Pengalaman emosi yang mendasari tindakan individu dalam kehidupan sehari-hari.
EMOTIONAL EXPERIENCE THAT INFLUENCE INDIVIDUAL ACTION IN DAILY LIFE
Vincentia Diajeng Hapsari Mariantika
ABSTRACT
Emotion can influence individual action in daily life, so we need the ability to see clearly about what emotions can arise in it self in order to manage our emotions better. However, understanding of what emotion can actually influencing individual action in daily life still overlap. The aim of this study are to determine what the actual emotions arise to influence indvidual action. Nine people with diverse backgrounds were interviewed and analyzed using grounded theory approach. This study found that positive emotion, negative emotion, and condition like without emotion are arise and affect individual action, that appropriate and unappropriate with social standart in daily life. The emergence of emotional experience are related with cognitive content, that include religious, environment, family, and physiology which are related to each other.
(2)
PENGALAMAN EMOSI YANG MENDASARI TINDAKAN INDIVIDU DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Vincentia Diajeng Hapsari Mariantika
ABSTRAK
Emosi dapat mendasari individu dalam bertindak di kehidupan sehari-hari, sehingga diperlukan kemampuan untuk mengetahui dengan jelas mengenai emosi yang muncul dalam diri agar dapat mengelola emosi dengan lebih baik. Namun, pemahaman mengenai emosi apa yang sebenarnya dapat mendasari tindakan individu dalam kehidupan sehari-hari masih cenderung tumpang-tindih. Penelitian ini ingin mengetahui emosi apa saja yang sebenarnya muncul dan mendasari tindakan individu. Sembilan orang subjek dengan latar belakang yang beragam kemudian diwawancara dan dianalisis menggunakan pendekatan grounded theory. Penelitian ini menemukan bahwa emosi positif, emosi negatif, dan keadaan seolah-olah tidak ada emosi merupakan emosi-emosi yang muncul dan mendasari individu dalam bertindak, baik yang sesuai dengan standart sosial maupun yang tidak sesuai dengan standart sosial. Kemunculan pengalaman-pengalaman emosi tersebut berkaitan dengan munculnya isi kognitif yang juga dialami oleh individu dalam bertindak di kehidupan sehari-hari. Isi kognitif tersebut meliputi perspektif individu, religiusitas, lingkungan sekitar, keluarga, dan fisiologis yang saling berkaitan satu sama lain.
(3)
i
PENGALAMAN EMOSI YANG MENDASARI TINDAKAN
INDIVIDU DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Vincentia Diajeng Hapsari Mariantika NIM : 109114026
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
iv
MOTTO
“Having feelings at the right times, about the right things, toward the right people,
for the right end, and in the right way, is the intermediate and best condition,
and proper to virtue. Virtue, is the mean”
(7)
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, dan Malaikat Pelindung yang selalu setia mendampingi serta membimbing saya
Keluarga saya yang selalu memberikan doa dan dukungan
Dosen pembimbing yang selalu sabar dalan mendampingi, memberikan masukan, dan mengarahkan saya
(8)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 7 April 2016 Penulis,
(9)
vii
EMOTIONAL EXPERIENCE THAT INFLUENCE INDIVIDUAL ACTION IN DAILY LIFE
Vincentia Diajeng Hapsari Mariantika
ABSTRACT
Emotion can influence individual action in daily life, so we need the ability to see clearly about what emotions can arise in it self in order to manage our emotions better. However, understanding of what emotion can actually influencing individual action in daily life still overlap. The aim of this study are to determine what the actual emotions arise to influence indvidual action. Nine people with diverse backgrounds were interviewed and analyzed using grounded theory approach. This study found that positive emotion, negative emotion, and condition like without emotion are arise and affect individual action, that appropriate and unappropriate with social standart in daily life. The emergence of emotional experience are related with cognitive content, that include religious, environment, family, and physiology which are related to each other.
(10)
viii
PENGALAMAN EMOSI YANG MENDASARI TINDAKAN INDIVIDU DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Vincentia Diajeng Hapsari Mariantika
ABSTRAK
Emosi dapat mendasari individu dalam bertindak di kehidupan sehari-hari, sehingga diperlukan kemampuan untuk mengetahui dengan jelas mengenai emosi yang muncul dalam diri agar dapat mengelola emosi dengan lebih baik. Namun, pemahaman mengenai emosi apa yang sebenarnya dapat mendasari tindakan individu dalam kehidupan sehari-hari masih cenderung tumpang-tindih. Penelitian ini ingin mengetahui emosi apa saja yang sebenarnya muncul dan mendasari tindakan individu. Sembilan orang subjek dengan latar belakang yang beragam kemudian diwawancara dan dianalisis menggunakan pendekatan grounded theory. Penelitian ini menemukan bahwa emosi positif, emosi negatif, dan keadaan seolah-olah tidak ada emosi merupakan emosi-emosi yang muncul dan mendasari individu dalam bertindak, baik yang sesuai dengan standart sosial maupun yang tidak sesuai dengan standart sosial. Kemunculan pengalaman-pengalaman emosi tersebut berkaitan dengan munculnya isi kognitif yang juga dialami oleh individu dalam bertindak di kehidupan sehari-hari. Isi kognitif tersebut meliputi perspektif individu, religiusitas, lingkungan sekitar, keluarga, dan fisiologis yang saling berkaitan satu sama lain.
(11)
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tanggan di bawah ini, saya mahasiswa Universita Sanata Darma: Nama : Vincentia Diajeng Hapsari Mariantika
NIM : 109114026
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah yang berjudul:
PENGALAMAN EMOSI YANG MENDASARI TINDAKAN INDIVIDU DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 7 April 2016 Yang menyatakan,
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan atas rahmat dan berkat yang telah diberikan, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengalaman Emosi yang Mendasari Tindakan Individu dalam Kehidupan Sehari-hari” dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan, doa, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, dan Malaikat Pelindung yang selalu memberikan berkat, bimbingan, dan kekuatan kepada saya.
2. Bapak C. Siswa Widyatmoko M.Psi., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar mendampingin, memberikan masukan dan bantuan khususnya dalam penulisan skirpsi.
3. Ibu P. Henrietta P. D. A. D. S., S,Psi., M. A, selaku dosen pembimbing akademik yang selalu sabar dalam mendampingi, memantau dan memberikan masukan kepada saya.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu psikologi baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Kedua orang tua yang selalu memberikan semangat, masukan, bantuan serta mendoakan saya.
6. Kedua adik- adik saya yang selalu mendampingi, memberi masukan, memberikan bantuan dan semangat serta selalu mendoakan saya
(13)
xi
7. Blasius Air Dahsyat Pamungkas yang selalu memberikan dukungan dan bantuan kepada saya.
8. Para responden yang telah bersedia berkontribusi untuk meluangkan waktu, pemikiran, tenaga dalam penulisan skripsi
9. Teman-teman yang selalu membantu dan mendukung saya selama masa studi dan dalam penulisan skripsi.
10.Semua pihak yang telah berkontribusi selama masa studi dan penulisan skripsi, atas dukungan serta doa yang telah diberikan selama ini.
Yogyakarta, 7 April 2016
(14)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRACT ... vii
ABSTRAK ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C.Tujuan Penelitian ... 4
D.Manfaat Penelitian ... 5
1. Manfaat Teoritis ... 5
2. Manfaaat Praktis ... 5
(15)
xiii
A.Definisi Emosi ... 6
B. Jenis Emosi ... 7
1. Emosi Dasar ... 7
1.1 Definisi Emosi Dasar ... 7
1.2 Karakteristik Emosi Dasar ... 7
1.3 Jenis Emosi Dasar ... 8
2. Emosi Moral ... 9
2.1 Definisi Emosi Moral ... 9
2.2 Jenis Emosi Moral ... 10
C. Emosi Dalam Tindakan ... 20
D. Fungsi Emosi ... 22
BAB III METODE PENELITIAN... 24
A.Jenis Penelitian ... 24
B. Fokus Penelitian ... 24
C.Subjek Penelitian ... 25
D.Metode Pengumpulan Data ... 26
E. Teknik Analisis Data ... 30
F. Keabsahan Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36
A.Pelaksanaan Penelitian ... 36
B. Data Identitas Subjek Penelitian ... 37
C.Hasil Penelitian ... 39
(16)
xiv
2. Setelah Bertindak ... 74
D.Pembahasan ... 98
BAB V PENUTUP ... 116
A.Kesimpulan ... 116
B. Kekuatan Penelitian ... 119
C.Kelemahan Penelitian ... 119
D.Saran ... 120
1. Peneliti Selanjutnya ... 120
2. Psikolog dan Praktisi ... 120
DAFTAR PUSTAKA ... 121
(17)
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pelaksanaan Kegiatan Wawancara... 37
Tabel 2 Identitas Subjek Penelitian ... 38
Tabel 3 Data Demografis Subjek Penelitian ... 38
Tabel 4 Pengalaman Emosi Sebelum Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada
Kategori Usia Remaja ... 41
Tabel 5 Pengalaman Emosi Sebelum Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada
Kategori Usia Dewasa Awal ... 45
Tabel 6 Pengalaman Emosi Sebelum Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada
Kategori Usia Dewasa Madya ... 48
Tabel 7 Isi Kognnitif Sebelum Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Remaja ... 51
Tabel 8 Isi Kognnitif Sebelum Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Kategori Usia Dewasa Awal ... 55
Tabel 9 Isi Kognnitif Sebelum Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Madya ... 59
Tabel 10 Pengalaman Emosi Sebelum Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Remaja ... 62
(18)
xvi
Tabel 11 Pengalaman Emosi Sebelum Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Awal ... 64
Tabel 12 Pengalaman Emosi Sebelum Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Madya ... 67
Tabel 13 Isi Kognnitif Sebelum Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Remaja ... 68
Tabel 14 Isi Kognnitif Sebelum Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Awal ... 70
Tabel 15 Isi Kognnitif Sebelum Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Madya ... 73
