IMPLEMENTASI PROGRAM SEKOLAH SEHAT DI SD NEGERI TEGALREJO 1 YOGYAKARTA.

(1)

i

IMPLEMENTASI PROGRAM SEKOLAH SEHAT DI SD NEGERI TEGALREJO 1 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Herdita Nurha Pradika NIM 12110241008

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Sesungguhnya Allah SWT itu baik, Dia menyukai kebaikan. Allah itu bersih, Dia menyukai kebersihan. Allah itu mulia, Dia menyukai kemuliaan. Allah itu dermawan, Dia menyukai kedermawanan, maka bersihkanlah tempat-tempatmu.


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan untuk:

1. Orangtua (Bapak Suradi & Ibu Ngadirah) dan keluargaku yang tak kenal lelah memberikan do’a dan semangat untukku.


(7)

vii

IMPLEMENTASI PROGRAM SEKOLAH SEHAT DI SD N TEGALREJO 1 YOGYAKARTA

Oleh

Herdita Nurha Pradika NIM 12110241008

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Implementasi Program Sekolah Sehat di SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta dan faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi program sekolah sehat.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah Kepala Sekolah, Ketua Pengurus UKS, Petugas Puskesmas, Guru Olahraga dan Ketua Dokter Kecil. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknis analisis Miles dan Hubberman yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Hasil penelitian yaitu, (1) Implementasi program sekolah sehat berpedoman pada Trias UKS yaitu: Pendidikan Kesehatan, Pelayanan Kesehatan dan Pembinaan Kesehatan. Adapun komponen-komponen implementasi yang diteliti, a) adanya komunikasi dari pihak internal dan eksternal, b) sumber daya manusia yang sejalan dengan program, sumber keuangan, sarana prasarana yang cukup, c) komitmen dari pihak internal sekolah dan eksternal, d) struktur birokrasi yang sesuai pedoman. Faktor pendukung adanya komitmen dari berbagai pihak, adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antar warga sekolah. Faktor penghambat yaitu pemahaman tentang tata tertib di sekolah, keterbatasan waktu dari petugas Puskesmas untuk mensosialisasikan/membimbing siswa tentang pendidikan kesehatan.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Implementasi Program Sekolah Sehat di SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta.” dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa bantuan, arahan, dukungan dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan untuk menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan. 2. Kepala Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah memberikan

kesempatan dan fasilitas selama perkuliahan.

3. Ibu Dra. Lusila Andriani P, M.Hum, dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, membantu, dan memberikan arahan, dorongan, serta masukan-masukan yang sangat membangun, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Siti Irene Astuti D, M.Si, dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam menjalani perkuliahan.

5. Bapak Sutarji M.Pd, kepala sekolah yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian di SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta.

6. Ibu Suparjinah S.Pd, guru olahraga SD N Tegalrejo 1 yang telah membantu dalam mencari data di lapangan.

7. Seluruh karyawan di SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi informan penulis selama penelitian. 8. Seluruh dosen Program Studi Kebijakan Pendidikan yang telah

memberikan materi dan ilmu selama perkuliahan.

9. Semua pihak (Petugas Puskesmas Tegalrejo, Ketua Dokter kecil, Guru Olahraga, Pengurus UKS) yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan Skripsi ini.


(9)

ix

10.Semua teman-teman Kebijakan Pendidikan 2012 yang telah memberikan semangat dan juga memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amiin

Yogyakarta, 24 Oktober 2016


(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Batasan Masalah... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Implementasi Program.. ... 13

1. Pengertian Implementasi Program ... 13

2. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan .. 22

3. Ruang Lingkup UKS ... 25

4. Program Sekolah Sehat ... 30

5. Strategi Pelaksanaan Sekolah Sehat ... 32

6. Perencanaan dan Pengorganisasian Program Sekolah Bersih Sehat ... 36


(11)

xi

8. Dasar Hukum Sekolah Sehat ... 39

B. Penelitian yang Relevan ... 40

C. Kerangka Berfikir... 42

D. Pertanyaan Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 45

B. Subyek Penelitian ... 45

C. Setting Penelitian ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 47

E. Instrumen Penelitian... 49

F. Teknik Analisis Data ... 51

G. Keabsahan Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta ... 55

1. Profil Sejarah SD Negeri Tegalrejo 1 Yogyakarta ... 55

2. Lingkungan Fisik Sekolah ... 60

3. Sarana Prasarana ... 62

4. Kegiatan di Sekolah ... 63

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Implementasi Program Sekolah Sehat di SD N Tegalrejo 1 ... 65

a. Komunikasi ... 73

b. Sumber Daya ... 75

c. Disposisi ... 80

d. Struktur Birokrasi ... 81

2. Faktor Pendukung dan penghambat Implementasi program sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1 Yogykarta ... 85

C. Pembahasan 1. Implementasi Program Sekolah Sehat di SD N Tegalrejo 1 ... 89

a. Komunikasi... 90

b. Sumber Daya ... 91


(12)

xii

d. Struktur Birokrasi ... 95

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Program Sekolah Sehat di SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Kisi-kisi pedoman wawancara ... 49

Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Observasi ... 50

Tabel 3. Kisi-kisi Dokumentasi... 51

Tabel 4. Keadaan Sumber Daya ... 57

Tabel 5. Jumlah Peserta didik ... 58

Tabel 6. Prestasi TP UKS ... 59

Tabel 7. Sarana Prasarana ... 62

Tabel 8. Sarana Penunjang ... 63

Tabel 9. Trias UKS ... 72

Tabel 10. Hasil Penelitian ... 84


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Teori Implementasi Model Korten ... 21 Gambar 2. Kerangka Berfikir Implementasi Program Sekolah Sehat ... 42 Gambar 3. Struktur Birokrasi ... 58


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 105

Lampiran 2. Catatan Lapangan ... 108

Lampiran 3. Tabel Reduksi Data ... 112

Lampiran 4. Dokumentasi ... 118

Lampiran 5. Transkip Wawancara ... 120

Lampiran 6. Dokumentasi ... 128


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Dirto Hadisusanto dkk, (Dwi Siswoyo, 2007: 24) mengatakan bahwa fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan harus dilaksanakan oleh pendidikan. Tugas atau misi pendidikan itu dapat tertuju pada diri manusia yang dididik maupun kepada masyarakat bangsa di tempat ia hidup. Fungsi pendidikan diatur dalam pasal 2 UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3, yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” (Dwi Siswoyo, 2007: 25). Dalam mengembangkan kemampuan dan membentuk watak peradaban bangsa tidak terlepas dari faktor kesehatan jasmani dan rohani, tanpa adanya jasmani dan rohani yang sehat fungsi pendidikan tidak akan dapat berjalan.

Berdasarkan fungsi pendidikan di atas bahwa dalam melaksanakan pendidikan tidak hanya terfokus pada kegiatan pendidikan formal di kelas, namun juga mempelajari tentang pendidikan kesehatan di luar kelas.


(17)

2

Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal–hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan jika sakit, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007: 12).

Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat. Pendidikan merupakan sarana yang digunakan oleh seorang individu agar nantinya mendapat pemahaman terkait kesadaran kesehatan. Kebanyakan orang menilai apabila seseorang itu mendapat proses pendidikan yang baik dan mendapat pengetahuan kesehatan yang cukup maka ia juga akan mempunyai tingkat kesadaran kesehatan yang baik pula. Dengan begitu maka diharapkan orang tersebut akan menerapkan pola hidup sehat dalam hidupnya dan bisa menularkannya ke orang-orang di sekitarnya. Dengan memberikan pendidikan kesehatan di sekolah, kuantitas orang yang sudah punya bekal tentang dasar-dasar hidup sehat akan besar jumlahnya. Sekolah juga bisa menjadi mitra Puskesmas yang bisa memberikan pendidikan kesehatan sampai tingkat pelosok. Melalui pendidikan kesehatan di sekolah diharapkan dapat membentuk karakter siswa agar selalu menerapkan pola hidup bersih di lingkungan sekolah. Pendidikan kesehatan dilaksanakan baik melalui kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Oleh karena itu sekolah merupakan lembaga yang tepat untuk melaksanakan transfer ilmu, termasuk ilmu yang


(18)

3

berkaitan dengan kesehatan. Tujuan Pendidikan Kesehatan untuk peserta didik meliputi (1) untuk memberikan pengetahuan tentang ilmu kesehatan termasuk cara hidup sehat dan teratur; (2) memberikan nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup sehat; (3) memberikan keterampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan, dan perawatan kesehatan; (4) membiasakan hidup sehari–hari yang sesuai dengan syarat kesehatan; (5) dan memberikan kemampuan untuk melaksanakan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari (Tim Pembina UKS Pusat, 1996: 21).

Hal ini sejalan dengan Undang–Undang No. 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan di sekolah atau Madrasah. Di dalam sebuah sekolah tentunya ada program kesehatan sekolah yaitu UKS atau Usaha Kegiatan Sekolah. UKS adalah upaya pelayanan kesehatan yang terdapat di sekolah yang bertujuan menangani anak didik yang mengalami kecelakaan ringan. Keberadaan UKS di sekolah sangat besar manfaatnya dalam hal pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah, terutama pada aspek status gizi dan kesehatannya. Hal ini disebabkan karena anak-anak usia sekolah tersebut merupakan kelompok umur yang sangat rawan terhadap masalah gizi dan kesehatan (Diffah Hanim dkk, 2005: 1-2).


