1. Pengertian Anggaran

Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang


(26)

diukur dalam satuan rupiah yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja dan pendapatan yang diharapkan dapat menutup kebutuhan belanja dan pembiayaan yang diperlukan. Anggaran mengoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan untuk periode anggaran, yaitu periode tahunan. (Andayani, 2007: 63).

Mardiasmo (2002: 62) menyatakan anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Sementara itu, Mulyadi (1993:488) mendefinisikan anggaran sebagai suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain, yang mencakup jangka waktu satu tahun. Anggaran merupakan suatu rencana kerja jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam proses penyusunan program (Programming). Sedangkan menurut Adi Saputro dan Asri (2003:6) memberikan definisi anggaran sebagai berikut: “suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan”. Jadi anggaran merupakan rencana jangka pendek yang dibuat sesuai dengan rencana kegiatan jangka panjang yang dibuat secara sistematis sebagai dasar proses pelaksanaan kegiatan suatu organisasi.


(27)

2.2.1.2. Proses penyusunan Anggaran

Penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran setiap manajer dalam melaksanakan program atau bagian dari program (Mulyadi,1993:501). Ikhsan dan Ishak (2008:161) mengungkapkan ada tiga tahap utama dalam proses penyusunan anggaran, yakni (1) penetapam tujuan, (2) implementasi, (3) pengendalian dan evaluasi kerja. Menyusun budget perusahaan dapat menggunakan berbagai metode yang lazim digunakan (Harahap,1997:89). Pilihan metode sangat tergantung dari kondisi dan keinginan manajemen perusahaan yang bersangkutan. Ditinjau dari siapa yang membuatnya, penyusunan budget dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut (Harahap,1997:89):

1. Otoriter atau top down (atas kebawah)

Dalam pendekatan ini anggaran disusun mulai dari manajer puncak. Anggaran disusun dan ditetapkan sendiri oleh pimpinan dan anggaran harus dilaksanakan bawahan tanpa keterlibatan bawahan dalam penyusunannya. Metode ini cocok untuk karyawan yang tidak mampu menyusun anggaran atau dianggap akan tetrlalu lama dan tidak tepat jika diserahkan pada karyawan. Dalam metode ini, atasan bias saja menggunakan konsultan atau tim khusus untuk menyusunnya. Kelemahan dari pendekatan ini adalah bawahan menjadi merasa tertekan oleh pekerjaannya dan berperilaku tidak semestinya. Keunggulannyabadalah adanya dukungan yang kuat dari manajer puncak dalam pengembangan


(28)

anggaran damn prosesnya menjadi lebih mudah dikendalikan oleh manajer puncak.

2. Demokrasi atau bottom up (bawah keatas)

Dalam pendekatan ini, anggaran disusun berdasarkan hasil keputusan karyawan. Anggaran disusun mulai dari bawahan sampai ke atasan. Bawahan diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menyusun anggaran yang akan dicapai masa yang akan dating. Metode ini tepat digunakan jika karyawan sudah memiliki kemampuan penyusunan anggaran yang akan dicapai dimasa yang akan dating. Metode ini tepat digunakan jika karyawan sudah memiliki kemampuan menyusun anggaran dan tidak dikhawatirkan akan menimbulkan proses yang lama dan berlarut. Kelemahan metode ini adalah dengan partisipasi yang terlalu luas sering menimbulkan konflik dan memakan waktu yang panjang dalam prosesnya. Kelebihannya terletak pada mekanisme negosiasi yang ada antara penyusun anggaran dan komite anggaran.

3. Campuran atau top down dan bottom up (anggaran partisipasi)

Metode ini merupakan campuran dari kedua metode diatas. Secara umum metode ini biasanya disebut metode penganggaran partisipatif. Dalam pendekatan ini, anggaran disusun dengan memulainya dari atas dan kemudian untuk selanjutnya dilengkapi dan dilanjutkan oleh karyawan bawahan. Jadi pedoman dari atasan atau pimpinan dan dijabarkan oleh bawahan sesuai dengan pengarahan atasan. Partisipasi dalam penyusunan


(29)

anggaran merupakan keterlibatan yang meliputi pemberian pendapat, pertimbangan dan usulan dari bawahan kepada pimpinan dalam mempersiapkan dan merevisi anggaran. Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran merupakan suatu proses kerjasama dalam pembuatan keputusan yang melibatkan dua kelompok atau lebih yang berpengaruh pada pembuatan keputusan di masa yang akan dating.

2.2.1.3.`Fungsi Anggaran

Andayani (2007 : 63)Anggaran mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Anggaran merupakan kesepakatan kebijakan yang digunakan untuk kepentingan publik

2. Anggaran menggambarkan keseimbangan antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan sesuai tujuan yang ingin dicapai. 3. Anggaran menjadi kekuatan hukum dan landasan pelaksanaan APBD. 4. Anggaran memberikan landasan penilaian kinerja pemerintah.

5. Hasil pelaksanaan anggaran dipertanggungjawabkan dalam laporan keuangan.

2.2.1.4. Aspek Keperilakuan dalam anggaran

Anggaran seringkali digunakan sebagai alat penilaian kinerja para manajer (Hansen dan Mowen,2006:375). Bonus, kenaikan gaji, dan promosi dipengaruhi oleh kemampuan manajer dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah dianggarkan. Anggaran mempengaruhi status keuangan dan karir manajer, oleh karena itu anggaran dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap perilaku manajer. Sistem anggaran merupakan suatu system yang memberikan “power” manajer


(30)

kepada anggaran. “power” yang diberikan kepada anggaran ini kemudian diatur tata caranya sehingga dapat mempengaruhi perilaku pelaksana anggaran (Harahap, 1997:275).

Ikhsan dan Ishak (2008:162) menjelaskan tiga tahap utama dalam proses penyusunan anggaran yang dinilai mempunyai pengaruh terhadap perilaku penyusunannya, antara lain: penetapan tujuan, implementasi, dan pengendalian dan evaluasi kinerja. Tahap penetapan tujuan dimulai dengan menterjemahkan tujuan organisasi yang luas ke dalam tujuan-tujuan aktivitas yang khusus. Konsep utama perilaku yang berpengaruh terhadap tahapan penetapan tujuan adalah prose perencanaan meliputi partisipasi, kesesuaian tujuan, dan komitmen.

Tahap berikutnya setelah penetapan tujuan adalah tahap implementasi, pada tahap ini rencana formal digunakan untuk mengkomunikasikan tujuan dan strategi organisasi. Aspek keprilakuan yang mempengaruhi tahap ini adalah komunikasi, kerjasama, dann koordinasi. Tahap terakhir dalam penyusunan anggaran adalah tahap pengendalian dan evaluasi kinerja. Anggaran yang telah diimplementasikan, meripakan elemen kunci system pengendalian. Anggaran menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja akrual, selain itu anggaran juga berfungsi sebagai suatu dasar untuk melakukan menejemen berdasarkan pengecualian.

Welsch (1978) sebagaimana yang dikutip oleh harahap (1997:277) mengemukakan beberapa hal yang mempengaruhi sikap setiap individu karena peran anggaran yaitu system, orientasi tujuan, sikap perilaku, partisipasi, staf lini dan fungsional, tekanan, sikap menolak perubahan, penilaian prestasi, melindungi diri, perhitungan variance, dan slack budgeting.