Tabel 16 Pengalaman Emosi Setelah Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Remaja ... 74
Tabel 17 Pengalaman Emosi Setelah Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Awal ... 77
Tabel 18 Pengalaman Emosi Setelah Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Madya ... 79
Tabel 19 Isi Kognitif Setelah Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Remaja... 81
(19)
xvii
Tabel 20 Isi Kognitif Setelah Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Awal ... 83
Tabel 21 Isi Kognitif Setelah Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Madya ... 85
Tabel 22 Pengalaman Emosi Setelah Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Remaja ... 87
Tabel 23 Pengalaman Emosi Setelah Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Awal ... 89
Tabel 24 Pengalaman Emosi Setelah Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Remaja ... 91
Tabel 25 Isi Kognitif Setelah Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Remaja ... 92
Tabel 26 Isi Kognitif Setelah Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Awal ... 94
Tabel 27 Isi Kognitif Setelah Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Madya ... 97
(20)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Survey trial ... 130
Lampiran 2. Interviewing Guideline ... 143
Lampiran 3. Inform Consent ... 152
Lampiran 4. Pernyataan Persetujuan Partisipasi Subjek Trial ... 156
Lampiran 5. Pernyataan Persetujuan Partisipasi Subjek 1 ... 157
Lampiran 6. Pernyataan Persetujuan Partisipasi Subjek 2 ... 158
Lampiran 7. Pernyataan Persetujuan Partisipasi Subjek 3 ... 159
Lampiran 8. Pernyataan Persetujuan Partisipasi Subjek 4 ... 160
Lampiran 9. Pernyataan Persetujuan Partisipasi Subjek 5 ... 161
Lampiran 10. Pernyataan Persetujuan Partisipasi Subjek 6 ... 162
Lampiran 11. Pernyataan Persetujuan Partisipasi Subjek 7 ... 163
Lampiran 12. Pernyataan Persetujuan Partisipasi Subjek 8 ... 164
Lampiran 13. Pernyataan Persetujuan Partisipasi Subjek 9 ... 165
Lampiran 14. Contoh Verbatim Subjek trial ... 166
Lampiran 15. Contoh Meaning Unit Subjek trial ... 190
Lampiran 16. Contoh Meaning Unit Subjek trial yang Tereliminasi ... 194
Lampiran 17. Contoh Meaning Unit Subjek trial yang Tidak tereliminasi ... 195
Lampiran 18. Contoh Kategorisasi Tema Subjek trial ... 198
Lampiran 19. Contoh Verbatim Subjek 1 ... 207
Lampiran 20. Contoh Meaning Unit Subjek 1 ... 249
Lampiran 21. Contoh Meaning Unit Subjek 1 yang Tereliminasi ... 255
(21)
xix
Lampiran 23. Contoh Kategorisasi Tema Subjek 1 ... 262 Lampiran 24. Open Coding dan Axial Coding Sebelum Bertindak ... 273 Lampiran 25. Open Coding dan Axial Coding Setelah Bertindak ... 283 Lampiran 26. Pengalaman Emosi dan Isi Kognitif Individu Sebelum dan Setelah
Bertindak Sesuai Standart Sosial ... 291 Lampiran 27. Pengalaman Emosi dan Isi Kognitif Individu Sebelum dan Setelah
Bertindak Tidak Sesuai Standart Sosial ... 301 Lampiran 28. Lembar Bukti Kesepakatan Penelitian ... 306
(22)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Emosi mempunyai peranan yang penting di dalam kehidupan sehari-hari karena dapat mempengaruhi individu dalam bertindak (Schwarz, 2000). Misalnya, empati akan cenderung mendorong individu untuk menolong individu lain (Haidt, 2003). Namun, jika respon terhadap emosi yang muncul mengenai suatu peristiwa atau keadaan tidak sesuai, maka akan cenderung mengarah pada perilaku yang bersifat maladaptif atau menyimpang (Ekman, 2003; Keltner & Kring, 1998).
Hal tersebut dapat dilihat melalui fenomena terjadinya kasus seorang pemuda yang diketahui melakukan pembunuhan hanya karena merasa marah atas ejekan temannya (Cahya, 2015). Dengan kata lain, fenemona tersebut merupakan salah satu bentuk nyata dari respon terhadap emosi yang tidak sesuai, atau mempunyai intensitas dan cara penyampaian yang kurang tepat (Ekman, 2003; Keltner & Kring, 1998).
Emosi sebenarnya berasal dari bahasa latin yaitu emovere yang berarti perpindahan dari (Candald, Fell, Keen, Leshner, Tarpy, & Plutchik, 1977). Sedangkan Fredickson (2001) melihat emosi sebagai kecenderungan respon individu terhadap suatu peristiwa, baik disadari maupun tidak disadari yang meliputi proses kognitif, ekspresi, dan fisiologis.
(23)
Selain itu, jika berdasarkan pencapaian tujuan individu, maka emosi dapat dibagi menjadi dua, yaitu emosi dasar dan emosi moral (Ekman, 2003; Haidt, 2003; Izard, 2007; Tangney, Stuewig & Mashek, 2007). Emosi dasar mengarah pada pencapaian tujuan bertahan hidup (survival), yang dapat dikenali melalui ekspresi wajah dan tidak dipengaruhi oleh budaya (Ekman, 2003; Izard, 2007; Tangney, dkk., 2007; Tracy & Robins, 2007), sebaliknya emosi moral lebih berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, tidak dapat dikenali melalui ekspresi wajah dan dipengaruhi oleh budaya (Tangney dkk., 2007).
Disamping itu, selain dapat mempengaruhi individu dalam bertindak, emosi juga mempunyai fungsi untuk mengkoordinasi interaksi sosial, sehingga dapat dijadikan sebagai tanda sekaligus memperbaiki jika ada yang salah pada interaksi dengan lingkungan eksternal maupun internal individu (Keltner & Kring, 1998).
Mengingat begitu pentingnya peran emosi dalam kehidupan sehari-hari, maka diperlukan kemampuan dalam mengelola emosi, agar respon terhadap emosi tersebut dapat lebih sesuai. Namun, kemampuan dalam mengelola emosi tersebut kurang dapat berjalan dengan baik, jika individu belum mampu menyadari dan mengetahui dengan jelas mengenai emosi yang muncul di dalam dirinya (Ekman, 2003).
Sebelumnya telah banyak ditemukan penelitian mengenai emosi dalam konteks kehidupan sehari-hari, bila dilihat berdasarkan sifatnya. Misalnya, sebuah studi mengungkapkan bahwa emosi positif akan
(24)
mengarahkan individu untuk berinteraksi serta membentuk ikatan sosial yang positif (Keltner & Kring, 1998). Tidak hanya itu, Baumgardner dan Crothers (2009) dalam Positive Psychology mengungkapkan bahwa emosi positif juga berkaitan dengan tingkat kesuksessan, perilaku positif, dan kesehatan mental. Emosi positif seperti rasa bahagia, juga mendorong individu untuk lebih menolong sesama, menghindari tindakan yang merugikan, dan lebih menyenangkan bagi individu lain (Isen & Myers dalam Schwarz, 2000).
Demikian pula sebaliknya, Strongman (2003) mengkaitkan emosi negatif seperti rasa marah, dengan keadaan yang dianggap tidak adil dan keinginan untuk menyerang. Sedangkan emosi negatif seperti rasa malu, akan cenderung mendorong individu untuk melakukan represi, bersembunyi, menghilang, atau keinginan untuk mati (Lickel, 2005; Tangney, dkk., 2007).
Meskipun demikian, Braithwaite (2000) justru mengungkapkan bahwa emosi negatif seperti rasa malu sebenarnya dapat mengurangi tingkat kriminalitas. Hal ini dikarenakan rasa malu dapat menimbulkan stigmatisasi tertentu pada individu serta kehilangan identitas atau dikeluarkan dari kelompok (Bedford & Kwang, 2003). Selaras dengan hal tersebut, Fredickson (2001) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa emosi negatif seperti rasa takut, sebenarnya diperlukan individu untuk menghadapi keadaan yang dianggap berbahaya dan mengancam. Selain itu, pengalaman akan emosi negatif seperti embarrassment, juga berkaitan dengan pelanggaran akan norma kesopanan, sehingga akan mendorong individu untuk cenderung mematuhi aturan sosial yang berlaku (Keltner, 1995).
(25)
Berdasarkan uraian di atas, hasil dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai emosi apa saja yang seringkali muncul dan dapat mempengaruhi individu dalam bertindak masih cenderung saling tumpang tindih. Selaras dengan hal tersebut, Diamond dan Aspinwall (2003) dalam Emotion Regulation Across the Life Span: An Integrative Perspective, juga menyebutkan bahwa masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui emosi apa saja yang muncul dan mempengaruhi tindakan individu dengan latar belakang individu yang beragam.
Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai emosi apa saja yang sebenarnya muncul dan mendasari tindakan individu di dalam kehidupan sehari-hari.
B. RUMUSAN MASALAH
Emosi apa saja yang muncul dan mendasari tindakan individu di dalam kehidupan sehari-hari?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui emosi apa saja yang muncul dan mendasari tindakan individu di dalam kehidupan sehari-hari.
(26)
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat semakin menambah pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi, khususnya mengenai emosi yang dapat mendasari tindakan individu di dalam kehidupan sehari-hari.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat semakin menambah wawasan masyarakat mengenai emosi yang seringkali muncul dan mendasari tindakan di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan semakin bertambahnya kesadaran dan pemahaman mengenai emosi yang muncul dan mendasari tindakan dalam kehidupan sehari-hari maka, diharapkan masyarakat dapat semakin mengelola emosi dengan lebih baik, sehingga respon terhadap emosi yang muncul tersebut juga dapat semakin sesuai.
(27)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.DEFINISI EMOSI
Emosi merupakan suatu proses dinamis yang mengkordinasi perilaku manusia dan menuntun proses interaksi interpersonal ke arah yang lebih baik (Campos, 1989; Lazarus, 1991). Selain itu, emosi juga merupakan pertanda yang dimiliki oleh individu setelah merespon stimulus atau suatu peristiwa, yang dapat dilihat melalui ekspresi wajah serta perubahan fisiologis yang dialami oleh individu (Guerrero, 1997; Johnston & Krettenauer, 2011; Plutchik & Kellerman, 1980). Fredikson dan Barbara (2001) juga mengemukakan bahwa emosi merupakan pengalaman individu terhadap stimulus atau peristiwa yang melibatkan proses kognitif, fisiologis, ekspresi wajah, serta pengalaman subjektif lainnya. Pengalaman tersebut dapat dialami individu baik secara sadar maupun secara tidak sadar.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan pengalaman yang dialami individu sebagai respon dari stimulus atau peristiwa, yang melibatkan proses kognitif, fisiologis, serta pengalaman subjektif individu lainnya.