(19)

4

Pelaksanaan perilaku hidup sehat anak di sekolah dilakukan dengan cara pembinaan lingkungan sekolah sehat. Pembinaan lingkungan sekolah sehat dilaksanakan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Salah satu kegiatan ekstrakurikuler yaitu dengan lomba sekolah sehat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Staf JPD (Jaminan Pendidikan Daerah) Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mengatakan bahwa Sekolah yang berada di Kota Yogyakarta sulit untuk mencapai atau maju lomba sekolah sehat ke tingkat Nasional karena beberapa permasalahan diantaranya: (1) Jer Basuki Mawa Bea yang artinya Biaya pendidikan yang diberikan pemerintah hanya untuk biaya operasional rutin dan tidak mencukupi untuk pemenuhan sarana prasarana sekolah non rutin; (2) Keterbatasan lahan, karena lahan sekolah di Kota Yogyakarta kecil sehingga untuk membuat penghijauan atau sarana prasarana idealnya sekolah sehat sulit dicapai. Hal tersebut adalah suatu kendala sekolah di Kota Yogyakarta sering gagal masuk kejuaran lomba sekolah sehat ke tingkat Nasional karena tidak memenuhi instrumen yang ada.

Menteri Kesehatan melalui program (Usaha Kegiatan Sekolah) mengatakan, tingkat kesehatan serta kebiasaan perilaku hidup sehat anak usia sekolah dapat ditingkatkan. Misalnya dengan menjaga lingkungan sekolah, menjaga kebersihan dan mutu gizi makanan dan minuman yang tersedia dikantin, teladan hidup sehat dari guru, pemeriksaan kesehatan secara berkala dan olahraga.

Ahli gizi dari Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan) Jawa Tengah Agus Sartono, menyebutkan tujuh dari 10 anak Indonesia (70 persen)


(20)

5

kekurangan gizi sarapan. Padahal gizi sarapan sangat mempengaruhi kemampuan mereka untuk menangkap pelajaran dan beraktivitas fisik. Agus Sartono juga mengemukakan bahwa, 4 dari 10 anak kondisi sarapan sehat sudah lebih baik, namun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sarapan sehat sebelum pukul 09.00 WIB harus terus digalakkan, (Indira Rezkisari dalam Republika ).

Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Pacitan Bambang Wijanarko, mengatakan bahwa diare seolah mewabah di wilayah Pacitan dengan jumlah penderita cukup banyak. Dinas kesehatan (dinkes) setempat mencatat sepanjang Januari-April 2016 sudah ada 2.460 penderita diare. Rinciannya, 851 penderita pada bulan Januari, bulan Februari ada 672 penderita, 544 penderita tercatat pada bulan Maret dan April sudah ada 393 penderita. “Pemicu utama karena pergantian cuaca atau musim pancaroba’’. Dari ribuan penderita tersebut, kata Bambang, mayoritas penderitanya adalah anak-anak. Karena anak-anak paling rentan serangan bakteri penyebab diare. Terutama dari makanan dan minuman yang kurang terjaga kebersihannya. Mengingat anak-anak kerap jajan sembarangan dan kurang pengawasan orangtua. “Selain jenis makanan, kebersihan peralatan makan juga kurang terjaga,’’ imbuhnya (Redaksi dalam Jawa Pos Radar Madiun).

Ketua Umum Asosiasi Toilet Indonesia, Naning Adiwoso mengungkapkan, masih banyak toilet yang tidak bersih dan higienis di sekolah dasar hingga tingkat universitas kawasan Jakarta maupun daerah lainnya. Hal


(21)

6

ini menyebabkan anak-anak rentan terserang penyakit seperti diare. Dampak jangka panjang, prestasi di sekolah bisa menurun akibat anak-anak menjadi jarang masuk ke sekolah karena sakit. Masalah lain yang sering ia temui adalah toilet murid dan guru di sekolah dasar yang terpisah. Toilet guru sering kali lebih bersih dari muridnya. Padahal, kebersihan toilet untuk para murid sama pentingnya. Menurut Naning, akhirnya para guru tidak bisa mengawasi anak-anak yang masih harus diajarkan menjaga kebersihan toilet. Dinding-dinding kamar mandi juga sering kali dicorat-coret oleh anak-anak (Dian Maharani dalam Kompas).

Berdasarkan beberapa masalah umum yang terjadi tersebut, membuktikan bahwa kebersihan lingkungan sekolah maupun lingkungan di luar sekolah merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Beberapa yang perlu diperhatikan yaitu mulai dari perilaku hidup bersih dan sehat, ketersediaan sanitasi, sarana air bersih, kebiasaan buang air besar, kebiasaan cuci tangan memakai sabun, pengelolaan air minum, jajanan anak sekolah, cara menggosok gigi yang benar, cara memotong kuku dan lain-lain.

Guna mencegah dan mengurangi berbagai masalah tersebut diperlukan pola hidup bersih dan sehat, PHBS tidak hanya mengandalkan pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan saja, namun perlu dilaksanakan secara komprehensif dan berkesinambungan. Maka dari itu sekolah harus melaksanakan program sekolah sehat yang telah ada dalam menunjang sekolah yang sehat dan bersih.


(22)

7

Sekolah sehat ini merupakan turunan kebijakan dari Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dalam Surat Keputusan Bersama, Nomor 1/U/SKB/2003; NOMOR 1067/MENKES/VII/2000; NOMOR MA/230 A/2003; NOMOR 26 Tahun 2003) dari Direktorat Jendral Menteri yang dilakukan oleh SKB (Surat Keputusan Bersama) 4 Menteri yaitu Kementerian Pendidikan, Kementerian dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama (Diffah Hanum dkk, 2005: 4). Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat dan derajat kesehatan peserta didik maupun warga belajar serta menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya (Diffah Hanim dkk, 2005: 3-4).

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa Sekolah Dasar Tegalrejo 1 merupakan salah satu Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta yang terletak di Jalan Bener No. 40 Yogyakarta. SD N Tegal Rejo 1 yang sudah menjalankan program Sekolah sehat sejak tahun 2000 dan menjuarai lomba sekolah sehat tingkat Provinsi pada tahun 2006. Pada saat ini SD Tegalrejo akan maju lomba Sekolah Sehat tingkat Nasional tahun 2016. SD Negeri Tegalrejo ini pernah mendapatkan penghargaan Adiwiyata Nasional pada tahun 2012. Selain itu SD N Tegalrejo juga mengikuti Kompetisi bertema Sehat Dimulai dari Sekolahmu. Tema ini merupakan bagian dari program


(23)

8

Caravan Gizi Nestlé DANCOW, yang bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) dan Kemendikbud RI.

Program Sekolah Sehat ini dilakukan sesuai dengan Trias UKS, yaitu Pendidikan Kesehatan, Pelayanan Kesehatan, dan Pembinaan lingkungan sehat. Pendidikan kesehatan meliputi pelatihan dokter kecil, dan sosialisasi-sosialisasi. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan di Sekolah Dasar meliputi penjaringan kesehatan dan immunisasi bekerja sama dengan Puskesmas, Pengawasan kantin sekolah oleh Badan POM dan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Pemeriksaan kesehatan secara berkala tiap 6 bulan sekali oleh Guru dan dari pihak Puskesmas setempat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengurus UKS bahwa kondisi Sekolah sebelum program sekolah sehat diterapkan yakni SD N Tegalrejo masih kurang dalam menjaga kebersihan lingkunganya, itu terlihat dari pengetahuan dari siswa, guru, dan warga sekolah tentang fungsi dari UKS sangat kurang, mereka menganggap bahwa UKS adalah pekerjaan dari pengelola UKS saja. Selain itu keterlibatan semua warga sekolah, masyarakat, dan keluarga tentang pentingnya menjaga Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan pentingnya menjaga lingkungan sekolah masih kurang. Masalah kesehatan di sekolah dasar sangat kompleks dan bervariasi. Kompleksitas dan bervariasinya masalah yang terkait dengan peserta didik yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat, ketersediaan sarana sanitasi dan sarana air bersih. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) tidak bisa terwujud bila hanya mengandalkan pada pembelajaran pendidikan jasmani


(24)

9

olahraga dan kesehatan saja, tetapi PHBS perlu menjadi budaya untuk semua warga sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, siswa, karyawan dan setiap orang yang berperan di dalam proses pendidikan.

Data yang diperoleh dari grafik yang ada di Ruang UKS SD N Tegalrejo 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2014 dan 2015 siswa yang ditangani di ruang UKS mengalami penurunan. Hal ini dijelaskan bahwa pada tahun 2014 jumlah siswa yang ditangani di ruang UKS sebanyak 65 siswa sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 41 siswa. Pada tahun 2014 puncak kesehatan siswa yang sakit pada bulan Maret karena pada bulan itu masih musim penghujan dan anak-anak masih banyak yang minum es dan makanan yang tidak terkontrol. Sedangkan pada bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, frekuensi anak tidak masuk sekolah sudah mulai berkurang dan pada bulan itu adalah waktu saat pelaksanaan ujian kelas 6 dan ujian akhir semester. Sakit yang sering dialami siswa adalah panas, sakit perut dan pusing. Berdasarkan hal itu terjadi karena masih banyak siswa yang tidak sarapan sebelum berangkat kesekolah, PHBS nya kurang, makanan yang tidak terkontrol, nilai gizi kurang, dan kurangnya karbohidrat pada makanan yang siswa makan. Jadi masih banyak siswa yang pingsan saat pelaksanaan upacara.