(31)

1. Sistem

Anggaran merupakan system untuk mencapai tujuan dan untuk menilai prestasi individu atau divisi. Sistem ini akan mempengaruhi staf dan pada akhirnya staf juga akan dapat memberikan sikap positif atau negative pada system ini

2. Orientasi tujuan

Keberhasilan suatu anggaran memerlukan keharmonisan antara tujuan perusahaan dengan tujuan divisi atau orangg yang ada dalam organisasi tersebut. Tujuan perusahaan harus sejalan (congruence) dengan budaya perusahaan, etika bisnis dan hokum ekonomi maupun prinsip kebenaran yang berlaku. Jika hal tersebut tidak terjadi maka perilaku individu terhadap anggaran akan berlawanan atau tidak harmonis.

3. Sikap perilaku

Perilaku atasan yang akan diikuti bawahan sehingga sikap yang merupakan persyaratan anggaran efektif harus dapat dicontohkan oleh atasan seperti perilaku partisipatif, wajar, adil, terbuka dan orientasi untuk mencapai tujuan.

4. Partisipasi

Salah satu sikap penting dalam system anggaran adalah kesempatan bagi setiap manajer untuk dapat berpartisipasi dalam penyusunan rencana karena anggaran memerlukan partisipasi aktif dan murni dari semua pihak.


(32)

5. Staf lini dan fungsional

Pertentangan sering terjadi antara personil lini dengan personil staf. Staf dituduh menggunakan kekuasaan lini dan lini dinilai bekerja tidak efektif. Permasalahan ini diselesaikan dengan memperjelas fungsi masing-masing personel tersebut sehingga terdapat kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab terhadap suatu persoalan.

6. Tekanan

Angaran berhubungan dengan tekana. Tekanan tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas tetapi juga menimbulkan perilaku merusak, frustasi dan demotivasi.

7. Sikap menolak perubahan

Setiap individu pada umumnya menolak setiap hal yang baru karena perubahan dianggap dapat mengurangi peran, pendapat, dan kekuasaan.

8. Penilaian prestasi

Sistem anggaran merupakan salah satu alat dalam menilai prestasi. Penilaian prestasi harus dilaksanakan secara objektif, adil, terbuka, konsisten, dan memberikan penghargaan kepada yang berprestasi. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka akan menimbulkan perilaku disfungsional seperti demotivasi, penurunan kreativitas, dan produktivitas.


(33)

9. Melindungi diri

Anggaran dapat dijadikan alat bagi setiap orang untuk melindungi bagiannya, dan kelompoknya dari berbagai penilaian negatif.

10.Perhitungan variance

Dalam perhitungan penyimpangan (variance) mengandung berbagai kemungkinan yang mempengaruhi perilaku karyawan yang terlibat dalam anggaran.

11.Slack budgeting

Slack budgeting diwujudkan dalam usaha untuk menurunkan anggaran

dengan harapan dapat mendapatkan penilaian bagus atau reward.

2.3. Informasi Asimetri

2.3.1. Pengertiaan Informasi Asimetris

Informasi asimetris merupakan pemicu (antecedent) senjangan anggaran. Peneliti terinspirasi untuk meneliti hubungan antara partisipasi anggaran dan informasi asimetris sehingga keberadaan senjangan anggaran dapat dideteksi lebih awal Ompusungu dan Bawono,(2006). Agen lebih banyak mempunyai informasi karena berhubungan secara langsung dengan perusahaan.

Dapat disimpulkan bahwa asimetri informasi timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa depan dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya.


(34)

Laporan keuangan sebagai sarana informasi yang ditujukan untuk mengurangi asimetri informasi antara manajemen dan pemilik perusahaan memiliki kelemahan tertentu, meskipun pembuatan laporan keuangan telah diatur oleh suatu standar yang ditetapkan oleh profesi akuntan, namun perlu disadari bahwa laporan keuangan mengandung banyak asumsi, penilaian serta pilihan metode penghitungan yang dapat digunakan oleh pembuatnya. Adanya pilihan kebijakan akuntansi dalam standar yang dapat digunakan membuat manajemen memiliki cukup keleluasaan untuk memanipulasi laporan keuangan tersebut. Salah satu tindakan agen tersebut disebut sebagai earnings management.

Baiman (1982) dalam Kren (1992) dalam Ompusungu dan Bawono,(2006) mengidentifikasi 2 jenis informasi utama dalam organisasi yaitu decision influencing dan job relevant information (JRI), yakni informasi yang memfasilitasi pembuatan keputusan yang berhubungan dengan tugas. JRI meningkatkan kinerja melalui pemberian perkiraan yang lebih akurat mengenai lingkungan sehingga dapat dipilih rangkaian tindakan efektif yang terbaik Merchant (1981), Chow et al. (1988) serta Nouri dan Parker (1998) dalam Mulyasari (2005) menyatakan bahwa apabila bawahan atau pelaksana anggaran ikut berpartisipasi dalam penyusunan anggaran maka menghasilkan pengungkapan informasi privat yang mereka miliki. Atasan atau pemegang kuasa anggaran menerima informasi yang belum diketahui sebelumnya dan meningkatkan akurasi pemahaman terhadap bawahan atau pelaksana anggaran sehingga semakin mengurangi informasi asimetris dalam hubungan atasan atau


(35)

pemegang kuasa anggaran dan bawahan atau pelaksana anggaran, dalam hal ini kepala bagian dengan kepala sub bagian.

Atasan atau pemegang kauasa anggaran mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih daripada bawahan atau pelaksana anggaran mengenai unit tanggung jawab bawahan/pelaksana anggaran, ataupun sebaliknya, bila kemungkinan yang pertama terjadi, akan muncul tuntutan yang lebih besar dari atasan atau pemegang kuasa anggaran kepada bawahan atau pelaksana anggaran mengenai pencapaian target anggaran yang menurut bawahan atau pelaksana anggaran terlalu tinggi, namun bila kemungkinan yang kedua terjadi, bawahan atau pelaksana anggaran akan menyatakan target lebih rendah daripada yang dimungkinkan untuk dicapai. Keadaan dimana salah satu pihak mempunyai pengetahuan lebih daripada yang lainnya terhadap sesuatu hal disebut informasi asimetris.

Ada dua tipe asimetri informasi: adverse selection dan moral hazard. Qomariyah, Suparno dan Rahmawati,(2006).

1. Adverse selection

Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan/akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar.


(36)

2. Moral Hazard

Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendaliaan yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.

2.4. Kultur Organisasi

2.4.1. Pengertian Kultur Organisasi

Budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan yaitu: tingkatan asumsi dasar, kemudian tingkatan nilai, dan tingkatan

artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingakatan asumsi dasar itu merupakan

hubuingan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh – tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri. Asumsi dasar itu dapat diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya adalah nilai, nilai itu dalam hubungannya dengan perbutan dan tingkah laku untuk itu nilai dapat diukur dengan adanya perubahan – perubahan atau dengan melalui consensus social, sedangkan artifact adalah sesuatu yang dapat dilihat tetapi sulit untuk ditirukan,

bisa dalam bentuk teknologi, seni atau sesuatu yang dapat didengar. Thoyib (2005: 65).