(28)
B.JENIS EMOSI 1. Emosi Dasar
1.1 Definisi Emosi Dasar
Warga (1983) dalam Personal Awarness, menyebutkan bahwa emosi dasar merupakan jenis emosi yang mempunyai batasan yang sangat luas dan bersifat dinamis. Emosi dasar juga dapat digolongkan sebagai suatu kategori fenomena alami atau tidak dipelajari yang mempunyai kemampuan untuk memotivasi dan meregulasi kognitif serta tindakan (Izard, 2007). Emosi dasar tidak dipengaruhi oleh perbedaan budaya seperti jenis emosi yang lain, sehingga emosi yang bukan termasuk emosi dasar akan berbeda setiap individu dan budaya (Ekman, 2003; Izard, 2007).
Beberapa definisi diatas menggambarkan bahwa emosi dasar merupakan jenis emosi yang dinamis dan tidak dipelajari, tetapi mampu memotivasi dan meregulasi tindakan individu.
1.2 Karakteristik Emosi Dasar
Emosi dasar mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Dapat dikenali melalui ekspresi wajah.
Emosi dasar dapat secara umum dikenali melalui ekspresi wajah, karena memiliki proses yang sederhana dengan melibatkan otot wajah yang bekerja secara involuntary (Tangney, dkk., 2007; Tracy & Robins, 2007).
(29)
b. Terjadi secara otommatis.
Emosi dasar terjadi secara langsung atau otomatis karena hanya melibatkan otot yang bekerja secara involuntary, yaitu hanya beberapa milidetik atau mungkin bersamaan ketika mengalami suatu kejadian, bahkan sebelum individu menyadari sepenuhnya (Ekman, 2003; Tangney dkk., 2007; Tracy & Robins, 2007). c. Melibatkan proses persepsi dan aktifitas fisik.
Emosi dasar melibatkan aktivitas fisik dan kemampuan untuk mengeskpresikan perilaku yang diperoleh dari adaptasi saat proses sistem neurobiologi (Izard, 2007). Pengaktifan dan pemilihan emosi dasar tergantung pada persepsi mengenai keadaan lingkungan sekitar (Plutchik & Kellerman, 1980; Warga, 1983).
1.3 Jenis Emosi Dasar
Warga (1983) dalam Personal Awareness: A Psychology of Adjustment membagi emosi dasar menjadi takut, cinta, marah, sedih, dan senang. Jika berdasarkan ekspresi wajah, emosi dasar dapat dibedakan menjadi sedih, marah, takut dan terkejut, jijik, dan senang (Ekman, 2003). Sedangkan berdasarkan sifatnya, dapat dibedakan menjadi emosi dasar positif yang meliputi senang, cinta, tertarik dan emosi dasar negatif yang meliputi sedih, marah, takut, jijik (Fredickson, 2001; Izard, 2007; Teilegen, Kellerman, Watson & Clark,1999).
Emosi dasar positif memfasilitasi eksplorasi dan pembelajaran, memperolah pengetahuan dan keahlian yang baru, sehingga membantu
(30)
dalam mengoptimalkan pencapaian kesehatan mental individu. Sedangkan emosi dasar negatif dapat mengurangi atau mengganggu sosialisasi, perkembangan kognitif, dan pembelajaran sosial. Hal ini berkaitan dengan krikitan dari lingkungan sekitar terhadap individu sebagai respon yang diberikan secara langsung terhadap ketepatan individu dalam mengintepretasikan lingkungan sekitarnya (Fredickson, 2001; Izard, 2007).
2. Emosi Moral
2.1 Definisi Emosi Moral
Emosi moral merupakan emosi yang mempunyai keterkaitan dengan lingkungan sekitar yang memotivasi individu untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan moral dan menjauhi tindakan yang tidak sesuai dengan moral yang berlaku (Haidt, 2003; Tangney, dkk., 2007). Sedangkan Haidt (2003), menilai emosi moral sebagai emosi yang muncul sebagai respon terhadap segala tindakan yang berkaitan dengan moralitas, demi kesejahteraan sosial secara keseluruhan maupun sebagian
Beberapa definisi di atas menggambarkan bahwa emosi moral merupakan emosi yang muncul sebagai respon terhadap tindakan yang berkaitan dengan moralitas, demi kesejahteraan sosial dengan bertindak sesuai dengan standart moral yang berlaku.
(31)
2.2 Jenis Emosi Moral
Emosi moral dapat dibedakan menjadi emosi moral yang berorientasi pada diri sendiri yaitu self conscious emotion dan yang berorientasi pada orang lain atau other focused moral emotion (Batson, Klein, Highberger, & Shaw, 1995; Haidt, 2003; Tangney, dkk., 2007). 2.2.1 Self Conscious Emotion
Self conscious emotions merupakan suatu rangkaian penilaian yang kompleks mengenai bagaimana suatu tindakan dievaluasi oleh diri sendiri maupun oleh orang lain (Beer, Heerey, Keltner, & Knight, 2003; Tangney dkk., 2007) sehingga memiliki keterikatan akan segala sesuatu yang berhubungan dengan kesejahteraan dalam masyarakat (Haidt, 2003). Tidak hanya itu, bentuk emosi ini mempunyai implikasi yang penting pada individu dalam mengambil keputusan, berperilaku, hingga kesehatan fisik dan mental (Tracy dkk., 2007).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa self conscious emotions merupakan emosi yang muncul karena adanya proses evaluasi diri dan representasi diri, sehingga mempunyai implikasi penting pada individu dalam mengambil keputusan dan berperilaku.
(32)
a. Karakteristik Self Conscious Emotion
Self conscious emotions mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
a) Memerlukan proses evaluasi diri.
Tidak seperti emosi dasar, self conscious emotions harus melibatkan evaluasi diri (Tracy & Robins, 2007; Tangney dkk., 2007). Proses evaluasi sendiri dapat terjadi jika proses kesadaran diri (self awareness) dan representasi diri (self representation) telah dapat dilalui (Le Doux, 1996).
Representasi diri sebenarnya merupakan gambaran individu sebagai makhluk sosial, karena menggambarkan cara individu untuk berelasi dengan diri sendiri, keluarga, teman dekat, kelompok sosial, hingga dengan budaya tertentu (Tracy & Robins, 2007).
b) Muncul setelah emosi dasar.
Pada usia delapan belas bulan hingga dua puluh empat bulan, mulai muncul konsep self conscious emotions yaitu embarrassment (Lewis, 2000). Toddler mulai dapat membedakan dirinya dengan orang lain dan mulai menyadari bahwa dirinya menjadi pusat perhatian (Lewis, 2000; Wenar & Kerig, 2000).
(33)
Kemudian pada usia tiga tahun, konsep self conscious emotions menjadi lebih kompleks. Pada tahap ini mulai muncul konsep akan rasa bersalah, rasa malu, dan rasa bangga (Tracy & Robins, 2007; Tangney, 2007; Wenar & Kerig, 2000).
c) Menjadikan standart moral sebagai acuan.
Standart moral merupakan hasil representasi individu mengenai pengetahuan dan adat istiadat atau kebiasaan (Tangney dkk., 2007). Dalam masyarakat, standart moral diatur oleh aturan secara universal dan budaya. Standart moral inilah yang nantinya akan menuntun individu untuk mengevaluasi tindakan mereka (Lewis, 2011). Oleh karena itu, maka standart moral dijadikan acuan munculnya self conscious emotions.
d) Self conscious emotions tidak mempunyai ciri-ciri raut muka yang dapat dikenali secara umum.
Self conscious emotions secara umum tidak dapat dikenali hanya melalui raut muka, karena dapat muncul hanya dengan melibatkan proses yang lebih kompleks. Individu yang mengalami self conscious emotions harus memiliki kesadaran diri terlebih dahulu. Kemudian dilanjutkan dengan proses representasi diri dan bagaiamana
(34)
dirinya dievaluasi baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri (Tangney dkk.,2007; Tracy & Robins, 2007).
b. Jenis Self Conscious Emotion
a) Rasa malu (shame)dan rasa bersalah (guilt) i. Rasa malu
Handayani dan Novianto (2004) dalam bukunya
yang berjudul “Kuasa Wanita Jawa”, membedakan rasa malu menjadi isin dan sungkan. Kata isin dapat diartikan sebagai rasa malu-malu atau karena ada perilaku yang dianggap kurang pantas. Sedangkan kata sungkan dapat diartikan sebagai rasa malu yang bersifat lebih positif bila dibandingkan dengan isin. Misalnya rasa malu terhadap oarang yang dihormati maupun orang yang dituakan.
Rasa malu juga merupakan bentuk dari proses kognitif dan kesadaran dalam diri atas kekurangan atau kesalahan dalam mencapai harapan dari self image, standart, tujuan, maupun aturan yang berlaku dalam masyarakat (Miller, 1990; Lewis; 2011; Tangney dkk., 2007).
Individu dalam proses evaluasi memfokuskan kesalahan pada keseluruhan diri. Oleh karena itu, individu yang merasa malu akan cenderung ingin
(35)
melakukan represi, bersembunyi, menghilang, atau mati. (Lickel, Schmader, Curtis, Scarnier, & Ames, 2005; Tangney dkk., 2007). Bahkan dalam beberapa budaya timur, individu yang merasa malu dapat kehilangan identitas dan dikeluarkan dari kelompok. (Bedford & Kwang, 2003; Miller, 1990).
ii. Rasa bersalah
Rasa bersalah merupakan tekanan yang muncul dari superego yang dialami individu untuk membatasi perilaku yang dianggap negatif (Bedford & Kwang, 2003; Miller, 1990). Rasa bersalah melibatkan proses evaluasi yang fokus pada perilaku spesifik, sehingga mendorong individu untuk mengkoreksi dan memperbaiki kesalahan agar tidak terulang kembali (Lewis, 1992; Lewis, 2011).
b) Rasa Bangga.
Rasa bangga muncul sebagai hasil evaluasi individu yang telah memenuhi standar, tujuan, dan aturan dalam tatanan sosial (Lewis, 2011; Tangney dkk., 2007). Rasa bangga dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu autenthic pride atau alpha pride dan hubris atau beta pride (Tracy & Robins, 2007).