Sedangkan implementasi program sekolah sehat yang ada di SD N Tegalrejo belum sepenuhnya berjalan sesuai yang diharapkan, hal itu terbukti saat peneliti sedang observasi masih ada beberapa siswa yang membuang sampah sembarangan. Guna mencegah dan mengurangi permasalahan tersebut diperlukan pola hidup bersih dan sehat. Pengembangan pola hidup bersih dan


(25)

10

sehat tidak bisa hanya mengandalkan proses pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan saja, namun perlu dilaksanakan secara komprehensif dan berkesinambungan. Apabila pola hidup bersih dan sehat tersebut dipahami dan disadari oleh peserta didik maka perilaku itu akan menjadi budaya dan dibawa sampai kelingkungan keluarganya, masyarakat sekitarnya. Dalam mewujudkan hal tersebut tentunya dibutuhkan sarana prasarana yang mendukung di sekolah agar tercipta pembiasaan PHBS pada setiap diri peserta didik. Sarana-prasarana yang ada di SD N Tegalrejo 1 dalam mendukung perilaku hidup bersih dan sehat yaitu; Tempat cuci tangan, P3K, Ruang UKS, dan Sudut baca UKS.

Berdasarkan kondisi yang diuraikan di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian, Hal tersebut sangat menarik untuk dilakukan penelitian yang terkait dengan sekolah sehat, dikarenakan diantaranya masih banyak siswa sekolah yang kekurangan gizi sarapan karena kesibukan orangtua. Selain itu kebersihan sekolah juga sangat berpengaruh dalam kegiatan belajar siswa


(26)

11 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya pengetahuan siswa tentang pendidikan kesehatan.

2. Kurangnya keterlibatan dari warga sekolah, komite, masyarakat, orangtua dalam menjaga kesehatan maupun kebersihan lingkungan sekolah.

3. SD N Tegalrejo 1 sebelum adanya program sekolah sehat masih kurang dalam penerapan kebersihan lingkungan.

4. Pelaksanaan program sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1 belum optimal. C. Batasan Masalah

Mengingat keterbatasan kemampuan peneliti dan luasnya cakupan dalam permasalahan, maka dalam penelitian ini hanya membatasi penelitiannya pada Implementasi Program Sekolah Sehat di SD Negeri Tegalrejo 1.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana implementasi program sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1 Kota Yogyakarta?

2. Faktor–faktor apa saja penghambat dan pendukung implementasi program Sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1?


(27)

12 E. Tujuan

Adapun tujuan penelitian dari rumusan masalah tersebut, yaitu :

1. Untuk mendeskripsikan implementasi program sekolah sehat di SD Negeri Tegalrejo 1.

2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi program sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1.

F. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari peneliti adalah :

1. Manfaat Teoritis

Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang UKS dalam Kebijakan Pendidikan tentang Program Sekolah Sehat dan untuk memberika gambaran untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Dinas Pendidikan, penelitian ini untuk memberikan masukan tentang dinamika yang terjadi di sekolah terkait dengan adanya program sekolah sehat.

b. Bagi sekolah, penelitian ini sebagai bahan masukan atau referensi terkait pelaksanaan program sekolah sehat.

c. Bagi Puskesmas, penelitian ini dapat memberi informasi dan gambaran umum kepada pihak Puskesmas terkait implementasi program sekolah sehat.

d. Bagi Kementerian Agama, penelitian ini untuk masukan/referensi bagi sekolah yang berlandaskan keagamaan


(28)

13 BAB II KAJIAN TEORI

A.Konsep Implementasi Program 1. Pengertian Implementasi Program

Kamus Webster mengartikan implementasi sebagai to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). M. Joko Susilo (2007: 174) mendeskripsikan implementasi merupakan suatu penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai, dan sikap. Implementasi juga dianggap sebagai bentuk pengoperasionalan atau penyelenggaraan aktivitas yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang dan menjadi kesepakatan bersama diantara beragam pemangku kepentingan (stakeholders), aktor, organisasi, (publik atau privat), prosedur, dan teknik secara sinergistis yang digerakkan untuk bekerjasama guna menerapkan kebijakan kearah tertentu yang dikehendaki.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan UU atau aturan dari pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Implementasi merupakan bagian terpenting dari proses kebijakan karena tanpa implementasi maka pembuat keputusan kebijakan tidak akan berhasil. Implementasi pada hakikatnya juga sebagai upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan.


(29)

14

Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin (2008: 3-4) berpendapat bahwa ada dua istilah untuk pengertian program, yaitu pengertian secara umum dan khusus. Menurut pengertian secara umum “program” dapat

diartikan sebagai “rencana”. Sedangkan secara khususnya, apabila

“program” ini langsung dikaitkan dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Dalam buku lain Suharsimi (2008: 291) mendefinisikan program sebagai suatu kegiatan yang direncanakan dengan seksama.

Program adalah rencana dan sebuah kegiatan yang direncanakan dengan seksama. Jones (dalam Arif Rohman, 2009: 101-102) menyebutkan bahwa program merupakan salah satu komponen dalam suatu kebijakan. Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif lama. Pelaksanaan program selalu terjadi dalam sebuah organisasi yang artinya harus melibatkan sekelompok orang (Suharsimi Arikunto, 2004: 15).

Sedangkan menurut Farida Yusuf Tayibnapis (2000: 9) mengartikan program sebagai segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Dalam buku ini program


(30)

15

diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan seksama dan dalam pelaksanaannya berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan banyak orang.

Dalam pengertian tersebut ada empat unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai program, yaitu :

a. Kegiatan yang direncanakan atau dirancang dengan seksama. Bukan asal rancangan, tetapi rancangan kegiatan yang disusun dengan pemikiran yang cerdas dan cermat.

b. Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain.

c. Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi non formal bukan kegiatan individual.

d. Kegiatan tersebut dalam implementasinya atau pelaksanaanya melibatkan banyak orang, bukan kegiatan yang dilakukan oleh perorangan tanpa ada kaitannya dengan kegiatan orang lain.

Terdapat beberapa model implementasi kebijakan atau program yang dikembangkan oleh beberapa para ahli. Charles O. Jones (dalam Arif Rohman, 2009: 135) mengatakan bahwa, implementasi adalah suatu aktivitas yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Ada tiga pilar aktifitas dalam mengoperasikan program, yaitu :


(31)

16

a. Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit–unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan.

b. Interpretasi, yaitu aktivitas menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan.

c. Aplikasi, yaitu berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program (Arif Rohman, 2009: 135). Keberhasilan implementasi (dalam Haedar Akib dan Antonius Tarigan, 2008: 7) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (Content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).

Model ini menggambarkan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh beragam aktor, dimana keluaran akhirnya ditentukan oleh baik materi program yang telah dicapai maupun melalui interaksi para pembuat keputusan dalam konteks politik administratif. Proses politik dapat terlihat melalui proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai aktor kebijakan, sedangkan proses administrasi terlihat melalui proses umum mengenai aksi administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu (Haedar Akib dan Antonius Tarigan, 2008: 7).

Pada penjelasan tersebut terlihat bahwa suatu kebijakan memiliki tujuan yang jelas sebagai wujud orientasi nilai kebijakan. Tujuan


(32)

17

implementasi kebijakan diformulasi ke dalam program aksi dan proyek tertentu yang dirancang dan dibiayai. Program dilaksanakan sesuai dengan rencana. Implementasi kebijakan atau program secara garis besar dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasi. Keseluruhan implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur luaran program berdasarkan tujuan kebijakan. Luaran program dilihat melalui dampaknya terhadap sasaran yang dituju baik individu dan kelompok maupun masyarakat. Luaran implementasi kebijakan adalah perubahan dan diterimanya perubahan oleh kelompok sasaran (Haedar Akib dan Antonius Tarigan, 2008: 8).