Robbin, (2003:289), menjelaskan bahwa budaya organisasi itu merupakan suatu sistem nilai yang dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga


(37)

hal yang sedemikian tersebut dapat membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya, sistem nilai tersebut dibangun oleh 7 karakteristik sebagai sari dari budaya organisasi, 7 karaktersitik tersebut adalah :

1. Inovasi dan pengambilan resiko

Tingakatan dimana para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil resiko.

2. Perhatian yang rinci

Suatu tingkatan dimana para karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian.

3. Orientasi hasil

Tingakatan dimana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil. 4. Orientasi pada manusia

Tingkatan dimana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil – hasil pada orang – orang anggota organisasi tersebut.

5. Orientasi tim

Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja diorganisir di sekitar tim – tim, buaknya individu – individu.

6. Keagresifan

Tingkatan dimana orang – orang (anggota organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai – santai.


(38)

7. Kemantapan

Tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.

2.4.1.1. Sumber-sumber Budaya Organisasi

Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Pengaruh umum dari luar yang luas

Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.

2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat

Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.

3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi

Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.

2.4.1.2. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut : 1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi

dan yang lain.


(39)

organisasi.

3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.

4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.

5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

2.4.1.3. Ciri-ciri Budaya Organisasi

Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah: 1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung

untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.

2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. 3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil

bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu. 5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar

tim-tim, ukannya individu.

6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.


(40)

organisasi yang sudah baik.

Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).

2.5. Group Cohesiveness

2.5.1. Pengertian Group Cohesiveness

Group Cohesiveness atau yang disebut kohesivitas kelompok dapat

didefinisikan sebagai tingkat yang menggambarkan suatu kelompok yang anggotanya mempunyai pertalian dengan anggota lainnya dan keinginan untuk tetap menjadi bagian dari kelompok tersebut. (Kidwell, Mossholder, dan Bennett dalam Kim dan Taylor, 2001). Kelompok dengan tingkat kohe-sivitasnya tinggi menyebabkan individu cenderung lebih sensitif kepada anggota lainnya dan lebih mau untuk membantu dan menolong mereka (Scachter, Ellertson, McBride, dan Gregory dalam Kim dan Taylor, 2001).

Selanjutnya tingkat kohesivitas dipengaruhi oleh jumlah waktu yang dihabiskan bersama oleh para anggota kelompok, tingkat kesulitan dari penerimaan anggota baru ke dalam kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang mungkin, dan sejarah keberhasilan dan kegagalan kelompok di masa lalu. Semakin besar kesempatan bagi para anggota kelompok untuk bertemu dan berinteraksi satu sama lain, maka lebih besar juga kesempatan bagi anggota untuk menemukan minat yang sama dan menjadi tertarik satu sama lain. Semakin


(41)

sulit untuk diterima menjadi anggota kelompok tersebut, maka para anggotanya semakin menghargai keanggotaan yag mereka miliki (Ikhsan, dkk, 2005: 215).

2.6. Partisipasi Anggaran

2.6.1. Pengertian Partisipasi Anggaran

Menurut Brownell (1982b) dalam Sumarno (2005), partisipasi anggaran adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individu dalam penyusunan anggaran sementara Chong (2002) menyatakan sebagai proses dimana bawahan atau pelaksana anggaran diberikan kesempatan untuk terlibat dalam dan mempunyai pengaruh dalam proses penyusunan anggaran. Kesempatan yang diberikan diyakini meningkatkan pengendalian dan rasa keterlibatan dikalangan bawahan/pelaksana anggaran

2.6.1.1. Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran

Partisipasi dalam penyusunan anggaran berarti keikutsertaan manajer operasi dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan dimasa yang akan datang yang akan ditempuh oleh manajer operasi tersebut dalam pencapaian sasaran anggaran.

Partisipasi anggaran terutama dilakukan oleh manajer tingkat menengah yang memegang pusat-pusat pertanggungjawaban dengan menekankan pada keikutsertaan mereka dalam proses penyusunan dan penentuan sasaran anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan dilibatkannya manager dalam penyusunan anggaran, akan menambah informasi bagi atasan mengenai lingkungan yang sedang dan yang akan dihadapi serta membantu menyelesaikan


(42)

masalah yang berkaitan dengan anggaran (Siegel dan Marconi, 1989). Dengan diizinkannya para manajer bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, memberi kesempatan bagi mereka untuk menggabungkan informasi pribadi atau informasi khusus yang dimilikinya untuk digabungkan dengan tujuan pribadi manajer tersebut dan memberi kesempatan bagi mereka untuk mengadakan penawaran dengan manajer diatasnya. Dalam konteks yang lebih spesifik, partisipasi dalam anggaran merupakan proses dimana para individu, yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian target sasaran, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penjualan target sasaran.

Seperti dikemukakan Milani (1975) yang dikutip Anissarahma,(2008), bahwa tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan dalam proses penyusunan anggaran merupakan factor utama yang membedakan antara anggaran partisipatif dan anggaran non partisipatif, aspirasi bawahan lebih diperhatikan dalam proses penyusunan anggaran partisipatif dibandingkan dengan anggaran non partisipatif.

Partisipasi yang sukses akan memberikan keuntungan kepada perusahaan sebagai berikut:

1. Suatu pengaruh yang sehat pada kepentingan inisiatif dan formal

2. Akan menghasilkan rencana yang lebih baik, karena adanya kombinasi pemikiran dari beberapa individu

3. Seluruh tingkat manajemen lebih menyadari bagaimana fungsinya sesuai dengan keseluruhan struktur gambar operasionalnya


(43)

5. Bagi karyawan bawahan dapat menyadari situasi dimsa mendatang

Proses penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting dan kompleks, kemungkinan akan menimbulkan dampak fungsional dan disfungsional terhadap sikap dan prilaku anggota organisasi (Milani, 1975) dalam Anissarahma,(2002:650). Brownell (1982) menjelaskan partisipasi sebagai suatu proses mengevaluasi kinerja para individu dan menetapkan penghargaan atas dasar sasaran anggaran yang telah dicapai serta keterlibatan dan pengaruh para individu dalam penyusunan anggaran. Partisipasi dalam penyusunan anggaran lebih memungkinkan bagi para manajer (sebagai bawahan) untuk melakukan negosiasi dengan atasan mereka mengenai kemungkinan target anggaran yang dapat dicapai (Dunk, 1993).

Adapun indikator dari partisipasi anggaran adalah sebagai berikut : Milani, (1975) dikutip oleh Supriyono,(2004:282).

1. Seberapa besar keterlibatan para manajer dalam pengusulan dan penyusunan anggaran bidang yang menjadi tanggung jawabnya.

2. Tingkat kelogisan alasan yang diberikan oleh atasan para manajer dalam merevisi anggaran yang mereka usulkan atau susun.

3. Seberapa sering manajer mengajak atasannya mendiskusikan anggaran yang diusulkannya.

4. Seberapa besar pengaruh yang dimiliki manajer dalam penentuan jumlah anggaran final yang menjadi tanggung jawabnya.


(44)

2.6.1.2. Kecukupan Anggaran

Kecukupan anggaran adalah tingkat persepsi individu bahwa sumber-sumber yang dianggarkan mencukupi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang diperlukan. Supriyono, (2004:282) Gagasan tersebut dapat dibedakan dari gagasan

budgetary slack adalah kesengajaan bawahan untuk menyusun usulan anggaran

biaya yang jumlahnya berlebihan dibandingkan dengan anggaran yang sewajarnya diperlakukan. Dengan kata lain budgetary slack terdiri atas dua komponen yaitu; 1). sumber-sumber anggaran yang berlebihan. 2). hasil dari bias yang disengaja dalam meramal anggaran. kecukupan anggaran tidak mudah dicapai harus melibatkan sumber-sumber yang berlebihan atau bias yang disengaja dalam peramalan.