(36)
Autenthic pride atau alpha pride merupkan rasa bangga yang merupakan dampak dari tidakan spesifik sesuai dengan sntandart, tujuan, dan aturan. Dengan kata lain, dalam kategori ini terdapat pemisahan antara self dengan tindakan yang spesifik (Lewis, 2011), sehingga akan menaikkan harga diri dan semakin mendorong individu agar bertindak menyesuaikan diri dengan moral sosial (Tracy & Robins, 2007)
Sebaliknya hubris atau betha pride merupakan bagian dari rasa bangga yang mempunyai kecendrungan implikasi yang bersifat negatif. Lewis (2011) menyebutkan bahwa hubris atau betha pride merupakan rasa bangga yang dilebih-lebihkan, karena tidak ada pemisahan antara self dengan tindakan. Individu yang telah memenuhi standart, tujuan, dan aturan akan merasa bangga pada keseluruhan dirinya, sehingga akan medorong masalah pada relasi interpersonal dan cenderung narsistik (Lewis, 1992; Tangey dkk., 2007; Tracy & Robins, 2007).
c) Embarrassment
Embarrassment merupakan keengganan individu akan keadaan memalukan yang melanggar norma dan nantinya akan diikuti dengan pemberian label oleh masyarakat (Keltner, 1995; Keltner & Buswell, 1997). Pada umumnya
(37)
individu akan merasa konyol, canggung, dan inferior, sehingga terkadang juga mendorong individu untuk menyalahkan diri sendiri dan ingin bersembunyi (Keltner & Buswell, 1997). Oleh karena itu, individu akan cenderung patuh dan menjaga tindakannya agar sesuai dengan kebiasaan kelompok pada umumnya, sehingga identitas sosial individu tersebut akan tetap terjaga (Keltner & Buswell, 1997; Tangney dkk., 2007). Tetapi embarrassment yang berlebihan dapat mengarahkan individu untuk mudah mengalami gangguan psikologis seperti, self-esteem yang rendah, kesadaran diri berlebihan, dan takut akan evaluasi negatif dari individu lain (Keltner & Buswell, 1997).
Embarrassment sebenarnya dapat dikenali melalui tanda non verbal, seperti tersenyum dengan raut muka memerah dan kepala yang perlahan digerakkan ke bawah (Edelmann, 1987; Ekman, 1992). Tetapi, tanda ini seringkali mengalami bias budaya, sehingga tidak dapat digeneralisasikan (Haidt & Keltner, 1997).
2.2.2 Other Focused Moral Emotion
Other Focused Moral Emotion merupakan emosi moral yang hanya muncul ketika individu mengobservasi tindakan moral yang dilakukan oleh individu lain, sehingga menjadi termotivasi
(38)
untuk melakukan hal yang sama (Haidt, 2003; Tangney dkk., 2007).
a. Karakteristik Other Focused Moral Emotion
Other Focused Moral Emotion mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a) Tidak mempunyai ciri-ciri raut muka yang dapat dikenali secara umum.
Sama halnya dengan self conscious emotion, other focused moral emotion secara umum juga tidak dapat dikenali hanya melalui raut muka (Tangney dkk., 2007; Tracy & Robins, 2007).
b) Berorienasi pada individu lain.
Other focused moral emotion cenderung dihasilkan oleh tindakan moral individu lain (Haidt, 2003) atau hanya dapat muncul setelah individu melihat tindakan moral yang dilakukan oleh individu lain tersebut (Tangney dkk., 2007). b. Jenis Other Focused Moral Emotion
a) Bersyukur
Bersykur merupakan keadaan syukur, hangat, menyenangkan, dan ramah ketika individu mendapatkan keuntungan yang ditimbulkan oleh individu lain dan cenderung tidak terduga (Haidt, 2003; Tangney dkk., 2007). Sedangkan Guralnik dalam A Prototype Analysis of
(39)
Gratitude: Varieties of Gratitude Experiences, lebih mendeskripsikan beryukur sebagai suatu pengalaman akan rasa terima kasih atas kebaikan atau kemurahan hati yang diterima (Lambert, Graham, & Fincham, 2009).
Rasa syukur juga berkaitan dengan meningkatnya kesehatan mental dan perilaku yang adaptif karena dapat memotivasi individu yang menerima keuntungan untuk cenderung bertindak altruis atau melakukan tindakan yang sama kepada individu lain (Tangney dkk., 2007; Trivers, 1971).
b) Elevation
Elevation (ditinggikan) merupakan perasaan hangat dan terbuka karena melihat atau melakukan tindakan kemaanusiaan yang mulia dan patut dipuji (Haidt, 2003; Tangney dkk., 2007). Elevation (ditinggikan) dapat mendorong individu untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan menolong dan mencontoh tindakan mulia lainnya yang terlebih dahulu dilakukan oleh Tuhan atau contoh kudus lainnya (Fredrickson, 1998; Haidt, 2003; Tangney dkk., 2007).
c) Empati
Berbeda dengan simpati, empati lebih fokus pada pengalaman emosi dan kebutuhan orang lain (Tangney
(40)
dkk., 2007; Prinz, 2011). Batson (1995) dalam Is Empaty Necessary for Morality, melihat empati sebagai respon emosi yang berorientasi di luar diri dan sesuai dengan kesejahteraan individu lain.
Empati merupakan respon emosi yang berorientasi yang saling berbagi antara individu yang mengamati dengan individu yang mengalami kejadian tertentu, sehingga memerlukan komponen afektif dan kognitif (Haidt, 2003; Tangney dkk., 2007). Kemampuan kognitif diperlukan untuk mengambil dan memahami perspektif individu lain, kemudian mengakurasikan dan menggambarkan pengalaman emosi individu lain (Tangney dkk., 2007; Prinz, 2011). Sedangkan kemampuan afeksi diperlukan untuk ikut merasakan secara personal emosi yang dialami oleh individu lain (Hatfield, Cacioppo, & Rapson, 1994; Hoffman, 2000; Tangney dkk., 2007). Empati seringkali muncul jika melihat penderitaan individu lain sehingga mendorong keinginan menolong untuk mengurangi penderitaan individu tersebut (Haidt, 2003).
(41)
C.EMOSI DALAM TINDAKAN
Proses emosi dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari proses kognitif yang dapat mengevaluasi stimulus atau keadaan, sehingga menghasilkan respon emosi tertentu (Ekman, 2003; Fredikson & Barbara, 2001; Izard, 2007; Candald dkk., 1977; Tracy & Robins, 2007).
Disamping itu, proses evaluasi yang berkaitan dengan standart moral akan memunculkan emosi moral, seperti malu, bersalah, embarrassment, bangga, elevation, empati, dan bersyukur (Batson dkk., 1995; Miller, 1990; Haidt, 2003; Lewis; 2011; Tangney dkk., 2007). Sedangkan proses evaluasi yang berkaitan dengan tujuan bertahan hidup (survival) akan memunculkan emosi dasar, seperti senang, sedih, marah, jijik, dan takut (Candald dkk., 1977; Ekman, 2003; Tracy & Robins, 2007).
Meskipun demikian, individu di dalam kehidupan sehari-hari seringkali mengalami dilema ketika akan bertindak. Dilema tersebut terjadi karena individu mengevaluasi satu situasi atau keadaan secara ganda atau multiple, yaitu dapat dievaluasi baik sekaligus buruk (Candald dkk., 1977). Selain itu, stimulus atau keadaan yang bersifat netral terkadang oleh individu dievaluasi secara kurang tepat, sehingga emosi yang muncul juga kurang tepat. Misalnya individu yang mengevaluasi seutas tali sebagai seekor ular akan memunculkan rasa takut, sehingga cenderung mendorong individu tersebut untuk menghindar bahkan lari (Ekman, 2003; Candald dkk., 1977; Keltner & Kring, 1998).
(42)
Dengan kata lain, emosi dalam kehidupan sehari-hari dapat berperan sebagai motivator yang mempengaruhi tindakan individu (Ekman, 2003; Haidt, 2003; Izard, 2007; Tracy & Robins, 2007), misalnya emosi positif dapat berkaitan dengan kesuksessan dan kesehatan mental, mengarahkan individu untuk berperilaku adaptif, membentuk ikatan sosial yang positif, dan lebih menyenangkan bagi individu lain (Baumgardner & Crothers, 2009; Isen, 2003; Keltner & Kring, 1998; Schwarz, 2000; Strongman, 2003). Sebaliknya, emosi negatif cenderung mengarakan individu pada keinginan untuk menyerang, represi, dan bersembunyi (Lickel, 2005; Strongman, 2003; Tangney, 2007).
Bertolak belakang dengan hal tersebut, beberapa penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa emosi negatif tidak selalu mendorong individu untuk melakukan tindakan yang cenerung bersifat negatif. Misalnya emosi negatif sebenarnya dapat mengurangi jumlah kriminalitas, menghadapi dan bertahan dari keadaan yang mengancam, berkaitan dengan keadaan yang dianggap tidak adil, serta mendorong individu untuk berperilaku sesuai dengan standart sosial yang berlaku di masyarakat (Bedford & Kwang, 2003; Braithwaite, 2000; Fredickson, 2001; Keltner, 1995).
Dengan kata lain, beberapa hasil penelitian sebelumnya mengenai emosi yang muncul dan mendasari tindakan individu masih cenderung saling tumpang tindih, sehingga pemahaman mengenai pengalaman emosi yang muncul dan mendasari tindakan individu menjadi belum begitu jelas (Diamond & Aspinwall, 2003). Sedangkan individu cenderung tidak dapat mengolah emosi dengan baik, jika belum mengetahui dengan jelas mengenai emosi apa
(43)
saja yang muncul di dalam diri, yang dapat memperngaruhi tindakan individu tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Ekman, 2003).
D.FUNGSI EMOSI
Emosi dalam penerapannya mempunyai beberapa fungsi yang dapat dilihat sebagai berikut:
1. Memfasilitasi tujuan individu.
Emosi dasar memfasilitasi tujuan yang lebih sederhana, yaitu untuk mempertahankan diri, seperti rasa takut yang dapat mendorong individu untuk menghindari bahaya yang mengancam (Candald dkk,. 1977). Sedangkan emosi moral dapat memfasilitasi tujuan individu yang berkaitan dengan standart moral, seperti mendorong individu untuk menjaga status sosial untuk menghindari penolakan dari kelompok sosial (Bedford & Kwang, 2003; Tangney dkk., 2007; Tracy & Robins, 2004; You, 1997).