Subarsono, (2008: 90-92) berpendapat bahwa teori implementasi program atau publik terdapat 4 variabel kritis yaitu;

a. Komunikasi (Communication) berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari para pelaku yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan. Komunikasi dibutuhkan oleh setiap pelaksana kebijakan untuk mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Bagi suatu organisasi, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide-ide diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan komunikasi ditentukan oleh 3 (tiga) indikator, yaitu penyaluran komunikasi, konsistensi komunikasi dan kejelasan komunikasi. Faktor komunikasi


(33)

18

dianggap penting, karena dalam proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan unsur sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan/bagaimana hubungan yang dilakukan

b. Sumber daya (Resources): berkenaan dengan sumber daya pendukung untuk melaksanakan kebijakan yaitu;

1) Sumber daya manusia merupakan aktor penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan dan merupakan potensi manusiawi yang melekat keberadaannya pada seseorang meliputi fisik maupun non fisik berupa kemampuan seorang pegawai yang terakumulasi baik dari latar belakang pengalaman, keahlian, keterampilan dan hubungan personal. 2) Sarana dan prasarana merupakan alat pendukung dan pelaksana

suatu kegiatan. Sarana dan prasarana dapat juga disebut dengan perlengkapan yang dimiliki oleh organisasi dalam membantu para pekerja di dalam pelaksanaan kegiatan mereka

3) Pendanaan adalah membiayai operasional implementasi kebijakan tersebut, informasi yang relevan, dan yang mencukupi tentang bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan dan kerelaan atau kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan tersebut. Hal ini dimaksud agar para implementator tidak melakukan kesalahan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.

c. Disposisi, berhubungan dengan kesediaan dari para implementor untuk menyelesaikan kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak


(34)

19

mencukupi tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Disposisi menjaga konistensi tujuan antara apa yang ditetapkan pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan. Kunci keberhasilan program atau implementasi kebijakan adalah sikap pekerja terhadap penerimaan dan dukungan atas kebijakan atau dukungan yang telah ditetapkan.

d. Struktur Birokrasi (bureaucratic strucuture) berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Struktur birokrasi menjelaskan susunan tugas dan para pelaksana kebijakan publik, memecahkannya dalam rincian tugas serta menetapkan prosedur standar operasi

Van Meter dan Van Hour ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi yaitu (Subarsono, 2008: 99-100)

a. Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar sasaran kebijakan kabur, akan terjadi multiintepretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi

b. Sumber Daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia.

c. Hubungan antar Organisasi


(35)

20

dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

d. Karakteristik Agen Pelaksana

Karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi dan pola-pola lingkungan yang terjadi dalam birokrasi yang akan mempengaruhi implementasi suatu program.

e. Kondisi Sosial, Politik dan Ekonomi

Variabel tersebut mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini politik yang ada di lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

f. Disposisi Implementasi

Disposisi implementasi mencakup tiga hal penting, yakni (1) Respon implementasi terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melakukan kebijakan; (2) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; (3) Intensitas disposisi implementator, yakni prefensi nilai yang dimiliki oleh implementator.

Selain itu, ada pula model kesesuaian implementasi kebijakan atau program yang memakai pendekatan proses pembelajaran. Model yang dibuat oleh David C Korten dalam Haedar Akib dan Antonius Tarigan, 2008: 11) berintikan tiga elemen yang ada dalam pelaksanaan program itu


(36)

21

sendiri, pelaksanaan program dan kelompok sasaran program.

Gambar 1. Model Kesesuaian (Korten, 1988 dalam Haedar Akib & Antonius Tarigan, 2008: 12)

Gambar 1. Model Kesesuaian (Korten, dalam Haedar Akib & Antonius Tarigan, 2008, 12)

David C Korten (dalam Haedar Akib dan Antonius Tarigan, 2008: 12) menyatakan bahwa suatu program akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program.

Pola yang dikembangkan Korten, dapat dipahami bahwa kinerja program tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan kalau tidak

PROGRAM

PEMANFAAT ORGANISASI

Output Tugas

Tuntutan

Kebutuhan Kompetensi Putusan


(37)

22

terdapat kesesuaian antara tiga unsur implementasi kebijakan. Hal ini disebabkan apabila output program tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran, jelas output tidak dapat dimanfaatkan. Jika organisasi pelaksana program tidak memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang disyaratkan oleh program, maka organisasinya tidak dapat menyampaikan output program dengan tepat. Atau, jika syarat yang ditetapkan organisasi pelaksana program tidak dapat dipenuhi oleh kelompok sasaran, maka kelompok sasaran tidak mendapatkan output program. Oleh karena itu, kesesuaian antara tiga unsur implementasi kebijakan mutlak diperlukan agar program berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat (Haedar Akib dan Antonius Tarigan, 2008: 12-13).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa program merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil tertentu dan program juga adalah salah satu komponen dalam suatu kebijakan. Implementasi program merupakan suatu kegiatan yang dibuat oleh pemerintah atau organisasi yang berisi instruksi untuk melakukan suatu kegiatan yang dilakukan berkesinambungan disuatu kelompok atau organisasi yang diharapkan dapat mempengaruhi orang lain.

2. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Program Donald P. Warwick dalam bukunya Syukur Abdullah, (1988: 17) mengatakan bahwa dalam tahap implementasi program terdapat dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan yaitu faktor pendorong (facilitating conditions), dan faktor penghambat (impending conditions).


(38)

23

a. Faktor Pendorong (Facilitating Conditions)

Yang termasuk kondisi kondisi atau faktor pendorong adalah : 1) Komitmen pimpinan politik

Dalam prakteknya komitmen dari pimpinan pemerintah sangat diperlukan karena pada hakikatnya tercakup dalam pimpinan politik yang berkuasa.

a) Kemampuan organisasi

Dalam tahap implementasi program pada hakikatnya dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas yang seharusnya, seperti yang telah ditetapkan atau dibebankan pada salah satu unit organisasi. Kemampuan organisasi (organization capacity) terdiri dari 2 unsur pokok yaitu :

(1) Kemampuan teknis

(2) Kemampuan dalam menjalin hubungan dengan organisasi lain.

b) Komitmen para pelaksana (implementer)

Salah satu asumsi yang seringkali keliru adalah jika pimpinan telah siap untuk bergerak maka bawahan akan segera ikut untuk mengerjakan dan melaksanakan sebuah kebijaksanaan yang telah disetujui amat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, psikologis, dan birokratisme.


(39)

24

c) Dukungan dari kelompok pelaksana

Pelaksanaan program dan proyek sering lebih berhasil apabila mendapat dukungan dari kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat khususnya yang berkaitan dengan program-program tersebut.

b. Faktor Penghambat (Impending Conditions)

Yang termasuk kondisi-kondisi atau faktor-faktor penghambat terdiri dari :

1) Banyaknya pemain (aktor) yang terlibat.

Makin banyak pihak yang harus terlibat dalam mempengaruhi pelaksanaan program, karena komunikasi akan semakin rumit dalam pengambilan keputusan karena rumitnya komunikasi maka makin besar kemungkinan terjadinya hambatan dalam proses pelaksanaan.

2)Terdapatnya komitmen atau loyalitas ganda

Dalam banyak kasus, pihak-pihak yang terlibat dalam menentukan suatu program, telah menyetujui suatu program tetapi dalam pelaksanaanya masih mengalami penundaan karena adanya komitmen terhadap program lain.

3) Kerumitan yang melekat pada program itu sendiri

Sering sebuah program mengalami kesulitan dalam pelaksanaanya karena sifat hakiki dari program itu sendiri. Hambatan yang melekat


(40)

25

dapat berupa faktor teknis, faktor ekonomi, dan faktor perilaku pelaksana maupun masyarakat.

4) Jenjang pengambilan keputusan yang terlalu banyak

Makin banyak jenjang dan tempat pengambilan keputusan yang persetujuannya diperlukan sebelum rencana program dilakukan berarti makin banyak dibutuhkan untuk persiapan pelaksanaan program.

3. Ruang Lingkup UKS

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya pelayanan kesehatan yang terdapat di sekolah yang bertujuan menangani anak didik yang mengalami kecelakaan ringan, melayani kesehatan dasar bagi anak didik selama sekolah dan memantau pertumbuhan dan status gizi anak didik. Keberadaan UKS di sekolah sangat besar manfaatnya dalam hal pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Hal ini karena anak-anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang sangat rawan terhadap masalah gizi dan kesehatan, di samping populasi mereka juga merupakan kelompok terbesar dari kelompok usia anak wajib belajar (Diffah Hanim dkk, 2005: 1-2).

Tujuan UKS adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat dan derajat kesehatan peserta didik maupun warga belajar serta menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan


(41)

26

dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia indonesia seutuhnya (Diffah Hanim dkk, 2005: 3-4).

Sasaran UKS yaitu ada 3 (tiga) yaitu sasaran primer peserta didik, sasaran sekunder; guru, pamong, pengelola pendidikan, pengelola kesehatan serta TP UKS disetiap jenjang dan sasaran tersier yaitu lembaga pendidikan mulai dari tingkat prasekolah sampai pada sekolah lanjutan termasuk satuan pendidikan laur sekolah dan perguruan agama beserta lingkungannya (Diffah Hanim dkk, 2005: 4). Untuk itu pembinaan dan pengembangan UKS di sekolah/madrasah dilaksanakan melalui tiga program Usaha Kesehatan Sekolah yang disebut Trias UKS yang meliputi:

1) Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan umurnya. Pendidikan kesehatan dilakukan dengan cara bimbingan, pengajaran, dan latihan yang diperlukan bagi peranannya dimasa yang akan datang (Tim Pembina UKS Pusat, 1996: 20)

Tujuan pendidikan kesehatan untuk peserta didik yaitu; (1) memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan termasuk cara hidup sehat dan teratur; (2) peserta didik memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup sehat; (3) peserta didik memiliki keterampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan, dan perawatan kesehatan; (4) peserta didik memiliki kebiasaan hidup sehari–hari yang sesuai dengan syarat kesehatan, dan;


(42)

27

(5) memiliki kemampuan untuk melaksankan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari–hari (Tim Pembina UKS Pusat, 1996: 21)

Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah. Pendidikan kesehatan di sekolah dilaksanakan pada saat jam pelajaran (intrakurikuler) yaitu pendidikan kesehatan yang sesuai dengan GBPP. Sedangkan di luar jam pelajaran (ekstrakurikuler) pendidikan kesehatan dapat diberikan di luar jam pelajaran (termasuk kegiatan pada waktu libur) dengan tujuan untuk lebih menanamkan perilaku hidup sehat, memperluas pengetahuan serta keterampilan siswa (Tim Pembina UKS Pusat, 1996: 22-23). Selain melalui pembelajaran pendidikan kesehatan jasmani olahraga dan kesehatan juga melalui muatan atau tema yang terkait dengan kurikulum satuan pendidikan maka diadakanlah beberapa kegiatan yaitu: Pelatihan Dokter kecil/duta kesehatan, Membuat karya kreatifitas berupa poster slogan dan mading, Melakukan pengukurang tinggi badan dan menimbang berat badan, Menentukan status gizi dicatat dalam KMS, Pemasangan slogan/himbauan (kebersihan, kesehatan,keamanan pangan), Lomba kebesihan kelas, Menganalisa menu dan jajanan di kantin sekolah dan mensosialisasikan kepada pihak sekolah dan petugas kantin, Aksi CPTS (Cuci Tangan Pakai Sabun), Sosialisasi Dokter kecil mahir gizi tentang 4 pilar gizi seimbang dan Sosialisasi senam sepuluh tanda anak bergizi baik (Dokumentasi SD N Tegalrejo 1).