Adapun indikator dari kecukupan anggaran adalah sebgai berikut: Supriyono, (2004:282).

1. Anggaran manajer tersebut memungkinkan untuk melaksanakan apa yang diharapkannya.

2. Dengan menggunakan anggaran, manajer dapat mencapai apa yang diharapkannya.

3. Manajer percaya dengan menggunakan anggaran dapat mencapai apa yang diharapkannya

2.7. Budgetary slack

2.7.1. Pengertian Budgetary Slack

Budgetary slack adalah perbedaan jumlah anggaran yang diajukan oleh


(45)

Govindradjan, 2001). Dalam keadaan terjadinya budgetary slack, bawahan cenderung mengajukan anggaran dengan merendahkan pendapatan dan menaikkan biaya dibandingkan dengan estimasi terbaik yang diajukan, sehingga target akan mudah dicapai.

Budgetary slack atau kesenjangan anggaran didefinisikan sebagai

perbedaan selisih antara sumber daya yang sebenarnya dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan dengan sumber daya yang diajukan dalam anggaran.. Definisi dari Siegel (1989), slack adalah selisih sumber daya yang diperlukan dengan sumber daya yang disediakan untuk suatu pekerjaan. Menurut definisi dari Young (1985), slack adalah the amount by which subordinate understate his productive capability when given chance to select work standard

against which his performance will be evaluated. Manajer dapat menciptakan

slack anggaran atau yang disebut budgetary slack yaitu dengan menurunkan

pendapatan atau dengan menaikkan biaya dalam proses penganggaran.

Tujuan manajer melakukan budgetary slack yaitu agar anggaran tersebut mudah dicapai dan kinerjanya terlihat baik. Menurut Merchant dan Manzoni (1989), slack dapat meningkatkan kesempatan pembuat anggaran menghindari intervensi dari manajemen atas, menurunkan risiko pemecatan, dan lain-lain. Beberapa pendapat menyatakan bahwa slack anggaran dalam jumlah kecil diperbolehkan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan perubahan kondisi di masa mendatang, apabila slack yang diciptakan terlalu besar sehingga target anggaran dapat dicapai dengan sangat mudah, maka fungsi anggaran sebagai alat pengendalian dan standar penilaian kinerja menjadi tidak efektif.


(46)

Anggaran dikatakan mengandung suatu slack apabila para manajer menyusun target anggaran lebih rendah daripada peramalan masa depan sehingga anggaran menjadi lebih mudah dicapai. Hal lain yang dapat mengindikasikan adanya slack

dalam anggaran adalah jika manajer mampu menegosiasikan target anggaran sehingga target tersebut dapat dengan mudah dicapai.

Sebaliknya suatu anggaran mengandung sedikit slack apabila probabilitas pencapaiannya rendah. Anggaran juga dikatakan mengandung sedikit slack jika target anggaran mensyaratkan usaha yang serius dan tingkat efisiensi yang tinggi dalam mencapainya

2.8. Pengaruh Budgeting participation dan Budgetary Slack

Hasil penelitian Falikhatun (2007), membuktikan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh positif signifikan terhadap budgetary slack. Hal tersebut didukung oleh Baiman (1982) dan Dunk (1993) yang memperkuat argument bahwa partisipasi cenderung mengurangi budgetary slack.

Penelitian mengenai pengaruh partisipasi penganggaran terhadap

budgetary slack masih menunjukkan ketidak konsistenan hasil. Dunk (1993)

menyatakan bahwa partisipasi dapat mengurangi budgetary slack. Hasil penelitian lain menyatakan sebaliknya, partisipasi menyebabkan budgetary slack. Perumusan hipotesis yang menyatakan pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack mengacu pada penelitian Young (1985) yaitu partisipasi menyebabkan budgetary slack. Alasannya, bawahan yang terlibat dalam penyusunan anggaran cenderung melonggarkan anggaran yang disusun agar mudah dicapai.


(47)

Pengaruh partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap slack juga diperkuat oleh Lukka (1988) dalam anissarahma, (2008). Ahli ini berargumen bahwa tingkat partisipasi anggaran yang tinggi dari para manajer tingkat bawah dalam menyusun anggaran, akan memberikan kesempatan dalam menciptakan kreasi slack anggaran secara langsung. Sebaliknya tingkat partisipasi para manajer tingkat bawah yang rendah dalam menyusun anggaran, tidak akan memberikan kesempatan secara langsung dalam dalam menciptakan kreasi slack. Berdasarkan beberapa teori dan penelitian yang telah dikemukakan diatas tampak bahwa tinggi atau rendahnya partisipasi dalam penyusunan angaran mempengaruhi tinggi atau rendahnya slack anggaran. Agency Theory, merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara principal’s dan agents. Pihak principal adalah pihak yang memberikan mandate kepada pihak lain, yaitu agent, untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal dalam kapasitasnya sebagai pengambil keputusan.

Penelitian ini, pendekatan agency akan diadopsi untuk mengevaluasi keefektifan partisipasi anggaran dalam budgetary slack. Direktur utama, umum dan teknik selaku pejabat yang terlibat dalam penyusunan anggaran dapat mendorong Kepala Bagian, Kasubag, Kepala cabang, dan Kepala seksi di lingkungan PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo untuk memberikan informasi yang dimilikinya sehingga anggaran yang disusun dapat lebih akurat


(48)

2.8.1. Pengaruh Budgeting participation, Dan Informasi Aasimetri Terhadap Budgetary Slack

Anissarahma, (2008)mengatakan interaksi partisipasi anggaran, informasi asimetris, budget emphasis dan komitmen organisasi terdapat pengaruh yang signifikan terhadap slack anggaran. Penelitian Yulia Fitri (2004) menunjukkan bahwa informasi asimetris, partisipasi penganggaran, dan komitmen organisasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap timbulnya senjangan anggaran, namun setelah diuji secara parsial variabel informasi asimteris tidak berpengaruh signifikan terhadap timbulnya senjangan anggaran, sedangkan variabel partisipasi penganggaran dan komitmen organisasi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap senjangan anggaran, oleh karena variabel partisipasi penganggaran dan komitmen organisasi dapat menurunkan senjangan anggaran, maka untuk dapat mengurangi senjangan anggaran diperlukan tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan partisipasi dan komitmen organisasi.

Partisipasi bawahan dalam proses penyusunan anggaran memberikan kesempatan pada atasan untuk memperoleh akses informasi lokal (Baiman 1982) yang mengijinkan para bawahan untuk mengemukakan bahwa beberapa informasi yang bersifat pribadi yang mungkin disatukan ke dalam standar atau anggaran. Tetapi para bawahan mungkin salah menafsirkan beberapa informasi pribadi mereka, yang mungkin dapat mengarahkan pada budget slack (Young: 1985), oleh sebab itu, partisipasi bawahan memunkinkan atasan untuk memperoleh akses ke informasi yang bersifat pribadi dan menjadikan anggaran lebih komunikatif, namun informasi lokal dapat menjadi informasi asimerti memungkinkan


(49)

munculnya slack anggaran dalam susunan anggaran yang bersifat partisipatif Penelitian Falikhatun (2007) mengatakan informasi asimetri mempunyai pengaruh negatif tetapi signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wartono (1998) yang menyatakan bahwa informasi asimetri berpengaruh sebagai variabel yang memoderasi pada hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack.