Selain itu, emosi juga memberikan respon dengan segera terhadap tindakan yang dilakukan individu. Malu, bersalah, dan embarrassment akan muncul jika individu tidak dapat mencapai standart moral, tetapi akan merasa bangga, bersyukur, dan ditinggikan jika mampu mencapai standart moral (Miller, 1990; Tangney dkk., 2007). Selain itu, akan muncul emosi yang cenderung menyenangkan jika mampu mencapai tujuan yang berkaitan degnan mempertahankan hidup dan demikian pula sebaliknya (Ekman, 2003).
(44)
2. Memfasilitasi fungsi adaptif
Emosi dapat mempengaruhi kondisi fisologis, kognitif dan memotivasi individu untuk melakukan suatu tindakan (Ekman, 2003; Haidt, 2003; Izard, 2007; Tracy & Robins, 2007). Seperti empati dan bersyukur memotivasi individu untuk menjalin ikatan sosial (Keltner & Kring, 1998), sedangkan rasa takut mendorong individu untuk menghindari keadaan yang dianggap berbahaya atau mengancam (Ekman, 2003; Candald dkk., 1977). Menyadari emosi yang seringkali muncul dapat membantu individu untuk mengubah intensitas dan meregulasi cara menyampaikan atau mengekspresikan emosi dengan lebih tepat (Ekman, 2003; Izard, 2007).
3. Membantu proses interaksi sosial
Emosi menyediakan informasi mengenai keadaan atau perasaan dalam diri individu sebagai tanda dari respon adanya suatu interaksi sosial (Izard, 2007; Ekman, 2003). Tanda tersebut pada umumnya dapat dilihat melalui raut wajah, suara, hingga bahasa tubuh (Ekman, 2003; Izard, 2007; Tangney dkk., 2007; Tracy & Robins, 2007). Namun tanda ini seringkali mengalami bias budaya, sehingga tidak dapat digeneralisasikan (Haidt & Keltner, 1997).
Meskipun demikian, emosi dapat membantu individu dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar, tetapi akan menjadi masalah jika respon terhadap emosi yang muncul tidak sesuai (Ekman, 2003; Keltner & Kring, 1998).
(45)
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A.JENIS PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Pendekatan grounded theory merupakan teori yang diperoleh dari hasil pemikiran induktif dan metode kualitatif yang sistematik dalam suatu penelitian tentang fenomena yang ada (Smith, 2008; Strauss & Corbin, 1998).
Data kualitatif yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan pengalaman masyarakat mengenai emosi yang muncul pada diri mereka saat sebelum dan sesudah melakukan sesuatu atau tidak jadi melakukan sesuatu. Oleh karena itu, peneliti menggunakan pendekatan grounded theory, agar dapat membangun teori yang benar-benar berasal dari data melalui proses penelitian (Finlayson, 2008).
B. FOKUS PENELITIAN
Emosi-emosi yang muncul dan mempengaruhi individu dalam bertindak di kehidupan sehari-hari merupakan fokus dari penelitian ini. Emosi yang muncul pada diri individu akan dapat dilihat saat sebelum bertindak maupun setelah bertindak. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggambarkan emosi-emosi yang muncul pada diri individu saat sebelum maupun setelah bertindak di dalam kehidupan sehari-hari.
(46)
C.SUBJEK PENELITIAN
Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan theoretical sampling. Gunawan (2014) mengemukakan bahwa theoretical sampling merupakan pemilihan subjek berdasarkaan konsep yang terbukti berhubungan secara teoritik dengan teori yang sedang disusun. Tujuannya adalah mendapatkan subjek peristiwa atau fenomena yang menunjukkan kategori, sifat, dan ukuran yang mampu secara langsung menjawab penelitian, sehingga dapat menghasilkan teori dengan lebih baik (Strauss & Corbin, 1998).
Tidak hanya itu, penelitian ini juga menggunakan maximal variation sampling untuk mengintegrasi jumlah pengalaman yang relatif sedikit, dan sebisa mungkin berbeda diantara setiap subjek sehingga dapat semakin mengeksplorasi variasi peristiwa pengalaman yang berkaitan dengan kemunculan emosi dalam bertindak yang ingin diteliti (Finlayson, 2008).
Penelitian ini memilih subjek yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dengan rentang kategori usia remaja yaitu 12 hingga 19 tahun, dewasa awal yaitu 20 hingga 39 tahun, serta dewasa madya yaitu 40 hingga 64 tahun (Papalia & Feldman, 2014/2014). Pemilihan tiga kategori rentang usia ini dilakukan, agar peneliti dapat melihat perbandingan dan keberagaman jenis emosi yang mungkin dapat muncul pada individu dalam setiap kategori rentang usia yang berbeda (Carstensen, Mayr, Pasupathi, & Nesselroade, 2000).
Selain itu, subjek yang dipilih dalam penelitian ini juga memiliki latar belakang suku dan agama yang beragam, agar dapat melihat keberagaman jenis emosi yang mungkin dapat muncul dikarenakan suku dan agama.
(47)
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini pada awalnya menggunakan metode survey sebagai metode pengumpulan data. Metode survey tersebut berisi lembar penjelasan penelitian, pernyataan persetujuan pasrtisipasi, data diri subjek penelitian, petunjuk pengerjaan, hingga pertanyaan penelitian. Dengan menggunakan metode survey, diharapkan dapat lebih menjangkau jumlah subjek penelitian yang lebih luas, sehingga mampu mendapatkan informasi yang lebih luas dan variatif. Namun, setelah melakukan trial survey dan didapatkan hasil yang kurang dapat menjawab pertanyaan penelitian, maka peneliti menggunakan metode wawancara sebagai metode pengumpulan data.
Metode wawancara merupakan komunikasi oral dan saling bertatap muka antara dua orang atau lebih di dalam hubungan interpersonal yang terkait dengan tugas atau tujuan tertentu (Creswell, 2009/2010; Downs, Smeyak, & Martin, 1980; Gunawan, 2014). Melalui metode ini, diharapkan peneliti dapat menemukan apa yang dialami, dipikirkan, dan dirasakan oleh subjek mengenai emosi dalam bertindak berdasarkan pengalaman sehari-hari yang tidak dapat ditangkap melalui metode kuesioner, survei maupun pengamatan langsung (Gunawan, 2014). Adapun kegiatan wawancara yang akan peneliti lakukan sebagai berikut:
1. Membuat panduan wawancara
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur, agar tidak membatasi subjek dalam menjawab pertanyaan penelitian, sehingga peneliti berkesempatan untuk memperoleh data yang
(48)
beragam, terperinci serta dapat mengggali data secara lebih dalam (Gunawan, 2014).
Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu membuat interviewing guide lines atau panduan wawancara. Berikut merupakan beberapa konsep permasalahan yang ingin digali lebih lanjut dan dikembangangkan menjadi beberapa pertanyaan, yang terangkum dalam panduan wawancara atau interviewing guide lines:
a. Emosi atau perasaan apa saja yang muncul dalam diri individu, sehingga mempengaruhi individu dalam berperilaku?
a.1 Sebelum melakukan suatu hal atau tindakan. a.2 Setelah melakukan suatu hal atau tindakan.
b. Bagaimana perasaan atau emosi itu dapat muncul dalam mempengaruhi perilaku individu?
c. Kepada siapakah perasaan atau emosi yang muncul tersebut ditujukan? d. Berdasarkan pengalaman sehari-hari, apa yang diketahui mengenai
emosi atau perasaan?
Adapun beberapa konsep permasalahan tersebut kemudian diolah dan dikembangkan lebih lanjut menjadi delapan pertanyaan utama mengenai tindakan yang pantas dan tidak pantas, atau sebaiknya dan tidak sebaiknya dilakukan oleh subjek. Dengan membedakan tindakan menjadi pantas dilakukan dan tidak pantas dilakukan, diharapkan peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih mendalam mengenai emosi yang muncul ketika individu bertindak sesuai dengan standart sosial maupun
(49)
tidak sesuai dengan standart sosial. Tidak hanya itu, Tangney (2007), Lewis (2011), Fredikson (2001), dan Izard (2001) juga mengungkapkan bahwa pengalaman emosi yang cenderung bersifat positif akan muncul jika individu melakukan tindakan yang pantas atau melakukan tindakan yang sebaiknya dilakukan dan sebaliknya akan mengalamai emosi yang cenderung bersifat negatif jika melakukan tindakan yang tidak pantas atau tidak sebaiknya dilakukan.
Selain itu, pertanyaan wawancara juga meliputi emosi yang muncul sebelum subjek melakukan sesuatu atau tidak jadi melakukan sesuatu, emosi yang muncul setelah subjek melakukan sesuatu atau tidak jadi melakukan sesuatu, pikiran yang terlintas sebelum subjek melakukan sesuatu atau tidak jadi melakukan sesuatu, serta pikiran yang terlintas setelah subjek melakukan sesuatu atau tidak jadi melakukan sesuatu. Diharapkan melalui beberapa pertanyaan utama tersebut, peneliti dapat melihat keseluruhan gambaran mengenai kemunculan pengalaman emosi saat sebelum dan setelah bertindak.
Tidak hanya itu, peneliti juga akan mengajukan beberapa pertanyaan lain yang mungkin dapat muncul melalui wawancara semi terstruktur hanya berdasarkan komunikasi saling timbal balik antara subjek dengan peneliti mengenai topik penelitian (Gunawan, 2014; Creswell, 2009/2010; Downs dkk., 1980). Keseluruhan panduan wawancara atau interviewing guide lines dapat dilihat pada lampiran 2.
(50)
2. Membuat lembar penjelasan kepada calon subjek.
Peneliti terlebih dahulu menyusun lembar penjelasan kepada calon subjek sebelum melakukan wawancara. Hal ini dilakukan agar subjek mengetahui dengan jelas mengenai penelitian ini dan dapat berpatisipasi secara sukarela. Adapun penjelasan yang diberikan kepada subjek meliputi tujuan penelitian, kesukarelaan partisipasi subjek, prosedur penelitian, harapan untuk subjek, potensi resiko, manfaat, kerahasiaan data subjek, kompensasi partisipasi dalam penelitian, dan informasi tambahan yang mungkin diperlukan subjek berkenaan dengan penelitian ini. Keseluruhan penjelasan kepada calon subjek dapat dilihat pada lampiran 3.