(43)

28

Pelayanan kesehatan terdiri dari upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam upaya peningkaan derajat kesehatan warga sekolah dan masyarakat (Tim Pembina UKS Pusat, 1996: 25). Pelayanan kesehatan di sekolah meliputi:

a) Penjaringan kesehatan atau imunisasi b) Pengawasan kantin sekolah

c) Pemeriksaan kesehatan secara berkala d) Penimbangan berat badan

e) Pengukuran tinggi badan f) Pengobatan ringan

Tujuan dari pelayanan kesehatan di sekolah adalah (1) Untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat. (2) Meningkatkan daya tahan tubuh peserta didik terhadap penyakit dan mencegah terjadinya penyakit, kelainan dan cacat. Kegiatan pelayanan kesehatan hanya boleh dilakukan oleh petugas Puskesmas/pihak yang berpengalaman dalam bidangnya dan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan (Tim Pembina UKS Pusat, 1996: 25).

3) Pembinaan Lingkungan

Pembinaan lingkungan sekolah sehat dilaksanakan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler terutama melaui mata pelajaran pendidikan kesehatan atau pendidikan kesehatan yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain yang relevan. Karena


(44)

29

terbatasnya waktu yang tersedia pada kegiatan intrakurikuler, maka kegiatan pembinaan lingkungan sekolah sehat lebih banyak diharapkan melalui kegiatan ekstrakurikuler (Tim Pembina UKS Pusat, 1996: 30). Kegiatan dalam pembinaan lingkungan sekolah yaitu sebagai berikut (Dokumentasi SD N Tegalrejo 1).

a) Perbaikan serta pengadaan air bersih

b) Pembuatan biopori serta sumur resapan yang cukup c) Pemenuhan kebutuhan kamar mandi dan WC yang cukup d) Pemeliharaan WC kamar mandi secara rutin

e) Pemilahan sampah

Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat ditinjau dari Konsep 5K. Mengingat Konsep 5K (Keamanan, Kebersihan, Ketertiban, dan Kekeluargaan) telah dijadikan sebagai salah satu unsur ketahanan sekolah, maka pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat dilaksanakan melalui Konsep 5K. Seperti yang telah diuraikan bahwa lingkungan sekolah sehat mencakup keseluruhan aspek fisik, mental, dan sosial dari suatu sekolah, maka 5K itu harus mencakup keseluruhan kondisi tersebut, antara lain: lokasi (letak) sekolah, bangunan sekolah, halaman dan pagar sekolah, lapangan dan ruang olahraga, alat pelajaran dan perabot sekolah, sumber air bersih, penampungan dan pembuangan sampah serta air limbah, kebun sekolah, warung sekolah atau kantin sekolah, dan lain-lainya (Aip Syarifudin, 1991: 261).


(45)

30 4. Program Sekolah Sehat

Sekolah sehat adalah lingkungan hidup sekolah yang sehat, mencakup keseluruhan kondisi fisik, mental dan sosial dari suatu sekolah. Sekolah sebagai pusat kebudayaan, diharapkan dapat melaksanakan fungsinya kepada anak didik dan masyarakat sekitar sekolah itu berada. Agar dapat berjalan dengan baik, sekolah sehat diperlukan berbagai unsur penunjang. Salah satu unsur yang sangat penting adalah lingkungan kehidupan yang aman dan sehat bagi masyarakat, sekolah yaitu anak didik, guru, pegawai sekolah dan warga sekitar sekolah. Memelihara dan membina lingkungan menjadi aman dan sehat merupakan tanggung jawab bersama dari pemerintah dan anggota masyarakat sekolah (Aip Syarifudin, 1991: 261)

Dalam sekolah sehat ada beberapa standar yang harus dimiliki sekolah, sebagai berikut (Uray Iskandar, 2005: Diakses 11 Februari 2016) 1) Memiliki lingkungan sekolah bersih, indah, tertib, rindang dan memiliki

penghijauan yang memadai.

2) Memiliki tempat pembuangan dan pengelolaan sampah yang memadai dan representatif.

3) Memiliki air bersih yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan.

4) Memiliki kantin dan petugas kantin yang bersih dan rapi, serta menyediakan menu bergizi seimbang.

5) Memiliki saluran pembuangan air tertutup dan tidak menimbulkan bau


(46)

31

6) Memiliki ruang kelas yang memenuhi syarat kesehatan (ventilasi/AC dan pencahayaan cukup).

7) Memiliki ruang kelas yang representatif dengan ratio kepadatan jumlah siswa di dalam kelas adalah 1: 2 m2.

8) Memiliki sarana dan prasarana pembelajaran memenuhi standar

kesehatan, kenyamanan dan keamanan.

9) Memiliki ruang dan peralatan UKS yang ideal (tersedia tempat tidur; timbangan berat badan, alat ukur tinggi badan, snellen chart; kotak P3K berisi obat; lemari obat, buku rujukan, KMS, poster-poster, struktur organisasi, jadwal piket, tempat cuci tangan/wastafel, data angka kesakitan siswa; peralatan perawatan gigi, unit gigi; contoh-contoh model organ tubuh, rangka torso dan lain-lain).

10) Memiliki toilet (WC) dengan ratio untuk siswi 1 : 25 dan siswa 1: 40. 11) Memiliki taman/kebun sekolah yang dimanfaatkan dan diberi tabel

(untuk sarana belajar) dan pengolahan hasil kebun.

12) Memiliki kurikulum pembelajaran yang baik bagi tumbuh kembang siswa.

13) Memiliki kehidupan sekolah yang menjunjung tinggi nilai-nilai

kekeluargaan.

14) Memiliki pola hidup bersih, higienis dan sehat

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, sekolah sehat merupakan sekolah yang mempunyai lingkungan hidup yang bersih yang menjadikan siswa yang berada dilingkunganya tetap terjaga kesehatannya.


(47)

32

Lingkungan sekolah yang sehat akan menjadikan siswa lebih bugar dalam menjalani aktivitas di sekolahan.

5. Strategi Pelaksanaan Sekolah Sehat

Dalam buku panduan pembinaan sekolah dasar bersih dan sehat ada beberapa strategi pelaksanaan sekolah sehat yaitu sebagai berikut (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013: 12-19)

1) Pendekatan Sekolah Sehat

Strategi pelaksanaan Sekolah Sehat dilakukan dengan memadukan pendekatan bottomup dan top down, yang melibatkan beberapa instansi terkait, pemangku kepentingan dan warga sekolah. Pendekatan bottom up berupa inisiatif dan kreativitas warga sekolah dalam melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan potensi sekolah. Sedangkan top-down sebagai implementasi kebijakan terkait, baik ditingkat pusat maupun daerah.

2) Manajemen Sekolah Sehat

Manajemen adalah salah satu pilar kunci dalam pelaksanaan Sekolah Sehat pada dasarnya terkait dengan kapasitas kelembagaan sekolah dalam mengelola pelaksanaan Sekolah Sehat. Tujuan dari manajemen pelaksanaan Sekolah Sehat adalah untuk menjamin tersedianya dan meningkatnya kapasitas kelembagaan dan menjamin keberlanjutan pelaksanaan Sekolah Sehat.

Strategi manajemen pelaksanaan Sekolah Sehat adalah sebagai berikut: a) Pembentukan atau penguatan forum koordinasi antar dalam


(48)

33

b) Pembentukan atau penguatan Tim Pelaksana Sekolah Sehat, yang terdiri dari Kepala Sekolah, Guru, Komite Sekolah, Orang Tua, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat dan Warga.

c) Peningkatan kapasitas sekolah dalam aspek perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pelaporan dan pengelolaan pengetahuan pelaksanaan Sekolah Sehat dengan melibatkan komite sekolah.

3) Penyediaan Akses/Fasilitas Sekolah Sehat

Perilaku hidup bersih dan sehat memerlukan akses terhadap fasilitas yang layak dan terjangkau secara ekonomi, untuk mencegah warga sekolah kembali ke perilaku lama yang dapat menggangu keberhasilan program sekolah sehat.

Strategi penyediaan sarana sekolah sekolah yang layak dan terjangkau secara ekonomis adalah sebagai berikut:

a) Menyediakan sarana sekolah sehat yang ramah anak b) Menjamin kemudahan operasional dan perawatan sarana

c) Mengalokasikan dana perawatan dan operasionalisasi fasilitas dalam RKAS

d) Memfasilitasi warga sekolah dalam penentuan pilihan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Meningkatkan kontribusi warga sekolah dan pihak luas (termasuk orangtua murid) dalam pembangunan sarana/teknologi terpilih.