Dunk,(1993), meneliti pengaruh informasi asimetri terhadap hubungan antara partisipasi dan budgetary slack. Ia menyatakan bahwa informasi asimetri akan berpengaruh negatif terhadap hubungan antara partisipasi dan budgetary slack.

2.8.2. Pengaruh Budgeting participation Dan Budaya Organisasi Terhadap

Budgetary Slack

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Supomo & Indriantoro (1998) yang menyatakan bahwa budaya organisasi yang berorientasi pada orang mempunyai pengaruh positif dalam anggaran partisipatif yang berarti mengurangi terjadinya slack. Perbedaan hasil penelitian ini dimungkinkan karena perbedaan sample yang digunakan yaitu organisasi sector publik.

Budaya pada hakekatnya merupakan pola yang terintegrasi dari perilaku manusia yang mencakup pikiran, ucapan, tindakan, artifak-artifak dan bergantung pada kapasitas manusia untuk belajar dan mentransmisikannya bagi keberhasilan generasi yang ada. Dari pengertian ini dapat ditangkap bahwa budaya organisasi tidak bisa begitu saja ditangkap dan dilihat oleh orang luar, namun dapat dipahami


(50)

dan dirasakan melalui perilaku-perilaku anggotanya serta nilai-nilai yang mereka anut. Budaya mempengaruhi cara manusia bertindak dalam organisasi

Supomo dan Indriantoro (1998) menemukan ada pengaruh positif budaya organisasi yang berorientasi pada orang dan pengaruh negatif pada budaya organisasi yang berorientasi pada pekerjaan terhadap keefektifan anggaran partisipatif dalam peningkatan kinerja manajerial. Pengaruh positif berarti bahwa budaya organisasi yang berorientasi pada orang cenderung tidak akan menimbulkan budgetary slack (budgetary slack rendah) dan sebaliknya, jika budaya organisasi yang berorientasi pekerjaan, maka budgetary slack tinggi

2.8.3. Pengaruh Budgeting participation dan Group Cohesiveness Terhadap

Budgetary Slack

Kelompok formal dan informal dapat memiliki kedekatan atau kesamaan dalam sikap, perilaku, dan prestasi, kedekatan ini disebut sebagai Group

Cohesiveness yang umumnya dikaitkan dengan dorongan anggota untuk tetap

bersama dalam kelompoknya dibanding dorongan untuk mendesak anggota keluar dari kelompok (Gibson, 1993). Selanjutnya Robbins (1996) mendefinisikan

Group Cohesiveness merupakan suatu tingkat yang menggambarkan para

anggotanya tertarik satu sama lain dan dimotivasi untuk tetap berada di dalam kelompok.

Konsep kohesivitas penting bagi pemahaman kelompok organisasi. Tingkat kohesivitas bisa mempunyai akibat positif atau negatif tergantung seberapa baik tujuan kelompok sesuai dengan tujuan organisasi formal. Bila kohesivitas tinggi dan kelompok menerima serta sepakat dengan tujuan formal organisasi, maka perilaku kelompok akan positif ditinjau dari sisi organisasi


(51)

formal. Tetapi bila kelompok sangat kohesif tetapi tujuannya tidak sejalan dengan organisasi formal, maka perilaku kelompok akan negatif ditinjau dari sisi organisasi formal (Robbins, 1996).

Suatu kelompok mempunyai kohesivitas rendah dan tujuan yang diinginkan anggota tidak sejalan dengan manajemen, maka hasilnya mungkin negatif dari sisi organisasi, sebaliknya suatu kelompok bisa menjadi rendah kohesivitasnya, tetapi mempunyai tujuan anggota yang sejalan dengan organisasi formal, maka hasilnya mungkin positif meskipun lebih berdasarkan basis individu dibanding kelompok, demikian pula dalam partisipasi penyusunan anggaran, jika tujuan kelompok dengan kohesivitas yang tinggi tidak sesuai dengan tujuan manajemen organisasi, maka hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya

budgetary slack.

2.9. Model analisis

Berdasarkan teori yang dijelaskan, maka disusun kerangka pemikiran sebagai acuan untuk memeriksa hasil analisis dan uji hipotesis yang telah dilakukan, oleh karena itu peneliti mencoba menyajikan beberapa teori yang berhubungan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

Premis 1 : bahwa perbedaan hasil penelitian tersebut dapat diselesaikan melalui pendekatan kontinjensi (contingency approach). Hal ini dilakukan dengan memasukkan variabel lain yang mungkin mempengaruhi partisipasi dengan budgetary slack. Pengaruh partisipasi penganggaran dan budgetary slack dipengaruhi oleh beberapa


(52)

variabel pemoderasi diantaranya yaitu: informasi asimetri, budaya organisasi, dan Group Cohesiveness. Govindarajan, (1986).

Premis 2 : Bahwa bahwa interaksi antara partisipasi, informasi asimetri dan budget emphasis mempunyai hubungan yang negatif dengan budgetary slack tetapi korelasinya signifikan. Hal ini ketika partisipasi, informasi asimetri dan budget emphasis tinggi maka budgetary slack menjadi rendah dan sebaliknya. Dunk (1993).

Premis 3 : bahwa kondisi informasi asimetri muncul dalam teori keagenan (agency theory), yakni principal (pemilik atau atasan) memberikan wewenang kepada agen (manajer atau bawahan) untuk mengatur perusahaan yang dimiliki. nformasi asimetri adalah suatu kondisi apabila pemilik atau atasan tidak mempunyai informasi yang cukup mengenai kinerja agen atau bawahan sehingga atasan tidak dapat menentukan kontribusi bawahan terhadap hasil aktual perusahaan. Anthony dan Govindarajan (2001).

Premis 4 : bahwa budaya pada hakekatnya merupakan pola yang terintegrasi dari perilaku manusia yang mencakup pikiran, ucapan, tindakan, artifak-artifak dan bergantung pada kapasitas manusia untuk belajar dan mentransmisikannya bagi keberhasilan generasi yang ada. Deal dan Kennedy (1982).

Premis 5 : Kelompok formal dan informal dapat memiliki kedekatan atau kesamaan dalam sikap, perilaku, dan prestasi. Kedekatan ini disebut sebagai Group Cohesiveness yang umumnya dikaitkan dengan


(53)

dorongan anggota untuk tetap bersama dalam kelompoknya ibanding dorongan untuk mendesak anggota keluar dari kelompok (Gibson, 1990).

Group Cohesiveness

Kultur organisasi Informasi asimetri

Budgeting participation Budgetary Slack

2.10. Hipotesis

Sesuai dengan uraian masalah dan tujuan penelitian diatas maka hipotesis penelitian ini adalah :

1. Bahwa budgeting participation berpengaruh terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”.

2. Bahwa informasi asimetri sebagai variabel pemoderasi dapat memperkuat pengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”

3. Bahwa budaya organisasi sebagai variabel pemoderasi dapat memperkuat pengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”.

4. Bahwa group cohesiveness sebagai variabel pemoderasi dapat memperkuat pengaruh antara partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack di PDAM “Delta Tirta Sidoarjo”.