3. Menentukan setting
Peneliti akan melakukan pengambilan data melalui wawancara secara satu per satu pada setiap subjek di tempat yang telah ditentukan dan disepakati oleh subjek dan peneliti, sehinga berlangsung dengan nyaman dan cenderung bersifat rahasia(Downs dkk., 1980).
4. Menentukan jenis data
Peneliti akan menggunakan hasil wawancara semi terstruktur yang akan direkam dengan menggunakan alat perekam SONY ICD-PX312 dan diubah menjadi bentuk verbatim.
5. Melakukan trial wawancara.
Peneliti akan melakukan trial wawancara guna menguji kelengkapan data yang mampu digali melalui daftar pertanyaan yang telah disusun dalam panduan wawancara.
(51)
6. Melakukan wawancara
Peneliti akan melanjutkan pengambilan data melalui metode wawancara setelah data yang dihasilkan oleh trial wawancara dianggap dapat menjawab pertanyaan penelitian.
E.TEKNIK ANALISIS DATA
Peneliti menganalisis data hasil penelitian dengan menggunakan proses sebagai berikut:
1. Organisasi Data
Data yang akan diorganisasi oleh peneliti merupakan jawaban subjek terhadap pertanyaan penelitian mengenai pengalaman emosi yang muncul saat sebelum atau sesudah bertindak. Mengorganisasikan data dengan lengkap dan sistematis dapat membantu peneliti untuk mendapatkan kualitas data yang baik. Oleh karena itu peneliti menyimpan dan mengorganisasikan keseluruhan data mentah berupa rekaman suara ketika wawancara, keseluruhan data berupa teks, memo peneliti yang barkaitan dengan penelitian, serta langkah-langkah peneliti saat melakukan analisis data.
2. Koding dan Analisis Data
Peneliti melakukan analis data dengan menggunakan pendekatan grounded theory sebagai berikut:
(52)
a. Open Coding
Open coding merupakan serangkaian proses merinci, menguji, membandingkan, mengkonseptualisasi, dan melakukan kategorisasi data (Gunawan, 2014; Staruss & Corbin, 1998). Open coding bersifat deskriptif, yaitu mewaikili nama, identitas, dan fenomena yang tertulis dalam teks (Sarosa, 2012). Peneliti dalam tahap ini, melakukan analisis verbatim kemudian memberi label atau kode terhadap data yang dapat mewakili fenomena (Staruss & Corbin, 1998; Sarosa, 2012). Setelah label atau kode dibuat, peneliti kemudian membuat kategori-kategori dengan mengelompokkan data berdasarkan karakteristik umum yang tampaknya memiliki kesamaan (Gunawan, 2014). Selama proses ini berlangsung, peneliti juga melakukan constant comparison, dengan selalu membandingkan label atau kode data yang dihasilkan dengan data lain yang masuk kemudian, untuk mencari pola kesamaan atau perbedaan, sehingga label atau kode yang dihasilkan akan memiliki konsistensi (Sarosa, 2012).
b. Axial Coding
Axial Coding merupakan sekumpulan prosedur dimana data ditata ulang dengan cara baru setelah open coding dengan cara menghubungkan kategori-kategori yang ada (Gunawan, 2014; Sarosa, 2012). Peneliti dalam tahap ini mengumpulkan kembali kategori-kategori yang telah dibuat saat open coding. Kemudian peneliti mencari pola interaksi yang muncul di antara kategori berdasarkan
(53)
kondisi sebab akibat dan membuat kaitan diantara kategori-kategori tersebut atau diantara kategori dengan sub kategori (Gunawan, 2014; Strauss & Corbin, 1998).
c. Selective Coding
Selective coding merupakan intepretasi atas label atau kode yang telah dihasilkan oleh open coding (Strauss & Corbin, 1998; Sarosa 2012). Tahapan ini membangun konsep yang dapat menjelaskan interaksi antar berbagai kategori yang ada, dengan membandingkan konsep, kategori dan penjelasan teoritis yang telah ada (Sarosa, 2012). Selective coding juga merupakan proses pemilihan kategori inti, dimana peneliti menghubungkan secara sistematis kategori-kategori lain, melakukan validasi hubungan-hubungan tersebut, mengganti kategori yang perlu diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut (Gunawan, 2014).
F. KEABSAHAN DATA 1. Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas merupakan derajat kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif (Afiyanti, 2008; Sugiyono, 2014). Uji kredibilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan:
a. Perpanjangan pengamatan
Peneliti kembali ke lapangan untuk melakukan pengamatan kembali dengan melakukan wawancara lagi pada subjek penelitian baru dengan latar belakang yang sama untuk melihat apakah data yang
(54)
selama ini diberikan sudah sesuai atau belum (Putra, 2011; Sugiyono, 2014).
b. Meningkatkan ketekunan
Peneliti mengingkatkan ketekunan dengan membaca kembali hasil penelitian, referensi teori, dan dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian agar mendapatkan wawasan yang semakin luas sehingga dapat digunakan untuk memeriksa kembali kebenaran data yang telah ditemukan (Putra, 2011; Sugiyono, 2014).
c. Diskusi dengan teman sejawat
Peneliti melakukan diskusi mengenai proses dan hasil temuan penelitian kepada teman sejawat untuk menghindari adanya kemelencengan peneliti dan bias pribadi yang masuk yang dapat mempengaruhi penelitian (Afiyanti, 2008: Putra, 2011).
d. Member check
Peneliti melakukan konfirmasi data dengan menyampaikan temuan penelitian kepada subjek untuk mengetahui derajat kesesuaian antara data yang ditemukan dengan data yang diberikan oleh subjek. Setelah mendapat kesepakatan, subjek kemudian diminta untuk menandatangani lembar kesepakatan data penelitian sebagai bukti tertulis yang dapat dilihat pada lampiran 26 (Afiyanti, 2008: Putra, 2011; Sugiyono, 2014).
(55)
2. Uji Transferabilitas
Uji transferabilitas merupakan istilah untuk menggeneralisasi data dengan pendekatan memilih sampel yang secara representatif mewakili populasi (Afiyanti, 2008; Sugiyono, 2014). Penelitian dapat memenuhi uji transferabilitas jika pembaca laporan penelitian mampu memperoleh gambaran dan pemahaman jelas tentang laporan penelitian (Afiyanti, 2008; Morse, dkk., 2002; Sugiyono, 2014). Oleh karena itu, peneliti memilih sampel dengan menggunakan theoritical sampling dan membuat laporan penelitian dengan memberikan uraian yang rinci, sistematis, dan jelas.
3. Uji Dependabilitas
Uji dependabilitas merupakan sejauh mana konsistensi penelitian dilakukan melalui metode dan analisis data yang tersruktur, serta penginterpretasian hasil penelitiaan, sehingga dapat mencapai tujuan penelitian (Afiyanti, 2008). Berikut merupakan beberapa cara yang peneliti lakukan untuk memenuhi uji dependabilitas:
a. Berdiskusi dengan teman sejawat mengenai proses dan hasil temuan penelitian untuk menghindari kemelencengan penelitian dan bias pribadi yang dapat mempengaruhi penelitian (Afiyanti, 2008: Putra, 2011). b. Melakukan pengecekan kembali mengenai sejauh mana metode maupun
pendekatan yang digunakan dalam penelitian dapat mencapai tujuan penelitian (Afiyanti, 2008).
(56)
c. Berdiskusi dan meminta pertimbangan dari peneliti ahli yaitu pembimbing penelitian pada keseluruhan aktifitas peneliti dalam melakukan penelitian, dari menentukan fokus masalah, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, hingga kesimpulan (Sugiyono, 2014).
4. Uji Konfirmabilitas
Uji konfirmabilitas dapat diartikan sebagai transparansi, yaitu kesediaan peneliti mengungkapkan secara terbuka tentang proses penelitiannya sehingga memungkinkan peneliti lain melakukan penilaian tentang hasil temuannya (Afiyanti, 2008). Serta sejauh mana dapat diperoleh kesepakatan diantara beberapa peneliti mengenai aspek maupun hasil penelitan (Long & Johnson dalam Afiyanti, 2008). Oleh karena itu, uji konfirmabilitas peneliti lakukan melalui memberikan uraian rinci dan jelas dalam laporan penelitian, berdiskusi dengan teman sejawat, serta berkonsultasi dengan peneliti ahli yaitu pembimbing penelitian (Afiyanti, 2008; Sugiyono, 2014).
(57)
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN PENELITIAN
Pengumpulan data dalam penelitian ini pada awalnya ingin dilakukan dengan menggunakan metode survey, yang berisi penjelasan penelitian, lembar pernyataan persetujuan partisipasi, petunjuk pengerjaan, data diri subjek peneltian, serta beberapa pertanyaan penelitian. Guna mengetahui sejauh mana metode survey dapat digunakan sebagai metode pengumpulan data, maka peneliti terlebih dahulu melakukan survey trial dengan meminta satu orang calon subjek penelitian untuk mengisi survey yang telah peneliti persiapkan sebelumnya. Berdasarkan hasil survey trial, didapatkan hasil jawaban yang cenderung singkat, sehingga kurang mampu dalam menjawab pertanyaan penelitian. Tidak hanya itu, peneliti juga kurang dapat menggali informasi secara lebih mendalam guna menjawab pertanyaan penelitian, jika tetap menggunakan metode survey. Oleh karena itu, selanjutnya peneliti memutuskan untuk mengumpulkan data penelitian dengan menggunakan metode wawancara semi terstruktur.
Wawancara semi terstruktur yang dilakukan dalam penelitian ini direkam menggunakan SONY ICD-PX312, setelah terlebih dahulu mendapatkan izin dari subjek penelitian. Namun, sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu melakukan wawancara trial kepada satu orang subjek untuk melihat sejauh mana data yang mampu didapatkan
(58)
melalui teknik tersebut. Setelah melihat bahwa jawaban subjek berdasarkan wawancara trial yang telah dilakukan sebelumnya mampu menjawab pertanyaan penelitian, maka peneliti kemudian melanjutkan wawancara kepada sembilan subjek orang lainnya yang memiliki keragaman latar belakang umur, suku, dan agama.
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jawaban subjek penelitian yang telah diubah ke dalam bentuk verbatim. Setelah data diperoleh, peneliti kemudian melakukan analisis verbatim dengan menggunakan pendekatan penelitian grounded theory, yaitu melalui proses open coding, axial coding, dan selective coding.