(49)

34 4) Penyebarluasan pengetahuan

Sekolah mempunyai peranan yang penting dalam memberikan pembelajaran disegala bidang bagi warga sekolah dan lingkungan sekitar. Dalam hal ini peserta didik sebagai agen perubahan diharapkan dapat membawa pengaruh positif kepada keluarga mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang mereka dapatkan di sekolah.

Strategi sekolah sebagai pusat pembelajaran PHBS adalah: a) Internal sekolah

(1) Dokumentasi pelaksanaan sekolah sehat (2) Pelatihan Duta bersih dan sehat

(3) Pemasangan slogan/himbauan tentang kebersihan/kesehatan dan keamana kesehatan pangan.

(4) Kampanye perilaku hidup bersih dan sehat

(5) Melibatkan peserta didik dalam kegiatan Sekolah Sehat b) Eksternal sekolah

(1) Membuatkan program kemitraan pendidikan kebersihan dan kesehatan dengan instansi terkait.

(2) Menyebarluaskan pembelajaran pelaksanaan Sekolah Sehat dalam forum KKS.

(3) Melakukan penyuluhan kebersihan dan kesehatan bagi warga sekolah


(50)

35 5) Penciptaan kondisi ideal

Sebagai sebuah program yang diharapkan memperoleh hasil yang maksimal, pelaksanaan kegiatan Sekolah Sehat harus didukung oleh semua pemangku kepentingan terkait. Tanpa dukungan tersebut keberhasilan tujuan kegiatan Sekolah Sehat akan sulit tercapai. Tujuan penciptaan kondisi yang ideal ini adalah menjamin meningkatnya dukungan berbagai pihak dalam pelaksanaan program Sekolah Sehat. Pokok kegiatan strategi penciptaan kondisi ideal sebagai berikut:

a) Melakukan advokasi dan sosialisasi mengenai pentingnya pelaksanaan Sekolah Sehat kepada warga sekolah untuk menyamakan persepsi dan mendapatkan dukungan/partisipasi dalam pelaksanaan program.

b) Memfasilitasi pengembangan kebijakan atau peraturan yang dapat mendukung pelaksanaan Sekolah Sehat di sekolah.

c) Menentukan kebijakan terhadap dukungan pendanaan pelaksanaan program Sekolah Sehat

d) Memfasilitasi kemitraan dengan pemerintah daerah (UPTD), swasta, donor, LSM, warga akademisi dan pelaku lainnya dalam pelaksanaan sekolah Sehat.

e) Mendorong terciptanya ruang publik atau jejaring sosial sebagai forum diskusi dan koordinasi pemangku kepentingan baik individu maupun lembaga yang memiliki komitmen terkait pelaksanaan program Sekolah Sehat.


(51)

36 6) Pelibatan para pihak

Pelaksanaan Sekolah Sehat melibatkan peran serta dari beberapa pihak sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawabnya sendiri. Pihak-pihak terkait yaitu sebagai berikut:

a) Pemerintah Pusat b) Pemerintah Provinsi

c) Pemerintah Kabupaten/Kota d) Puskesmas

e) Sekolah

6. Perencanaan dan Pengorganisasian Program Sekolah Bersih Sehat Tujuan program sekolah sehat agar berjalan secara optimal, perlu dirancang tahapan/proses persiapan program sehingga pelaksanaanya di lapangan dapat berjalan dengan baik dan didukung oleh semua pihak. Tahapan persiapan program sekolah sehat adalah sebagai berikut (Panduan Pelaksanaan SD Bersih sehat, 2013: 22-23)

1) Sosialisasi Pengembangan SD Bersih Sehat

Keberhasilan pelaksanaan pengembangan SD Bersih Sehat ditentukan oleh seberapa besar komitmen kepala sekolah, guru, peserta didik, warga sekolah dan masyarakat sekitar lingkungan sekolah terhadap pentingnya pelaksanaan dan pengembangan sekolah dasar yang bersih dan sehat. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan sosialisasi secara intensif terhadap seluruh warga sekolah dan masyarakat sekitar lingkungan sekolah. Sosialisasi tersebut dilakukan terhadap kepala sekolah, guru,


(52)

37

peserta didik, warga sekolah, orangtua siswa dan komite sekolah serta masyarakat sekitar lingkungan sekolah.

2) Pembentukan Organisasi Tim Pelaksana SD Bersih sehat

Implementasi program SD Bersih sehat diperlukan struktur organisasi tim pelaksana seperti berikut.

Organisasi Tim Pelaksana SD Bersih dan sehat di sekolah dasar: a) Penanggung jawab : Kepala Sekolah

b) Ketua : Guru

c) Sekretaris : Guru/Tenaga Kependidikan d) Anggota : Guru/Peserta didik

Tim pelaksana di sekolah dan perguruan agama berfungsi sebagai penanggung jawab dan pelaksana program SD bersih sehat di sekolah berdasarkan prioritas kebutuhan dan kebijakan yang ditetapkan oleh TP UKS Kab/kota. Tugas tim pelaksana yaitu (1) melaksanakan Trias UKS; (2) menjalin kerjasama dengan orangtua/komite sekolah, instansi lain dan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan UKS; (3) Menyusun program, melaksanakan penilaian/evaluasi dan menyampaikan laporan kepada Tim Pembina UKS Kecamatan; (4) melaksanakan ketatausahaan Tim pelaksana di sekolah.

3) Penyusunan Rencana Kegiatan SD Bersih sehat a) Rencana kegiatan SD Bersih sehat

Rencana kegiatan SD Bersih sehat merupakan rangkaian dan tahapan kegiatan yang disusun dan dilaksanakan selama satu tahun pelajaran


(53)

38

oleh warga sekolah dan masyarakat sekitarnya. Rencana kegiatan SD Bersih sehat merupakan bagian dari Rencana Kerja Sekolah (RKS)/Rencana dan Anggaran Sekolah (RKAS).

b) Penyusunan rencana kegiatan SD Bersih sehat

Rencana kegiatan SD Bersih sehat merupakan hasil kordinasi sekolah dengan pihak terkait, yang pelaksanaanya diatur dan didistribusikan pada seluruh anggota tim sesuai dengan bidangnya. Rencana kegiatan mencakup; memeriksa dan mengevaluasi hasil kerja tim, melaksanakan pengelolaan sampah dan sarana sanitasi, melaksanakan pembinaan, pemantauan kebersihan dan kesehatan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan bidang kebersihan dan kesehatan secara keseluruhan dan membuat dokumentasi kegiatan.

c) Hal-hal yang diperhatikan dalam penyusunan rencana kegiatan SD Bersih sehat

Penyusunan rencana kegiatan SD Bersih sehat mencakup hal berikut ini; (1) pendidikan kebersihan dan kesehatan; (2) penyelenggaraan pelayanan kesehatan; (3) peningkatan kompetensi guru dan peserta didik dalam bidang kebersihan dan kesehatan; (4) pengadaan sarana prasarana kebersihan dan kesehatan; (5) pembinaan lingkungan sekolah bersih dan sehat; (6) penciptaan budaya perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah.


(54)

39 7. Pentingnya Kesehatan Anak

Pertumbuhan jasmani, rokhani dan sosial seorang anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas adalah suatu masa usia anak yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini didapatkan banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari. Masalah kesehatan tersebut meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar. permasalahan kesehatan tersebut umumnya akan menghambat pencapaian prestasi pada peserta didik di sekolah. (Puskesmas Baqa, 2012 : Diakses 13 Oktober 2016)

Peranan orang tua dan guru sebagai sosok pendamping saat anak melakukan aktifitas kehidupannya setiap hari sangat dominan dan sangat menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari. Sehingga sangatlah penting bagi mereka untuk mengetahui dan memahami permasalahan dan gangguan kesehatan pada anak usia sekolah yang cukup luas dan kompleks. 8. Dasar Hukum Sekolah Sehat

1) Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)


(55)

40

4) Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1/U/SKB/2003, Nomor: 26 Tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah.

5) Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 2/P/SKB/2003, Nomor: 1069/Menkes/SKB/VII/2003, Nomor: MA/230B/2003,Nomor: 4415-404 Tahun 2003 tanggal 23 Juli 2003 tentang Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah Pusat.

6) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1429/Menkes/SK/XH/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah.

B.Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

1. Penelitian Skripsi yang dilakukan oleh Ade Saputri, dengan judul “Implementasi Kebijakan Pendidikan Jasmani di SMP 3 Girimulyo Kulon Progo, DIY”. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: Implementasi kebijakan pendidikan jasmani di SMP 3 Girimulyo yaitu strategi implementasi kebijakan pendidikan jasmani terdiri dari Program Kebijakan Pendidikan Jasmani, Pengembangan Sarana Prasarana dan Pendiptaan Lingkungan Sekolah yang kondusif dan supervisi. Faktor pendukung dalam penerapanan pendidikan jasmani adalah sumber daya manusia dan prestasi peserta didik. Sedangkan faktor penghambat letak geografis sekolah, sarana prasarana dan minat peserta didik. Upaya yang dilakukan dalam


(56)

41

meningkatkan implementasi kebijakan pendidikan jasmani di SMP 3 Girimulyo adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler dan intrakurikuler. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis, dalam penelitian tersebut mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan pendidikan jasmani di SMP 3 Girimulyo sedangkan tujuan yang akan dilakukan penulis yaitu mendeskripsikan implementasi program sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1.