Hipotesis tersebut diperoleh dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian Falikhatun (2007) dan Supanto (2008)


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat (Y) yaitu budgetary slack dan variabel bebas (X1) Budgeting Participation, (X2)

Informasi Asimetri, Kultur Organisasi (X3) dan Group Cohesiveness (X4).

Definisi operasional pada penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen (X) adalah

Variabel yang mempengaruhi variabel tergantung dalam penelitian ini. Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah yang terdiri dari :

a. Budgeting Participation (X1) merupakan keterlibatan manajer dalam

proses penyusunan anggaran. Partisipasi dalam penelitian ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Milani (1975) yang diadopsi Dunk (1993),dalam Falikhatun, (2007).

b. Informasi Asimetri (X2) menunjukkan perbedaan informasi yang dimiliki

atasan dan bawahan dalam suatu organisasi. Informasi asimetri diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Dunk (1993), dalam Falikhatun, (2007).

c. Kultur Organisasi (X3) adalah nilai-nilai dan keyakinan (belief) yang

dimiliki oleh anggota organisasi, yang dimanifestasikan dalam bentuk norma-norma perilaku para individu atau kelompok organisasi yang bersangkutan. dalam Falikhatun, (2007).


(55)

d. Group Cohesiveness (X4) menunjukkan kekuatan anggota dalam

kelompok dan komitmen mereka dalam kelompok. Group Cohesiveness

diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Gibson (1993), dalam Falikhatun, (2007).

2. Variabel Dependen (Y) adalah

Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas dalam penelitian ini. Yang menjadi variabel tergantung penelitian ini adalah Budgetary Slack pada PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo. adalah perbedaan jumlah anggaran yang disusun manajer pusat pertanggungjawaban dengan estimasi terbaik perusahaan. Slack diukur enggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Dunk (1993) yang kemudian diadopsi Wartono (1998) dalam Falikhatun, (2007).

3.1.1. Pengukuran Variabel

1. Budgeting participation (X1), merupakan keterlibatan manajer dalam proses

penyusunan anggaran. Partisipasi dalam penelitian ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Milani (1975) yang diadopsi Dunk (1993), Wartono (1998), kuesioner ini juga dikembangkan oleh Anissarahma,(2008) . Terdiri dari enam pernyataan dengan skala 1 (STS) sampai 5 (SS) Skala tinggi menunjukkan tingkat budgeting participation yang tinggi dan skala rendah menunjukkan budgeting participation yang rendah.

1 5


(56)

Keterangan :

1 = Sangat Tidak Setuju 2 = Tidak Setuju

3 = Netral 4 = Setuju

5 = Sangat Setuju

2. Informasi Asimetri (X2), menunjukkan perbedaan informasi yang dimiliki

atasan dan bawahan dalam suatu organisasi. Informasi asimetri diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Dunk (1993), kuesioner ini juga dikembangkan oleh Anissarahma,(2008) dan diadopsi oleh Wartono (1998), terdiri dari lima pernyataan dengan skala 1 (STS) sampai 5 (SS) dengan alternatif pilihan sebanyak lima buah. Skala rendah menunjukkan informasi asimetri yang rendah, dan skala tinggi menunjukkan informasi asimetri yang tinggi.

1 5 Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju Keterangan :

1 = Sangat Tidak Setuju 2 = Tidak Setuju

3 = Netral 4 = Setuju


(57)

3. Kultur Organisasi (X3), adalah nilai-nilai dan keyakinan (belief) yang dimiliki

oleh anggota organisasi, yang dimanifestasikan dalam bentuk norma-norma perilaku para individu atau kelompok organisasi yang bersangkutan (pendekatan dimensi praktik) (Hofstede et.al, dalam Poerwati, 2002). Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Supomo dan Indriantoro (1998). Terdiri dari tujuh pernyataan dengan skala 1 (STS) sampai 5 (SS) Skala tinggi menunjukkan tingkat budaya organisasi yang tinggi dan skala rendah menunjukkan budgeting participation yang rendah.

1 5

Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju Keterangan :

1 = Sangat Tidak Setuju 2 = Tidak Setuju

3 = Netral 4 = Setuju

5 = Sangat Setuju

4. Group Cohesiveness (X4), menunjukkan kekuatan anggota dalam kelompok

dan komitmen mereka dalam kelompok. Group Cohesiveness diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan dari Teori Gibson (1993), terdiri dari empat pernyataan dengan skala 1 (STS) sampai 5 (SS) dengan alternatif pilihan sebanyak lima buah. Skala tinggi menunjukkan tingkat kohesivitas yang tinggi dan skala rendah menunjukkan .kohesivitas yang rendah.


(58)

1 5

Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju Keterangan :p

1 = Sangat Tidak Setuju 2 = Tidak Setuju

3 = Netral 4 = Setuju

5 = Sangat Setuju

5. Budgetary Slack (Y) adalah perbedaan jumlah anggaran yang disusun manajer pusat pertanggungjawaban dengan estimasi terbaik perusahaan. Slack diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Dunk (1993) yang kemudian diadopsi Wartono (1998) kuesioner ini juga dikembangkan oleh Anissarahma, (2008), terdiri dari empat pernyataan dengan skala 1 (STS) sampai 5 (SS). Skala rendah menunjukkan budgetary slack yang rendah, dan skala tinggi menunjukkan budgetary slack yang tinggi.

1 5 Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju Keterangan :

1 = Sangat Tidak Setuju 2 = Tidak Setuju

3 = Netral 4 = Setuju


(59)

3.2. Teknik Penentuan Sampel a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo yaitu sebanyak 290 responden

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi Nazir, (1999:325), teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive sampling. Teknik ini disebut juga

judgemental sampling, yang digunakan dengan menentukan kriteria khusus terhadap sampel yaitu karyawan yang memiliki otoritas dalam menyusun anggaran di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo yaitu sebanyak 68 responden.

3.3. Jenis Dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer

Data ini diperoleh dari individu yang berpartisipasi dalam proses penganggaran dalam PDAM “Delta Tirta”. Sidoarjo sebagai responden dari kuesioner dalam penelitian.

3.4. Prosedur Pengumpulan Data 3.4.1 Pengumpulan Data

Dilaksanakan dengan melakukan penelitian lapangan yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder secara langsung, yaitu mengunjungi obyek penelitian yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :


(60)

a. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap PDAM “Delta Tirta”. Sidoarjo tersebut dan pihak lain yang dianggap berhubungan dengan data yang diperoleh.

b. Observasi

Mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti. c. Kuesioner

Daftar pertanyaan yang sudah tersusun rapi atau terstruktur yang dibagikan kepada responden di PDAM “Delta Tirta”. Sidoarjo.

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.5.1. Uji Validitas

Uji Validitas adalah suatu alat untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut. (Ghozali, 2002:135).Dalam pengambilan keputusan:

a. Jika r hasil positif dan r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut valid.

b. Jika r hasil tidak positif dan r hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak valid.

Jadi jika r hasil > r tabel tapi bertanda negatif variabel tersebut tidak valid. (Singgih Santoso, 2002 : 277).

3.5.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah alat ukur untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Sustu kuisioner dikatakan


(61)

reliabel atau handal, jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. (Ghozali, 2001 : 132). Dasar pengambilan keputusan :

a. Jika r Alpha positif dan r Alpha > r tabel, maka butir atau variabel tersebut reliabel.

b. Jika r Alpha tidak positif dan r Alpha < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak reliabel.