Kegiatan wawancara yang telah peneliti laksanakan dapat dilihat melalui Tabel 1.
Tabel 1
Pelaksanaan Kegiatan Wawancara
Subjek Tanggal Waktu Tempat
1. 29 Oktober 2014 12.00 – 13.30 Kampus 1 Mrican
2. 05 November 2014 13.30 – 14.30 Kampus Mrican
3. 08 November 2014 17.51 – 19.00 Rumah Subjek, Warak
4. 09 November 2014 14.00 – 15.00 Rumah Subjek, Warak
5. 22 Desember 2014 09.45 – 11.45 TKK Santa Maria
Lumajang
6. 28 Desember 2014 18.00 – 19.45 Rumah subjek, Lumajang
7. 29 Desember 2014 11.30 - 12.45 Rumah subjek, Lumajang
8. 29 Desember 2014 14.00 – 14.30 Rumah subjek, Lumajang
9. 29 Desember 2014 15.00 – 16.00 Rumah subjek, Lumajang
B. DATA IDENTITAS SUBJEK PENELITIAN
Gambaran identitas sembilan orang subjek yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2.
(59)
Tabel 2
Identitas Subjek Penelitian Subjek Jenis
Kelamin
Usia Suku Agama Kategori
1. L 21 Nias Katolik Dewasa Awal
2. P 17 Dayak Katolik Remaja
3. L 19 Jawa Katolik Remaja
4. L 26 Jawa Katolik Dewasa Awal
5. L 51 Jawa-Madura Islam Dewasa Madya 6. P 59 Tiong Hoa Katolik Dewasa Madya
7. P 19 Jawa Islam Remaja
8. P 23 Jawa Islam Dewasa Awal
9. P 40 Jawa Islam Dewasa Madya
Selain itu, data demografis sembilan orang subjek yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3
Data Demografis Subjek Penelitian Identitas Jumlah Subjek Jenis Kelamin
Wanita 5
Laki-laki 4
Kategori Usia
Remaja 3
Dewasa Awal 3
Dewasa Madya 3
Etnis
Jawa 5
Nias 1
Jawa-Madura 1
Dayak 1
Tiong Hoa 1
Agama
Katholik 5
(60)
C. HASIL PENELITIAN
Hasil analisis penelitian ini memberikan gambaran mengenai emosi apa saja yang muncul pada diri inividu, baik saat sebelum maupun setelah bertindak. Tindakan individu jika dilihat dalam konteks kehidupan sehari-hari, dapat dibedakan menjadi tindakan yang sesuai dengan standart sosial dan tindakan yang tidak sesuai standart sosial.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), tindakan yang dinilai sesuai standart sosial merupakan tindakan yang sepantasnya atau sebaiknya dilakukan, karena sesuai dengan ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan memilih sikap yang sebaik-baiknya untuk dipergunakan di dalam masyarakat. Sedangkan sebaliknya, tindakan yang dinilai tidak sesuai standart sosial lebih ditekankan pada tindakan yang tidak sepantasnya atau tidak sebaiknya dilakukan, karena tidak sesuai dengan ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan memilih sikap yang sebaik-baiknya untuk dipergunakan di dalam masyarakat.
Disamping itu, tindakan individu baik yang sesuai maupun tidak sesuai standart sosial, juga dapat dibedakan berdasarkan jenis pencapaian tujuan individu. Tindakan yang berkaitan dengan kemampuan beradaptasi atau bertahan hidup individu akan cenderung mengarah pada pencapaian tujuan bertahan hidup (survival goal). Sedangkan tindakan yang berkaitan dengan standart moral maupun representasi diri akan lebih cenderung mengarah pada (identity goal) tujuan identitas individu (Tracy & Robins, 2007).
(61)
Tidak hanya itu, tindakan yang berkaitan dengan tujuan identitas individu juga dapat dibedakan lagi menjadi tindakan yang berkaitan dengan hukum, peraturan, dan norma. Tindakan yang berkaitan dengan peraturan resmi dan dikuatkan oleh pemerintah serta undang-undang akan lebih cenderung berkaitan dengan hukum. Sedangkan jika berkaitan dengan aturan atau ketentuan yang wajib dipatuhi akan lebih cenderung berkaitan dengan peraturan. Kemudian jika berkaitan dengan tata aturan yang mengikat sekelompok manusia dalam suatu wilayah pada kurun waktu tertentu untuk mengendalikan tingkah laku yang dianggap baik, maka akan cenderung berkaitan dengan norma (KBBI, 2008).
Meskipun demikian, keseluruhan gambaran mengenai emosi apa saja yang muncul dan mendasari tindakan individu dalam kehidupan sehari-hari, dapat dilihat melalui pengalaman emosi dan isi kognitif yang muncul dan dialami oleh subjek penelitian. Pengalaman emosi merupakan macam-macam emosi yang muncul, dialami, dan disadari oleh subjek penelitian. Sedangkan isi kognitif merupakan hal-hal yang terlintas di dalam benak subjek penelitian yang berkaitan dengan munculnya emosi tertentu.
(62)
1. Sebelum Bertindak
1.1 Sebelum Bertindak Sesuai Standart Sosial a. Pengalaman Emosi
Pengalaman emosi yang muncul sebelum individu bertindak sesuai standart sosial meliputi kategori emosi positif, emosi negatif, dan tidak ada emosi.
Kategori emosi positif terdiri dari tema-tema emosi positif yang muncul dan cenderung bersifat konstruktif bagi subjek penelitian. Sebaliknya, kategori emosi negatif merupakan kategori yang terdiri dari tema-tema emosi atau perasaan yang cenderung bersifat destruktif bagi subjek. Selain itu, kategori tidak ada emosi yang dimaksud dalam penelitian ini bukan berarti benar-benar tidak ada emosi yang muncul, melainkan emosi yang muncul mempunyai intensitas yang sangat rendah sehingga subjek menjadi kesulitan untuk menyebutkan emosi apa yang sedang ia alami. a.1 Kategori Usia Remaja
Pengalaman emosi yang muncul di dalam diri individu dengan kategori usia remaja, saat sebelum bertindak sesuai standart sosial dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Pengalaman Emosi Sebelum Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Remaja
Pencapaian Tujuan Individu
Emosi Positif
Emosi
Negatif Tidak Ada Emosi Tujuan Identitas Hukum Peraturan - - Stress Terpaksa -
(63)
Tabel 4 (lanjutan) Takut Suasana hati cenderung mudah berubah karena mengesampingkan emosi yang muncul
Menyesal Bersalah Tidak nyaman Malas
Norma - Menyesal
Tertekan Gelisah Takut - Tujuan Bertahan Hidup
- Stress
Suasana hati cenderung mudah berubah Tidak nyaman
Tidak ada emosi yang muncul karena
mengesampingkan emosi yang muncul
Pada individu kategori usia remaja, tidak ditemukan tema emosi positif yang muncul sebelum bertindak sesuai standart sosial, baik yang berkaitan dengan pencapaian tujuan bertahan hidup maupun pencapaian tujuan identias.
Meskipun demikian, tema emosi negatif yang muncul pada individu sebelum bertindak sesuai sitandart sosial jika berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya berkaitan dengan hukum, yaitu:
“Stress.” (S7/MU16/B1)
Sedangkan tema-tema emosi negatif yang muncul pada individu sebelum bertindak sesuai standart sosial jika berkaitan
(64)
dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya berkaitan dengan peraturan, antara lain:
“Tapi ya karena berpikir sebab-akibatnya, jadi walaupun
kepaksa,saya tetap masuk kuliah. Jadi itu.” (S3/MU4/B2)
“Ya saya takut kalau dosennya itu tersinggung atau gimana.”(S3/MU41/B2)
“Perasaan yang muncul itu pokoknya suasana hati nggak enak. Lebih tepatnya berada di tengah-tengah. Nggak merasakan kegembiraan dan nggak merasakan perasaan
nggak enak. Jadi berada di tengah-tengah. Jadi istilahnya
bimbang gitu. Jadi bingung sebenarnya. Lebih ke flat lah.” (S3/MU12/B1-5)
“... Dan itu yang membuat saya mengakibatkan rasa
penyesalan yang berkepanjangan. Jadi itu.” (S3/MU28/B3)
“Kalau berbuat salah pasti merasa bersalah. Jadi munculnya
dari situ.” (S3/MU30/B5)
“Perasaan yang muncul itundak enak...” (S3/MU51/B1)
“...Disatu sisi, saya malas mau ngerjain...”(S3/MU51/B2) Tema tidak ada emosi yang muncul pada individu kategori usia remaja sebelum bertindak sesuai standart sosial jika berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya jika berkaitan dengan peraturan, yaitu:
“Masalah perasaan saya tidak terlalu memikirkan itu. Jadi
saya lebih ke memikirkan. Jadi kalau saya kuliah efeknya apa dan kalautidak kuliah efeknya apa...” (S3/MU13/B1)
Sedangkan tema-tema emosi negatif yang muncul pada individu kategori usia remaja sebelum bertindak sesuai standart sosial jika berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya jika berkaitan dengan norma, antara lain:
(65)
“... Kalau durhaka pada orang tua juga saya pada akhirnya menyesali...” (S7/MU28/B8)
“Ya macem-macem. Merasa tertekan, merasa terkekang dengan penyesalan-penyesalan yang telah aku lalui sebelumnya...”(S7/MU42/B1)
“Gelisah. Rasanya tuh saya mau nangis tapi kok gak bisa gitu...” (S2/MU35/B1)
“...karena takut dicemoohkan orang...”(S2/MU11/B2)
Berikut merupakan tema-tema emosi negatif yang muncul pada individu kategori usia remaja sebelum bertindak sesuai standart sosial jika berkaitan dengan pencapaian tujuan bertahan hidup:
“...ya pokoknya dibuat stress lah dengan aktifitas saya dan
relasi saya dengan orang lain...”(S3/MU5/B3)
“Perasaan yang muncul itu pokoknya suasana hati nggak enak. Lebih tepatnya berada di tengah-tengah. Nggak merasakan kegembiraan dan nggak merasakan perasaan nggak enak. Jadi berada di tengah-tengah. Jadi istilahnya bimbang gitu. Jadi bingung sebenarnya. Lebih ke flat lah.”(S3/MU12/B1-5) “Perasaan itu, di hati rasanya nggak enak banget...” (S3/MU20/B1)
Sedangkan tema-tema tidak ada emosi yang muncul yang muncul pada individu kategori usia remaja sebelum bertindak sesuai standart sosial jika berkaitan dengan pencapaian tujuan bertahan hidup, antara lain:
“Kalau masalah itu, perasaannya lebih ke flat. Jadi nggak
ngerasain.”(S3/MU16/B1-2)
“... Jadi saya lebih fokus ke persoalan saya. Jadi sekedar sepintas lalu saja.”(S3/MU17/B3)
(66)
a.2 Kategori Usia Dewasa Awal
Pengalaman emosi yang muncul pada individu kategori usia dewasa awal, saat sebelum bertindak sesuai standart sosial, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Pengalaman Emosi Sebelum Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Awal
Pencapaian Tujuan Individu
Emosi Positif
Emosi
Negatif Tidak Ada Emosi Tujuan Identitas
Hukum - Takut
Tidak tega Sedih
-
Peraturan Tidak tega Inferior Malas Terpaksa
-
Norma Nyaman
Sayang
Terpaksa Takut Malas
Tidak ada emosi yang muncul karena dianggap wajar
Tujuan Bertahan Hidup
- - Tidak ada emosi
yang muncul karena telah terbiasa
Pada individu kategori usia dewasa awal, tidak ditemukan tema emosi positif dan tema tidak ada emosi yang muncul sebelum bertindak sesuai standart sosial, jika berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya jika berkaitan dengan hukum.