2. Penelitian Skripsi yang dilakukan oleh Mey Indiana Zulfa, dengan judul

“Implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup di SD N Ungaran 1

Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: bentuk implementasi pendidikan lingkungan hidup (PLH) yaitu dilihat dari (1) segi aspek pengorganisasian, pelaksana dari pembelajaran dan kegiatan PLH terstruktur dan sesuai dengan tugas masing-masing, (2) Aspek Intepretasi dalam hal respon sekolah, guru dan siswa antusias dan partisipatif, dalam hal interaksi guru dengan siswa melalui pendekatan personal dan kelompok, dalam hal keefektifan waktu PLH, sudah efektif, (3) aspek aplikasi, pengintegrasian materi PLH pada mata pelajaran yang relevan namun masih belum adanya bukan panduan PLH. (4) faktor pendukung implementasi PLH adalah latar belakang ekonomi orang tua siswa yang termasuk berkecukupan, pengajaran guru di kelas dan di luar kelas dengan ceramah, demonstrasi, praktek, dan pengamatan, kebiasaan guru, siswa dan karyawan yang saling mengingatkan untuk menjaga lingkungan sekolah. (5) faktor penghambat dan pendukung implementasi pendidikan lingkungan


(57)

42

hidup adalah masalah biaya yang tidak ada nominal anggaran khusus PLH, buku PLH yang belum tersedia, tamu dari luar sekolah yang mengabaikan peraturan dilarang merokok di sekolah, sumber daya manusia yang masih kurang disebabkan adanya kebijakan pemerintah yaitu pergantian guru tiap tahunnya sehingga sekolah harus membekali lagi guru-guru baru melalui workshop/seminar PLH dan workshop pengolahan sampah mandiri. Penelitian yang dilakukan oleh Mey Indiana tersebut ada relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terkait pendidikan lingkungan hidup. Dalam penelitian tersebut relevan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis, penelitian tersebut juga meneliti tentang lingkungan hidup sekolah.

C.Kerangka Berfikir

Gambar 2. Kerangka Berfikir Implementasi Program Sekolah Sehat

(SKB, Nomor 1/U/SKB/2003;Nomor 1067/Menkes/VII/2000; Nomor MA/230 A/2003; Nomor 26 tahun 2000) dan keputusan Menteri Kesehatan Nomor

828/MENKES/SK/IX/2008

PROGRAM SEKOLAH SEHAT

Implementasi Program Sekolah Sehat di SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta

Pelaksana Program Sekolah Sehat:

Kepala Sekolah Guru Olahraga Pengurus UKS Petugas Puskesmas

Siswa

Aspek: Komunikasi Sumber daya Disposisi Struktur birokrasi

Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat


(58)

43

Berdasarkan bagan kerangka pikir di atas, dapat dijelaskan bahwa, kebijakan yang telah dibuat oleh Direktorat Jendral Kementrian yang bekerjasama dengan SKB 4 Menteri yaitu kebijakan tentang UKS yang berlandaskan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/ MENKES/SK/IX/2008 Tentang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Kebijakan UKS ini mempunyai program yaitu program sekolah sehat dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat agar siswa menjadi pribadi yang berkarakter. Kebijakan ini kemudian direalisasikan oleh Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta untuk diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di Kota Yogyakarta.

SD N Tegalrejo 1 adalah salah satu sekolah yang sudah menerapkan PHBS atau perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Di SD N Tegalrejo 1 sendiri sudah menerapkan Program Sekolah Sehat sejak tahun 2000 sampai sekarang. Selain itu SD N Tegalrejo 1 telah mendapatkan Penghargaan Adiwiyata pada tahun 2012. Dalam implementasi kebijakan sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1, peneliti akan melihat dari segi komunikasi, ketersediaan sumber daya, sikap dan komitmen dari pelaksana program dan struktur birokrasi. Disamping keempat hal tersebut, akan dilihat pula faktor pendukung dan faktor penghambat. Dalam penerapan Program Sekolah Sehat di SD N Tegalrejo 1 dan demi kelancaran selama penelitian, maka diperlukannya saling kerjasama antara peneliti, kepala sekolah, Guru, Pengurus UKS, Petugas Puskesmas dan Siswa.


(59)

44 D.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan konsep dan alur dari kerangka pikir di atas, ada beberapa pertanyaan penelitian sebagai dasar untuk mengeksplorasi, menggali lebih jauh terkait dengan implementasi sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1. Adapun pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana implementasi program sekolah sehat jika dilihat dari segi komunikasi di SD N Tegalrejo 1?

2. Bagaimana implementasi program sekolah sehat jika dilihat dari segi sumber daya?

3. Bagaimana keterlibatan aktor pelaksana dalam implementasi program sekolah sehat?

4. Bagaimana implementasi program sekolah sehat jika dilihat dari segi disposisi?

5. Bagaimana implementasi program sekolah sehatjika dilihat dari struktur birokrasi?

6. Faktor apa saja yang menjadi pendukung (facilitating conditions) dalam implementasi program sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1?

7. Faktor apa saja yang menjadi penghambat (impending conditions) dalam implementasi program sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1?


(60)

45 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian “Penelitian Sekolah Sehat di SD N Tegalrejo 1” adalah pendekatan penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan deskriptif kualitatif adalah pendekatan yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan.

Peneliti memilih jenis penelitian kualitatif karena masalah penelitian tentang implementasi program dalam sekolah sehat merupakan penelitian yang lebih berdimensi kualitatif. Penelitian ini berusaha menggali dan mengungkapkan data tentang implementasi program dalam program sekolah sehat secara deskriptif kualitatif. Dengan pendekatan kualitatif ini mampu menghasilkan data yang bersifat deskriptif, sehingga digunakan metode deskriptif.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian menurut Suharsimi Arikunto (1998: 114) bahwa apabila peneliti mengunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen dan catatanlah yang menjadi


(61)

46

sumber data, sedangkan isi catatan adalah subyek penelitian atau variabel penelitian.

Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah sebagai berikut.

1. Kepala Sekolah

Peneliti menggali lebih dalam tentang program sekolah sehat yang diterapkan di SD N Tegalrejo dan mengetahui seberapa pengetahuan Kepala sekolah tentang sekolah sehat.

2. Pengurus UKS

Peneliti melakukan wawancara dengan salah satu pengurus UKS yaitu langsung dengan Ketua pengurus UKS nya. Peneliti menggali data tentang kegiatan yang dilakukan di UKS dan implementasi program sekolah sehat. 3. Guru Olahraga

Peneliti memilih narasumber Guru Olahraga karena guru olahraga adalah guru yang mengajarkan tentang pendidikan kesehatan di sekolah. Peneliti juga mengetahui bagaimana guru olahraga dalam memberikan materi tentang kesehatan.

4. Siswa (Dokter Kecil)

Peneliti melakukan wawancara dengan salah satu siswa yang menjadi ketua Dokter Kecil yang lebih menguasai dan memahami tentang program sekolah sehat yang ada di SD N Tegalrejo 1.


(62)

47 5. Petugas Puskesmas

Peneliti melakukan wawancara di Puskesmas yang bekerjasama dengan SD N Tegalrejo yaitu Puskesmas yang berada di Jalan Magelang, Karangwaru, Tegalrejo Kota Yogyakarta. Peneliti melakukan wawancara dengan salah satu petugas Puskesmas yang mengelola UKS.

Maksud dari pemilihan subyek penelitian ini untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari berbagai macam sumber sehingga data yang diperoleh benar.

C.Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD N Tegalrejo 1. Peneliti tertarik melakukan penelitian di SD N Tegalrejo 1 karena pada awalnya mendapat rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta bahwa di SD N Tegalrejo 1 salah satu yang menerapkan program sekolah sehat dan menjadi juara tingkat Provinsi. Selain di sekolah, peneliti juga melakukan penelitian di Puskesmas Tegalrejo yang bekerjasama atau membawahi SD N Tegalrejo 1.

D.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian implementasi program sekolah sehat dalam kebijakan sekolah sehat di SD N Tegalrejo dilakukan dengan cara wawancara dengan informan, observasi atau pengamatan langsung, dan dengan dokumentasi. Maka dari itu, teknik yang digunakan peneliti untuk pengumpulan data yaitu:


(63)

48 1. Wawancara

Meleong (2005: 186) mendefinisikan wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara yang akan dilakukan untuk menggali informasi lebih jauh dari narasumber terkait dengan implementasi program sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta.

2. Observasi

Nasution (2003: 56) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua pengetahuan. Para ilmuwan hanya bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Kegiatan observasi dalam penelitian ini yaitu kegiatan yang meliputi pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan untuk menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang dialami. Observasi digunakan untuk memperoleh data tentang permasalahan yang ada dalam pelaksanaan sekolah sehat dan latar belakang penerapan program sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta.

3. Dokumentasi

Dokumentasi diperlukan untuk mendukung data-data yang telah didapat. Dokumentasi dapat berupa foto, ataupun arsip-arsip yang berkaitan


(64)

49

dengan penelitian. Dokumen yang akan dicari oleh peneliti adalah dokumen yang berupa foto dalam implementasi program sekolah sehat dan dokumen arsip yang berupa SK (Surat Keputusan) sekolah sehat. Suharsimi Arikunto (2002: 206) mendefinisikan dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.