Jadi jika r Alpha > r tabel tapi bertanda negatif variabel tersebut tidak reliabel. (Santoso, 2002 : 280)

3.5.3. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menentukan apakah suatu frekuensi dari pengamatan cocok atau sesuai dengan sekelompok frekuensi yang diharapkan yang distribusinya mendekati kurva normal. Menurut Santoso (2002: 87), untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal salah satunya dapat dilakukan dengan metode Kolmogorov-Smirnov. Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah : 1. Jika nilai signifikansi (SIG) < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal. 2. Jika nilai signifikansi (SIG) > 0,05, maka data berdistribusi normal. (Santoso,

2002: 36)

3.6. Uji Asumsi Klasik

Persamaan regresi tersebut diatas harus bersifat BLUE (Best Linear Unbiasted Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi


(62)

diantara tiga asumsi dasar. Tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linear berganda, yaitu :Gujarati, (1995)

1. Tidak boleh ada autokorelasi 2. Tidak boleh ada multikolinieritas 3. Tidak boleh ada heteroskadetsitas

Apabila salah satu dari kedua asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE (Best Linier Unbiasted Estimator), sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. 1. Autokorelasi

Dapat didefinisikan sebagai korelasi antara data observasi yang diurut berdasarkan urut waktu tertentu (data time series). Gujarati, (1995: 201). Jadi dalam model regresi linier diasumsikan tidak terdapat gejala autokorelasi. Artinya nilai residual (Y observasi – Y prediksi) pada waktu ke-t tidak boleh ada hubungan dengan nilai residual periode sebelumnya.

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berlaitan satu sama lainnya. Identifikasi ada atau tidaknya gejala autokorelasi dapat dites dengan menghitung nilai Durbin Watson (DW-test). Uji penelitian ni tidak dilakukan karena data penelitian bukan data time-series (Ghozali, 2001:92)


(63)

2. Multikolinieritas

Multikoliner adalah terjadinya hubungan linier antar variabel bebas dalam persamaan regresi linier berganda. Apabila ternyata ada hubungan linier antar variabel bebas, maka persamaan regresi linier berganda tersebut terjadi multikolinier. Menurut Santoso (2002 : 206), untuk mendeteksi atau pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinieritas dapat dilihat ciri-cirinya sebagai berikut :

a. Mempunyai nilai VIF kurang dari angka 10. b. Mempunyai angka TOLERANCE mendekati 1. 2. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi tidak terjadi keidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidak adanya heterokedastisitas adalah dengan menggunakan uji rank spearman yaitu dengan membandingkan antara residu dengan seluruh variabel bebas. Menurut Santoso (2002:301) deteksi adanya heteroskedastisitas adalah :

a. Nilai probabilitas > 0,05 berarti bebas dari heterokedastisitas. b. Nilai probabilitas < 0,05 berarti terkena heterokedastisitas.

3.7. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.7.1 Teknik Analisis

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu menitikberatkan pada pengujian hipotesis, data yang dianalisis, sifatnya terukur dan kesimpulan yang dihasilkan merupakan generalisasi. Pengaruh moderasi dengan


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis penelitian yang telah dikemukakan dimuka, maka dapat diambil suatu kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan.Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi anggaran memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap budgetary slack, maksudnya bahwa partisipasi anggaran akan meningkatkan budgetary slack di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo.

2. Bahwa informasi asimetri merupakan variabel yang memoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Informasi asimetri membuat pegawai lebih berpartisipasi dalam penyusunan anggaran untuk meningkatkan kesenjangan anggaran.

3. Bahwa Budaya organisasi merupakan variabel pemoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo tipe budaya yang paling dominan adalah budaya birokratis, ditandai dengan lingkungan kerja yang terstruktur, teratus, tertib, berurutan dan memiliki regulasi yang jelas. PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo sebagai organisasi sektor publik mempunyai penetapan aturan baku atau standar sehingga garis wewenang dan tanggung jawab sangat jelas dan tegas sesuai dengan level organisasi dan tentunya dengan pengawasan yang sangat ketat.


(2)

91

4. Bahwa group cohesiveness merupakan variabel pemoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack. Di dalam PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo Dalam kaitannya dengan Budgetary Slack, proses pengambilan keputusan bergantung pada keselarasan sikap kelompok terhadap tujuan formal dan tujuan organisasi. Jika sikap tersebut menguntungkan dan tingkat kohesivitas tinggi, maka efisiensi dan efektifitas pengambilan keputusan juga tinggi, sebaliknya jika sikap tersebut tidak menguntungkan tetapi memiliki pengaruh yang kuat, maka tingkat efisiensi dan efektifitas akan menurun. 5.2. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab – bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan saran – saran yang berkaitan dengan Pengaruh partisipasi anggaran terhadap budgetary slack, antara lain :

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh terhadap budgetary slack, sehingga perlu ditingkatkannya proporsi dalam penentuan anggaran dalam perusahaan, agar komposisi anggaran di PDAM “Delta Tirta” Sidoarjo sesuai harapan masing-masing jurusan, unit, maupun bagian agar target kinerja yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal. 2. Implikasi penelitian ini akan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi

penelitian yang akan datang. Selain itu dapat dijadikan bahan kebijakan bagi penyusunan prosedur atau pedoman dan sistem penganggaran publik terutama pada perusahaan publik, serta dapat dijadikan pedoman dasar untuk pembuatan kebijakan-kebijakan penganggaran pada sektor publik


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, R.N dan V. Govindarajan. 2001. Management Controls Systems. Boston: Mc Graw-Hill Co.

Andayani, Wurian. 2007.”Akuntansi Sektor Publik, Bayu Media Publihing,Malang

Adi, Saputro, Gunawan Dan Asri, Marwan.2003. “Anggaran Perusahaan, Buku 1, Yogyakarta.BPFE: Yogyakarta.

Baiman, S. (1982). Agency Research in Managerial accounting: A Survey. Journal of Accounting Literature, 154-213. Vol.2. No.13.

Brownell, Peter. 1982a. The Role of Accounting Data in Performance Evaluation, Budgetary Partisipative, and Organizational Effectiveness. Journal of Accounting Research, Vol. 20, pp. 12 – 27.

Chong, Vincent K. dan Kar Ming Chong. 2002. Budget Goal Commitment and Informational Effects of Budget Participation on Performance: A Structural Equation Modeling Approach, Behavioral Research in Accounting, USA.Vol.3.No.14

De Shield Jr., Oscar W., Kara, Ali, dan Kaynak, Erdener (2005) ‘Determinants of business student satisfaction and retention in higher education: applying Herzberg’s two-factor theory’, International Journal of Educational Management, Vol. 19 No. 2, pp. 128 –139

Dunk,A.S. 1993. The Effect of Budget Emhpasis and Information Assymetry on Relation Between Budgetary Participation and Slack. The Accounting Review, Vol.68:400-410.

Falikhatun. 2007. Pengaruh Budaya Organisasi, Locus of Control, dan Penerapan Sistem Informasi terhadap Kinerja Aparat Unit-unit Pelayanan Publik. Empirika, Jurnal Penelitian Ekonomi, Bisnis, dan Pembangunan, Vol 16, No. 2, hal.263 – 281.