Meskipun demikian, tema-tema emosi negatif yang muncul pada individu kategori usia dewasa awal sebelum bertindak sesuai standart sosial, jika berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya berkaitan dengan hukum, antara lain:
(67)
“... Kalau nanti ketahuan kan, takut juga kalau ketahuan urusane wes sama polisi dan lain-lain. Terutama terus kehilangan pekerjaan juga. Ya itu sih takut.”(S4/MU20/B2&4)
“Lebih ke yo mungkin takut dan nggak tega, terus takut lah intine. Takut melakukan itu.”(S4/MU9/B1)
“Wah bojoku bar tak kamplengi mesti perasaanku sedih.”(S4/MU13/B1)
Selain itu, jika berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas khususnya berkaitan dengan peraturan, tema-tema emosi positif yang muncul pada individu kategori usia dewasa awal sebelum bertindak sesuai standart sosial, yaitu:
“Ya itu kadang mikir lagi karena orang tua tu kasian, capek buat kuliah. Ya masakdisia-siain. Rasanya kasiansama orang
tua.” (S1/MU14/B2&3)
Sedangkan tema-tema emosi negatif yang muncul pada individu dewasa awal sebelum bertindak sesuai satndart sosial, jika berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya jika berkaitan dengan peraturan, antara lain:
“Terus ngerasa istilahnya ngatain diri sendiri tuh bodoh.” (S1/MU15/B1)
“...Tapi kadang ada waktunya malas nggak mau ngelakuin apa-apa...” (S1/MU44/B4)
“...cuman ya gimanayah? Tuntuttan...”(S1/MU47/B1-2)
Berikut merupakan tema-tema emosi positif yang muncul pada individu kategori usia dewasa awal sebelum bertindak sesuai standart sosial, jika berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya yang berkaitan dengan norma, antara lain:
(68)
“... Aku nyaman`e ndelok mereka, seneng gitu lhoh.” (S4/MU28/B1)
“Yo perasaan sayang sama cinta. Yo nek ra dilakoni yo meh kapan lagi gitu lhoh.” (S4/MU38/B1)
Sedangkan jika berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya yang berkaitan dengan norma, tema-tema emosi negatif yang muncul sebelum individu dewasa awal bertindak sesuai standart sosial, antara lain:
“... Ya memang kadang kepaksa, kadang kalo misalnya ngasih tau yang baik, tapi kadang biasanya bertentangan dengan apa yang kita inginni. Kadang ngeiyain kata-katanya kakak terpaksa...”(S1/MU30/B1&6)
“Sebelumnya lebih ke takut, soale kadang aku mikir iso ra yo nglakoni urip.” (S4/MU36/B1)
“... Soalnya sebelumnya, aku buat ngajisama sholatitu susah banget. Jadi malesnyaminta ampun.”(S8/MU26/B3)
Selain itu, tema-tema tidak ada emosi yang muncul sebelum individu dewasa awal bertindak sesuai standart sosial, jika berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya yang berkaitan dengan norma, yaitu:
“Yang aku rasain ya kalau memperhatiin pacar. Kalau aku sih biasa aja karena menurutku itu hal yang wajar sih.”(S1/MU29/B2-3)
Pada individu kategori usia dewasa awal, tidak ditemukan tema emosi positif dan tema emosi negatif yang muncul sebelum bertindak sesuai standart sosial yang berkaitan dengan tujuan bertahan hidup.
(69)
Meskipun demikian, tema tidak ada emosi yang muncul sebelum individu dewasa awal bertindak sesuai standart sosial yang berkaitan dengan pencapaian tujuan bertahan hidup, yaitu:
“... Emangsudahjadi kebiasaan sehari-hari, jadi perasaanya ya biasa aja.”(S8/MU25/B1-3)
a.3 Kategori Usia Dewasa Madya
Pengalaman emosi yang muncul pada individu kategori usia dewasa madya, sebelum bertindak sesuai standart sosial, dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6
Pengalaman Emosi Sebelum Bertindak Sesuai Standart Sosial Pada Kategori Usia Dewasa Madya
Pencapaian Tujuan Individu
Emosi Positif
Emosi
Negatif Tidak Ada Emosi Tujuan Identitas
Hukum - Tidak
nyaman Takut
-
Peraturan - Tidak
nyaman Malu
-
Norma Bersyukur Empati Tidak nyaman Menyesal - Tujuan Bertahan Hidup - - -
Pada individu kategori usia dewasa madya, tidak ditemukan tema emosi positif dan tema tidak ada emosi yang muncul sebelum bertindak sesuai standart sosial, yang berkaitan dengan pencapaian tujuan identitas, khususnya jika berkaitan dengan hukum.
Namun, tema-tema emosi negatif yang muncul sebelum individu kategori usia dewasa madya bertindak sesuai standart sosial
(1)
Lampiran 27. Pengalaman Emosi dan Isi Kognitif Individu Sebelum dan Setelah Bertindak Tidak Sesuai
Standart Sosial
Pencapaian tujuan Individu
Sebelum Bertindak Setelah Bertindak Pengalaman Emosi Isi Kognitif Pengalaman Emosi Isi Kognitif Tujuan Identitas
Hukium Emosi Positif Emosi Positif
- - - -
Emosi Negatif Emosi Negatif
Marah Perspektif Individu
Tidak mampu mengendalikan emosi dan pikiran
Menyesal Perspektif Individu Menyadari kesalahan
Tidak Ada Emosi Tidak Ada Emosi
- - - -
Peraturan Emosi Positif Emosi Positif
- - Senang Perspektif Individu
Mencari pembenaran atas tindakan
Menyadari dan memperbaiki kesalahan
Emosi Negatif Emosi Negatif
Malas Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
Takut Perspektif Individu
Menyadari dan memperbaiki kesalahan
Tidak Senang Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
(2)
Menemukan pembenaran atas tindakan
Tidak Ada Emosi Tidak Ada Emosi
- - Tidak ada emosi
yang muncul
Perspektif Individu
Mencari pembenaran atas tindakan
Norma Emosi Positif Emosi Positif
Nyaman Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
Senang Perspektif Individu
Mencari pembenaran atas tindakan
Menghindari keadaan yang tidak menyenangkan
Memenuhi rasa ingin tahu Senang Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
Menghindari keadaan yang tidak menyenangkan
Lega Perspektif Individu
Mencari pembenaran atas tindakan
Mampu mengungkapkan emosi terpendam
Menghindari keadaan yang tidak menyenangkan
Memenuhi rasa ingin tahu
Emosi Negatif Emosi Negatif
Malas Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
Fisiologis Lelah
Menyesal Perspektif Individu
Menyadari dan memperbaiki kesalahan
Memikirkan dampak negatif atas tindakan
(3)
tindakan
Lingkungan Sekitar
Menyesal karena tertinggal dari kelompok
Tidak nyaman Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
Tidak Nyaman Perspektif Individu
Menyadari dan memperbaiki kesalahan
Mencari pembenaran atas tindakan
Keluarga
Mempertahankan kepercayaan orang tua
Bersalah Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
Bersalah Perspektif Individu
Menyadari dan memperbaiki kesalahan
Mencari pembenaran atas tindakan
Marah Perspektif Individu
Tidak mampu mengendalikan emosi dan pikiran
Menemukan pembenaran atas tindakan
Fisiologis Refleks
Tidak peduli Perspektif Individu
Mencari pembenaran atas tindakan
Terpaksa Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
Bimbang
Inferior Perspektif Individu
Menyadari dan memperbaiki kesalahan
(4)
Stress Perspektif Individu
Tidak mampu mengendalikan emosi dan pikiran
Malu Perspektif Individu
Menyadari dan memperbaiki kesalahan
Tidak peduli Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
Takut Perspektif Individu
Mencari pembenaran atas tindakan
Telah terbiasa Tidak suka Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
Bimbang
Menghindari keadaan yang tidak menyenangkan
Berdosa Perspektif Individu
Tetap mencari pembenaran atas tindakan
Telah terbiasa
Takut Religiusitas
Berdosa jika melanggar aturan agama
Berdosa Religiusitas
Berdosa jika melanggar aturan agama
Tidak Ada Emosi Tidak Ada Emosi
Tidak ada emosi yang muncul
Perspektif Individu
Menemukan pembenaran atas tindakan
Tidak ada emosi yang muncul
Perspektif Individu
Mencari pembenaran atas tindakan
Telah terbiasa Keluarga
Respon negatif keluarga atas tindakan
(5)
kesalahan atas permintaan pasangan
Tujuan
Bertahan Hidup
Emosi Positif Emosi Positif
- - - -
Emosi Negatif Emosi Negatif
Malas Perspektif Individu
Menemukan Pembenaran atas tindakan
Fisiologis Lelah
- -
Tidak Ada Emosi Tidak Ada Emosi
- - Tidak ada emosi
yang muncul
Perspektif Individu
Menemukan Pembenaran atas tindakan
Fisiologis Gerah
(6)