E.Instrumen penelitian

S.Nasution (2003: 121) mengatakan dalam penelitian kualitatif manusia atau peneliti sendiri yang menjadi instrumen penelitian yang utama. Dalam pengumpulan data peneliti juga dibantu dengan pedoman wawancara, pedoman observasi, tipe recorder, kamera, alat-alat tulis dan apa saja yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Moleong 1989: 132-135).

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen yaitu; 1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara berisi tentang pertanyaan dalam wawancara lalu dikembangkan secara mendalam untuk mendapatkan suatu gambaran subjek dan pemaparan gejala yang tampak sebagai suatu fenomena. Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Wawancara

Aspek yang dikaji Indikator yang dicari Sumber Program Sekolah

Sehat

1. Pengetahuan tentang program sekolah sehat

2. Pengelolaan sekolah sehat. 3. Pelaksanaan sekolah sehat 4. Keterlibatan aktor dalam

implementasi program sekolah sehat

1. Kepala sekolah 2. Pengurus UKS 3. Petugas


(65)

50 Implementasi

Sekolah Sehat

a. Komunikasi

1) Penyaluran komunikasi 2) Kejelasan komunikasi b. Sumber daya

1) Sumber daya manusia 2) Sarana dan prasarana 3) Pendanaan

c. Disposisi

d. Struktur birokrasi

1. Kepala Sekolah 2. Petugas

Puskesmas 3. Pengurus UKS 4. Guru

5. Siswa

Faktor pendukung & faktor

penghambat

1. Faktor internal 2. Faktor eksternal

1. Kepala Sekolah 2. Petugas

Puskesmas 3. Pengurus UKS 4. Guru Olahraga

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi ini digunakan sebagai acuan peneliti dalam mengamati implementasi program sekolah sehat di lapangan. Dengan pedoman observasi ini dapat digunakan peneliti sebagai pedoman atau acuan dalam bentuk deskripsi data.

Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Observasi

Aspek yang Diamati Indikator yang Ingin dicari Objek

Kondisi fisik dan fasilitas sekolah

1. Lingkungan fisik sekolah a. Halaman sekolah b. Lapangan dan ruang

olahraga

c. Tempat Sampah d. Air bersih e. Ruang kelas f. Perpustakaan g. Kantin h. Kamar mandi 2. Sarana dan Prasarana 3. Fasilitas Penunjang

Lingkungan sekolah

Kegiatan di sekolah 1. Kegiatan pembelajaran (pendidikan jasmani dan


(66)

51 3. Analisis Dokumentasi

Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi

No Aspek yang Dikaji Indikator yang Dicari Sumber data 1 Profil Sekolah a. Sejarah sekolah

b. Visi dan misi sekolah c. Tujuan sekolah d. Struktur organisasi e. Sarana dan prasarana

sekolah

a. Dokumen/arsip b. Foto-foto

2 Akreditasi sekolah Surat keputusan a. Dokumen arsip 3 Implementasi

Program sekolah sehat

Laporan kemajuan program sekolah sehat

a. Dokumen/ arsip

Analisis dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan data dari hasil analisis terhadap dokumen, arsip, foto, yang terkait dengan program sekolah sehat.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep dari Milles dan Hubberman (Sugiyono, 2007: 246) yaitu model analisis deskriptif kualitatif secara interaktif dan berkelanjutan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, serta dokumentasi. Data yang telah diperoleh di lapangan selanjutnya

rohani)

2. Interaksi antar warga sekolah dalam pelaksanaan kerja bakti


(67)

52

dicatat dalam bentuk narasi atau deskriptif. Untuk menguatkan data yang diperoleh, dilakukan pula pengambilan gambar yang sesuai dengan fokus penelitian.

2. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah atau kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Peneliti memilah data yang relevan, penting dan bermakna, dan data yang tidak berguna, untuk menjelaskan apa yang menjadi sasaran analisis, lalu menyederhanakan dengan membuat fokus, klasifikasi, dan abstraksi data. Data yang telah diperoleh dilapangan selanjutnya dirangkum, dipilih sesuai dengan fokus penelitian, dan data yang tidak diperlukan akan dibuang. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang Implementasi dalam kebijakan sekolah Sehat di SD N Tegalrejo 1

3. Penyajian Data

Pada tahap ini disajikan data hasil temuan di lapangan dalam bentuk naratif, yaitu uraian tertulis tentang Implementasi dalam kebijakan sekolah sehat di SD N Tegalrejo 1. Data disajikan menurut kategori yang sebelumnya telah dikelompokan agar lebih mudah dipahami.

4. Penarikan Kesimpulan

Setelah data disajikan selanjutnya diperoleh kesimpulan sementara karena kesimpulan yang diperoleh masih bersifat meragukan, maka dari


(68)

53

itu perlu dilakukan verifikasi. Dalam proses penarikan kesimpulan dan verifikasi dibutuhkan pemahaman yang mendalam dari peneliti.

G. Keabsahan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji kredibilitas untuk menguji keabsahan data. Sugiyono (2010: 386) mengatakan uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain perpanjangan pengamatan, triangulasi data, peningkatan ketekunan dalam penelitian, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check. Dalam pengujian kredibilitas dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi data.

Triangulasi biasanya merujuk pada suatu proses pemanfaatan persepsi yang beragam untuk mengklasifikasikan makna, memverifikasi kemungkinan pengulangan dari suatu observasi ataupun interpretasi. Triangulasi juga dapat digunakan untuk mengklasifikasi makna dengan cara mengidentifikasi cara pandang yang berbeda terhadap berbagai fenomena. (Flick, dalam Sugiyono, 2011: 372-374). Dalam menguji kredibilitas data peneliti menggunakan 2 macam triangulasi yaitu:

1. Triangulasi Sumber

Trianggulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan yang spesifik. Adapun informasi dari narsumber dalam penelitian ini yakni Kepala Sekolah, Guru Olahraga, Pengurus UKS,


(69)

54

Petugas Puskesmas dan Siswa. Kemudian dideskripsikan, dikategorisasikan informasi yang memiliki kesamaan.

2. Triangulasi Teknik

Trianggulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Narasumber dalam hal ini adalah Kepala Sekolah, Guru Olahraga, Pengurus UKS, Petugas Puskesmas dan Siswa, kemudian dicek dan dibandingkan dengan informasi yang diperoleh melalui pedoman wawancara, observasi dan dokumentasi.


(70)

55 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Umum SD Negeri Tegalrejo 1 Yogyakarta 1. Profil Sejarah SD Negeri Tegalrejo 1 Yogyakarta

SD Negeri Tegalrejo I merupakan sekolah dasar percontohan di wilayah Yogyakarta Barat yang dibawahi oleh Pemerintah Kota Yogyakarta melewati Unit Pengelola Teknis (UPT) TK/SD wilayah Yogyakarta Barat. Dulunya sekolahan ini merupakan sekolah penggabungan dari beberapa sekolah di kelurahan Bener kecamatan Tegalrejo, antara lain : SD Bener I, SD Tegalrejo I dan SD Bener III. Gedung SD Tegalrejo I dibangun atau direhabilitasi menjadi gedung yang megah dengan lantai 2 pada tahun 2000. SD Tegalrejo I didirikan pada tahun 1956 dan berkembang terus mengikuti pertumbuhan pendidikan di kota Yogyakarta. Tahun demi tahun SD Tegalrejo I terus berkembang baik secara Fisik maupun secara Non Fisik disini Anak-anak didik ditempatkan untuk menjadi tunas-tunas bangsa yang mampu membawa harum Bangsa Indonesia baik dari segi akademis maupun non akademisnya. SD Tegalrejo I disebut juga TAWITA atau Taruna Widya Tama dan merupakan SD Inti dari Gugus I Kecamatan Tegalrejo dan mempunyai beberapa SD Imbasnya, yaitu SD Tegalrejo II, SD Pingit, SD Muh Tegalrejo dan SD Bener.

a. Visi dan Misi SD Negeri Tegalrejo 1 Yogyakarta

Visi Sekolah: Terwujudnya Komunitas Belajar yang Kreatif, Inovatif, Berbudi Pekerti Luhur, dan Cinta Lingkungan


(71)

56 Misi Sekolah:

1) Mengembangkan nilai-nilai iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif dan efisien sehingga kemampuan siswa berkembang secara optimal

3) Mengembangkan pengetahuan warga sekolah melalui Pendidikan Lingkungan Hidup

4) Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan

5) Membiasakan sikap hidup sederhana, ramah lingkungan, berakhlak mulia, menghargai pendapat dan berprilaku jujur

6) Menjaga kebersihan dan melestarikan lingkungan. b. Visi dan Misi UKS SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta Visi : Sekolah Bersih, Sehat dan Berprestasi

Misi

1) Menanamkan kebiasaan siswa dan seluruh warga sekolah berperilaku hidup bersih dan sehat

2) Meningkatkan mutu pendidikan dengan mempertinggi tingkat kebugaran dan pelayanan kesehatan

3) Menciptakan lingkungan sehat sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang selaras.

Dilihat dari visi misi sekolah dan visi misi UKS SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta berorientasi pada akademik, perilaku hidup bersih sehat dan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)