Fitri, Yulia. 2004. Pengaruh Informasi Asimetri, Partisipasi Penganggaran dan Komitmen Organisasi terhadap Timbulnya Senjangan Anggaran. Simposium Naional Akuntansi VII, Denpasar Bali.

Gibson, dkk. 1990. Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur, Proses. Terjemahan. Jakarta: Erlangga


(4)

Govindrajan, V. 1986. Impact of Participation in the Budgetary Process on Managerial Attitude and Performance Universalistic and Contingency Perspective. Decision Science.Vol.4.No.4

Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gujarati, Damodar, 1995, Ekonometrika Dasar, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Harahap, Syafri, Sofyan.1997.”Budgeting Penggangaran: Perencanaan Lengkap Untuk Membantu Manajemen.PT.Rajagrafindo Persada.Jakarta.

Hansen dan Mowen (2006), Manajemen Accounting, edisi 7, jilid I, Penerbit : Salemba Empat..

Ikhsan, Arfan dan Ishak, Muhammad. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Penerbit: Jakarta, Salemba Empat.

___________. 2008. Akuntansi Keperilakuan. Penerbit: Jakarta, Salemba Empat Indriantoro, Nur. 2000. An Empirical Study of Locus of Control and Cultural

Dimensions as Moderating Variabels of the Effect of Participative Budgeting on Job Performance and Job Satisfaction. Jurnal Ekonomi dan Bisnis IndonesiaVol.1, (97 – 114).

Kren Leslie, 1992. “Budgetary Participation and Managerial Performance: The Impact of Information and Environmental Volatility”. The Accounting Review. July.Vol.2.No.1

Deal, T.E. and A.A. Kennedy (1982). Corporate Cultures: The Rites and Rituals of Corporate Life, Addison-Wesley Co., London.

Lukka K, 1988. “Budgetary Biasing in Organization”. Theoretical Framework and Empirical Evidence, Accounting Organization and Society Vol.4.No1 Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi Offset: Yogyakarta.

---. 2001. Budgetary slack Resulted from The Effect of Local Government Financial Dependency on Central and Provincial Government in Planning and Preparation Local Government Budget, The Case of Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, Ekonomi Vol.1.No.4

.


(5)

---. 1985. Budgeting and the Propensity to Create Slack. Accounting Organization and Society, Vol. 10,No.4.

, 1989. The achievability of budget targets in profit centers: A field study. The Accounting Review 64(3): 539-558

Milani, K. 1975. The Relationship of Partisipation in Budget Setting to Industrial Supervisor Performance and Attitude: A Field Study. The Accounting Review, Vol. 50, pp. 274 -278.

Mulyadi. 1993.Akuntansi Manajemen Konsep, Manfaat dan Rekayasa. edisi II Yogyakarta, STIE YKPN.

Nazir, Muhammad, 1999, Metode Penelitian, Cetakan Keempat, Penerbit : Ghalia Indonesia, Jakarta.

Ompusungu dan Bawono, 2006. “Pengaruh Partisipasi Anggaran Danjob Relevant Information (Jri) Terhadap Informasi Asimetris(Studi Pada Badan Layanan Umum Universitas Negeri Di Kota Purwokerto Jawatengah).SNA 9 Padang

Rahmawati., Yacob Suparno dan Nurul Qomariyah. 2006. Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Publik Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang.

Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi. Terjemahan. Jakarta: PT Prenhallindo

_________. 2003. Perilaku Organisasi. Terjemahan. Edisi 3.Jakarta: PT Prenhallindo

Siegel, Gary, and Helena Ramanaukas Marconi. 1989. Behavioral Accounting. South-Western Publishing Co., Cincinnati, Ohio.

Santoso, Singgih. (2002), SPSS Multivariate. Penerbit : PT. Elex media Komputindo, Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta

Supomo, Bambang dan Indriantoro, Nur. 1998. Pengaruh Struktur dan Kultur Organisasional terhadap Keefektifan Anggaran Partisipatif dalam Peningkatan Kinerja Manajerial : Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia, Kelola No. 18/VII : 61-84.


(6)

Supanto. 2008. “Analisis Pengaruh Partisipasi Penganggaran Terhadap Budgetary Slack Dengan Informasi Asimetri, Motivasi, Budaya Organisasi Sebagai Pemoderasi. Tesis UNDIP.

Suhartono, Ehrmann dan Solichin, Mochammad. 2006. “Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran Instansi Pemerintah Daerah Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Pemoderasi. SNA 9 Padang.

Sumarno J. 2005. Pengaruh Komitmen Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Hubungan antara Partisipasi Anggaran dan Kinerja Manajerial, SNA VIII, Solo.

Supriyono, R.A. (2004). Pengaruh Komitmen Organisasi dan Keinginan Sosial Terhadap Hubungan Antara Partisipasi Penganggaran dengan Kinerja Manajer. SNA VII, 598-615

Thoyib, Armanu, 2005. Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi dan Kinerja : Pendekatan Konsep. Universitas Petra Surabaya

Wartono. 1998. Interaksi antara Partisipasi Anggaran, Informasi Asimetri dan Penekanan Anggaran terhadap Slack. Tesis S-2 UGM.

Welsch G.A., R.W. Hilton dan P.N. Gordon, 1996. “Anggaran: Perencanaan dan Pengendalian Laba”, Buku Satu, Edisi Kelima, Edisi Indonesia, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Young, S.M. 1985. Participative Budgeting: The Effect of Risk Aversion and Assymetric Information on Budgetary Slack. Journal of Accounting Research, Vol. 23.No.1


Dokumen yang terkait

INTERAKSI INFORMASI ASIMETRI, BUDAYA ORGANISASI, DAN GROUP COHESIVENESS DALAM HUBUNGAN ANTARAPARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK (Studi kasus pada rumah sakit umum daerah...

0 3 20

INTERAKSI INFORMASI ASIMETRI DAN GROUP COHESIVENESS DALAM HUBUNGAN PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK (Study Empiris Pada PDAM Se-Eks Karesidenan Surakarta).

0 2 8

INTERAKSI BUDAYA ORGANISASI, INFORMASI ASIMETRI, DAN GROUP COHESIVENESS DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK (Survey Pada Rumah Sakit Di Kabupaten Klaten).

0 0 8

KINERJA PDAM “DELTA TIRTA” SIDOARJO.

1 8 88

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, MOTIVASI, DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PDAM DELTA TIRTA SIDOARJO.

0 2 100

ASPP01. INTERAKSI INFORMASI ASIMETRI, BUDAYA ORGANISASI, DAN GROUP COHESIVENESS DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK

0 0 24

PENGARUH MODERASI INFORMASI ASIMETRI, GROUP COHESIVENESS DAN MOTIVASI TERHADAP HUBUNGAN PARTISIPASI PENGANGGARAN DENGAN BUDGETARY SLACK

0 0 16

PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, MOTIVASI, DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PDAM DELTA TIRTA SIDOARJO

0 0 18

INTERAKSI INFORMASI ASIMETRI, KULTUR ORGANISASI, DAN GROUP COHESIVENESS ANTARA PARTISIPASI PENGANGGARAN DAN BUDGETARY SLACK DI PDAM “DELTA TIRTA” SIDOARJO

0 0 22

Pengaruh Partisipasi Penganggaran Terhadap Budgetary Slack Dengan Penekanan Anggaran Dan Asimetri Informasi Sebagai Pemoderasi (Studi Kasus : PT Artolite Indah Mediatama) - Unika Repository

0 0 17